PERENCANAAN SISTEM PENYALIRAN TAMBANG
DI BUKIT TLF TAMBANG TENGAH
PT. ANEKA TAMBANG TBK, UNIT BISNIS PERTAMBANGAN NIKEL
SULAWESI TENGGARA
TUGAS AKHIR
PAULUS BORO
PROGRAM STUDI D3 TEKNIK PERTAMBANGAN JURUSAN TEKNIK
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS NEGERI PAPUA
MANOKWARI 2011
PERENCANAAN SISTEM PENYALIRAN TAMBANG
DI BUKIT TLF TAMBANG TENGAH
PT. ANEKA TAMBANG TBK, UNIT BISNIS PERTAMBANGAN NIKEL
SULAWESI TENGGARA
PAULUS BORO
Tugas Akhir sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Ahli Madya Teknik dari Universitas Negeri Papua
PROGRAM STUDI D3 TEKNIK PERTAMBANGAN JURUSAN TEKNIK
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS NEGERI PAPUA
MANOKWARI 2011
ABSTRAK
Paulus Boro. Perencanaan Sistem Penyaliran Tambang Di Bukit TLF Tambang Tengah PT. Aneka Tambang Tbk, UBPN Sulawesi Tenggara.
PT. Aneka Tambang Tbk, UBPN Sulawesi Tenggara merupakan salah satu perusahaan milik Negara (BUMN) yang bergerak dibidang pertambangan, yang dalam kegiatannya melakukan panambangan nikel di Kecamatan Pomalaa, Kabupaten Kolaka, Propinsi Sulawesi Tenggara.
Sistem penambangan yang diterapkan PT. Aneka Tambang adalah sistem tambang terbuka dengan metode open cut dengan cara selective mining. Dengan cara selective mining ini maka akan mengakibatkan lokasi kerja yang tidak teratur dan bentuk topografi yang bergelombang. Sehingga pada saat hujan sangat berpotensi menjadi tempat berkumpulnya air. Jika terjadi genangan air yang membanjiri front penambangan maka akan berakibat gangguan pada kegiatan penambangan.
Untuk mengatasi dan mengurangi air limpasan, maka perlu adanya sistem penyaliran pada lokasi penambangan dengan cara membuat saluran terbuka berbentuk trapesium dan pembuatan dump sebagai kolam pengendapannya dengan penentuan daerah tangkapan hujan dan luasannya.
Dari hasil perhitungan diperoleh luasan Cacthment Area A yaitu: 9.629,019 m2 dengan debit air 305,172 m3/jam. Dimensi saluran yaitu lebar atas 0,694m, lebar bawah 0,42 m, kedalaman 1,14 m dengan panjang saluran 114,741 m, sedangkan dimensi dump berbentuk setengah bola dengan jari-jari 7 m. Cacthment Area B dengan luasan 4.525,1742 m2 dengan debit air 143,424 m3/jam. Dimensi saluran yaitu lebar atas 0,95 m, lebar bawah 0,35 m, kedalaman 1,3 m dengan panjang saluran 83,456 m, sedangkan dimensi dump dengan jari-jari 5 m.
Kata Kunci : Selective Mining, Air limpasan, Cacthment Area, Dimensi Saluran, Dimensi Dump
LEMBAR PENGESAHAN
Judul : Perencanaan Sistem Penyaliran Tambang di Bukit TLF Tambang Tengah PT. Aneka Tambang Tbk, Unit Bisnis Pertambangan Nikel Sulawesi Tenggara
Nama : Paulus Boro
Nim : 200840040
Jurusan : Teknik
Program Studi : D3 Teknik Pertambangan
Disetujui,
Pembimbing I
Hendri Prananta P, ST.MT
Diketahui,
Ketua Jurusan Dekan Fakultas MIPA
Adhelhard Reihara, ST.MCSE Ir. Benidiktus Tanujaya, M.Si
Tanggal Lulus : 26 Juli 2011
RIWAYAT HIDUP
Penulis bernama Paulus Boro beragama Kristen Protestan dilahirkan pada tanggal 02 September 1989 di Biak, sebagai putra ke empat dari empat bersaudara dari ayah bernama Yohanis Lolo dan ibu Dina Salamba.
Pada tahun 2005 penulis melanjutkan pendidikan di Sekolah Menengah Atas (SMA) Negeri 1 Biak dan lulus pada tahun 2008. Pada tahun 2008 terdaftar sebagai Mahasiswa Program Studi D3 Teknik Pertambangan, Jurusan Teknik, Fakultas Matematika Dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Negeri Papua Manokwari. Penulis juga mendapatkan beasiswa PPA dari Universitas selama tiga tahun, Penulis terdaftar sebagai anggota Himpunan Mahasiswa Teknik Pertambangan UNIPA.
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis penjatkan ke Hadirat Tuhan yang Maha Kuasa Karena atas segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini dapat terselesaikan, judul yang dipilih dalam penelitian yang di laksanakan sejak bulan Januari 2011 ini ialah Perencanaan Sistem Penyaliran Tambang di Bukit TLF Tambang Tengah PT. Aneka Tambang Tbk, Unit Bisnis Pertambangan Nikel Sulawesi Tenggara.
Penyusunan tugas akhir ini dimaksudkan agar dapat memenuhi persyaratan untuk memperoleh gelar Ahli Madya Teknik Universitas Negeri Papua.
Dengan selesainya Tugas akhir ini, Penulis tak lupa mengucapkan terima kasih kepada Bapak Indra Birawaputra,ST sebagai pembimbing I dan bapak Hendri Prananta P.ST.MT, sebagai pembimbing II, dan dosen program studi teknik pertambangan. Disamping itu juga penghargaan penulis sampaikan kepada Bapak Budi Purwana, ST selaku Manager Tambang PT. Aneka Tambang Tbk, UBPN Sulawesi Tenggara, Bapak Rory Basriyan Putra, ST selaku pembimbing teknis dilapangan, Bapak Yunus Dingin selaku Kepala Garasi Wilayah Tambang Utara Dan Tambang Tengah PT. Aneka Tambang Tbk, UBPN Sultra. Ungkapan terima kasih juga penulis sampaikan kepada Ibu, serta seluruh keluarga, sahabat atas segala doa dan kasih sayangnya.
Penulis menyadari bahwa Tugas Akhir ini masih banyak kekurangan ,maka penulis mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun. Semoga Tugas Akhir ini dapat bermanfaat bagi pengembangan ilmu pengetahuan di bidang teknik pertambangan.
Manokwari, Juli 2011
i DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR ISI ……….... i
DAFTAR GAMBAR ………..…. ii
DAFTAR TABEL ………..…….. iii
DAFTAR LAMPIRAN ………... iv
DAFTAR SIMBOL DAN SINGKATAN.……….. v
I PENDAHULUAN ... 1
1.1 Latar Belakang ………... 1
1.2 Tujuan Penelitian ……….………... 2
1.3 Ruang Lingkup dan Batasan Masalah ……… 2
1.4 Metode Penelitian ………... 3
1.5 Sistematika Penulisan ………. 5
II TINJAUAN UMUM…...……….………. 6
2.1 Sejarah Singkat PT. Aneka Tambang Tbk, UBPN Sultra.…….. 6
2.2 Lokasi Kesampaian Daerah………. 8
2.3 Topografi………. 9
2.4 Morfologi………. 10
2.5 Keadaan Vegetasi………... 10
2.6 Keadaan Geologi Daerah Penelitian……….... 12
III TINJAUAN PUSTAKA……….……….. .... 16
3.1 Sistem Penyaliran Tambang ………... 16
3.2 Perencanaan Sistem Penyaliran Tambang…...………..…... 21
IV HASIL DAN PEMBAHASAN………... 32
4.1 Hasil…….. ……….…... 32 4.2 Pembahasan……….………..………... 46 V PENUTUP………..………..………... 50 5.1 Kesimpulan………..………. 50 5.2 Saran………...………... 51 DAFTAR PUSTAKA………. 52 LAMPIRAN……….... 53
ii
DAFTAR GAMBAR
Halaman
1.1 Diagram Alir Penelitian………...…. 5
2.1 Peta Kesampaian Daerah Lokasi Penelitian………. 8
2.2 Peta Daerah Pertambangan PT. Aneka Tambang Tbk, UBPN Sulawesi Tenggara... 9
2.3 Keadaan Morfologi Daerah Penambangan……….. 10
2.4 Gambaran umum vegetasi daerah penambangan... 11
2.5 Peta Geologi daerah Pomalaa………... 13
3.1 Sistem adit………... 17
3.2 Penyaliran dengan cara sumuran ( sump )……….. 17
3.3 Metode Siemens………... 18
3.4 Metode Deep well pump………. 19
3.5 Metode electro osmosis……… 19
3.6 Metode Small Pipe With Vacuum Pump………. 20
3.7 Penampang Segitiga... 28
3.8 Penampang Segi Empat... 29
3.9 Penampang Trapesium... 30
4.1 Dimensi Saluran Trapesium……….. 37
4.2 Peta DTH dan Perencanaan Sistem Penyaliran Bukit TLF..………… 45
4.3 Dimensi Saluran dan Ukurannya………. 47
4.4 Dimensi Dump... 48
iii
DAFTAR TABEL
Halaman
2.1 Data Curah Hujan Rata-rata Pertahun ……….. 14
3.1 Beberapa Harga Koefisien Limpasan...……… 22
3.2 Beberapa Harga n……….………. 23
4.1 Panjang Aliran Darat……….. 32
4.2 Standar Deviasi……….. 33
4.3 Koreksi Variansi………. 34
4.4 Koreksi Variansi rata-rata ( Yn), dan Koreksi Deviasi ( Sn )……… 35
4.5 Perbandingan dasar saluran dengan kedalaman air menurut Manning……… 38
iv
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
1 Data Curah Hujan Tahunan……… 53
2 Data Curah Hujan Maksimum Bulanan dan Data Hari Hujan ………. 63 3 Dokumentasi lapangan……… 64
v
DAFTAR SIMBOL DAN SINGKATAN
Singkatan / Simbol Pemakaian pertama
Singkatan Nama Satuan kali pada halaman
PT Perseroan Terbatas 1
Tbk Terbuka 1
UBPN Unit Bisnis Pertambangan Nikel 1
Sultra Sulawesi Tenggara 1
Fe-Ni Feronikel 7
Antam Aneka Tambang 7
LS Lintang Selatan 8
BT Bujur Timur 8
KP Kuasa Pertambangan 9
Dpl Diatas permukaan laut 9
Ni Nikel 15 Co Kobalt 15 Mn Mangan 15 Ca Kalsium 15 Mg Magnesium 15 Fe Besi 15
DTH Daerah tangkapan hujan 37
Simbol
Q Debit Air m3/jam 22
I Intensitas curah hujan mm/jam 22 Tc Waktu terkumpul air jam 24
I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Salah satu faktor yang harus diperhatikan dalam penambangan adalah masalah penanganan air, atau lebih umum disebut dengan istilah penirisan tambang. Dengan adanya perbedaan antara tambang terbuka dan tambang bawah tanah, maka cara penirisan tambangnya juga berbeda. Sebagai contoh pada tambang terbuka yang membedakannya dengan tambang bawah tanah adalah pengaruh iklim, pada kegiatan penambangan. Elemen-elemen iklim seperti hujan, panas/temperatur, dan lain-lain dapat mempengaruhi kondisi tempat kerja, unjuk kerja alat, dan kondisi kerja, yang selanjutnya dapat mempengaruhi produktivitas alat penambangan. Demikian juga dengan tambang bawah tanah, masalah air tanah akan lebih dominan dibandingkan dengan air permukaan.
