• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA"

Copied!
13
0
0

Teks penuh

(1)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. ANATOMI TELINGA TENGAH

Telinga tengah merupakan suatu ruang di tulang temporal yang terisi oleh udara dan dilapisi oleh membran mukosa. Pada bagian lateral, telinga tengah berbatasan dengan membran timpani, sedangkan pada bagian medial berbatasan dengan dinding lateral telinga dalam. Teinga tengah terdiri dari dua bagian, yaitu kavum timpani yang secara langsung berbatasan langsung dengan membran timpani dan resessus epitimpanika pada bagian superior.

Telinga tengah terhubung dengan area mastoid pada bagian posterior dan nasofaring melalui suatu kanal yang disebut tuba Eustachius (pharyngotympanic

Gambar 2.1. Anatomi Telinga Tengah

(sumber: Adaptasi dari Kaneshiro, N. K.,2010. Ear Infection – Acute Images: Ear anatomy. Adam, Inc. Diunduh dari: http://www.healthline.com/images/adam/big/ 1092.jpg [Diakses 25 Maret 2011])

(2)

tube) pada bagian anterior. Kondisi ini memungkinkan transmisi getaran dari membran timpani melalui telinga tengah hingga mencapai telinga dalam. Hal ini dapat tercapai oleh adanya tulang-tulang yang dapat bergerak dan saling terhubung sehingga menjembatani ruang di antara membran timpani dan telinga tengah. Tulang-tulang ini disebut juga osikulus auditorius, terdiri dari malleus (terhubung dengan membran timpani), incus (terhubung dengan malleus melalui persendian sinovial), dan stapes (terhubung dengan incus melalui persendian sinovial dan melekat pada bagian lateral telinga dalam pada jendela oval). Osikulus auditorius tersebut berfungsi untuk mentransmisikan getaran suara yang dihantarkan dari membran timpani ke telinga dalam (Tortora dkk, 2009; Drake dkk, 2010).

2.2 ANTRUM MASTOID & TUBA EUSTACHIUS

Ada beberapa daerah yang berdekatan dan secara langsung terhubung dengan telinga tengah. Kedua daerah ini adalah antrum mastoid dan tuba Eustachius. Berbeda dengan yang lain, kedua area ini tidak memiliki membran pembatas sehingga langsung terhubung dengan telinga tengah.

Area mastoid yang berada di dekat telinga tengah adalah antrum mastoid yang merupakan kavitas yang terisi dengan sel-sel mastoid yang berisi udara di sepanjang pars mastoideus dari tulang temporal, termasuk bagian prossessus mastoideus. Sesuai dengan yang disebutkan diatas, antrum mastoid berhubungan dengan resessus epitimpanika pada bagian posterior melalui aditus. Antrum mastoid juga berbatasan dengan fossa kranial media hanya oleh tegmen timpani. Membran mukosa yang melapisi sel udara mastoid bersambungan dengan membran mukosa yang melapisi telinga tengah. Oleh karena itu, otitis media dapat dengan mudah menyebar ke area mastoid.

Seperti yang sudah disebutkan, tuba Eustachius (pharyngotympanic tube) menghubungkan nasofaring dan telinga tengah serta menyetarakan tekanan pada kedua sisi membran timpani. Muara tuba Eustachius yang terletak di telinga tengah berada pada dinding anterior dan dari sini akan memanjang ke arah depan,

(3)

Gambar 2.2. Antrum Mastoid

(sumber: Adaptasi dari Drake, R. L., Vogl, A. W., Mitchell, A. W. M., 2010. Head and Neck. In : Drake, R. L., Vogl, A. W., Mitchell, A. W. M. Gray’s Anatomy for Students International Edition. Philadelphia: Churchill Livingstone Elsevier, 908.)

medial, dan ke bawah hingga memasuki nasofaring. Tuba Eustachius terdiri dari dua bagian, yaitu :

1.bagian yang memiliki struktur tulang, terletak pada bagian sepertiga mendekati telinga tengah

2.bagian yang memiliki struktur kartilaginosa, terletak pada bagian dua pertiga yang mendekati nasofaring

Secara umum, tuba Eustachius cenderung selalu menutup. Dengan adanya kontraksi dari m. tensor veli palatini, tuba Eustachius dapat terbuka pada saat menelan, menguap, atau membuka rahang sehingga terjadi keseimbangan tekanan atmosfer antara kedua ruang diantara membran timpani (Levine dkk, 1997).

