Laporan Kasus
GII P1001 A0 USIA KEHAMILAN 18-19 MINGGU
DENGAN BLIGHTED OVUM
Oleh:
Putu Frydalyasa Yudhi A. NPM: 16710165
Pembimbing:
dr. Aminuddin, Sp.OG (K), MM.Kes
SMF ILMU KEBIDANAN DAN KANDUNGAN RSUD DR. MOH SALEH KOTA PROBOLINGGO
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS WIJAYA KUSUMA SURABAYA 2017
ii
LEMBAR PENGESAHAN LAPORAN KASUS
SMF ILMU KEBIDANAN DAN KANDUNGAN
Judul
“GII P1001 A0 Usia Kehamilan 18-19 Minggu Dengan Blighted Ovum”
Telah disetujui dan disahkan pada:
Hari :
Tanggal :
Mengetahui, Dosen Pembimbing
iii
KATA PENGANTAR
Puji Syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberikan berbagai kemudahan kepada penulis untuk menyelesaikan laporan kasus dengan judul “GII P1001 A0 Usia Kehamilan 18-19 Minggu Dengan Blighted Ovum.” Laporan kasus ini penulis susun sebagai salah satu tugas kepaniteraan klinik di SMF Obstetri dan Ginekologi RSUD dr. Moh. Saleh Probolinggo.
Dalam menyelesaikan laporan kasus ini, tentu tak lepas dari bantuan berbagai pihak. Untuk itu penulis menyampaikan ucapan terima kasih kepada dr. Aminuddin, Sp.OG (K),MM.Kes selaku pembimbing SMF Obstetri dan Ginekologi RSUD dr. Moh. Saleh Probolinggo.
Penulis sadar masih banyak kekurangan dalam penyusunan laporan kasus ini sehingga masih jauh dari kata sempurna, walaupun demikian penulis berharap laporan kasus ini bermanfaat bagi para pembacanya khususnya rekan rekan sejawat dokter muda yang sedang menjalani stase di SMF Obstetri dan Ginekologi RSUD dr. Moh. Saleh Probolinggo. Oleh sebab itu kritik dan saran sangat penulis harapkan agar kedepannya laporan kasus ini bisa lebih sempurna.
Penulis memohon maaf sebesar-besarnya bila terdapat beberapa kesalahan dalam laporan kasus ini. Atas perhatiannya penulis mengucapkan terimakasih. Semoga laporan kasus ini bermanfaat bagi kita semua.
Probolinggo, 4 Agustus 2017
iv DAFTAR ISI
Halaman Judul ... i
Lembar Pengesahan ... ii
Kata Pengantar ... iii
Daftar Isi ... iv
Daftar Gambar ... v
Bab I Pendahuluan ... 1
Bab II Tinjauan Pustaka ... 3
A. Definisi ... 3
B. Epidemiologi ... 3
C. Etiologi ... 4
D. Periode Embrionik ... 6
E. Patofisiologi ... 7
F. Gejala dan Tanda ... 9
G. Diagnosis Banding ... 10 H. Diagnosis ... 11 I. Pencegahan ... 13 J. Penatalaksanaan ... 14 K. Komplikasi ... 16 L. Prognosis ... 17
Bab III Laporan Kasus Status Pasien ... 19
Bab IV Analisa Kasus ... 31
Bab V Kesimpulan ... 37
v
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1 Penyebab terjadinya abortus ... 4
Gambar 2.2 Patofisiologi blighted ovum ... 8
Gambar 2.3 Gambaran anembrionik kantong gestasional, transvaginal USG ... 10
Gambar 2.4 Kecurigaan klinis dalam kegagalan fase awal kehamilan ... 11
Gambar 2.5 (a) Blighted ovum; (b) Kehamilan normal ... 14
1 BAB I PENDAHULUAN
Perdarahan di usia kehamilan muda yaitu usia kehamilan ≤ 20 minggu, sering dikaitkan dengan adanya abortus, kehamilan ektopik, kehamilan mola hidatidosa, dan kehamilan anembrionik (blighted ovum). Blighted Ovum (BO) merupakan suatu kelainan pada kehamilan yang baru terdeteksi setelah berkembangnya ultrasonografi, yang pada mulanya diperkirakan sebagai abortus biasa (Prawirohardjo, 2010).
Kehamilan adalah pertumbuhan dan perkembangan janin intrauterine mulai sejak konsepsi dan berakhirnya permulaan persalinan. Masa kehamilan dimulai dari konsepsi sampai lahirnya janin, lamanya kehamilan normal 280 hari (40 minggu atau 9 bulan 7 hari) dihitung dari hari pertama hadi terakhir. Kehamilan dibagi dalam 3 trisemester, yiatu trisemester pertama dimulai dari hasil konsepsi sampai 3 bulan, trisemester kedua dari bulan keempat sampai 6 bulan, trisemester ketiga dari bulan ketujuh sampai 9 bulan (Khumaira, 2012).
Blighted ovum adalah kehamilan tanpa janin yang hanya terdiri dari kantong
gestasi (kantong kehamilan) dan air ketuban saja (Sukarni, 2014). Blighted ovum bisa terjadi sangat awal kehamilan atau sebelum kebanyakan wanita mengetahui kehamilan mereka. Tanda-tanda kehamilan seperti periode tidak menstruasi atau terlambat dan bahkan tes kehamilan positif, sehingga sering dianggap kehamilan normal (Prine, 2011).
Blighted ovum sering dijumpai pada kehamlan trisemester I, terjadi akibat
kegagalan mudigah. Kelainan ini mungkin juga terjadi karena perkembangan mudigah terhenti sebelum dapat terdeteksi dengan USG. Sekitar 50-90% abortus
2
yang terjadi pada kehamilan trisemester I disebabkan oleh kehamilan blighted
ovum, dan seringkali berhubugan dengan kelainan kromosomal (Prawirohardjo,
2010).
Kejadian abortus merupakan kejadian yang sering terjadi namun masyarakat masih menganggap abortus sebagai kasus yang biasa. Komplikasi abortus yang dapat menyebabkan kematian ibu antara lain perdarahan dan infeksi. Perdarahan yang terjadi pada ibu dapat menyebabkan anemia, sehingga dapat memberikan risiko kematian. Infeksi juga dapat terjadi pada pasien yang mengalami abortus dan menyebabkan sepsis, sehingga dapat berakibat kematian pada ibu (Prawirohardjo, 2010).
3 BAB II
TINJAUAN PUSTAKA A. Definisi
Blighted ovum atau kehamilan anembrionik merupakan kehamilan
patologi dimana mudigah tidak terbentuk sejak awal walaupun kantong gestasi tetap terbentuk. Di samping, mudigah, kantong kuning telur juga tidak ikut terbentuk. Kelainan ini merupakan suatu kelainan yang baru terdeteksi setelah berkembangnya ultrasonografi (Prawirohardjo, 2010).