Penanganan masalah air dalam suatu tambang terbuka dapat dibedakan menjadi dua yaitu:
Mine Drainage yang merupakan upaya untuk mencegah masuk mengalirnya air ketempat pengaliran. Hal ini umumnya dilakukan untuk penanganan air tanah dan air yang berasal dari sumber air permukaan ( sungai, danau, dan lain-lain ). Mine Dewatering yang merupakan upaya untuk mengeluarkan air yang telah
masuk ke dalam penggalian terutama untuk penanganan air hujan. ( Rudy Sayoga Gautama,1995 )
Pada PT.Aneka Tambang Tbk, Unit Bisnis Pertambangan Nikel ( UBPN ) Sultra yang dalam proses penambangannya menerapkan sistem tambang terbuka dengan metode open cut dengan cara selective mining. Dengan cara selective mining ini maka akan mengakibatkan lokasi kerja yang tidak teratur dan bentuk topografi
2
yang bergelombang. Curah hujan pada suatu tambang terbuka akan berakibat menjadi daerah tangkapan hujan yang sangat berpotensi mengalirkan air ke area tambang sehingga pada saat hujan akan sangat berpotensi menjadi tempat berkumpulnya air.
Jika terjadi genangan air yang membanjiri front penambangan maka akan berakibat pada kegiatan penambangan seperti terhambatnya pekerjaan yang secara otomatis juga menghambat produksi dan juga berakibat pada kondisi alat mekanis atau terjadi kerusakan.
1.2 Tujuan Penelitian
Adapun tujuan dari penelitian ini adalah :
1. Menghitung curah hujan yang terjadi dilokasi penelitian
2. Merencanakan suatu sistem penyaliran tambang dan mendesain saluran drainage, dan dump
1.3 Ruang Lingkup dan Batasan Masalah
Lokasi penambangan PT. Aneka Tambang Tbk, Sultra di Bukit TLF yang tidak teratur mengakibatkan terjadinya genangan air pada daerah penambangan pada saat hujan yang dapat menghambat kegiatan penambangan. Sehingga perlu adanya suatu sistem penyaliran tambang yang dapat mengatasi masalah air yang masuk pada lokasi penambangan tersebut.
Penelitian ini hanya dibatasi pada perencanaan sistem penyaliran tambang seperti:
1. Menghitung curah hujan meliputi: perhitungan intensitas curah hujan, dan debit air limpasan
2. Desain saluran drainage 3. Desain Dump
3
1.4 Metode penelitian
Dalam penyusunan tugas akhir ini, metode penelitian yang digunakan adalah metode penelitian deskriptif. Metode penelitian deskriptif adalah penelitian yang bertujuan untuk memberikan gambaran dengan teliti ciri-ciri sesuatu.
1.4.1 Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan selama 1 bulan mulai tanggal 11 Januari sampai dengan tanggal 11 Februari 2011 di PT. Aneka Tambang Tbk, UBPN Sulawesi Tenggara, yang berlokasi di kecamatan Pomalaa, Kabupaten Kolaka Provinsi Sulawesi Tenggara.
1.4.2 Teknik Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data yang kami lakukan meliputi :
1. Observasi/orientasi lapangan, melakukan pengamatan langsung dilapangan dan pengambilan data meliputi data curah hujan, dan peta topografi lokasi penelitian.
2. Inteview adalah suatu teknik pengumpulan data dengan mengajukan pertanyaan yang berkisar tentang objek yang diamati.
3. Studi pustaka, bacaan dari berbagai sumber (buku/referensi) yang dipakai untuk melengkapi dalam penyusunan laporan Tugas Akhir.
Adapun jenis data yang di dapat yaitu: 1. Data Primer
Data Primer adalah data yang diperoleh secara langsung dari sumber asli dan kemudian akan diolah.
2. Data Sekunder
Data Sekunder adalah data-data penunjang yang digunakan dalam pembuatan tugas akhir.
4
1.4.3 Tahapan Penelitan
Adapun tahapan penelitian sebagai berikut :
Gambar 1.1 Diagram Alir Penelitian
Studi pustaka
Orientasi Lapangan Pengumpulan Data Lapangan Pengolahan Data Penyusunan Laporan Tugas Akhir DATA PRIMER - PETA TOPOGRAFI DATA SEKUNDER - SEJARAH PERUSAHAAN - KEADAAN UMUM DAERAH - KEADAAN GEOLOGI DAERAH5
1.5 Sistematika Penulisan 1.5.2 Pendahuluan
Bab ini memuat tentang latar belakang mengapa penelitian dilakukan, tujuan penelitian, ruang lingkup dan batasan masalah, metode penelitian, waktu dan tempat penelitian.
1.5.3 Tinjauan Umum
Bab ini berisi tentang keadaan umum daerah penelitian meliputi : sejarah perusahaan, lokasi kesampaian daerah, keadaan geologi, morfologi, iklim dan curah hujan, vegetasi serta topografi.
1.5.4 Tinjauan Pustaka
Tinjauan pustaka berisi tentang teori dan konsep yang mendasari dan mendukung penelitian yang akan dilakukan. Tinjauan yang digunakan adalah desain sistem penyaliran tambang dan penanganannya.
1.5.5 Hasil dan Pembahasan
Hasil dan Pembahasan disajikan secara sistematis dan diperjelas dengan uraian, memberikan tabel, gambar atau lainya dan ditafsirkan dengan memperlihatkan hasil yang didapat dan pembahasannya.
1.5.6 Penutup
Terdiri dari kesimpulan dan saran hasil penelitian. Kesimpulan memuat ringkasan yang berupa poin-poin dalam paragraf dengan rangkaian kalimat yang memuat uraian dan mudah dipahami. Saran berisi pendapat atau argumen untuk penelitian ini kedepannya dapat di perbaiki.
II TINJAUAN UMUM
2.1 Sejarah Singkat PT. Aneka Tambang Tbk, UBPN Sultra
Bijih Nikel Hidrosilikat di daerah Pomalaa pertama kali ditemukan oleh E.C Abendanon sekitar tahun 1909. Kegiatan Eksplorasi pertama kali di daerah ini oleh Oose Borneo Maaschappij yang berhasil menemukan endapan bijih Nikel yang cukup kaya disekitar Tanjung Pakar pada tahun 1934 dengan kadar rata-rata 3.00 – 3.50 % dan mulai diproduksi sekitar tahun 1938.
Sekitar tahun 1939 sampai 1942 penambangan dilakukan oleh Oose Borneo Maaschappij (OBM) sebanyak 150.000 ton dan diekspor ke Jepang. Pada tahun 1942 – 1945 penambangan bijih Nikel dilanjutkan oleh Sumitomo Metal Mining Co (SMM) dan berhasil membangun sebuah pabrik pengolahan yang menghasilkan Nikel Matte. Dari jumlah tersebut 30 ton berhasil dikapalkan dan sisanya ditinggalkan di Pomalaa. Hal ini terjadi karena pengolahan Nikel di Pomalaa hancur oleh serangan sekutu, sehingga seluruh instalasi yang ada pada saat itu hancur.
Pada tahun 1957 usaha pertambangan dimulai oleh NV.PERTO. mula-mula dikerjakan hanya dengan mengekspor ke jepang, yaitu stok bijih Nikel yang ditinggalkan dari jaman Jepang.
Kemudian berdasarkan PP No.22 tahun 1968, PT. Pertambangan Nikel Indonesia bersama BPU Pertambun beserta PT/PN dan proyek di jajarannya disatukan menjadi PN. Aneka Tambang di Pomalaa selaku unit produksi dengan nama Unit Pertambangan Nikel Pomalaa. Pada tanggal 30 Desember 1974, status PN berubah menjadi PT. Aneka Tambang (Persero).
Untuk memperpanjang jangka waktu penambangan Nikel di Pomalaa, serta mengingat cadangan bijih Nikel Laterit kadar rendah (<1.82 %) yang dapat dimanfaatkan cukup besar. Sedangkan bijih Nikel Laterit yang berkadar tinggi (>2.30% Ni) semakin menipis jumlah cadangannya. Agar bijih Nikel kadar rendah
7
tersebut dapat bernilai, kemudian didirikan pabrik peleburan bijih Nikel menjadi produk logam Fe-Ni.