(4)

Gambar 2.3. Tuba Eustachius

(sumber: Adaptasi dari Drake, R. L., Vogl, A. W., Mitchell, A. W. M., 2010. Head and Neck. In : Drake, R. L., Vogl, A. W., Mitchell, A. W. M. Gray’s Anatomy for Students International Edition. Philadelphia: Churchill Livingstone Elsevier, 909.)

2.3 OTITIS MEDIA AKUT (OMA) 2.3.1 Definisi & Etiologi OMA

Otitis media akut (OMA) atau Otitis Media Supuratif Akut (OMSA) adalah peradangan sebagian atau seluruh mukosa telinga tengah, tuba Eustachius, antrum mastoid yang berlangsung kurang dari tiga minggu. (Aboet, 2006; Djaafar, 2007; Donaldson, 2010).

Salah satu penyebab OMA yang cukup sering adalah infeksi oleh berbagai mikroorganisme. Aboet (2006) dan Ramakrishnan,dkk (2007) menyatakan bahwa S. pneumoniae, H. influenzae, dan M. catarrhalis merupakan penyebab utama OMA. Hal yang sama juga didapati oleh Donaldson (2010), yang mendapati bahwa ketiga organisme tersebut merupakan patogen yang paling sering

(5)

menyebabkan OMA, ditambah dengan Streptococcus pyogenes. Donaldson mendapati bahwa patogen tersebut merupakan mikroorganisme yang sering

Gambar 2.4. Otitis Media Akut (OMA)

(sumber: Adaptasi dari Kaneshiro, N. K., 2010. Ear Infection – Acute Images: Middle ear infection

(otitis media). Adam, Inc. Diunduh dari: http://www.healthline.com/ images/adam/big/19324.jpg

[Diakses 25 Maret 2011]

menyebabkan OMA pada anak-anak, terutama pada pasien usia kurang dari 6 minggu. S. pneumoniae dan H. influenzae merupakan patogen yang paling sering menyebabkan OMA dan invasif pada anak-anak dan paling sering menyebabkan rekurensi OMA. S. pneumoniae sendiri sebenarnya merupakan patogen yang paling sering menjadi penyebab OMA untuk berbagai usia. Sementara itu, H. influenzae terutama terjadi pada anak-anak usia pra-sekolah. M. catarrhalis juga dilaporkan menyebabkan OMA, meskipun tidak sering dan pada dasarnya merupakan flora normal dari traktus respiratorius atas. Streptococcus pyogenes merupakan patogen yang juga dilaporkan memicu OMA, meskipun tingkat

(6)

kekerapannya tidak setinggi tiga patogen sebelumnya. Meskipun demikian, patogen ini dapat memicu nekrosis yang cukup cepat dan signifikan dibandingkan patogen lainnya pada telinga tengah, yaitu perforasi yang moderat atau besar. Patogen lain yang pernah ditemukan memicu OMA adalah Staphylococcus aureus, Streptococcus viridans, M. tuberculosis, Chlamydia pneumonia, dan Pseudomonas aeruginosa.

Tabel 2.1. Mikroorganisme Yang Pernah Dilaporkan Menyebabkan OMA

Mikroorganisme (%) Deskripsi Tambahan

S. pneumoniae 40 - 50 Paling sering adalah serotipe 19F, 23F, 14, 6B, 6A, 19A, dan 9V

H. influenzae 30 - 40 memproduksi β - lactamase M. catarrhalis 10 - 15 memproduksi β - lactamase

Streptococcus grup A

- Umumnya terjadi pada anak-anak dan sering berkaitan dengan perforasi membran timpani

dan mastoiditis Basil

gram-negatif

- Terjadi pada pasien neonatus, imunosupresi, dan OMSK

Virus <10 Respiratory syncytial virus (RSV), adenovirus, rhinovirus, dan influenza virus

Lain-lain Jarang Mycoplasma pneumoniae, Chlamydia

pneumoniae, Chlamydia trachomatis

(pada bayi usia kurang dari enam bulan), M. tuberculosis (di negara berkembang), parasit (Ascariasis), infeksi jamur (Candidiasis, Aspergillosis, Blastomycosis)

(sumber: Adaptasi dari Ramakrishnan, K., Sparks, R. A., Berryhill, W. E., 2007. Diagnosis and Treatment of Otitis Media. American Family Physician, 76 (11): 1652.)