Blighted ovum merupakan kehamilan tanpa janin (anembryonic pregnancy), jadi hanya ada kantong gestasi (kantong kehamilan) dan air
ketuban saja (Sukarni, 2014). B. Epidemiologi
Berdasarkan SKDI 2012 rata-rata angka kemarian ibu (AKI) tercatat mencapai 359 per 100 ribu kelahiran hidup. Penyebab utama kematian ibu yaitu perdarahan (27%), eklamsia (23%), infeksi (11%), lain-lain (39%) (Profil Kesehatan Indonesia, 2012). Perdarahan dibagi menjadi perdarahan pada kehamilan muda, perdarahan pada kehamilan lanjut, dan perdarahan persalinan serta perdarahan pasca persalinan. Perdarahan pada kehamilan muda disebabkan oleh arbotus, kehamilan ektopik, dan kehamilan mola hidatidosa,
blighted ovum (kehamilan anembrionik).
Sekitar setengah dari kejadian abortus yang terjadi diakibatkan karena embrio tidak berkembang sejak dari awal kehamilan (anembryonic
pregnancy/blighted ovum). Sedangkan lima puluh persen sisanya terjadi pada
4
Gambar 2.1 Penyebab terjadinya Abortus (Cunningham, 2014)
Studi penelitian di RSUD Karanganyar didapatkan kasus blighted
ovum terdiri dari 62 kasus dan meningkat pada tahun 2014 Januari-Oktober
sebanyak 70 kasus. Penelitian membuktikan bahwa tindakan kuretase dapat memperbaiki keadaan ibu sehingga hasil konsepsi dapat dikeluarkan sesuai harapan (Sari, 2015).
C. Etiologi
Etiologi blighted ovum yaitu kelainan kromosom, infeksi TORCH, rendahnya kadar Beta HCG, faktor imunologis, radiasi, dan faktor usia.
Blighted ovum menjadi penyebab sekitar 50% keguguran trimester pertama
dan biasanya merupakan hasil dari masalah kromosom. Tubuh wanita mengakui kromosom abnormal pada janin dan secara alami tidak mencoba untuk melanjutkan kehamilan karena janin tidak akan berkembang menjadi bayi yang sehat. Hal ini dapat disebabkan oleh pembelahan yang abnormal sel, atau kualitas sperma atau sel telur yang buruk (Prine, 2011).
5
Faktor terjadinya blighted ovum sama dengan faktor resiko terjadinya abortus spontan di usia ibu 20-30 tahun (9-17%), usia 35 tahun (20%), usia 40 tahun (40%), usia 45 tahun (80%). Riwayat aborsi sebelumnya dapat meningkatkan kemungkinan terulang kembali sebesar 20%. Pemanjangan waktu ovulasi hingga implantasi berhubungan dengan kematian janin hal ini disebabkan oleh terjadinya pembuahan terhadap ovum tua yang menyebabkan transportasi dari tuba terlambat atau dari abnormal uterus dalam menerima implantasi. Berat badan ibu dengan BMI 18.5 meningkatkan resiko infertilits dan abortus spontan. 1/3 hasil konsepsi dari terjadinya abortus spontan terjadi saat atau sebelum usia kehamilan 8 minggu berupa blighted
ovum yang disebabkan dari kelainan kromosom, atau paparan dari terartogen
(Shekoohi, 2013).
Secara umum bahwa kelainan kromosom sebanyak 50% menyebabkan aborsi pada trimester pertama. Yang paling umum disebabkan dari kelainan kromosom dapat perpindahan timbal balik (62%), translokasi robertsonian (16%), inversi (16%), delesi (3%), dan duplikasi (8%) (Moshtaghi,2016). Penelitian dilakukan pada 68 pasangan dengan riwayat abortus spontan (dua atau tiga kali keguguran berturut-turut) dengan trimester pertama usia kehamilan dan blighted ovum. Dalam populasi yang diteliti, frekuensi aborsi spontan berulang (blighted ovum) jauh lebih jelas dalam perkawinan sedarah (68,5%) dari pernikahan bukan sedarah (31,5%), didapatkan frekuensi translokasi kromosom yang seimbang pada pasangan dengan riwayat aborsi spontan berulang dan didiagnosis blighted ovum dengan USG (Shekoohi, 2013).
6 D. Periode Embrionik
Periode embrio berlangsung selama 8 minggu setelah pembuahan atau 10 minggu setelah periode menstruasi terakhir, walaupun secara klinis, usia kehamilan bisa ditentukan sesuai menstruasi tersebut. Ini adalah periode organogenesis dan saat malformasi muncul (Lucie M & Michiel C., 2005). Bukti sonografi pertama kehamilan adalah kantung gestasional yang semakin menebal. Kantung ini yang mana merupakan rongga chorionic yang mengandung cairan anechoic yang dikelilingi oleh cincin ekogenik yang mewakili trofoblas dan sel decidua. Dengan ultrasound transvaginal dapat mengidentifikasi kantung tersebut pada kehamilan 4 minggu dan 3 hari gestasi dengan diameter rata-rata 2 sampai 3 mm (Lucie M & Michiel C., 2005). Kantung kuning telur (yolk sac) adalah struktur pertama yang terlihat dengan kantung gestasi, yang mengkonfirmasi adanya kehamilan intrauterine. Yolk sac terlihat dengan ultrasound transvaginal saat diameter kantung kehamilan rata-rata 5 sampai 6 mm dan harus divisualisasikan bila diameter kantung kehamilan rata-rata lebih besar dari atau sama dengan 8 mm (Lucie M & Michiel C., 2005).
Amnion adalah membran tipis yang mengelilingi embrio dan benar-benar diselimuti oleh echogenic chorion yang tebal. Amnion itu tipis dan sulit divisualisasikan dan paling terlihat bila tegak lurus terhadap sinar ultrasound. Amnion tumbuh dengan cepat selama kehamilan antara 12 sampai 16 minggu masa kehamilan. Embrio dapat diidentifikasi dengan ultrasound transvaginal yang kecil 1 sampai 2 mm. Pada 5 sampai 7 minggu, baik embrio dan kantung kehamian berkembang 1 mm tiap harinya. Adanya aktivitas jantung yang
7
bersebelahann dengan yolk sac mengindikasikan embrio hidup namun embrio masih tidak terlihat sampai berukuran 5 mm. Dari 5 sampai 6 minggu, normalnya denyut jantung embrio kurang dari 100 kali per menit. Selama 3 minggu berikutnya, terjadi peningkata yang cepat hingga 180 kali per menit (Lucie M & Michiel C., 2005).
E. Patofisiologi
Proses awal kehamilan blighted ovum terjadi sama pada kehamilan umumnya. Sel telur dibuahi oleh sel sperma, kemudian terjadi penggabungan pronukleus. Hari ke-4 setelah fertilisasi terbentuk menjadi blastosit yang dilapisi trofoblas. Trofoblas akan memicu produksi hormon-hormon kehamilan termasuk hormon hCG. Pemeriksaan tes kehamilan positif dan kehamilan klinis akan terjadi (Prawirohardjo, 2010). Namun, oleh karena berbagai penyebab, sel telur yang sudah dibuahi tidak dapat berkembang dengan sempurna dan hanya terbentuk plasenta yang berisi cairan. Meskipun demikian, plasenta akan tetap tertanam dalam rahim dan menghasilkan hormone hCG dimana hormon ini akan memberikan sinyal ke ovarium dan otak sebagai pemberitahuan bahwa sudah terdapat hasil konsepsi di dalam rahim. Hormon hCG menyebabkan munculnya gejala-gejala kehamila seperti mual, muntah, dan tes kehamilan positif (Cunningham, 2014).