Pelaksanaan pembangunan pabrik unit 1 dimulai pada tanggal 12 Desember 1973 dan selesai dua tahun kemudian. Pada tanggal 14 Agustus 1976 dapur listrik unit 1 dengan daya 20 MVA (18 MW) mulai berproduksi secara komersial dan selanjutnya pabrik Fe – Ni diresmikan pada tanggal 23 Oktober 1976 oleh wakil presiden RI Sri Sultan Hamengkubuwono IX. Sampai saat ini PT. Aneka Tambang Tbk. UBPN Pomalaa telah berhasil membangun 3 unit pabrik Fe-Ni. Pabrik unit II dibangun pada tanggal 2 November 1992 dan sekitar bulan Februari 1995 sudah mulai berproduksi. Pabrik Fe-Ni II diresmikan oleh Presiden RI Soeharto pada tanggal 11 Maret 1996. Sedangkan pabrik Fe-Ni III mulai dibangun pada buulan Oktober 2003 dengan kepala proyek pembangunan pabrik Feronikel III adalah Ir. Martinur Rongre dan selesai dibangun pada bulan februari 2006, tapi FeNi III resmi beroperasi pada 29 Januari 2007. Rentang waktu sekian lama yang dibutuhkan dari perbaikan tanur itu bukan karena perbaikannya yang makan waktu, melainkan karena proses pengiriman material bata tahan api. “Perbaikan cuma perlu waktu dua minggu. Tapi material yang dipesan dari Austria itu tidak ready stock, jadi menunggu dipabrikasi dulu selama tiga bulan, plus waktu pengiriman satu bulan,” ujar Marthinus. Dengan beroperasinya pabrik FeNi III, Antam bisa meningkatkan kapasitas produksi feronikel, hingga 24.000 ton per tahun dan selangkah lagi lebih maju. Dan untuk mendapatkan pasokan listrik yang lebih handal bagi FeNi I, II, dan III, Antam merangkul PT.Wartsila Indonesia, sebuah perusahaan pembangkit listrik asal Finlandia yang akan membangun pembangkit listrik bertenaga diesel dengan kekuatan 102 MW di Pomalaa. Pembangunan pembangkit listrik berkapasitas 102 MW terdiri dari 6 generator. Kontrak EPC dengan Wartsila ditandatangani pada bulan November 2003, yang disusul dengan ditandatanganinya perjanjian pengoperasian dan pemeliharaan berjangka 10 tahun, pada bulan Juni 2004.
8
2.2 Lokasi Kesampaian Daerah
Daerah pomalaa terletak pada garis lintang 4°13’ - 4°17’ LS dan 121°35’ - 121°47’ BT. PT. Aneka Tambang Tbk, Unit Bisnis Pertambangan Nikel ( UBPN ) Sulawesi Tenggara, terletak di Kecamatan Pomalaa, Kabupaten Kolaka, Provinsi Sulawesi Tenggara.
Pomalaa dapat dicapai dengan kendaraan darat dari Kolaka selama satu jam. Perjalanan dari Makassar ke Pomalaa dapat ditempuh dengan Pesawat udara berukuran kecil yaitu dari Makassar langsung ke lapangan udara Pomalaa, atau dapat ditempuh melalui jalan darat dari Makassar Ke Bajoe Bone (±4 jam) yang dilanjutkan dengan kapal ferry ke Kabupaten Kolaka ± 9 Jam, dan ke Pomalaa + 1 jam.
Gambar 2.1 Peta Kesampaian Daerah Lokasi Penelitian Lokasi PT.ANTAM di
Kec. Pomalaa Kab. Kolaka Prop. Sulawesi Tenggara
9
2.3 Topografi
Daerah Kuasa Pertambangan (KP) PT. Aneka Tambang Tbk, UBPN Sulawesi Tenggara terletak antara 3°3’ - 4°30’ LS dan 120° - 122° BT, sedangkan luas daerah konsesi adalah 8999,92 Ha. Daerah pertambangan terdiri dari dua posisi, yaitu sebagian berupa pulau-pulau disekitar Teluk Mekongga, antar lain Pulau Maniang, Pulau Lemo, Pulau Buaya, Pulau Lambasina kecil, Pulau Lambasina besar, dan Pulau Padamaran. Sedangkan yang berupa daratan di Sulawesi Tenggara adalah Pomalaa, Tambea, Sapura, Tanjung Pakar dan Batu Kilat.
Bentuk topografi daerah-daerah dataran adalah berbukit-bukit dengan kemiringan 10° - 30° yang merupakan perangkap bagi endapan bijih nikel ditambah dengan adanya struktur geologi lain seperti rekahan dan patahan, dengan ketinggian daerah berkisar 50 – 200 m dpl, sedangkan daerah kepulauan Teluk Mekongga dapat dipisahkan oleh laut dangkal. (PT.Aneka Tambang Tbk,UBPN Sultra,2008)
Gambar 2.2 Peta Daerah Pertambangan PT. Aneka Tambang Tbk, UBPN Sulawesi Tenggara ( Sumber : PT. Antam Tbk, UBPN Sultra )
10
2.4 Morfologi
Daerah kuasa PT. Aneka Tambang pada umumnya merupakan daerah perbukitan yang landai, memanjang dari arah utara ke selatan sepanjang pantai. Pada bukit-bukit tersebut didapati adanya punggung-punggung utama yang kemudian bercabang sehingga pada musim penghujan berfungsi sebagai jalan pengaliran air. Bukit-bukit ini merupakan bagian dari pegunungan Mekongga yang memanjang dari arah tenggara. (PT.Aneka Tambang Tbk,UBPN Sultra,2008)
Gambar 2.3 Keadaan Morfologi Daerah Penambangan
2.5 Keadaan Vegetasi
Vegetasi daerah pomalaa terdiri dari hutan, semak-semak dan tumbuhan rawa-rawa di pesisir. Hutan tersebut banyak dijumpai pepohonan seperti pohon kayu besi, pohon kayu angin, belimbing bajo, pohon melinjau dan lain-lain.
11
Terdapat dua jenis tumbuhan diwilayah tersebut yaitu tumbuhan primer dan tumbuhan bukan asli. Tumbuhan asli merupakan tumbuhan-tumbuhan yang belum mendapat gangguan baik oleh perusahaan maupun oleh penduduk setempat. Tumbuhan tersebut antara lain cemara, kayu besi, pude, walakopa, dan kalepi. Sedangkan tumbuhan yang bukan asli meliputi keseluruhan vegetasi yang tumbuh menyebar keseluruh daerah dataran sekitar pemukiman penduduk. Tumbuhan ini meliputi tanaman pangan dengan sedikit variasi tanaman rumput-rumput dan semak. ( Endang Tahang, 2010)
12
2.6 Keadaan Geologi Daerah Penelitian 2.6.1 Geologi Daerah Penelitian
Berdasarkan cara terbentuknya endapan bijih nikel dapat dikelompokkan menjadi dua bagian , yaitu :
1. Bijih nikel sulfida, yang terbentuk sebagai endapan primer. Deposit mineral ini terbentuk selama periode pendinginan magma gabro dan norit.
2. Bijih nikel laterit, yang terakumulasi sebagai endapan sekunder. Deposit mineral ini merupakan hasil proses pelapukan batuan peridotit, pada umumnya mengandung unsur besi, kobalt, dan chromium.
Endapan bijih nikel di PT. Aneka Tambang Tbk, UBPN Sulawesi tenggara merupakan endapan bijih nikel laterit, dimana sebaran bijih nikelnya tidak merata dan endapan pada umumnya ditemukan pada lereng landai dibagian pematang yang merupakan punggung penghubung antara bukit.
Batuan induk yang terdapat di wilayah pertambangan nikel PT. Aneka Tambang Tbk, Pomalaa ini adalah peridotit ( batuan ultrabasa ). Batuan ini banyak mengandung olivin, magnesium silikat dan besi silikat.
Singkapan batuan ultra basa umumnya telah mengalami pelapukan, berwarna kuning coklat berbintik hitam atau abu-abu putih dengan warna kehijauan pada bagian tepi luar atau pinggirnya.
Batuan ultabasa pomalaa timur terbagi menjadi dua bagian yaitu tipe serpentinisasi dan tipe tidak serpentinisasi ( dunit ). Batuan tipe serpentinisasi mempunyai karakteristik : mudah terlapukkan, mempunyai derajat serpentinisasi tinggi, mempunyai saprolit tebal, bedrock relatif dalam dan mempunyai topografi landai. Sedangkan tipe yang tidak serpentinisasi mempunyai karakteristik : sukar terlapukkan, saprolit umumnya tipis tapi kadar nikelnya tinggi, bedrock relatif dangkal dan mempunyai topografi terjal.
13
Gambar 2.5 Peta Geologi daerah Pomalaa
2.6.2 Iklim, Cuaca dan Curah Hujan
Daerah PT. Aneka Tambang Tbk, UBPN Sulawesi Tenggara merupakan daerah yang beriklim tropis, dimana hanya terdapat dua musim yaitu musim kemarau dan musim hujan.
