• Tidak ada hasil yang ditemukan

Tingkat Kepatuhan Pasien Gagal Jantung Dalam Manajemen Perawatan Diri. Rinawati

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Tingkat Kepatuhan Pasien Gagal Jantung Dalam Manajemen Perawatan Diri. Rinawati"

Copied!
9
0
0

Teks penuh

(1)

Tingkat Kepatuhan Pasien Gagal Jantung Dalam Manajemen Perawatan Diri

Rinawati

Program Studi Sarjana Ilmu Keperawatan, Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, Kampus FIK UI Depok, Jawa Barat.

E-mail: rinawati11@ui.ac.id

Abstrak

Gagal jantung merupakan istilah yang menunjukkan karakteristik gejala klinis yang dimanifestasikan dengan kelebihan volume cairan, tidak adekuatnya perfusi jaringan dan intoleransi aktifitas. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui gambaran tingkat kepatuhan pasien gagal jantung dalam manajemen perawatan diri. Penelitian ini menggunakan metode cross sectional dengan melibatkan 43 responden. Hasil analisis univariat berdasarkan karakteristik menunjukkan ketidakpatuhan dalam manajemen perawatan diri pada sebagian besar responden. Pada program pengobatan, sebagian besar responden menunjukkan kepatuhan, yaitu sebesar 74,4%. Sedangkan untuk manajemen cairan, aktifitas, diet, dan psikososial mayoritas responden menunjukkan ketidakpatuhan. Perbaikan dalam pelaksanaan pendidikan kesehatan bagi pasien gagal jantung yang dirawat diharapkan dapat membantu mengurangi angka kekambuhan pasien.

Kata kunci : gagal jantung, manajemen perawatan diri, pendidikan kesehatan, tingkat kepatuhan

Abstract

Heart failure is a term that indicates the characteristic clinical symptoms manifested by excess fluid volume, inadequate tissue perfusion and activity intolerance. This study aims to describe the level of compliance in heart failure patient’s self-care management. This study uses cross-sectional method by involving 43 respondents. The results of univariate analysis based on characteristics indicate non-compliance in self-care management in most of the respondents. In case of medical treatment, the majority of respondents indicated compliance, amounting to 74.4%. But in fluids restriction, activity, diet, and psychosocial management majority of respondents indicated non-compliance. Improving of health education for heart failure patients is expected to help reduce the recurrence rate of patients.

Keywords : compliance, health education, heart failure, self-care management.

Pendahuluan

Gagal jantung menjadi masalah utama dalam bidang kardiologi karena bertambahnya jumlah penderita dan seringnya rawat ulang serta kematian dan kecacatan (Siswanto, 2011). Gagal jantung dapat disebabkan oleh segala penyakit yang melemahkan otot jantung, menyebabkan kekakuan otot jantung,

atau meningkatkan kebutuhan oksigen

jaringan tubuh di luar kemampuan jantung

untuk mengantarkan darah yang kaya oksigen secara memadai (Brashers, 2007).

Menurut Isselbacher, Braunwald, Wilson, Martin, Fauci, & Kasper (1999), tanda dan gejala khas gagal jantung adalah dispnea,

ortopnea, dispnea d’effort (DDE),

paroksismal nokturnal dispnea (PND),

sianosis, edema, distensi vena jugularis, efusi pleura, dan ronkhi. Dispnea adalah kesulitan bernapas dan merupakan persepsi subjektif

(2)

fisiologis dan kognitif. DDE atau sesak napas saat aktifitas pada pasien gagal jantung sering terjadi akibat kenaikan tekanan kapiler paru. DDE adalah tanda pertama gagal jantung dan biasanya disertai dengan nyeri dada.

Gejala lain pada gagal jantung adalah PND, terjadi saat tidur pada malam hari, pasien terbangun kira-kira 2 jam setelah tidur, sangat sesak, seringkali disertai batuk. Gejala PND sering berkaitan dengan gejala ortopnea (Swartz, 1995). Pada gagal jantung juga dapat terjadi sianosis. Sianosis adalah deskripsi klinis dan mengacu pada adanya warna biru pada bibir, lidah (sentral), atau jari tangan (perifer).

Edema juga merupakan gejala khas gagal jantung. Edema terjadi karena peningkatan tekanan hidrostatik yang memaksa cairan keluar dari dalam pembuluh darah (dari vaskuler ke interstitial). Tanda dan gejala gagal jantung yang lain adalah efusi pleura, yaitu adalah akumulasi cairan yang abnormal pada rongga pleura. Efusi pleura bisa timbul dengan gejala sesak napas, nyeri dada, atau

akibat dari penyakit yang mendasari,

misalnya gagal jantung (Gleadle, 2007).