Kehamilan blighted ovum terjadi penurunan hormon kehamilan (progesterone, estrogen, dan hCG). Penurunan tersebut dapat terjadi karena beberapa faktor penyebab. Kasus blighted ovum dilakukan pemeriksaan menggunakan USG ditemukan gestasional sac, yolk sac, dan tidak ditemukan embrio di dalam gestasional sac. Hal ini disebabkan kegagalan perkembangan
8
embrio pada 6-7 minggu pasca fertilisasi. Blighted ovum dapat terjadi pengeluaran darah dari vagina (Prawirohardjo, 2010).
Gambar 2.2 Patofisiologi blighted ovum (Sumber: Prawirohardjo,2010; Cunningham, 2014)
Dalam penegakkan diagnosisnya dibutuhkan gambaran ultrasonografi. Jika tidak dilakukan tindakan, kehamilan ini akan terus berkembang tetapi akan terjadi abortus spontan pada minggu ke 14 sampai 16. Lebih dari 80 persen dari aborsi spontan terjadi dalam 12 minggu pertama kehamilan. Dengan kehilangan pada trisemester pertama, kematian embrio atau janin hampir selalu didahului ekspulsi spontan. Kematian biasanya
Fertilisasi
Blastocyst bernidasi di endometrium, (blastocyst
terbentuk 3-5 hari setelah fertilisasi
Blastocyst terlapisi oleh trofoblas
Setelah trofoblas terbentuk, terdapat peningkatan hormone hCG
Tes kehamilan positif
Respon tubuh terhadap kehamilan abnormal Penurunan hormon hCG proses plasentasi berhenti
Terjadi perdarahan pervaginam, nyeri perut
Pemeriksaan USG
Blighted ovum
1. Tidak ditemukan embrio 2. Terdapat kantung kehamilan
9
disertai dengan perdarahan ke dalam desidua basalis. Hal ini diikuti oleh nekrosis jaringan yang berdekatan dan merangsang kontraksi rahim dan eksplusi (Cunningham, 2014).
F. Gejala dan Tanda
Blighted ovum sering tidak menyebabkan gejala sama sekali. Gejala
dan tanda-tanda mungkin termasuk, yaitu periode menstruasi terlambat, kram perut, minor vagina atau bercak perdarahan, tes kehamilan positif pada saat gejala, ditemukan setelah akan terjadi keguguran spontan dimana muncul keluhan perdarahan, hampir sama dengan kehamilan normal, gejala tidak spesifik, tidak sengaja ditemukan dengan USG (Sukarni, 2014).
Gejala penderita dengan blighted ovum (anembryonic pregnancy) menyerupai keguguran pada umumnya. Keluhan antara lain berupa keluar bercak darah akibat berkurangnya kadar hormon, dan keluhan kehamilan akan berkurang. Jika mulai terjadi proses keguguran atau sirkulasi fetus dan villi korialis mulai tidak stabil, sekitar usia 10 minggu, dan dapat terjadi perdarahan intermiten atau kontinu, yang diikuti nyeri dan abortus komplit. Pada pemeriksaan dengan inspekulo, ostium uteri bisa tertutup (yang didiagnosis dengan abortus imminens) atau terbuka (abortus inkomplit) (Prawiroardjo, 2011).
Untuk blighted ovum pada awal kehamilan berjalan baik dan normal tanpa ada tanda-tanda kelainan. Kantung kehamilan terlihat jelas, tes kehamilan urine positif. Blighted ovum terdeteksi saat ibu melakukan USG pada usia kehamilan memasuki 6-7 minggu (Sukarni, 2014).
10
Gambar 2.3 Gambaran anembrionik kantong gestasional, transvaginal USG (Sumber: Cunningham, F.G et al., 2010)
G. Diagnosis Banding
Kegagalan fase awal kehamilan mungkin ditunjukkan dengan perdarahan pervagina dan atau nyeri perut. Diagnosis banding termasuk abortus iminens (threatened abortion), abortus insipiens (inevitable abortion) dan missed abortion. Yang juga bisa kemungkinan terjadi kehamilan anembrionik (blighted ovum) atau matinya embrio. Diagnosis banding lainnya yaitu kehamilan ektopik terganggu (KET) dan kehamilan mola (Lucie M & Michiel C., 2005).
Diagnosis matinya embrio dengan sonografi bisa ditunjukan dengan tidak adanya aktivitas jantung pada embrio, bila menggunakan USG transvaginal tidak adanya aktivitas jantung pada embrio lebih dari 5 mm, atau 9 mm bila dengan USG transabdominal (Lucie M & Michiel C., 2005).
Diagnosis sonografi transvaginal dari blighted ovum sudahdia pasti bila diameter kantung kehamilan (gestasional sac) rata-rata melebihi 8 mm tanpa adanya yolk sac atau diameter kantung kehamilan rata-rata melebihi 16
11
mm tanpa adanya embrio. Bila transabdominal, ukuran gestasional sac melebihi 20 mm tanpa adanya yolk sac atau 25 mm tanpa adanya embrio adalah diagnostik dari blighted ovum (Lucie M & Michiel C., 2005).
Gambar 2.4 Kecurigaan klinis dalam kegagalan fase awal kehamilan (Sumber: Lucie M & Michiel C., 2005)
H. Diagnosis 1. Anamnesis
Terlambat menstruasi, mual dan muntah pada awal kehamilan (morning sickness), payudara mengeras, serta terjadi pembesaran perut, bahkan saat dilakukan tes kehamilan baik test pack maupun laboratorium hasilnya positif. Tanda dan gejala lain seperti nyeri perut, adanya bercak perdarahan saat memasuki usia kehamilan 6-8 minggu, bertambahnya ukuran rahim yang lambat (Anne J, 2016).
2. Pemeriksaan Penunjang a. Pemeriksaan Laboratorium
12
Pemeriksaan kadar hormon pada kehamilan dapat juga membantu pemeriksaan dimana beta-hCG dibentuk oleh plasenta. Normalnya, pada pemeriksaan darah hormon ini dapat dideteksi pada hari 11 setelah konsepsi, dan pada tes urin pada hari 12-14 hari. Produksi hormon ini akan menjadi 2 kali lipat tiap 72 jam. Kadarnya akan mencapai jumah tertinggi pada kehamilan usia 8-11 minggu lalu menurun. Jika penurunan kadar beta-hCG ini terjadi lebih dini dapat dicurigai terjadinya anembryonic pregnancy (Traci C.J, 2017). 2. Pemeriksaan Ultrasonografi (USG)
Blighted ovum dapat didiagnosa dengan pemeriksaan ultrasonografi
(USG) dimana pada gambarannya tidak didapatkan adanya fetal pole (gambaran manifestasi pertama fetus dan terlihat sebagai penebalan pada tepi
yolk sac selama awal kehamilan) dengan USG transvaginal maupun
transabdominal (Knipe H.,2016).
Diagnosis blighted ovum ditegakkan pada usia kehamilan 7-8 minggu bila pada pemeriksaan USG didapatkan kantong gestasi tidak berkembang atau pada diameter 25 mm yang tidak disertai adanya gambaran mudigah. Kantong gestational dapat terlihat dengan USG mulai usia kehamilan 5-7 minggu, dengan mean sac diameter 8 mm di usia kehamilan 4-5 minggu (Patel, 2014).