Kegiatan penambangan bijih nikel pada PT. Aneka Tambang UBPN Sultra, Pomalaa sangat dipengaruhi iklim. Di mana pada musim kemarau, kegiatan penambangan dapat dilakukan secara optimal, sedangkan pada musim hujan penambangan tidak dapat dilakukan secara optimal karena terhambat oleh kondisi jalan yang buruk akibat genangan air hujan. Daya dukung material pada daerah penambangan bijih nikel unit pomalaa kurang baik pada musim penghujan, disebabkan materialnya merupakan material hasil pelapukan yang lunak, yang menyebabkan alat-alat berat tidak dapat bekerja secara optimal
14
Tabel 2.1 Data Curah Hujan Rata-Rata Pertahun
Tahun BULAN
JAN FEB MAR APR MEI JUN JUL AGST SEP OKT NOV DES 2001 6.36 4.36 4.13 12.36 5.484 4.8 0.858 1.032 2.53 3.419 6.157 4.568 2002 8.18 7.94 6.4 10.82 11.21 4.937 0.929 0 0.76 0.748 5.023 4.877 2003 11.9 5.41 6.6 6.073 8.235 4.49 5.909 3.69 1.26 4.261 3.823 8.871 2004 3.36 7.63 12.8 6.21 5.881 1.56 913 0 0.53 0.39 4.463 5.19 2005 7.94 4.58 12.3 14.06 6.132 3.803 5.477 1.645 0.07 10.6 2.44 7.787 2006 3.69 9.87 4.95 5.927 12.31 6.36 0.8 0.871 0.36 0 4.047 3.568 2007 5.32 9.73 7.91 9.455 6.84 7.145 2.561 0.883 1.52 4.677 9.442 7.135 2008 4.27 2.15 8.7 8.09 6.203 7.158 2.474 5.452 5.39 6.532 10.55 3.006 2009 3.46 5.48 6.2 6.993 6.132 3.006 4.987 0.745 0.07 3.5 7.1 7.868 2010 4.87 7.72 7.25 7.077 9.241 10.06 11.06 8.806 15.2 11.27 10.13 8.348
Sumber : PT. Antam Tbk, UBPN Sultra
2.6.3 Genesa Endapan Bijih Nikel
Endapan bijih nikel yang terdapat di Pomalaa termasuk dalam jenis nikel laterit yang terjadi sebagai konsentrasi residu dan hasil pelapukan batuan asal yaitu batuan ultra basa seperti batuan peridotit dan serpentinit.
Batuan induk Peridotit terdiri dari mineral utama Olivine dan Piroksin, serta beberapa jenis mineral tambahan seperti kromit, magnetit dan kobalt. Akibat dari intrusi larutan hidrotermal yang terjadi pada akhir pembekuan magma, maka terjadi perubahan batuan induk menjadi serpentinit. batuan serpentinit kemudian mengalami proses pelapukan dan pengendapan sehingga terbentuk mineral-mineral sekundar terutama oksida besi dan hidroksida besi ( limonit ). Proses ini disebut serpentinisasi dan merupakan awal dari pada proses terbentuknya endapan residu bijih Nikel. Dalam hal ini pelapukan kimiawi memegang peranan penting, dimana larutan yang mengandung silika dan karbon dioksida sangat berpengaruh.
15
Akibat dari proses pelapukan yang terjadi pada kondisi dimana curah hujan cukup tinggi sehingga membentuk air tanah dan perubahan suhu antara siang dan malam, maka batuan tersebut mengalami dekomposisi dan menghasilkan tanah laterit yang kaya dengan unsur-unsur Fe serta silika yang mengandung unsur-unsur Ni, Co, Mn, dan Ca. Proses ini disebut laterisasi dimana pelapukan mekanis memegang peranan penting, bersama sirkulasi air yang berasal dari hujan atau air yang mengandung unsur-unsur Mg, Fe, Ca, akan terbawa dan larut. Daerah ini dianggap sebagai batas zona batuan segar yang mana sebagian dari unsur Ni mengalami leaching dan dalam larutan membentuk partikel koloid yang kemudian mengendap sebagai urat-urat garnerite dan krisoprass.
III TINJAUAN PUSTAKA
3.1 Sistem Penyaliran Tambang
Penyaliran tambang adalah suatu usaha yang diterapkan pada daerah penambangan untuk mencegah, mengeringkan, atau mengeluarkan air yang masuk kedalam lokasi penambangan. Upaya ini dimaksudkan untuk mencegah terganggunya aktivitas penambangan akibat adanya air dalam tambang yang berlebihan terutama pada musim hujan. Selain itu sistem penyaliran tambang ini juga dimaksudkan untuk mencegah kerusakan alat, serta mempertahankan kondisi kerja yang aman. (http://www.senyawa.com/2011/01/metode-penyaliran.hmtl)
3.1.1 Sistem Penyaliran pada Tambang Terbuka
Secara garis besar, sistem penyaliran pada tambang terbuka dibagi menjadi dua golongan besar, yaitu :
Sistem Penyaliran Langsung ( konvensional ) / Mine Dewatering Sistem Penyaliran Tak Langsung ( inkonvensional ) / Mine Drainage
1. Sistem Penyaliran Langsung ( Konvensional ) / Mine Dewatering
Adalah sistem penyaliran dengan cara mengeluarkan air yang sudah masuk ke dalam tambang. Sistem ini dapat dibagi menjadi yaitu:
Penyaliran dengan terowongan ( tunnel ) atau terowongan buntu ( adit ). Cara penyaliran ini hanya bisa diterapkan pada tambang yang terletak didaerah pegunungan atau berbentuk bukit. Air yang masuk ke dalam tambang dikeluarkan dengan cara mengalirkan air dari dasar tambang melalui terowongan keluar tambang
17
Gambar 3.1 Sistem adit Cara Paritan
Penyaliran dengan cara paritan ini merupakan cara yang paling mudah, yaitu dengan pembuatan paritan ( saluran ) pada lokasi penambangan. Pembuatan parit ini bertujuan untuk menampung air limpasan yang menuju lokasi penambangan. Air akan masuk ke saluran-saluran yang kemudian dialirkan ke suatu kolam penampungan atau dibuang langsung ke tempat pembuangan dengan memanfaatkan gaya gravitasi.
Penyaliran dengan sumuran ( sump ).
Cara penyaliran ini sangat umum diterapkan ditambang terbuka. Air yang masuk ke dalam tambang dikumpulkan ke suatu sumuran yang biasanya dibuat didasar tambang dan dari sumuran tersebut air dipompa keluar tambang.
18
2. Sistem Penyaliran Tak Langsung ( Inkonvensional ) / Mine Drainage
Merupakan upaya untuk mencegah masuknya air ke daerah penambangan. Hal ini umumnya dilakukan untuk penanganan air tanah dan air yang berasal dari sumber air permukaan.
Beberapa metode penyaliran Mine drainage :
Metode Siemens. Pada tiap jenjang dari kegiatan penambangan dibuat lubang bor kemudian ke dalam lubang bor dimasukan pipa dan disetiap bawah pipa tersebut diberi lubang-lubang. Bagian ujung ini masuk ke dalam lapisan akuifer, sehingga air tanah terkumpul pada bagian ini dan selanjutnya dipompa ke atas dan dibuang ke luar daerah penambangan.
Gambar 3.3 Metode Siemens
Metode Pemompaan Dalam (Deep Well Pump). Metode ini digunakan untuk material yang mempunyai permeabilitas rendah dan jenjang tinggi. Dalam metode ini dibuat lubang bor kemudian dimasukkan pompa ke dalam lubang bor dan pompa akan bekerja secara otomatis jika tercelup air. Kedalaman lubang bor 50 meter sampai 60 meter.
19
Gambar 3.4 Metode Deep well pump
Metode Elektro Osmosis. Pada metode ini digunakan batang anoda serta katoda. Bilamana elemen-elemen dialiri arus listrik maka air akan terurai, H+ pada katoda (disumur besar) dinetralisir menjadi air dan terkumpul pada sumur lalu dihisap dengan pompa.
20 Small Pipe With Vacuum Pump. Cara ini diterapkan pada lapisan batuan yang inpermiabel (jumlah air sedikit) dengan membuat lubang bor. Kemudian dimasukkan pipa yang ujung bawahnya diberi lubang-lubang. Antara pipa isap dengan dinding lubang bor diberi kerikil-kerikil kasar (berfungsi sebagai penyaring kotoran) dengan diameter kerikil lebih besar dari diameter lubang. Di bagian atas antara pipa dan lubang bor di sumbat supaya saat ada isapan pompa, rongga antara pipa lubang bor kedap udara sehingga air akan terserap ke dalam lubang bor.
Gambar 3.6 Metode Small Pipe With Vacuum Pump
3.1.2 Sistem Penyaliran pada Tambang Bawah Tanah
Penanganan masalah air pada tambang bawah tanah umumnya dilakukan dengan cara-cara sebagai berikut :
1. Dengan “Tunnel” (Terowongan). Penyaliran dengan cara ini adalah dengan membuat “tunnel” atau “adit” bila topografi daerahnya memungkinkan, dimana terowongan atau “adit” ini dibuat sebagai level pengeringan tersendiri untuk
21
mengeluarkan air tambang bawah tanah. Cara ini relatif murah dan ekonomis bila dibandingkan dengan sistem penyaliran menggunakan cara pemompaan air ke luar tambang.
2. Dengan Pemompaan. Penyaliran tambang bawah tanah dengan sistem pemompaan adalah untuk mengeluarkan air yang terkumpul pada dasar “shaf” atau sumuran bawah tanah yang sengaja dibuat untuk menampung air dari
permukaan maupun air rembesan air bawah tanah.
(http://www.senyawa.com/2011/01/metode-penyaliran-tambang.hmtl)
3.2 Perencanaan Sistem Penyaliran Tambang
Ada beberapa tahapan dalam merencanakan suatu dimensi saluran:
1. Membaca peta untuk menentukan daerah tangkapan hujan (catchment area) adalah daerah yang diperkirakan berpotensi untuk mengalirkan air limpasan menuju suatu daerah kerja, atau dengan kata lain curah hujan yang jatuh dalam daerah tersebut dapat berkumpul dalam suatu tempat terendah dari daerah tersebut. Penetuan daerah tangkapan hujan didasarkan pada peta topografi daerah yang akan diteliti, daerah tangkapan hujan dibatasi oleh punggung bukit. Setelah ditentukan (catchment area) maka dihitung luasanya
2. Buat jalur saluran dari masing-masing catchment area
3. Hitung waktu konsentrasi dengan menggunakan rumus Kirpich
4. Hitung intensitas curah hujan rencana dengan menggunakan metode Gumbel 5. Tentukan koefisien material yang sesuai dengan kondisi lapangan
6. Hitung debit rencana dengan menggunakan rumus Rasional. 7. Dimensi saluran menggunakan persamaan Manning
22
3.2.1 Curah Hujan
Curah hujan adalah banyaknya air hujan yang jatuh kebumi persatu satuan luas permukaan pada suatu jangka waktu tertentu.