Sedangkan ronkhi adalah suara napas

tambahan bernada rendah, terdengar tidak mengenakkan (rapsy), terjadi pada saluran napas besar seperti trakea bagian bawah dan bronkhus utama. Hal ini disebabkan karena udara melewati penyempitan, dapat terjadi

pada inspirasi maupun ekspirasi

(Djojodibroto, 2009).

The New York Heart Association (NYHA)

dalam Black (2005) membagi tahapan gagal jantung ke dalam empat kelas yaitu: kelas I (tidak ada keluhan, hanya dalam aktivitas fisik yang luar biasa dapat menyebabkan gejala seperti sesak napas); II (tidak ada keluhan dengan beban fisik harian normal, pada beban yang lebih tinggi, akan ada keluhan); III (dengan beban rata-rata harian sudah menyebabkan gejala, kinerja jelas terbatas); dan IV (dalam keadaan istirahat sudah ada keluhan, yang meningkat secara signifikan selama beraktivitas fisik, ada pembatasan yang serius dalam kinerja).

Ketidakpatuhan terhadap manajemen

perawatan diri, yang meliputi aktifitas fisik, program diet, pengobatan, pembatasan cairan, dan aktifitas psikososial mempengaruhi angka kekambuhan pasien gagal jantung. Hal ini akan berdampak buruk pada kualitas hidup pasien bahkan mungkin dapat menyebabkan kematian. Ketidakpatuhan dapat berhubungan dengan pendidikan kesehatan yang telah diberikan oleh perawat.

Kepatuhan adalah istilah yang dipakai untuk menjelaskan ketaatan atau pasrah pada tujuan yang telah ditentukan (KBBI, 2008). Ada

beberapa faktor yang mempengaruhi

kepatuhan pasien, antara lain: pendidikan kesehatan, perilaku, dan keyakinan (Wal, et

(3)

al, 2005; Evangelista & Dracup, 2000; & Albert, 2008).

Pendidikan kesehatan adalah proses

perubahan perilaku yang dinamis, bukan hanya proses pemindahan materi dari individu kepada orang lain dan bukan seperangkat prosedur yang akan dilaksanakan ataupun hasil yang akan dicapai (Nyswander, 1947 dalam Maulana, 2007). Proses perkembangan akan selalu bersifat dinamis karena individu akan menerima atau menolak informasi baru, sikap baru, dan perilaku baru dalam mencapai tujuan hidup.

Sedangkan perilaku adalah suatu kegiatan atau aktivitas organisme yang dapat diamati secara langsung maupun tidak langsung. Faktor-faktor yang dapat mempengaruhi perilaku seseorang yaitu faktor genetik, usia, jenis kelamin, tingkat pendidikan, jenis pekerjaan, lingkungan, agama dan sosial ekonomi.

Notoatmodjo (2010) mengatakan bahwa keyakinan adalah hal-hal yang diyakini seseorang dan dianggap benar, mengenai diri sendiri, orang lain, dan lingkungan sekitar, yang mempengaruhi perasaan dan perilakunya

sehari-hari. Sebuah keyakinan dapat

mempengaruhi penyakit, keyakinan bahwa penyakit ini akan mempengaruhi secara fisik dan mental, keyakinan bahwa seseorang dapat

mengatasi kendala pengobatan, serta

keyakinan yang positif untuk mengikuti konsekuensi aturan pengobatan.

Metode

Penelitian ini menggunakan metode deskriptif kategorik dengan pendekatan cross sectional. Sampel adalah pasien gagal jantung yang dirawat ulang dan telah mendapat pendidikan kesehatan yang diambil dengan metoda total sampling sebanyak 43 orang. Instrumen yang

digunakan adalah modifikasi dari the

European Heart Failure Self-Care Behaviour Scale yang dikembangkan oleh Jaarsma,

Stromberg, Martensson, & Dracup (2002).

Pengambilan data dilakukan dengan cara memberikan kuesioner kepada responden untuk dijawab. Setelah data terkumpul dilakukan editing, dan koding, kemudian dimasukkan ke program komputer dan dianalisa. Data yang sudah dimasukkan diperiksa kembali apakah ada kesalahan atau tidak (cleaning data).

Etika penelitian merupakan masalah yang

penting dalam penelitian, mengingat

penelitian ini berhubungan langsung dengan manusia. Masalah etika penelitian yang harus diperhatikan antara lain sebagai berikut:

anonimity (tanpa nama), confidentiality

(kerahasiaan), privacy, informed consent, dan

(4)

Hasil

Hasil penelitian menunjukkan mayoritas responden berusia dewasa tengah, lebih banyak berjenis kelamin laki-laki, pendidikan terakhir mayoritas SD-SMP, lebih banyak

yang tidak bekerja, dan mayoritas

berpenghasilan ≤Rp 2.200.000. Secara umum

hasil penelitian menunjukkan bahwa

responden tidak patuh dalam manajemen perawatan diri.