Bila pada saat USG pertama didapatkan gambaran seperti ini perlu dilakukan evaluasi USG 2 minggu kemudian. Bila tetap tidak dijumpai struktur mudigah atau kantung kuning telur dan diameter kantong gestasi sudah mencapai 25 mm maka dapat dinyatakan sebagai blighted ovum (Prawirohardjo, 2010).
13
Kehamilan anembrionik digambarkan dengan tidak ditemukannya
yolk sac dalam mean sac diameter ≥ 13 mm, atau tidak adanya embryonic pole
dalam mean sac diameter ≥ 20 mm, atau tampilan dengan amnion yang kosong (Gariepy, 2012).
(a) (b)
Gambar 2.5 (a) Blighted ovum; (b) Kehamilan normal
I. Pencegahan
Untuk mencegah terjadinya anembryonic pregnancy, maka dapat dilakukan beberapa tindakan pencegahan seperti pemeriksaan TORCH, imunisasi rubella pada wanita yang hendak hamil, bila menderita penyakit disembuhkan dulu, dikontrol gula darahnya, melakukan pemeriksaan kromosom terutama bila usia di atas 35 tahun, menghentikan kebiasaan merokok agar kualitas sperma/ovum baik, memeriksakan kehamilan yang rutin dan membiasakan pola hidup sehat (Anne J.,2016).
Beberapa pasangan akan mencari uji genetik jika beberapa kerugian awal kehamilan terjadi. Blighted ovum sering merupakan kejadian satu waktu, dan jarang akan seorang wanita pengalaman yang lebih dari satu. Kebanyakan
14
dokter menyarankan pasangan menunggu setidaknya 1-3 siklus menstruasi yang teratur sebelum mencoba untuk hamil lagi setelah semua jenis keguguran (Prine, 2011).
J. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan yang aman dan efektif untuk mengatasi kehamilan dengan blighted ovum adalah dengan melakukan D & C (Dilatation and
Curetage), meski beberapa penelitian tidak merekomendasikan D & C. Hal ini
diyakini bahwa tubuh wanita mampu mengeluarkan jaringan sendiri dan tidak ada kebutuhan untuk prosedur bedah invasif dengan risiko komplikasi. Dilakukan pemeriksaan patologi memeriksa jaringan untuk menentukan penyebab keguguran (Prine, 2011).
a. Expectant management
Dengan waktu yang adekuat (sampai 8 minggu), expectant management berhasil mencapai ekspulsi komplit pada sekitar 80% kasus. Berdasarkan data yang ada, expectant management lebih efektif pada kasus yang simptomatik (adanya keluar jaringan dari jalan lahir atau hasil USG dengan abortus inkomplit) dibandingkan dengan kasus yang asimptomatik.
Pasien dengan tatalaksana ini mungkin akan mengalami perdarahan sedang-berat dan nyeri. Kepada pasien harus dijelaskan kapan harus mencari pertolongan jika adanya perdarahan banyak dan juga antinyeri harus diberikan. Lakukan USG ulang untuk melihat apakah sudah terjadi ekspulsi komplit. Kriteria ekspulsi komplit adalah tidak adanya kantong gestasi (gestational sac) dan ketebalan endometrium kurang dari 30 mm.
15 b. Medical management
Jika pasien ingin mempercepat terjadinya ekspulsi komplit namun lebih memilih menghindari operasi, tatalaksana menggunakan misoprostol (analog PGE) dapat digunakan. Syaratnya adalah pasien juga memenuhi kriteria pasien untuk expectant management (tidak ada infeksi, perdarahan, anemia berat, bleeding disorder). Misoprostol telah diteliti untuk tatalaksana early pregnancy loss dan dapat mengurangi tingkat kuretase sebanyak 60%. Pasien yang ditatalaksana menggunakan misoprostol ini harus dijelaskan kapan harus mencari pertolongan terkait dengan perdarahan dan mungkin akan mengalami nyeri perut berat. Antinyeri harus diberikan. Penjelasan mudah pada pasien mengenai jumlah perdarahan yang banyak adalah dua pembalut ukuran besar penuh darah dalam satu jam dan terjadi terus menerus selama 2 jam.
Kontra indikasi dari pemberian misoprostol adalah hemodinamik tidak stabil, adanya gejala dari infeksi pelvis dengan atau tanpa sepsis, suspek mola atau kehamilan ektopik, kadar hemoglobin ≤ 9.5 g/dL, riwayat permasalahan dengan koagulopati atau riwayat penggunaan obat anti koagulan, alergi terhadap prostaglandin. Pemberian antibiotik diberikan sebagai tindakan profilaksis. Setelah semua tindakan perlu di pantau adanya perdarahan, demam/ menggigil, mual-muntah dari pasien akibat dari tindakan yang telah diberikan (Gariepy, 2012).
c. Surgical Management
Terapi operatif telah menjadi pendekatan tradisional untuk pasien dengan
16
atau dengan tanda-tanda infeksi harus ditatalaksana secara urgen dengan operasi. Terapi operatif juga lebih diutamakan pada situasi lainnya seperti adanya komorbiditas medik seperti anemia berat, bleeding disorder, penyakit kardiovaskular.
Dulunya, terapi operasi dilakukan hanya dengan kuret tajam. Namun penelitian saat ini menunjukkan suction curretage lebih baik dibandingkan kuret tajam.
K. Komplikasi
Komplikasi blighted ovum menurut Rukiyah (2010) yaitu: 1. Perdarahan
Perdarahan yang terjadi pada ibu dapat menyebabkan anemia, sehingga dapat memberikan risiko kematian. Perdarahan dapat diatasi dengan pengosongan uterus dari sisa-sisa hasil konsepsi. Kematian karena perdarahan dapat terjadi apabila pertolongan tidak diberikan pada waktunya.
2. Infeksi
Infeksi dalam uterus atau sekitarnya dapat terjadi pada blighted ovum, tetapi biasanya ditemukan pada abortus inkompletus dan lebih sering pada abortus buatan yang dikerjakan tanpa memperhatikan asepsis dan antisepsis. Apabila infeksi menyebar lebar jauh, terjadilah peritonitis umum atau sepsis dengan kemungkinan diikuti oleh syok.
3. Syok
Syok pada abortus bisa terjadi karena perdarahan (syok hemoragik) dan infeksi berat (syok endoseptik).
17
Gambar 2.6 Penatalaksanaan blighted ovum (Sumber: Prawirohardjo, 2010; Mochta, 2013) M. Prognosis
Prognosis dubius ad bonam apabila dengan pemeriksaan penunjang tidak didapatkan komplikasi yang berbahaya misalnya perdarahan, perforasi, infeksi dan syok. Walaupun menurut data statistik masih ada kemungkinan
Perdarahan pervaginam Pemeriksaan USG
Diagnosis blighted ovum
Terminasi kehamilan dengan dilatasi dan kuretase
Berhasil Tidak berhasil
Penatalaksanaan post kuretase
Terdapat sisa hasil konsepsi
Observasi perdarahan
Kuretase ulang
Komplikasi
Robekan serviks Perforasi uterus Perdarahan akibat atonia uteri
Infeksi
Penjahitan serviks Hentikan kuretase Tatalaksana atonia uteri Antibiotik Rencanakan program laparatomi
18
terjadinya kehamilan dengan blighted ovum berulang sebesar 3-5% pasangan karena kelainan genetik, 20-25% karena faktor defek pada luteal. Tetapi beberapa penelitian mengungkapkan mengkonsumsi asam folat dan multivitamin dapat menurunkan resiko terjadinya kelainan kongenital. Hal ini dikarenakan asam folat merupakan antioksidan berfungsi untuk menangkal radikal bebas serta menekan zat karsinogenik dan meningkatkan kualitas sperma (Tremellen, 2015).