Intensitas curah hujan adalah jumlah hujan yang jatuh dalam areal tertentu dalam jangka waktu yang relatif singkat dinyatakan dalam mm/s.
Rumus Rasional (Rudy Sayoga Gautama,1995)
Q = 0,278 x C.I.A ………..(Persamaan 3.1)
Ket : Q = debit air ( m3/s )
C = koefisien Limpasan
I = intensitas curah hujan terencana (mm/jam)
A = Luas cacthment area
Tabel 3.1. Beberapa Harga Koefisien Limpasan ( Rudy Sayoga Gautama,1995 )
Kemiringan Tutupan Koefisien Limpasan
‹ 3 %
Sawah, rawa.
Hutan, perkebunan
Perumahan dengan kebun
0,2 0,3 0,4 3 % - 15 % Hutan, perkebunan Perumahan
Tumbuhan yang jarang
Tanpa tumbuhan, daerah
0,4
0,5
0,6
23
penimbunan
› 15 %
Hutan
Perumahan, Kebun
Tumbuhan yang jarang
Tanpa tumbuhan, daerah tambang
0,6
0,7
0,8
0,9
Tabel 3.2. Beberapa Harga n ( Rudy Sayoga Gautama,1995 )
Tipe dinding saluran N
Semen Beton Bata Besi Tanah Gravel
Tanah yang ditanami
0,010 – 0,014 0,011 – 0,016 0,012 – 0,020 0,013 – 0, 017 0,020 – 0,030 0,022 – 0, 035 0,025 – 0,040
24
Waktu Konsentrasi Hujan ( Rudy Sayoga Gautama,1995 )
Rumus Kirpich : Tc = 0,0195 x L0,77 x S-0,385 ………..(Persamaan 3.2) Ket: Tc = waktu terkumpulnya air (jam)
L = jarak terjauh sampai titik pengaliran (Km)
S = gradien/beda tinggi (%)
Faktor-faktor yang mempengaruhi air limpasan antara lain:
1) Faktor meteorologi
Intensitas curah hujan yang bergantung kepada kapasitas infiltrasi, dimana jika air hujan yang jatuh kepermukaan tanah melampaui kapasitas infiltrasi maka besar air limpasan akan meningkat.
Lamanya curah hujan dalam waktu yang panjang akan memperbesar air limpasan.
2) Faktor fisik
Kondisi penggunaan tanah misalnya air yang jatuh didaerah vegetasi yang kurang lebar kemudian mengisi rongga – rongga tanah yang terbuka akan cepat mengalami infiltrasi dan apabila daya tampung dalam lekukan permukaan tanah telah penuh maka selisih antara curah hujan dan kapasitas infiltrasi akan menyebabkan limpasan air hujan mengalir di permukaan tanah. Faktor lain yang mempengaruhi limpasan yaitu pola aliran sungai dan daerah
25
Dari sekian banyak faktor yang berpengaruh adalah kondisi penggunaan lahan dan kemiringan (gride) atau perbedaan ketinggian hulu dan hilirnya faktor ini dapat dinyatakan dalam angka yang disebut koefisien limpasan.
(http://mheea-nck.blogspot.com/2011/01/sistem-penirisan-tambang.hmtl)
Standar Deviasi (Waterman Sulistyana, 2010)
∑( Xi – X)2 1/2
Standar Deviasi (S) = ………(Persamaan3.3)
n-1
dimana :
Xi = Curah hujan maksimum perhari dalam tiap bulan X = Curah hujan rata-rata
n = Jumlah tahun
Penentuan curah hujan maksimum menurut Gumbel S
Xr = X + ( Yt – YN) ………..(Persamaan 3.4) Sn
Ket :
X = Curah hujan rata-rata S = Standar Deviasi Sn = Koreksi Deviasi Yt = Koreksi Variansi
26
Intensitas curah hujan Mononabe
I = Xr/24 + (24/tc)2/3 ……….(Persamaan 3.5) Ket : I = intensitas curah curah hujan (mm/jam)
Xr = curah hujan harian maksimum (mm/jam) Tc = waktu konsentrasi (24 jam/ hari hujan )
3.2.2 Catchment Area (Area Tangkapan Hujan)
Suatu area ataupun daerah tangkapan hujan dimana batas wilayah tangkapannya ditentukan dari titik-titik elevasi tertinggi sehingga akhirnya merupakan suatu poligon tertutup, yang mana polanya disesuaikan dengan kondisi topografi, dengan mengikuti arah aliran air.
Air hujan yang mempengaruhi secara langsung suatu sistem drainase tambang adalah air hujan yang mengalir diatas permukaan tanah atau air permukaan (run off) di tambah sejumlah pengaruh air tanah.
Air hujan atau air permukaan yang mengalir ke area penambangan tergantung pada kondisi daerah tangkapan hujan yang dipengaruhi oleh daerah disekitarnya. Luas daerah tangkapan hujan dapat ditentukan berdasarkan analisa peta topografi. Berdasarkan kondisi daerahnya seperti adanya daerah hutan, lokasi penimbunan, kepadatan alur drainase, serta kondisi kemiringan (gride).
Sumber utama air limpasan permukaan pada suatu tambang terbuka adalah air hujan, jika curah hujan yang relatif tinggi pada daerah tambang maka perlu penanganan air hujan yang baik (sistem drainase) yang tujuannya agar produktivitas tidak menurun.
27
3.2.3 Saluran Drainase
Saluran pada tambang untuk menampung limpasan permukaan pada suatu daerah dan mengalirkannya ke tempat penampungan air seperti : dump, settling pond, sedimen pon dan lain – lain.
Dalam merancang dimensi saluran perlu di lakukan analisis pada daerah lokasi penambangan sehingga saluran air tersebut dapat memenuhi hal – hal sebagai berikut
1. Dapat mengalirkan debit air yang di rencanakan 2. Kecepatan air yang tidak merusak saluran.
3. Kecepatan air yang tidak menyebabkan terjadinya pengendapan. 4. Kemudahan dalam penggalian atau pembuatan.
5. Kemudian dalam hal pemeliharaan
Menurut konstruksi, saluran terbagi 2 :
1. Saluran tertutup yaitu saluran yang pada umumnya sering dipakai untuk aliran air yang kotor (air yang menganggu kesehatan / lingkungan).
2. Saluran terbuka yaitu saluran yang lebih cocok untuk drainase air hujan yang terletak didaerah yang mempunyai luasan yang cukup ataupun untuk drainase air non hujan yang tidak membahayakan kesehatahan atau yang mengganggu lingkungan. Efektifitas penggunaan dari berbagai bentuk penampang saluran drainase yang dikaitkan dengan fungsi saluran
(http://mheea-nck.blogspot.com/2011/01/sistem-penirisan-tambang.hmtl) Bentuk-bentuk penampang saluran terbuka :
a. Bentuk penampang segitiga
Bentuk ini biasanya dipergunakan untuk saluran dangkal. Saluran bentuk ini tidak mudah digerus oleh air. Kelemahannya adalah membutuhkan waktu yang cukup lama dalam pembuatannya.
28 Sudut tengah = 90° → z = 1 A = h2 P = 2h 2 h R = 2 2
Gambar 3.7 Penampang Segitiga
b. Bentuk penampang segiempat
Bentuk saluran ini digunakan untuk debit air yang besar kelebihannya yaitu mudah dalam pembuatannya dan biasanya dibangun pada bahan yang stabil misalnya kayu, batu dan lain-lain. Kelemahannya adalah mudah terjadi pengikisan sehingga terjadi pengendapan pada dasar saluran.
B = 2 h
29
P = 4 h
R = 12 h
Gambar 3.8 Penampang Segi Empat
c. Bentuk penampang trapesium
Salah satu bentuk saluran yang sering digunakan pada perusahaan tambang yaitu bentuk saluran trapesium
Keuntungan dari bentuk penampang trapesium :
1. Dapat mengalirkan debit air yang besar 2. Tahan terhadap erosi
3. Tidak terjadi pengendapan didasar saluran 4. Mudah dalam pembuatan
Bentuk penampang ini adalah bentuk kombinasi antara segitiga dan segiempat. Biasanya digunakan untuk saluran yang berdinding tanah dan tidak dilapisi sebab stabilitas kemiringan dinding dapat disesuaikan. Bentuk ini sering digunakan pada daerah tambang karena tahan terhadap pengikisan dan mudah dalam pembuatannya
30
serta cocok untuk debit air yang besar. Dan untuk menghitung dimensi saluran yang optimum dapat digunakan persamaan efisiensi hidrolis:
Q = 45° → z = 1 B = 2 ( 𝑧2+ 1 − 𝑧 ) h A = ( B + zh ) h
R = ℎ2
Gambar 3.9 Penampang Trapesium
Perhitungan kapasitas pengaliran dengan Persamaan Manning (Waterman Sulistyana, 2010)
Q = A x 1𝑛 x R2/3 x S1/2 ………..(Persamaan 3.6)
Ket :
Q = Debit (m3/detik)
n = Koefisien kekasaran Manning
S = Kemiringan rata-rata
31
R = Jari-jari hidrolis (A/p)
3.2.3 Dump
Dump dibuat dengan fungsi sebagai penampung air sebelum dipompa keluar tambang, untuk mengendapakan partikel-partikel atau lumpur yang ikut bersama air hasil dari saluran tambang sebelum air lumpur di buang. Ukuran dump dibuat dengan mempertimbangkan volume air yang akan ditampung atau masuk ke dump.