(7)

Selain bakteri, virus juga memiliki asosiasi yang cukup kuat dengan terjadinya OMA, yaitu Respiratory Syncytial Virus (RSV). Infeksi virus di daerah nasofaring merupakan salah satu bagian dari patogenesis OMA, meskipun peran virus ini secara lengkap belum sepenuhnya dimengerti. Invasinya di daerah tersebut akan menyebabkan inflamasi pada bagian orifisium dan mukosa tuba Eustachius dan memfasilitasi bakteri lain untuk menginvasi telinga tengah. Infeksi saluran nafas atas yang sering disebabkan oleh virus ini sering berkembang menjadi OMA. Meskipun demikian, virus tersebut jarang ditemukan sebagai patogen di dalam telinga tengah pasien OMA. Umumnya, infeksi virus terjadi pada kasus OMA secara koinfeksi dengan bakteri tertentu dan kasus OMA seperti ini telah terjadi sebanyak lebih dari empat puluh persen anak-anak yang mengalami OMA. Kondisi ini juga diperkirakan merupakan suatu bukti bahwa kondisi sinergi antara infeksi virus dan bakteri secara bersamaan merupakan salah satu dasar terjadinya OMA.

2.3.2 Faktor Resiko OMA

Faktor genetik, infeksi, aspek imunologi, dan faktor lingkungan merupakan beberapa faktor predisposisi yang dapat memicu terjadinya OMA. Pada beberapa situasi tertentu, alergi atau infeksi saluran nafas atas dapat menyebabkan kongesti dan pembengkakan dari mukosa nasal, nasofaring, dan tuba Eustachius. Hal ini dapat memicu obstruksi tuba Eustachius dan membuat cairan sekresi di telinga tengah terakumulasi. Infeksi sekunder oleh bakteri dan virus pada efusi tersebut dapat menghasilkan supurasi dan tanda-tanda OMA (Ramakrishnan dkk, 2007).

Emonts,dkk (2007) menemukan adanya keterkaitan yang cukup kuat antara faktor genetik sehingga dapat mengakibatkan OMA, bahkan sering terjadi secara rekuren. Studi yang dilakukannya menunjukkan adanya keterkaitan gen imunoresponsi TNFA, IL6, IL10, dan TLR4 dalam kecenderungan terjadinya OMA dan hal ini juga membuat OMA terjadi secara episodik.

(8)

Tabel 2.2. Faktor Resiko Yang Berkaitan Dengan Kejadian OMA

(sumber: Adaptasi dari Ramakrishnan, K., Sparks, R. A., Berryhill, W. E., 2007. Diagnosis and Treatment of Otitis Media. American Family Physician, 76 (11): 1651.)

Faktor Resiko Komentar

Usia Insidensi maksimal berkisar antara enam sampai 24 bulan,

karena tuba Eustachius lebih pendek dan lebih landai. Fungsi fisiologis dan imunologi yang masih rendah membuat anak

rentan terkena infeksi

Breastfeeding Menyusui minimal tiga bulan dapat memberikan proteksi pada anak, disamping kandungan yang ada pada ASI

Penitipan anak Kontak dengan beberapa anak dapat meningkatkan penyebaran virus dan bakteri

Etnis Anak-anak Amerika, Alaska, dan Inuit Kanada memiliki

insidensi yang lebih tinggi

Paparan asap rokok Insidensi meningkat dengan adanya asap rokok dan polusi udara

Jenis Kelamin Laki-laki memiliki insidensi lebih tinggi

Riwayat penghuni rumah >1

Resiko kegagalan pengobatan antibiotik meningkat

Pemakaian dot Insidensi meningkat

Riwayat antibiotik Resiko kegagalan pengobatan antibiotik meningkat

Riwayat OMA Resiko kegagalan pengobatan antibiotik meningkat

Musim Insidensi meningkat di musim gugur dan musim dingin

Patologi lain yang mendasari

Insidensi meningkat pada anak-anak dengan rinitis alergi, cleft palate, dan Down syndrome

(9)