19 BAB III
LAPORAN KASUS STATUS PASIEN A. Identitas Pasien
Nama : Ny. W
Umur : 32 Tahun
Nama Suami : Tn. B
Umur : 44 Tahun
Alamat : Jl. Sunan Kudus RT 4 Pekerjaan Pasien : Ibu rumah tangga Pekerjaan Suami : Pegawai swasta Pendidikan Pasien : SD
Agama : Islam
Masuk Tanggal : 16 Juli 2017 Keluar Tanggal : 18 Juli 2017 Pemeriksaan tanggal : 17 Juli 2017 B. Anamnesa
Keluhan Utama : keluar darah dari kemaluan Riwayat Penyakit Sekarang :
Pasien datang ke Poli Kandungan dr. Mohammad Saleh Probolinggo dengan keluhan keluar darah sejak kemarin (11/7/2017) dan flek-flek dari vaginanya sejak 1 minggu yang lalu (5/7/2017). Darah yang keluar berwarna merah segar tidak disertai adanya gumpalan darah. Tidak ada keluhan nyeri pada perut bagian bawah. Keluar gumpalan daging disangkal. Keluhan tidak disertai adanya pusing, nyeri kepala, dan keputihan. BAB dan BAK tidak ada
20
keluhan. Makan dan minum tidak ada keluhan. Keluhan mual dan muntah disangkal. Pasien mengatakan kemarin (11/7/2017) sudah USG di Dokter Spesialis Kandungan di luar rumah sakit dinyatakan kehamilan tidak berkembang. Kemudian dilakukan USG ulang oleh Dokter Spesialis Kandungan di Poli Kandungan pada saat itu didapatkan gambaran kantung gestasional kosong tanpa adanya janin didalamnya dan ditegakkan diagnosa
Blighted Ovum dan disarankan untuk melakukan kuretase. Pasien setuju dan
dielektifkan untuk dilakukan kuretase.
Pasien saat ini sedang hamil anak kedua usia kehamilan 18-19 minggu. Pasien mengetahui kehamilan saat terlambat haid 3 minggu, diperiksakan dengan testpack hasilnya positif. Selama kehamilan tidak ada keluhan mual ataupun muntah. Sebelum adanya perdarahan pasien merasa kehamilannya tidak ada keluhan dan pasien belum pernah melakukan pemeriksaan USG pada usia kehamilan trimester pertama karena merasa kehamilannya tidak ada keluhan. Pasien merasa perutnya semakin membesar, sehingga semakin yakin akan kehamilannya.
Tanggal 16/7/2017 pukul 16.30 WIB pasien datang ke ruang nifas melati RSUD Dr. Moh. Saleh Probolinggo menyatakan siap untuk dioperasi dan perdarahan di vagina hanya sedikit. Tidak didapatkan nyeri perut, pusing (-), mual/muntah (-).
Riwayat Penyakit Dahulu :
- Keluhan yang sama sebelumnya disangkal - Keguguran disangkal
21 - Diabetes mellitus disangkal - Riwayat asma disangkal - Hepatitis disangkal Riwayat Penyakit Keluarga :
- Diabetes mellitus disangkal - Hipertensi disangkal
- Asma disangkal
- Penyakit jantung disangkal
Riwayat Alergi : mie instan, obat (-) Riwayat Psikososial : Merokok (-), Alkohol (-) Riwayat Menstruasi :
- Menarche : usia 13 tahun - Haid : teratur - Siklus : 28 hari - Durasi : 7 hari
- Banyak : 3x ganti pembalut dalam sehari - Dismenore : disangkal
- Flour albus : disangkal
- HPHT : 28 Februari 2017 - Tafsiran persalinan : 6 November 2018
Riwayat Pernikahan : Menikah 1 kali, lama menikah 17 tahun Riwayat Kehamilan : GII P1001 A0
I : 11 tahun/ perempuan/ hamil 9 bulan/ 2500g/ Spontan Bracht/ dukun/hidup/sehat
22 II : Hamil ini
Riwayat Antenatal care :
- Periksa kehamilan 1x ke Bidan saat usia kehamilan 1 bulan - Tekanan darah normal
- Berat badan belum naik selama kehamilan Riwayat kontrasepsi : Pil KB selama 2 tahun
Riwayat imunisasi : Belum pernah suntik TT saat hamil ini Riwayat Ginekologi : Kista (-), mioma (-), abortus (-)
Kelainan lain :
- Nafsu makan : Normal
- Berat Badan : 65 kg, Tinggi Badan : 153 kg - Buang Air Besar : Dalam batas normal
- Buang Air Kecil : Dalam batas normal
- Sesak : - - Berdebar-debar : - - Pusing : - - Mata Kabur : - - Epigastric pain : - C. Pemeriksaan Fisik
Keadaan Umum : Cukup
Kesadaran : Composmentis Tanda vital :
- GCS : E4V5M6
23 - Tensi : 100/80 mmHg - Nadi : 72x/menit - Suhu : 36,7oC - Pernapasan : 20x/menit Status Generalis :
- Kepala : normocephal, rambut hitam lurus, tumor (-) - Mata : Konjungtiva : anemis (-/-)
Sklera : ikterik (-/-)
Pupil : bulat, isokor (+/+) reflek cahaya (+/+)
- Leher : Struma : (-) JVP : (-)
Pembesaran limfonodi (-) - Thorax : Bentuk simetris (+), retraksi (-)
Cor : S1S2 tunggal, murmur (-)
Pulmo : suara dasar vesikuler (+/+), ronkhi (-/-), wheezing (-/-) Payudara : payudara membesar, colostrum (-/-), hiperpigmentasi
(+/+), puting menonjol (+/+)
- Abdomen : supel, bising usus (+) normal, nyeri tekan (-), tidak ada sikatriks, hepar dan lien tidak teraba
- Ekstremitas : akral hangat (+/+), edema (-/-) - Genetalia eksterna: Flek darah (+)
Status Obstetri :
24 Exopthalmus: (-) - Leher : Struma (-)
- Thorax : Mamae: payudara membesar, colostrum (-/-), hiperpigmentasi (+/+), putting menonjol (+/+)
- Abdomen :
- Inspeksi : sikatrik (-), dinding perut datar, linea nigra (-), striae gravidarum (-)
- Palpasi : nyeri tekan (-), TFU: 3 jari diatas simpisis pubis - Auskultasi : DJJ tidak dapat dievaluasi
- Genetalia Eksterna: - Flour : (-) - Perdarahan : (-)
- Perineum : Cicatrix (-)
- Anus : Haemorrhoid externa: (-) Status Ginekologi
- Abdomen :
- Inspeksi : perut datar, tidak tampak menegang/membuncit, tidak terdapat sikatriks
- Palpasi : supel, nyeri tekan (-), TFU 3 jari di atas simpisis pubis - Pemeriksaan Dalam : Vaginal Touch
- Vulva vagina : pembengkakan (-), daging tumbuh (-), fluksus (-), perdarahan (-)
25
- Portio : licin, lunak, ostium uteri externa tertutup, massa (-), nyeri goyang (-)
- Flek darah (+), Lendir (-), Fluksus (-) D. Pemeriksaan Penunjang
Laboratorium : Darah Lengkap