Tabel 1 Gambaran Tingkat Kepatuhan Berdasarkan Karakteristik Responden (n=43)

Patuh F(%) Tidak Patuh F(%) Total F(%) Usia Dewasa awal Dewasa tengah Lansia 0 5 (17,2%) 2 (15,4%) 1 (100%) 24 (82,8%) 11 (84,6%) 1 (100%) 29 (100%) 13 (100%) Jenis Kelamin Laki-laki Perempuan 3 (12,5%) 4 (21,1%) 21 (87,5%) 15 (78,9%) 24 (100%) 19 (100%) Pendidikan SD-SMP SMA >D3/S1 4 (14,8%) 1 (8,3%) 2 (50%) 23 (85,2%) 11 (91,7%) 2 (50%) 27 (100%) 12 (100%) 4 (100%) Pekerjaan Pensiun Swasta Tidak bekerja 3 (23,1%) 0 4 (14,8%) 10(76,9%) 3(100%) 23(85,2%) 13 (100%) 3 (100%) 27 (100%) Penghasilan ≤Rp 2.200.000 >Rp 2.200.000 7 (17,9%) 0 32 (82,1%) 4 (100%) 39 (100%) 4 (100%)

Tabel 1 menunjukkan tingkat kepatuhan pasien gagal jantung dalam manajemen perawatan diri berdasarkan karakteristik. Responden dengan usia dewasa tengah, sebanyak 5 orang (17,2%) patuh dalam manajemen diri, sedangkan sebagian besar

yaitu sebanyak 24 orang (82,8%)

menunjukkan ketidakpatuhan. Sebagian besar lansia yaitu 11 orang (84,6%) menunjukkan ketidakpatuhan, dan hanya 2 orang (15,4%) yang menunjukkan kepatuhan.

Berdasarkan jenis kelamin, baik responden laki-laki maupun perempuan sebagian besar tidak patuh dalam manajemen diri. Tetapi jumlah responden perempuan lebih banyak yang menunjukkan kepatuhan yaitu sebesar 21,1% dibandingkan responden laki-laki yang hanya sebesar 12,5%.

Responden yang berpendidikan SD-SMP

maupun SMA mayoritas menunjukkan

ketidakpatuhan dalam manajemen diri.

Sedangkan untuk responden dengan

pendidikan ≥D3 atau S1 sebanyak 2 orang (50%) menunjukkan kepatuhan, dan sisanya sebanyak 2 orang (50%) menunjukkan ketidakpatuhan.

Berdasarkan pekerjaan, responden dengan pekerjaan pensiun sebanyak 10 orang (76,9%)

menunjukkan ketidakpatuhan dalam

manajemen diri, dan hanya 3 orang (23,1%) yang menunjukkan kepatuhan. Responden dengan pekerjaan swasta sebanyak 3 orang

(5)

(100%) menunjukkan ketidakpatuhan. Sebagian besar responden yang tidak bekerja yaitu sebanyak 23 orang menunjukkan ketidakpatuhan, dan hanya 4 orang (14,8%) yang menunjukkan kepatuhan.

Berdasarkan penghasilan, responden dengan penghasilan ≤Rp 2.200.000 menunjukkan bahwa sebanyak 32 orang (82,1%) tidak patuh dalam manajemen diri, dan hanya 7 orang (17,9%) yang patuh. Responden dengan penghasilan >Rp 2.200.000 sebanyak 4 orang (100%) menunjukkan ketidakpatuhan, tidak ada yang menunjukkan kepatuhan dalam manajemen diri.

Sebagian besar responden menunjukkan ketidakpatuhan dalam manajemen perawatan diri secara umum. Kepatuhan dalam lima dimensi manajemen diri akan digambarkan dalam tabel 2.

Tabel 2 Tingkat Kepatuhan Responden dalam Manajemen Cairan, Obat, Aktifitas, Diet, dan

Psikososial (n=43) Variabel Patuh F (%) Tidak Patuh F (%) Total F (%) Manajemen cairan 2 (4,7%) 41 (95,3%) 43 (100%) Aktifitas 10 (23,3%) 33 (76,7%) 43 (100%) Obat 32 (74,4%) 11 (25,6%) 43 (100%) Diet 12 (27,9%) 31 (72,1%) 43 (100%) Psikososial 13 (30,2%) 30 (69,8%) 43 (100%)