2.3.3 Usia Sebagai Salah Satu Faktor Resiko OMA

Pada kondisi normal, telinga tengah biasanya dijaga agar tetap steril, sekalipun terdapat mikroorganisme di nasofaring dan faring yang dapat bermigrasi ke telinga tengah. Hal ini disebabkan silia mukosa tuba Eustachius, enzim, dan antibodi secara fisiologis memiliki mekanisme untuk mencegah masuknya mikroba ke dalam telinga tengah. Hal ini juga berlaku pada saat seseorang mengalami infeksi saluran nafas atas. Selain itu, enzim penghasil mukus, seperti muramidase, dan antibodi juga merupakan tambahan dalam mekanisme proteksi telinga tengah yang berfungsi sebagai mekanisme pertahanan bila telinga terpapar dengan patogen pada saat menelan. Di sisi lain, telinga tengah juga memiliki anyaman kapiler subepitel pada bagian permukaannya yang penting karena menyediakan faktor humoral, leukosit polimorfonuklear, dan sel fagosit lainnya. Keseluruhan sistem proteksi ini akan dapat melindungi telinga tengah dari berbagai infeksi jika dapat berfungsi secara optimal (Levine dkk, 1997; Donaldson, 2010). Kegagalan salah satu atau kombinasi fungsi fisiologis tersebut mengakibatkan terjadinya kecenderungan terjadinya OMA menjadi meningkat.

Pada awal perkembangan anatomi dan fisiologi tubuh manusia, mekanisme tersebut belum sepenuhnya matang pada masa neonatus, bayi, dan anak-anak. Hal ini disebabkan karena adanya perbedaan struktur anatomi dari tuba Eustachius pada masa anak-anak dan orang dewasa. Pada anak-anak, tuba Eustachius lebih pendek, lebar, dan terletak cenderung lebih horizontal jika dibandingkan tuba Eustachius pada orang dewasa (Djaafar dkk, 2007). Kondisi ini membuat inflamasi pada tuba Eustachius menjadi sangat sering terjadi pada anak-anak. Inflamasi tersebut akan memicu gangguan fisiologis tuba Eustachius dalam memproteksi telinga tengah sehingga kecenderungan terjadinya infeksi pada telinga tengah meningkat. Seiring dengan perkembangan anak-anak, tuba Eustachius akan bertambah panjang dan sempit serta lebih mengarah ke medial sehingga fisiologi tuba Eustachius akan lebih adekuat. Oleh karena itu, secara umum insidensi OMA akan menurun seiring dengan peningkatan usia manusia (Levine dkk, 1997). Selain itu, kejadian OMA juga didukung oleh gangguan

(10)

sistem imun pada tubuh pasien (Djaafar, 2007). Kombinasi keseluruhan dari seluruh fungsi fisiologis tersebut dapat memicu kejadian OMA.

Faktor imunologis pada tuba Eustachius juga berperan dalam terjadinya OMA. Maturitas perkembangan sistem imun pada anak masih sangat minimal dan sedang berkembang, termasuk dalam proses pembentukan Immunoglobulin (Ig) di dalam tubuh. Rendahnya IgA, IgG2, dan IgG4 pada anak, baik secara kualitatif maupun kuantitatif, meningkatkan kecenderungan terjadinya OMA pada anak dibandingkan kalangan usia yang lebih tua. Hal ini juga ditemukan pada anak-anak yang mengalami kelainan immunodefisiensi kongenital, seperti pada kasus Down Syndrome. Kondisi immunodefisiensi ini menyebabkan OMA karena infeksi lebih rentan terjadi pada usia yang lebih muda. Hal yang berbeda terjadi pada orang dewasa, dimana perkembangan sistem immunologis telah berkembang lebih adekuat sehingga invasi mikroorganisme dapat diantisipasi lebih baik (Donaldson, 2010).

Secara umum, angka kejadian OMA bervariasi pada berbagai tingkat usia manusia. Donaldson di dalam penelitiannya menyatakan bahwa anak-anak berusia 6-11 bulan lebih rentan terkena OMA, dimana frekuensinya akan berkurang seiring dengan pertambahan usia, yaitu pada rentang usia 18-20 bulan. Pada usia yang lebih tua, beberapa anak cenderung tetap mengalami OMA dengan persentase kejadian yang cukup kecil dan terjadi paling sering pada usia empat tahun dan awal usia lima tahun. Setelah gigi permanen muncul, insidensi OMA menurun dengan signifikan, walaupun beberapa individu yang memang memiliki kecenderungan tinggi mengalami otitis tetap sering mengalami episode eksaserbasi akut hingga memasuki usia dewasa. Kadang-kadang, individu dewasa yang tidak pernah memiliki riwayat penyakit telinga sebelumnya, namun mengalami Infeksi Saluran Pernafasan Atas (ISPA) yang disebabkan oleh adanya infeksi virus juga mengalami OMA (Donaldson, 2010).