Hematokrit 39 % 36-46 %
Hemoglobin 14 g/dL 12-16 g/dL
Leukosit 9.310/ mm3 4.000-11.000
Trombosit 294.000/mm3
150.000-350.000/mm3 Eritrosit 4,7 juta/mm3 4,1 juta – 5,1
juta/mm3
HbsAg Negatif (-) -
USG :
Hasil USG oleh dr. SpOG: Gestational Sac (+)
26
Fetal Pole (-), tidak tampak massa intrauterine Yolk sac (-)
Kesan: GII P1001 A0 umur kehamilan 18-19 minggu dengan Blighted ovum E. Assessment
GII P1001 A0 umur kehamilan 18-19 minggu dengan Blighted ovum F. Planning
IVFD Ringer Laktat 20 tpm Inj. Cefazole 1gram i.v
Misoprostol Tab. 2 tab per vagina Pro Dilatasi & Kuretase
H. Prognosis
Quo ad vitam : Dubia ad bonam Quo ad functionam : Dubia ad bonam Quo ad sanactionam : Dubia ad bonam
Follow up
17 Juli 2017 (pre op) Pukul 09.00 WIB
S/ Masih ada flek darah sedikit, tidak ada nyeri perut, pasien sudah puasa dari kemarin malam, pro operasi D&C
O/ KU : cukup
Kesadaran : composmentis
Tanda vital : Tensi : 100/80 mmHg Nadi : 72 x/menit RR : 20 x/menit
27 Suhu : 36,70C Kepala/Leher : a/i/c/d: -/-/-/-
Thorax : pulmo: vesikuler (+/+), cor: S1 S2 reguler Abdomen : supel, peristaltik (+), nyeri tekan (-) Ekstremitas : akral hangat
Status lokalis
I : perut tampak datar, perdarahan pervagina (-) P : nyeri tekan (-)
A/ G2P1001Ab0 umur kehamilan 18 minggu dengan Blighted ovum P/ Dilatasi dan Kuretase
Rencana D&C tanggal 17 Juli 2017, persiapan: - Informed consent
- Konsultasi spesialis anestesi dan spesialis jantung - Cek laboratorium kimia darah dan urin lengkap - Puasa minimal 6 jam sebelum tindakan
- Pasang infus RL
17 Juli 2017 (post op) Pukul 13.00 WIB
S/ Telah dilakukan kuretase pukul 11.00 WIB, tidak ada keluhan, nyeri perut (-), pusing (-), mobilisasi miring (-), flatus (-)
O/ KU : lemas
Kesadaran : composmentis
Tanda vital : Tensi : 120/80 mmHg Nadi : 80 x/menit RR : 20 x/menit
28 Suhu : 36,60C Kepala/Leher : a/i/c/d: -/-/-/-
Thorax : pulmo: vesikuler (+/+), cor: S1 S2 reguler
Abdomen : supel, peristaltik (+), nyeri tekan (-), TFU tidak teraba Extremitas : akral hangat
Pervagina : lochea rubra (+)
A/ P1001Ab0 post D&C a/i Blighted ovum (hari ke-1) P/ Tx: - Infus RL 20 tpm - Inj. Santagesik 3x1 - Inj. Cefotaxime 2x1 - Inj. Ondancentron 3x1 - Kaltrop suppositoria 3x1
Mx: TTV, keluhan, perdarahan pervagina
Edukasi: Mobilisasi perlahan, makan dan minum tidak ada pantangan
18 Juli 2017 Pukul 06.00 WIB
S/ Masih ada gumpalan darah yang keluar saat kencing, namun tidak banyak hanya sedikit, kencing berwarna agak kemerahan, nyeri perut (-), flatus (+), mobilisasi baik, BAB/BAK baik, nafsu makan baik.
O/ KU : cukup
Kesadaran : composmentis
Tanda vital : Tensi : 110/80 mmHg Nadi : 72 x/menit
29 RR : 20 x/menit Suhu : 36,60C Kepala/Leher : a/i/c/d: -/-/-/-
Thorax : pulmo: vesikuler (+/+), cor: S1 S2 reguler Abdomen : supel, peristaltik (+), nyeri tekan (-) Extremitas : akral hangat
Pervagina : lochea rubra (+)
A/ P1001Ab0 post D&C a/i Blighted ovum (hari ke-2) P/ Tx:
- Aff Infus
- Ciprofloxacin tab 3 x 500 mg - Asam Mefenamat tab 3x500 mg Diet bebas
Pasien boleh pulang
30 LAPORAN KURETASE
1. Pasien masuk kamar operasi pukul 11.00 WIB.
2. Pasien posisi litotomi dalam pengaruh General Anestesi. 3. Aseptik antiseptik lapangan operasi.
4. Kantong kemih dikosongkan.
5. Persempit lapangan operasi dengan duk steril. 6. Pasang sims speculum, portio di ‘avoe’ kan.
7. Bersihkan serviks dan vagina dengan larutan antiseptic. 8. Fiksasi portio dengan tenaculum arah jam 11
9. Mengukur kedalaman uterus dengan sonde, didapatkan 10 cm antefleksi. 10. Dilakukan dilatasi dengan busi no.9 dan 11.
11. Dilakukan kuretase dengan sendok kuretase no.4 secara sistematis searah jarum jam dan didapatkan ±100 cc cairan ketuban dengan kantong gestasi. 12. Tenakulum dilepas, perdarahan dirawat
13. Sims bawah dilepas.
14. Antiseptik serviks dan vagina. 15. Operasi selesai
31 BAB IV ANALISA KASUS
Pada kasus ini pasien yang merasa hamil 18-19 minggu datang dengan keluhan keluar darah dari jalan lahirnya. Sebelum terjadi perdarahan, diawali dengan flek-flek berwarna kecoklatan selama 1 minggu. Dari gejala tersebut pasien mengira mengalami keguguran (abortus). Untuk memastikan hal tersebut disimpulkan dari anamnesis yang telah diperoleh, pemeriksaan fisik dan dipastikan dengan melakukan pemeriksaan penunjang lainnya.
Dari anamnesis diperoleh pasien sebelumnya datang ke Poli Kandungan dr. Mohammad Saleh Probolinggo dengan keluhan keluar darah pada usia kehamilan 18-19 minggu. Di mana usia kehamilan pasien sudah memasuki trimester kedua, pada usia kehamilan trimester pertama yaitu usia kehamilan 10 minggu pernah ada flek-flek namun hanya sedikit dan hanya 3 hari saja, namun pasien tidak memeriksakan ke Dokter karena tidak ada keluhan lain yang dirasakannya dan mengira itu hanya terlalu lelah sehingga pasien hanya mengurangi aktivitasnya. Kemudian mulai muncul flek lagi pada usia kehamilan 18 minggu selama 1 minggu. Setelah itu mulai semakin banyak darah yang keluar dari vagina pasien. Darah yang keluar berwarna merah segar tidak disertai adanya gumpalan darah. Tidak ada keluhan nyeri pada perut bagian bawah. Keluar gumpalan daging disangkal. Semakin banyak darah yang keluar membuat pasien mulai khawatir pada kondisi kandungannya dan mengira dirinya keguguran sehingga pasien langsung memeriksakan kandungannya ke Dokter Spesialis Kandungan di luar rumah sakit dan dinyatakan kehamilan tidak berkembang.