IV HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Hasil4.1.1 Daerah Tangkapan Hujan (Catchment Area)
Dari hasil penggambaran peta dan penentuannya maka daerah tangkapan hujan di bagi menjadi dua daerah yaitu:
Daerah tangkapan hujan A dengan luas daerah 9629,0190 m2
Daerah tangkapan hujan B dengan luas daerah 4525,1742 m2
4.1.2 Perhitungan Data Curah hujan Waktu Konsentrasi Hujan
Untuk menghitung waktu konsentrasi hujan digunakan Persamaan 3.2 yaitu : Tabel 4.1 panjang Aliran Darat
Catchment Area Panjang Aliran Darat
A 114,741 m
B 83,456 m
Rata-rata 99,1 m
Elevasi maksimum bukit TLF = 244 m Elevasi minimum bukit TLF = 227 m Beda elevasi 244 m - 227 m = 17 m Kemiringan rata-rata bukit TLF :
17 m S =
99,1 m
33
Tc = 3,97 x (0,0991)0,77 x (0,172)-0,385 = 1.2 jam
Standar Deviasi,
Menghitung standar deviasi menggunakan persamaan 3.3
Tabel 4.2 Standar Deviasi
Tahun Xi X ( Xi - X) (Xi-X)2 2001 370.8 361.67 9.13 83.357 2002 347.6 361.67 -14.07 197.965 2003 368.6 361.67 6.93 48.025 2004 384 361.67 22.33 498.629 2005 421.7 361.67 60.03 3603.6 2006 381.6 361.67 19.93 397.205 2007 301.6 361.67 -60.07 3608.4 2008 327.2 361.67 -34.47 1188.18 2009 243.9 361.67 -117.77 13869.8 2010 469.7 361.67 108.03 11670.5 Jumlah 35165.6 35165,6 1/2 Maka Standar Deviasi (S) =
10-1
34
Koreksi Variansi (Yt), Koreksi Variansi Rata-rata (YN), dan Koreksi Deviasi (Sn)
Koreksi Variansi (Yt)
( T-1) Koreksi Variansi (Yt) = -In -In[ ]
T Dimana T = Periode Ulang Hujan
Tabel 4.3 Koreksi Variansi
Tahun -In[-In(T-1)/T 1 - 2 0,3665 3 0,9027 4 1,2459 5 1,4999
Periode ulang hujan yang digunakan adalah 4 tahun, maka Koreksi Variansi (Yt) = 1,2459
Koreksi Variansi Rata-rata (YN), dan Koreksi Deviasi (Sn) ( n+1 ) - m Koreksi Variansi rata-rata pertahun (Yn) = -In -In[ ]
n + 1 Koreksi Variansi rata-rata (YN) = (𝑌𝑛)𝑛
∑ (Yn – YN)2 1/2 Koreksi Deviasi (Sn) = n-1 dimana : n = Jumlah Tahun m = Urutan Tahun
35
Tabel 4.4 Koreksi Variansi rata-rata ( Yn), dan Koreksi Deviasi ( Sn )
M Yn YN Yn-YN (Yn-YN)2 1 2.351 0.4952 1.8558 3.444 2 1.606 0.4952 1.1108 1.234 3 1.144 0.4952 0.6488 0.421 4 0.794 0.4952 0.2988 0.089 5 0.501 0.4952 0.0058 0.000 6 0.238 0.4952 -0.2602 0.068 7 -0.012 0.4952 -0.5072 0.257 8 -0.262 0.4952 0.7572 0.573 9 -0.533 0.4952 -1.0282 1.057 10 -0.875 0.4952 -1.3702 1.877 ∑ 4.952 9.020 4,952
Koreksi Variansi rata-rata (YN) = = 0,4952 10
9,020 1/2
Koreksi Deviasi (Sn) = = 1,00 10-1
Curah Hujan Rencana Maksimum (Xr) menggunakan persamaan 3.4 62,508
Xr = 361,67 + (1,2459 – 0,4952 ) 1,00
= 408,595 mm/hari
Intensitas Curah Hujan (I) menurut Mononabe menggunakan persamaan 3.5 Jadi. 408,595 24 2/3 I = 24 1,2 = 126,698 mm/jam = 0,00003519 m/s
36
Debit Limpasan, menggunakan persamaan 3.1 dengan koefisien limpasan (c) dapat dilihat pada tabel 3.1 dengan besar koefisien 0,9, sehingga di dapat hasil :
Perhitungan debit limpasan untuk DTH A :
Q = 0,278 x 0,9 x 0,00003519 m/s x 9629,0190 m2
Q = 0,08477 m3/s
Q = 305.172 m3/jam
Perhitungan debit limpasan untuk DTH B :
Q = 0,278 x 0,9 x 0,00003519 m/s x 4525,1742 m2
Q = 0,03984m3/s
37
4.1.3 Dimensi Saluran Drainase dan Dimensi Dump 1. Kapasitas dan Profil Melintang Saluran.
Kapasitas saluran sangat menentukan keberhasilan suatu perencanaan sistem drainase. Dimensi saluran ditentukan dari debit air yang akan dialirkan.
Gambar 4.1 Dimensi Saluran Trapesium
Perencanaan saluran untuk DTH A
Tinggi air (h)
Untuk tinggi saluran dapat ditentukan dengan h = 0,775 x Q0,248 h = 0,775 x (0,0848) 0,248
h = 0,42 m
Lebar dasar saluran (b)
Untuk lebar dasar saluran = n.h dimana n adalah konstanta perbandingan antara lebar dasar saluran dengan kedalaman air
38
Tabel 4.5 perbandingan dasar saluran dengan kedalaman air menurut Manning (Jumarland, 2008)
Debit pada Saluran Lebar Dasar Saluran
0,00 – 0,5 1,00 0,5 – 1,00 1,50 1,00 – 1,50 2,00 1,50 – 3,00 2,50 3,00 – 4,50 3,00 4,50 – 6,00 3,50 Sehingga di dapat b = 1,00 x 0,42 = 0,42 m A = ( b+ z.h ) h dimana z = tan 45° = 1 A = ( 0,42 + (1 x 0,42) ) 0,42 = 0,84 x 0,42 = 0,3528 m2
Lebar permukaan saluran (B) 2A = ( B + b ) h 2 x 0,3528 = ( B + 0,42 ) 0,42 0,7056 = 0,42B + 0,1008 0,7056 – 0,1008 = 0,42B 0,6048 = 0,42B B = 0,694 m
Daerah Jagaan air / keliling basah (w) w = B – b + h
w = 0,694 – 0,42 + 0,42 w = 0,694 m
39
Kedalaman Saluran (H) H = h + w
H = 0,694 + 0,42 H = 1,114 m
Untuk menghitung kapasitas pengaliran menggunakan persamaan manning
Q = A x V dan V = 𝑛1 x R2/3 x S1/2
Dimana :
Q = Debit (m3/jam)
A = Luas Penampang Basah (m2) V = Kecepatan Aliran (m/s) R = Radius Hidrolik (A/W) = 0,3528m2/ 0,694m = 0,51
W = Daerah jagaan Air (m)/ keliling basah S = Kemiringan Dasar Saluran
n = Koefisien kekasaran Manning (0,025) 5 % (jumarlad,2008)
Diket : A = 0,3528 m2 R = 0,51 m n = 0,025
S = 5%/ 0,5 ketetapan Manning (Jumarland, 2008) Dit : V = ?
40 Maka, V = 1𝑛 x R2/3 x S1/2 V = 0,0251 x (0,51)2/3 x (0,5)1/2 V = 18,0908 m x 24 jam V = 434,1792 m/jam V = 0,1206 m/s Sehingga, Q = A x V Q = 0,3528 m x 0,1206 m/s Q = 0,0425 m3/s
untuk Volume saluran = ½ ( B + b ) H x L(panjang Saluran)
= ½ ( 0,694m + 0,42m ) 1,114 m x 93,4134 m
= 57,963 m3
Perencanaan saluran untuk DTH B
Tinggi air (h)
Untuk tinggi saluran dapat ditentukan dengan h = 0,775 x Q0,248 h = 0,775 x (0,0398) 0,248
h = 0,35 m
Lebar dasar saluran (b) b = 1,00 x 0,35
41
A = ( b+ z.h ) h dimana z = tan 45° = 1 A = ( 0,35 + 1.0.35 ) 0.35
= 0,70 x 0,35 = 0.245 m2
Lebar permukaan saluran (B) 2A = ( B + b ) h 2 x 0,245 = ( B + 0,35 ) 0,35 0,49 = 0,35B + 0,1225 0,49 – 0,1225 = 0,35B 0,3678 = 0,35B B = 0,95 m
Daerah Jagaan air / keliling basah (w) w = B – b + h w = 0,95 – 0,35 + 0,35 w = 0,95 m Kedalaman Saluran (H) H = h + w H = 0,35 + 0,95 H = 1,3 m
Untuk menghitung kapasitas pengaliran menggunakan persamaan manning
Q = A x V dan V = 𝑛1 x R2/3 x S1/2
Dimana :
Q = Debit (m3/jam)
A = Luas Penampang Basah (m2) V = Kecepatan Aliran (m/s)
42
R = Radius Hidrolik (A/W) = 0,245m2/ 0,95m = 0,258
W = Daerah jagaan Air (m)/ keliling basah S = Kemiringan Dasar Saluran
n = Koefisien kekasaran Manning (0,025) 5 % (jumarlad,2008)
Diket : A = 0,3528 m2 R = 0,258 m n = 0,025
S = 5%/ 0,5 ketetapan Manning (Jumarland, 2008) Dit : V = ? Q = ? Maka, V = 1𝑛 x R2/3 x S1/2 V = 0,0251 x (0,258)2/3 x (0,5)1/2 V = 11,445 m x 24 jam V = 274,685 m/jam V = 0,076 m/s Sehingga, Q = A x V Q = 0,245 m x 0,076 m/s
43
Q = 0,0186 m3/s
untuk Volume saluran = ½ ( B + b ) H x L(panjang Saluran)
= ½ ( 0,95m + 0,35m ) 1,3 m x 82,3045 m
= 69,547 m3 2. Volume dan Dimensi dump
Untuk pembuatan dump diharapkan dapat menampung air lebih dari 1,5 debit air yang akan masuk kedalam dump. Sehingga diperoleh perhitungan sebagai berikut:
Daerah Tangkapan Hujan A
V = 1,5 x Q x t
Dimana :
Q = debit air (m3/jam)
t = waktu hujan (jam)
v = 1,5 x 305.172 m3/jam x 1,2 jam
= 549,31 m3
Untuk dimensi dump dibuat dapat menampung debit air 549,31 m3 sehingga ukuran yang tepat untuk debit tersebut adalah r 7 m
jadi, V dump DTH A
V = 4/6 π r3
= 4/6 x 3,14 x 73
44 Daerah Tangkapan Hujan B
V = 1,5 x Q x t
Dimana :
Q = debit air (m3/jam)
t = waktu hujan (jam)
v = 1,5 x 143,424 m3/jam x 1,2 jam
= 258,163 m3
untuk dimensi dump dibuat dapat menampung debit air 258,163 m3 sehingga ukuran yang cocok untuk debit air tersebut adalah r =5 m
jadi, V dump DTH B
V = 4/6 π r3
= 4/6 x 3,14 x 53
45 227 228 229 230 231 232 233 234 235 236 237 238 239 240 241 242 243 244 227 228 229 230 231 232 233 234 235 236 237 238 239 240 241 242 243 244 227 228 229 230 231 232 233 234 235 236 237 238 239 240 241 242 243 244 4.2 Pembahasan
4.2.1 Daerah Tangkapan Hujan (Catchment Area)
Penentuan daerah tangkapan hujan pada bukit TLF adalah dengan melihat kondisi topografi bukit TLF, dimana dari peta dapat diperkirakan arah aliran air akan tertampung di daerah tersebut.