Kaneshiro, Lanphear, dan Donaldson melakukan suatu studi yang juga mempertimbangkan faktor usia dengan terjadinya OMA. Kaneshiro menyatakan bahwa OMA merupakan penyakit yang umum terjadi pada bayi, balita, dan anak-anak, sedangkan kasus OMA pada orang dewasa juga pernah dilaporkan terjadi,

(11)

namun dengan frekuensi yang tidak setinggi pada anak-anak (Kaneshiro, 2010). Di Amerika Serikat, Lanphear, dkk menyatakan bahwa otitis media merupakan diagnosis yang paling sering ditegakkan pada anak-anak pra-sekolah, bahkan kejadiannya meningkat selama dekade terakhir (Lanphear dkk, 1997). Donaldson (2010) bahkan menunjukkan bahwa 70% dari anak-anak mengalami ≥ 1 kali serangan OMA sebelum usia 2 tahun. Di Kanada, Dube, dkk (2011) melakukan studi di Quebec dan mendapatkan bahwa pada usia 3 tahun, 60-70% anak telah mengalami minimal 1 kali episode OMA.

Gambar 2.5. Perbandingan Tuba Eustachius Pada Anak dan Dewasa (sumber: Adaptasi dari Kaneshiro, N. K., 2010. Ear Infection – Acute Images: Eustachian tube. Adam, Inc. Diunduh dari: http://www.healthline.com/images/adam/big/19596.jpg [Diakses 25 Maret 2011)

Berbeda dengan para peneliti sebelumnya, Balzanelli, Yonamine, dan Geyik mengobservasi penelitian yang berbeda mengenai kasus OMA pada orang dewasa. Balzanelli dkk (2003) pada tahun 1993-2000 menemukan 11 pasien OMA yang berusia antara 21-71 tahun Di Brazil, Yonamine, dkk dalam studinya mengemukakan bahwa estimasi insidensi OMA pada orang dewasa berkisar

(12)

0,004% dan progresivitas kasus OMA umumnya lebih berat pada orang dewasa (Yonamine dkk, 2009). Hal ini berbeda dengan kasus OMA pada anak-anak, karena meskipun sering terjadi, kasus OMA pada anak-anak umumnya dapat membaik dengan perhatian khusus (watchful waiting) tanpa perlu diberikan antibiotik tertentu, kecuali adanya indikasi lain (Bylander dkk, 2007). Geyik, dkk (2002) dalam studinya di Turki mendapatkan 56 kasus OMA pada orang dewasa.

2.3.4 Patofisiologi OMA

Secara umum, OMA didasari inflamasi pada tuba Eustachius. Hal yang paling sering memicu kondisi tersebut sehingga terjadi OMA adalah infeksi saluran pernafasan atas yang melibatkan nasofaring, walaupun beberapa kondisi lainny seperti infeksi (terutama infeksi virus), alergi, dan kondisi inflamasi lainnya yang berkaitan dengan tuba Eustachius juga akan memicu manifestasi yang sama. Manifestasi inflamasi dalam hal ini akan menjalar dari nasofaring hingga mencapai ujung medial tuba Eustachius atau secara langsung terjadi di tuba Eustachius, sehingga memicu stasis sehingga mengubah tekanan di dalam telinga tengah. Di sisi lain, stasis juga akan memicu infeksi bakteri patogenik yang berasal dari nasofaring dan masuk ke dalam telinga tengah dengan cara refluks, aspirasi, atau insuflasi aktif. Beberapa variasi juga terdapat pada anak-anak yang cenderung mengalami otitis (otitis-prone children). Pada pasien ini, adanya gangguan neuromuskular atau atau abnormalitas pada tuba Eustachius (tuba Eustachius cenderung terbuka) membuat konten nasofaring dapat dengan mudah mengalami refluks ke telinga tengah, termasuk bakteri patogenik yang berada di nasofaring. Pada akhirnya, semua kondisi ini akan memicu reaksi inflamasi akut yang ditandai dengan vasodilatasi, eksudasi, invasi leukosit, fagositosis, dan respon imun lokal yang terjadi di telinga tengah, yang akan bermanifestasi pada gejala-gejala klinis OMA.