32
Dilakukan pemeriksaan dalam untuk mengetahui darimana asal perdarahannya dan mengevaluasi adanya pembukaan ostium uteri atau tidak untuk menyingkirkan salah satu kecurigaan terjadinya abortus insipien atau inkomplit. Dari pemeriksaan vaginal toucher didapatkan vulva vagina tidak ada pembengkakan, daging tumbuh (-), fluksus (-), perdarahan (-), ruggae vagina licin dan tidak teraba massa, portio licin, lunak, massa (-), tidak ada pembukaan menyingkirkan terjadinya abortus insipient atau inkomplit, nyeri goyang portio (-) menyingkirkan kemungkinan terjadinya kehamilan ektopik terganggu, fundus tidak teraba menandakan kemungkinan tidak adanya perkembangan kehamilan yang seharusnya teraba di usia kehamilan 18-19 minggu dan itu menyingkirkan terjadinya kehamilan mola yang dimana pembesaran uterus melebihi usia kehamilan yang sebenarnya.
Dari hasil pemeriksaan laboratorium diperoleh Hb pasien baik, lekosit dalam jumlah normal, serta hasil laboratorium yang sesuai dengan keadaan klinisnya. Pada pemeriksaan USG ulang yang dilakukan oleh Dokter Spesialis Kandungan di Poli Kandungan terlihat adanya gestasional sac atau kantung kehamilan tanpa adanya massa intrauterine didalamnya. Secara teori syarat penegakan diagnosis blighted ovum berdasarkan USG transabdominal adalah tidak ditemukannya yolk sac dalam mean sac diameter ≥ 20 mm, atau tidak adanya embryonic pole dalam mean sac diameter ≥ 25 mm.
Dari beberapa tahapan pemeriksaan yang dilakukan, dapat disimpulkan bahwa diagnosa pada kasus ini adalah blighted ovum (anembryonic pregnancy). Namun, yang tidak sesuai dengan teori, perdarahan terjadi pada usia kehamilan trimester kedua, sedangkan blighted ovum merupakan salah satu penyebab
33
terjadinya perdarahan pada trimester pertama. Menurut teori, perdarahan terjadi pada usia kehamilan 6-8 minggu karena pada usia kehamilan 7-8 minggu seharusnya sudah terbentuk embrio, apabila tidak terbentuk, uterus akan menganggap itu suatu kehamilan abnormal dan secara alami tidak mencoba untuk melanjutkan kehamilan karena janin tidak akan berkembang menjadi bayi yang sehat. Dari kasus ini, penyebab terjadinya perdarahan saat usia kehamilan trimester kedua adalah penurunan kadar beta-hCG dari pasien baru terjadi. Secara teori, kadar beta-hCG akan mencapai jumlah tertinggi pada usia kehamilan 8-11 minggu, lalu akan menurun dengan sendirinya. Dengan menurunnya kadar beta-hCG akan mengakibatkan keluarnya bercak darah.
Faktor resiko yang bisa mempengaruhi terjadinya blighted ovum pada kasus ini adalah usia suami atau istri semakin tua sehingga kualitas sperma atau ovum menjadi turun dan rentan terjadinya kerusakan kromosom yang merupakan faktor utama terjadinya blighted ovum. Permasalahan lain dari kasus ini kurangnya pengetahuan pasien, pasien tidak tahu jika kehamilannya tidak normal dan mengalami blighted ovum. Sebab, sejak awal kehamilan berjalan dengan baik dan normal tanpa tanda-tanda kelainan. Kelainan baru dirasakan setelah terjadinya perdarahan pada pertengahan trimester kedua. Itu menandakan kurangnya perhatian terhadap kondisi kesehatan dari dirinya sendiri.
Secara teori, faktor resiko yang bisa mempengaruhi terjadinya kasus ini adalah faktor usia dari suami yang berusia 44 tahun, dan usia istri 32 tahun, semakin tua usia maka kualitas sperma atau ovum menjadi turun dan rentan terjadi kerusakan kromosom yang merupakan faktor utama terjadinya BO. Pada kasus ini, baru diketahui terjadinya blighted ovum pada usia kehamilan yang masuk trimester II
34
disebabkan karena pasien tidak melakukan antenatal care selama awal kehamilan sebagai akibat kurangnya faktor sosioekonomi, pendidikan, serta informasi yang kurang membuat kesadaran akan pentingnya melakukan pemeriksaan rutin selama kehamilan mendukung terlambatnya deteksi adanya kehamilan abnormal. Tingkat pendidikan pasien dan kurangnya informasi yang didapat oleh pasien mengenai faktor resiko yang bisa menyebabkan terjadinya BO, salah satunya yaitu resiko hamil di usia tua.
Apabila tidak dilakukan kuretase beresiko menjadi mola hidatidosa komplit yang dipengaruhi tingginya hormon hCG yang merangsang vili khorialis menyerupai buah anggur berupa vesikel-vesikel hidropik. Tanggal 17 Juli 2017 (11.00 WIB), dilakukan dilatasi dan kuretase. Tampak hasil kuretase berupa kantung kehamilan yang berisikan cairan jernih namun tidak ada embrio di dalamnya.
Pada pasien ini dilakukan penatalaksanaan awal setibanya di melati dengan pemasangan infus RL dosis maintenance 20 tpm bertujuan untuk rehidrasi dan pencegahan apabila pasien jatuh dalam keadaan gawat sewaktu-waktu bisa langsung diberikan terapi melalui jalur intra vena. Persiapan operasi dengan puasa 10 jam sebelum operasi bertujuan untuk pencegahan terjadinya aspirasi saat dipengaruhi anestesi. Dan diberikan misoprostol tab per vagina pada pukul 05.00 pagi karena tidak adanya pembukaan dan untuk melunakkan serviks sehingga mencegah terjadinya perdarahan akibat dilatasi serviks. Pemilihan prosedur dengan D&C memiliki keuntungan yang lebih baik dibanding dengan menggunakan prosedur farmakologi. Tetapi tidak menutup kemungkinan terjadinya komplikasi post D&C berupa perdarahan akibat dilatasi yang dilakukan saat portio belum
35
melunak, perdarahan intra abdomen akibat instrument yang melukai dinding abdomen. Laserasi akibat D&C yang dilakukan pada ostium uteri yang masih tertutup dapat dicegah dengan kombinasi pemberian misoprostol tersebut.