Dari hasil maka daerah tangkapan hujan dibagi menjadi dua yaitu DTH A dengan luas daerah 9.629,0190 m2 dan daerah tangkapan hujan B dengan luas daerah 4.525,1742 m2
Gambar 4.2 Peta DTH dan Perencanaan Sistem Penyaliran Bukit TLF
4.2.2 Curah Hujan
Curah hujan adalah banyaknya air hujan yang jatuh ke bumi persatuan luas permukaan pada jangka waktu tertentu. Curah hujan merupakan salah satu faktor
46
terpenting dalam suatu drainase, karena besar kecilnya curah hujan akan mempengaruhi besar kecilnya air limpasan.
Satuan curah hujan adalah mm, yang berarti jumlah air hujan yang jatuh pada satuan luas tertentu. Jadi 1mm curah hujan berarti pada luasan 1m2 jumlah air hujan yang jatuh adalah sebanyak 1 liter (1000cm3).
Data curah hujan yang dianalisis adalah curah hujan maksimum selama 10 tahun. Analisi data ini meliputi:
1. Curah Hujan Rencana Maksimum
Perhitungan curah hujan maksimum dihitung dengan metode Gumbel dan diperoleh curah hujan maksimum sebesar 408,595 mm/jam
2. Intensitas Curah Hujan
Intensitas curah hujan adalah derajat curah hujan dinyatakan dalam curah hujan per satuan waktu (mm/jam). Intensitas curah hujan dihitung menggunakan rumus Mononobe. Berdasarkan perhitungan didapat intensitas curah hujan sebesar 126,698 mm/jam
3. Debit Limpasan
Debit air limpasan dipengaruhi oleh luas area tangkapan hujan. Debit air dihitung dengan persamaan Rasional. Area tangkapan hujan dibagi menjadi dua daerah jadi debit limpasan terdiri dari daerah tangkapan hujan.
Tabel 4.6 Luas Daerah tangkapan Hujan dan Debit Air
DTH LUAS(m2) DEBIT AIR(m3/jam)
A 9.629,0190 305,172
47
4.2.3 Saluran Penyaliran
Penyaliran dibuat berdasarkan topografi bukit TLF, umumnya bentuk saluran mengikuti kaki lereng sehingga terbentuk saluran air yang berkelok-kelok mengikuti kaki lereng. Pembuatan saluran ini bertujuan agar mengalirkan air secara teratur ke daerah yang lebih rendah.
Kapasitas saluran adalah daya tampung suatu saluran untuk menampung air yang mengalir pada suatu daerah. Kapasitas saluran sangat menentukan keberhasilan dari perencanaan sistem penyaliran. Bentuk penampang saluran air ditentukan berdasarkan debit air. Bentuk penampang saluran air yang digunakan adalah bentuk penampang trapesium karena tahan terhadap pengikisan serta cocok untuk debit air yang besar.
Dari hasil perhitungan di peroleh dimensi dan kapasitas saluran sebagai berikut:
DTH A dengan panjang saluran 93,4134 m, volume saluran 69,547 m3
, lebar atas 0,694 m, lebar bawah 0,42 m, daerah jagaan 0,694 m, kedalaman 1,14 m dan Q = 0,0425 m3/s.
DTH B dengan panjang saluran 82,3045 m, volume saluran 69,547 m3
, lebar atas 0,95 m, lebar bawah 0,35 m, daerah jagaan 0,95 m, kedalaman 1,3 m dan Q = 0,0186 m3/s
48
4.2.4 Dump
Pada umumnya air dari sistem drainase tambang banyak mengandung lumpur, bahkan lumpur tersebut sangat pekat sehingga bila terjadi genangan air lumpur pada daerah penambangan akan menimbulkan gangguan pada proses penambangan. Dalam upaya untuk mengatasi genangan air ini maka dibuat dump yang berfungsi untuk mengendapkan lumpur tersebut.
Dimensi Dump dapat ditentukan berdasarkan debit air yang di tampung. Sehingga untuk mencegah debit air yang lebih dari perhitungan maka dibuat dump dengan volume lebih dari 1,5 debit air yang akan ditampung, sehingga didapat dimensi dump dengan bentuk setengah bola dengan jari-jari untuk DTH A adalah 7 m dengan volume 718,013 m3 dan untuk DTH B dengan jari-jari 5 m, volume 262,975m3.
Pada setiap DTH dibuat 3 dump untuk pemurnian air sebelum di alirkan ke saluran di sepanjang jalan tambang.
V PENUTUP
5.1 Kesimpulan
Berdasarkan hasil dapat disimpulkan bahwa :
1. Luas Daerah Tangkapan Hujan A (DTH A) adalah 9.629,0190 m2 dan luas Daerah Tangkapan Hujan B adalah 4.525,1742 m2
2. Berdasarkan perhitungan data curah hujan daerah penelitian,dengan periode ulang hujan 4 tahun diperoleh intensitas hujan 126,698 mm/jam.
3. Perhitungan debit air hujan pada bukit TLF tergantung pada luasan daerah tangkapan hujannya. Hasil perhitungan yaitu :
DTH A dengan luasan 9.629,0190 m2
dan curah hujan 0,08477 m3/s. DTH B dengan luasan 4.525,1742 m2
dan curah hujan 0,03984 m3/s. 4. Dimensi saluran berbentuk trapesium dengan dimensi yaitu
DTH A dengan panjang saluran 93,4134 m, volume saluran 57,963 m3
, lebar atas 0,694 m, lebar bawah 0,42 m, daerah jagaan 0,694 m, kedalaman 1.14 m. DTH B dengan panjang saluran82,3045 m, volume saluran 69,547 m3
, lebar atas 0,95 m, lebar bawah 0,35 m,daerah jagaan 0,95 m, kedalaman 1.3 m. 5. Dimensi Dump dibuat berbentuk setengah bola dengan ukuran :
DTH A, jari-jari 7 m dengan volume 718,031 m3
. DTH B, jari-jari 5 m dengan volume 262,975 m3
50
5.2 Saran
Berdasarkan pembahasan maka saran penulis sebagai berikut :
1. Perlunya pembuatan dan perawatan sistem penyaliran berupa saluran dan dump. 2. Pada saat musim hujan perlu adanya pengontrolan pada sistem drainasse
51
DAFTAR PUSTAKA
Empat Dasawarsa PT.Antam Tbk.2008. Memaknai Alam Melintas Masa
Gautama R.S. 1995. Hidrologi dan hidrogeologi. Jurusan Teknik Pertambangan, ITB. Bandung.
Jumarland. 2008. Perencanaan Sistem Penirisan Dengan Metode Saluran Terbuka Pada Kegiatan Penambangan Batubara PT. Hasta Mulia Jaya, Kabupaten Bone Sulawesi Selatan. Tugas Akhir Program Studi Teknik Pertambangan Jurusan Teknik Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Negeri Papua Manokwari.
Sulistyana, W. 2010. Perencanaan Tambang. Anugrah print. Jogjakarta.
Tahang, E. 2009. Studi Kegiatan Penambangan Bijih Nikel pada Bukit III, Tambang Utara PT. Aneka Tambang Tbk, UBPN Operasi Pomalaa, Sultra. Laporan Kerja Praktek Jurusan Teknik Pertambangan Fakultas Teknik Universitas 19 November Kolaka.