Infeksi virus pada telinga tengah cukup sering terjadi pada pasien OMA dan umumnya diikuti dengan infeksi bakteri. Kondisi demikian disebabkan virus memfasilitasi bakteri supaya melekat di mukosa dan memicu inflamasi. Dalam hal ini, virus akan terlebih dahulu merusak lapisan mukosa sehingga mukosa menjadi

(13)

terpapar dan kondisi ini akan memicu bakteri menjadi patogenik dengan cara melakukan adhesi di permukaan mukosa nasofaring, tuba Eustachius, dan telinga tengah yang sudah mengalami kerusakan. Data lain juga menunjukkan bahwa kerusakan mukosa juga dapat diakibatkan endotoksin oleh invasi bakteri sehingga pada akhirnya patogen dapat melekat di permukaan mukosa (Donaldson, 2010).

2.3.5 Diagnosis OMA

Kriteria diagnostik OMA mencakup adanya onset gejala yang cepat atau akut, efusi telinga tengah, dan tanda serta gejala inflamasi telinga tengah, seperti eritema membran timpani atau otalgia yang mempengaruhi tidur dan aktivitas sehari-hari. OMA juga ditandai dengan kelainan pada membran timpani, yaitu adanya penonjolan membran timpani, keterbatasan atau ketidakmampuan pergerakan membran timpani, atau adanya air-fluid level di belakang membran timpani. Pemeriksaan membran timpani untuk mengetahui kondisi tersebut dapat diketahui dengan menggunakan kombinasi otoskopi, otoskopi pneumatik, dan timpanometri. Gejala non-spesifik seperti demam, sakit kepala, iritabilitas, batuk, rinitis, anoreksia, emesis, dan diare umum terjadi pada bayi dan anak-anak. Otalgia jarang terjadi pada anak-anak berusia kurang dari dua tahun dan lebih sering terjadi pada remaja dan dewasa (Ramakrishnan, 2007). Secara lebih akurat, Timpanocentesis merupakan “gold standard” untuk mengetahui mengidentifikasi patogen spesifik yang menyebabkan OMA (Linsk dkk, 2002). Hal ini diperlukan untuk mengetahui antibiotik serta terapi lain yang diperlukan untuk pasien OMA.

Gambar

Gambar 2.1.  Anatomi Telinga Tengah
Gambar 2.2.  Antrum Mastoid
Gambar 2.4.  Otitis Media Akut (OMA)
Tabel 2.1. Mikroorganisme Yang Pernah Dilaporkan Menyebabkan OMA  Mikroorganisme  (%)  Deskripsi Tambahan
+2

Referensi

Dokumen terkait

Perjalanan Dinas Luar Daerah 130,890,000 Koordinasi dan sosialisasi Pengembangan Sumber Daya Alam dan Pertanian 206,400,000 Penggandaan Pengembangan sumber daya alam dan

Kelompok tani yang ada di Kecamatan Belik mempunyai kegiatan, baik yang bersifat kegiatan rutin maupun yang tidak rutin. Kegiatan rutin yang umum dilaksanakan adalah

Penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk menetapkan karakteristik pendahuluan simplisia dan ekstrak daun pandan wangi (Pandanus amaryllifolius), untuk mengetahui

Pemanfaatan Ekstrak dan Uji Stabilitas Zat Warna dari Bunga Nusa Indah Merah (Musaenda frondosa), Bunga Mawar Merah (Rosa), dan Bunga Karamunting (Melastoma malabathricum)

Tujuan penelitian ini untuk menganalisa hubungan pola aktivitas fisik dan pola makan dengan kadar gula darah pada pasien diabetes melitus tipe II di Poli Penyakit Dalam

Globalisasi selalu diikuti dengan adanya perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. Hal ini telah memberi dampak signifikan dalam berbagai aspek konstelasi

Dalam penelitian ini masalah yang akan diteliti oleh penulis adalah mengeanai pembentukan karakter disiplin siswa melalui keteladanan guru aqidah akhlak kelas VIII

Integrasi pasar spasial pada harga bawang merah di tingkat grosir untuk wilayah Brebes, Tegal, Pemalang, Semarang, Salatiga, dan Surakarta dapat dianalisis menggunakan metode Vector