Setelah dilakukan tindakan D&C, keadaan umum pasien cukup baik. Tidak ada keluhan nyeri perut, hanya mengeluh masih keluar gumpalan darah sedikit saat kencing. Tidak didapatkan anemia dibuktikan dengan konjungtiva yang tidak anemis ditunjang dengan pemeriksaan Hb 14 g/dL. Tidak didapatkan keluhan pusing, pandangan kabur, mual/muntah. Pasien sudah bisa flatus mengindikasikan bahwa peristaltic usus sudah kembali normal, serta mobilisasi pasien baik, sudah bisa berjalan ke kamar mandi untuk kencing. Status ginekologinya palpasi TFU tidak teraba hanya didapatkan perdarahan pervaginam berupa flek sedikit. Tanda-tanda vital pasien stabil, tidak didapatkan perdarahan aktif pervaginam setelah dilakukan D&C hari ke-1. Melihat keadaan pasien yang baik sehingga pasien dapat dipulangkan dengan pemberian obat Ciprofloxacin tablet 500mg diminum 3 kali dalam sehari sebagai antibiotik untuk menurunkan kemungkinan terjadinya infeksi setelah kuret dan diberikan Asam Mefenamat tablet 500mg yang diminum 3 kali dalam sehari untuk anti nyeri dan mencegah perdarahan. Edukasi pasien untuk segera menggunakan KB untuk mencegah kehamilan sampai uterus dapat kembali normal minimal 3 bulan post kuret, serta kontrol ke Poli kandungan 1 minggu lagi untuk mengevaluasi kompikasi post kuret.
Prognosis pada kasus ini adalah dubius ad bonam karena dari pemeriksaan penunjang tidak didapatkan komplikasi yang berbahaya misalnya perdarahan, perforasi, infeksi dan syok. Kemungkinan bisa terjadi kehamilan dengan blighted
36
guna mencegah kejadian berulang. Karena berdasarkan penelitian penyebab terjadinya blighted ovum adalah kelainan kromosom terutama dari kualitas ovum yang buruk sehingga dapat dicegah dengan pemberian antioksidan untuk pencegahan terjadinya kehamilan blighted ovum berikutnya.
Untuk dapat mencegah timbulnya dan meningkatnya kasus serupa dapat dilakukan:
- Penyuluhan kepada para ibu yang akan hamil dan yang sedang hamil tentang kepentingan melakukan pemeriksaan rutin ke bidan atau Dokter Spesialis Kandungan untuk memantau kondisi kesehatan ibu dan janinnya sehingga apabila ditemukan kondisi klinis yang patologis dapat ditangani lebih cepat dan dapat dilakukan pencegahan bagi para ibu yang memiliki resiko.
- Mencegah kehamilan terlebih dahulu setidaknya 1-3 siklus menstruasi teratur sebelum mencoba untuk hamil lagi dan mengkonsumsi asam folat yang bisa meningkatkan kualitas sperma.
- Meningkatkan kualitas pelayanan sesuai dengan kondisi dan faktor resiko yang ada pada ibu hamil.
- Meningkatkan akses rujukan dengan pemanfaatan sarana dan fasilitas pelayanan kesehatan.
37 BAB V KESIMPULAN
Analisa data pasien, keluhan keluar darah dari kemaluan keluhan keluar darah dari jalan lahir yang sebelum terjadinya perdarahan, diawali dengan flek-flek berwarna kecoklatan selama 1 minggu. Pemeriksaan fisik, fundus uteri setinggi 3 jari di atas simfisis. USG tampak adanya gestasional sac atau kantung kehamilan tanpa adanya fetal pole didalamnya, dikesankan sebagai blighted ovum. Sehingga ditegakkan diagnosa masuk GII P1001 A0 umur kehamilan 18-19 minggu dengan
blighted ovum. Pasien MRS dan direncanakan operasi D&C.
Pada kasus ini, kombinasi dari antenatal care yang tak pernah dijalani sebagai kurangnya pengetahuan pasien mengenai pentingnya pemantauan kondisi kesehatan ibu dan janin selama masa kehamilan mendukung munculnya tidak terdeteksinya kehamilan anembrionik (blighted ovum) yang dimana tidak ada perkembangan embrio. Untuk menghindari kejadian serupa, sebaiknya ante natal care benar-benar dijalankan dengan baik. Bila perlu lakukan penyuluhan terlebih dahulu mengenai faktor risiko yang bisa menyebabkan terjadinya BO pada kehamilan.
38
DAFTAR PUSTAKA
1. Anne J. 2016. Blighted ovum (anembryonic pregnancy). Miscarriage
Association.
2. Behnamfar, Fariba, et al. 2013. Misoprostol Abortion: Ultrasonography
versus Beta-hCG testing for Verification of Effectiveness. Pak J Med Sci 2013 Vol. 29 No.6 page 1367-70.
3. Committe on Practice Bulletins-Gynecology. 2015. Early Pregnancy Loss.
Guideline. USA: The American College of Obstetricians and Gynecologists, Committe on Practice Bulletins-Gynecology.
4. Cunningham, F.G., Leveno, K.J., Bloom, S.L., Hauth, J.C., Rouse, D.J., Spong, C.Y. 2010. Williams Obstetrics. Twenty Third Edition. The McGraw-Hill Companies.
5. Cunningham F, Gary L, Kenneth J, Steven L. 2014. William Obstetric 24th
Ed. New York: McGraw Hill
6. Gariepy, Aileen M and Beatrice A. Chen. Chapter 29: Management of Early
Pregnancy Failure. Obstetric Evidance Based Guidelines Second Edition. London: Informa Healthcare.
7. Khumaira M. 2012. Ilmu Kebidanan. Yogyakarta: Cipta Pustaka.
8. Kurjak, A. 2007. Donald School Textbook of Ultrasound in Obstetrics and Gynecology, 2nd edition. Parthenon Publishing. 13: 147-8.
9. Lucie M and Michiel C. 2005. Ultrasound Evaluation of First Trimester
Pregnancy Complications. SOGC Clinical Practice Guidelines No 161, June 2005.
10. Mochta, R. 2013. Sinopsis Obstetri Jilid 1. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran ECG.
11. Patel, Bi. 2014. Chapter 6: Problems of First Semester. Ultrasound in
Obstetric and Gynecology Fourth Edition. Jaypee Brothers Medical Publishers.
12. Prawirohardjo S. 2010. Ilmu Kebidanan. Jakarta: PT Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo.
39
13. Prawiroardjo S, Wiknjosatro H. 2011. Gangguan bersangkutan dengan konsepsi. Dalam Wiknjosastro H, Saifuddin A, Rachimhadhi T. Ilmu Kandungan. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo
14. Prine, Linda W, et al. 2011. Office Management of Early Pregnancy Loss.
American Academy of Family Physicians.
15. Rukiyah AY, Yulianti L. 2010. Asuhan Kebidanan IV (Patologi Kebidanan). Jakarta: TIM.
16. Sari, hafifah puspita. 2015. Asuhan Kebidanan Ibu Hamil Patologi Pada Ny. E Umur 20 Tahun GI P0 A0 Usia Kehamilan 13 Minggu Dengan Blighted Ovum di RSUD Karanganyar. IJMS. Vol. 2 No. 2 Juli 2015.
17. Seekohi, Sahar, et al. 2013. Chromosomal Study of Couples with The
History Of Recurrent Spontaneus Abortions With Diagnosed Blighted Ovum.
18. Sukarni, Sudarti. 2014. Patologi Kehamilan, Persalinan, Nifas dan Neonatus Resiko Tinggi. Yogyakarta: Nuha Medika.
19. Traci C.J. 2017. Blighted ovum. WebMD Medical Referance
20. Tremellen, Kelton, Karma pearce. 2015. Nutrition, Fertiliy and Human