http://mheea-nck.blogspot.com/2010/06/genesa-nikel.html (11 Maret 2011) http://www.senyawa.com/2011/01/metode-penyaliran.hmtl (7 April 2011) http://mheea-nck.blogspot.com/2011/01/sistem-penirisan-tambang.hmtl (9 April 2011) http://mheea-nck.blogspot.com/2010/04/konsep-dasar-perencanaan-tambang.html (9 April 2011)
53
Lampiran 1 Data Curah Hujan Tahunan
DATA CURAH HUJAN TAHUNAN TAHUN 2001
Tgl BULAN
JAN FEB MAR APR MEI JUN JUL AGST SEP OKT NOV DES 1 2 4 2 95 1 5 9.2 17.8 2 1 8 19 16 2 35.2 14.3 0.4 3 35 1 TTU 0.6 37.9 4 7 0.3 5 26 15 8 8 22 18 4.7 6 37 1 TTU TTU 1.2 7 5 13 3 8 0.6 32 1 12.2 8 6 18 1 1 1.4 9 7 7 TTU 5 14 10 2 10 9 1.2 11 23 1 51 13 3.1 15.8 12 TTU 2 5 0.5 19.2 13 TTU 4.2 1 14 3 1 11 6 7 0.3 15 5 1 25 9 8 5 16 5 18 TTU 2.8 9.2 17 9 TTU 36 2.1 18 TTU 17 36 5 0.1 4.6 19 1 1 2 7.5 44 0.2 2.6 20 20 TTU 7 4 21 1 34 7 22 7 0.3 7 4.2 5 0.4 60.2 4.4 23 TTU 0.3 2 44 10 16 0.7 24 11 31 85 26 3 13.4 25 12 18 0.7 50 2 2.1 2 0.7 2.7 26 1 0.2 1 3 3.2 27 3 3 3 0.6 2.5 9.4 28 9 5 17 33 6 6 10.3 40.3 29 1 17 30 TTU 8 3 4 1 5.7 0.2 31 7 5 0.6 Jumlah 197 122 128 370.8 170 144 66.2 32 76 106 184.7 141.6 Rata-rata 6.355 4.357 4.129 12.36 5.484 4.8 0.858 1.032 2.533 3.419 6.157 4.568 HH 23 14 19 21 16 16 8 1 10 10 20 16
Ket HH : Jumlah Hari Hujan
54
DATA CURAH HUJAN TAHUNAN TAHUN 2002
Tgl BULAN
JAN FEB MAR APR MEI JUN JUL AGST SEP OKT NOV DES 1 0.4 0.9 17.2 29.2 1 1 2 3.6 23.3 50.2 41.4 4.2 14 3.1 3.1 3 16.8 3.9 4 4.1 0.6 1.7 62.8 3.2 9.2 5 14.6 0.5 33.9 8.6 14.2 20 6 8.4 0.3 5.4 11.3 10.8 TTU 3.8 3.8 7 4.5 2.8 60.4 11.4 5.7 5.7 8 27.2 0.6 0.2 1.2 1.2 9 10.1 51.2 33.2 14.7 46.6 0.2 0.2 10 24.2 34.4 30.4 15.8 1.2 2.4 2.4 11 0.4 0.4 13.5 65.6 1.2 12 3.1 0.4 9 13 0.6 21.7 10.6 0.3 0.3 14 0.3 0.3 3.5 6 4.1 12.6 12.6 15 3.9 28.6 14 0.5 2.7 TTU TTU 16 1.7 1.1 6.9 37.2 1.3 10.2 10.2 17 0.5 1.6 3.4 15.6 5.2 0.4 31.1 31.1 18 3.1 4.5 0.2 2 2 19 1.3 12.4 17.7 11.2 11.2 20 7.3 10.2 1.2 1.2 35.4 6.3 6.3 21 11.1 2.2 11 0.3 22 37.2 5.6 TTU 16.4 23 3.1 0.8 3.8 1 24 TTU 11.8 6.4 2.4 25 1.4 9.6 22.6 26 4.8 80.2 TTU 3.3 0.2 1.9 1.9 27 16 3.2 28 28 40.4 47.8 0.9 46.2 46.2 29 6.6 12.8 1.4 30 11.6 4.6 5.1 11.5 11.5 31 11.7 0.8 0.5 Jumlah 253.6 222.4 198.4 324.6 347.6 148.1 28.8 0 22.8 23.2 150.7 151.2 Rata-rata 8.181 7.943 6.4 10.82 11.213 4.937 0.929 0 0.76 0.748 5.023 4.877 HH 26 16 21 24 12 19 5 1 2 2 18 19
Ket HH : Jumlah Hari Hujan
55
DATA CURAH HUJAN TAHUNAN TAHUN 2003
Tgl BULAN
JAN FEB MAR APR MEI JUN JUL AGST SEP OKT NOV DES 1 0.9 0.3 2 55.3 1.8 TTU 1.1 8.6 1 6.8 1.3 3 0.6 1 0.8 0.2 13.7 5.5 2.3 0.2 4 33.5 4.8 1.6 1 57.1 5 5 21.4 12.6 4 8 24.2 1.9 1.1 6 3.5 11.5 12 3.8 1.2 0.8 7 3.3 3.8 23 8 1 2.2 0.2 0.8 6.3 19.9 0.4 28.4 3.9 9 1.1 1 1.6 71 44 25 10 3.4 12.9 20.9 16.3 5.2 2.8 28.5 9.1 11 39.8 26.2 7.5 21.5 5.8 14.4 3 12 0.4 6.8 44 100.4 3.6 2.4 13 0.1 3.2 18.4 11.4 3.4 12.8 34.4 14 TTU 1.8 15.3 0.3 34.6 3.2 18.4 15 1.5 7.8 4 12 1.3 8.5 16 4.8 4.9 0.5 1.3 34.3 25.3 17 26.8 2.6 40.6 23.9 1.4 13.4 18 17.2 TTU 16.4 TTU 0.7 82.2 24.8 19 21.2 21.4 9.6 5 2 0.3 20 2.2 8.1 3.4 4.1 0.1 0.7 21 10 TTU TTU 1.6 2.2 0.5 22 5 TTU 5.9 0.2 2.3 2.3 6.4 1.8 23 1.4 7.7 4.6 0.2 6.4 0.2 1 24 4.2 4.2 67.9 0.6 22.4 8 2.8 6.4 25 29 8.1 17.3 10.3 0.2 26 8.2 1.2 2.7 27 10.6 6.3 4.1 7.7 0.8 3.2 14.2 28 124.7 1 3 1.1 0.2 29 16.2 14.8 10.9 30 34.2 3.3 11.2 10.3 0.2 0.3 31 33.6 4 64 4.5 2.8 Jumlah 368.6 151.6 204.6 182.2 255.3 134.7 183.2 114.4 37.8 132.1 114.7 275 Rata-rata 11.89 5.414 6.6 6.073 8.235 4.49 5.909 3.69 1.26 4.261 3.823 8.871 HH 20 16 20 21 15 12 15 13 10 8 15 26
Ket HH : Jumlah Hari Hujan
56
DATA CURAH HUJAN TAHUNAN TAHUN 2004
Tgl BULAN
JAN FEB MAR APR MEI JUN JUL AGST SEP OKT NOV DES 1 4.7 0.6 10.4 7.3 20.3 2 0.1 30.2 18.8 8.2 8.3 25.2 3 25.1 TTU 0.1 4 0.4 35 12.9 1.4 4.8 5 14.6 9.8 3 3.4 1.7 8.7 2.8 6 4.1 3.2 24.4 8.8 10.9 TTU 7 0.4 29.4 14.8 8.6 32.4 0.5 8 0.2 18.1 8.6 24 38.6 8.4 0.4 3.8 4.8 9 0.1 34.8 19.5 1.8 10 0.6 2.8 2.3 2.8 11 5.8 1.8 12 1.5 0.4 40.1 2.2 2.9 0.3 13 9.2 24.7 2.3 2.1 14 19.3 0.8 0.1 15 73.1 5.1 0.5 TTU 16 2 13.2 7 17 3 1.7 1.4 0.4 15.8 18 0.6 3 1.1 19 11.2 19.5 7.1 4 22.7 1.2 20 2.4 1.2 11.8 13.8 2.1 21 6.8 46 20.2 3.3 0.2 22 1.8 33.2 0.7 1.1 7.6 23 2.3 39.5 0.8 24 24.4 1.4 38 25 1.4 1.1 0.3 4.6 0.3 13.3 26 6.4 13 7.2 7.5 0.5 4.2 27 11.1 0.3 14.7 16.2 0.4 1.6 7.2 28 9.4 0.2 19.8 1 16 3.2 29 14.6 23.6 1 7.6 3.2 30 4 62.9 1.2 19 20.3 7.3 31 16.5 7.3 Jumlah 104 221.4 384 192.5 182.3 46.8 28.3 0 15.8 12.1 133.9 160.9 Rata-rata 3.355 7.634 12.8 6.21 5.881 1.56 913 0 0.527 0.39 4.463 5.19 HH 18 18 21 13 15 11 13 0 6 2 16 17
Ket HH : Jumlah Hari Hujan
57
DATA CURAH HUJAN TAHUNAN TAHUN 2005
Tgl BULAN
JAN FEB MAR APR MEI JUN JUL AGST SEP OKT NOV DES 1 6.2 3.7 22.5 TTU TTU 1.7 2 21.2 0.3 0.2 3.2 0.1 0.5 3 14.6 25.5 0.7 7.8 9.6 6 4 52.2 3.8 9 14.8 TTU 0.8 4 5 3.7 1.3 13.3 1 0.1 3.1 6.8 6 1 1 65.4 2 0.1 7 20.9 0.8 60.4 5.8 89.7 4.2 1.6 8 9.8 17.4 3.8 10 4.6 9 0.2 34 26 15.1 10 39.8 44.2 0.8 35 11 TTU 0.8 2.3 3.4 13.9 10.2 30 13.4 2 12 6.6 10.7 2.1 36.9 4.4 0.5 13 3.6 15.5 53.4 2.7 TTU 14.1 19 1 14 TTU 4.3 1.2 5.6 49.4 3 1.4 20.4 1 0.5 15 48.6 9.2 30.1 16 10.3 8.4 12.6 26.2 17 0.2 5.7 7.1 13.4 0.5 10 18 6.8 10.1 1.6 6.7 6 4.7 19 14.2 25 1.7 55.3 48.2 27.5 20 52 48.7 0.8 1.6 3 54 21 0.4 1.1 34 5.2 0.5 4.1 2.4 0.5 22 1.8 107.7 5.6 10.1 24 23 37.2 6.7 0.4 5.7 0.5 TTU 4.1 1 13.3 24 0.5 4.2 0.5 12 25 2.9 25.4 1.6 4.4 0.5 2.7 26 0.2 2.7 0.8 27 2.1 0.4 9.6 3.2 66 28 69.1 0.1 49.6 6.8 71.6 0.3 29 30.9 1.4 2.8 28 1 25 30 20.2 0.5 2 31 18.9 Jumlah 246.1 128.1 382.8 421.7 190.1 114.1 169.8 51 2 328.7 73.2 241.4 Rata-rata 7.939 4.579 12.35 14.06 6.132 3.803 5.477 1.645 0.067 10.6 2.44 7.787 HH 18 16 20 21 16 12 10 6 5 19 12 23
Ket HH : Jumlah Hari Hujan