Tabel 2 menjelaskan kepatuhan responden gagal jantung terhadap manajemen cairan,

aktifitas, obat, diet, dan psikososial. Sebanyak 41 orang (95,3%) tidak patuh dalam manajemen cairan, dan hanya 2 orang (4,7%) yang patuh. Dalam aktifitas fisik, sebagian besar responden yaitu 33 orang (76,7%) menunjukkan ketidakpatuhan, dan 10 orang (23,3%) menunjukkan kepatuhan. Kepatuhan dalam pengobatan menunjukkan sebanyak 32 orang (74,4%), dan sisanya yaitu 11 orang (25,6%) tidak patuh. Sebanyak 12 orang (27,9%) menunjukkan kepatuhan dalam

manajemen diet, dan sebagian besar

responden yaitu 31 orang (72,1%) tidak

patuh. Untuk manajemen psikososial

menunjukkan ketidakpatuhan sebanyak 30 orang responden (69,8%), dan hanya 13 orang (30,2%) yang patuh.

Pembahasan

Berdasarkan hasil penelitian mayoritas usia responden pada dewasa tengah dan lansia, dan

menunjukkan ketidakpatuhan dalam

manajemen diri. Hal ini menguatkan

penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Majid (2010) yang menyatakan bahwa ada hubungan yang signifikan antara frekuensi rawat ulang dengan usia responden, yaitu responden yang berusia lanjut mempunyai peluang 7,57 kali lebih besar untuk menjalani rawat ulang lebih dari satu kali dalam setahun.

Distribusi responden berdasarkan jenis

(6)

dominan pasien laki-laki. Hal ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Universitas Framingham, yang menyatakan

bahwa kejadian gagal jantung secara

signifikan lebih tinggi pada pria dibandingkan dengan wanita di segala usia.

Mayoritas tingkat pendidikan responden berdasarkan hasil penelitian adalah SD-SMP dengan tingkat kepatuhan rendah dan sedang. Hasil penelitian ini tidak sesuai dengan penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Majid (2010) yang menyatakan bahwa tidak

ada hubungan yang signifikan antara

frekuensi rawat inap ulang dengan tingkat pendidikan responden. Namun, hal ini sejalan dengan pendapat Neutel & Smith (2003); dan Notoatmodjo (2010) yang menyatakan bahwa pendidikan seseorang akan mempengaruhi tingkat pengetahuan seseorang, dan akhirnya akan berperilaku sesuai dengan pengetahuan yang dimilikinya.

Berdasarkan jenis pekerjaan, hasil penelitian menunjukkan bahwa responden mayoritas

responden tidak bekerja, dan menunjukkan

ketidakpatuhan dalam manajemen diri. Hal ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh

Jaya (2009) yang menyatakan bahwa

responden yang bekerja lebih patuh jika dibandingkan dengan yang tidak bekerja.

Berdasarkan hasil penelitian, mayoritas

responden berpenghasilan ≤Rp 2.200.000 dengan ketidakpatuhan dalam manajemen

diri. Hasil penelitian ini menguatkan

penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Jaya (2009) terhadap kepatuhan pasien hipertensi. Jaya melaporkan bahwa pasien hipertensi dengan penghasilan yang lebih tinggi, lebih patuh untuk minum obat

dibandingkan dengan pasien dengan

penghasilan lebih rendah.

Kepatuhan dalam manajemen cairan

menunjukkan ketidakpatuhan pada mayoritas responden. Namun hasil penelitian ini tidak sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Wal, et.al. (2006) yang menunjukkan tingkat kepatuhan terhadap program restriksi cairan sebanyak 73%.

Kepatuhan dalam aktivitas fisik (olahraga ringan, aktivitas sehari-hari, dan istirahat) menunjukkan bahwa mayoritas responden mempunyai ketidakpatuhan, hanya sebagian kecil saja yang patuh. Hal ini sejalan dengan penelitian oleh Wal, et al. (2006) yang

menunjukkan kepatuhan pada aktivitas

sebanyak 39%.

Berdasarkan hasil penelitian menunjukkan bahwa mayoritas responden mempunyai kepatuhan dalam program pengobatan. Hal ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Wal, et al (2006) yang menyatakan bahwa 90% pasien patuh minum obat dan kontrol ke dokter.

(7)

Manajemen diet menunjukkan bahwa

mayoritas responden mempunyai

ketidakpatuhan. Hasil ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Heo, Lennie, Moser, & Okoli (2009) yang menyatakan bahwa ada hubungan antara kepatuhan terhadap diet pada pasien gagal jantung dengan tingkat rawat inap yang tinggi.

Berdasarkan hasil penelitian, kepatuhan dalam manajemen psikososial hanya pada sebagian kecil responden, dan sisanya tidak patuh.. Hal ini sejalan dengan pendapat Richardson (2003) yang menyatakan bahwa faktor psikososial tidak banyak diketahui terkait dengan terjadinya depresi pada pasien dengan gagal jantung, tetapi depresi telah terbukti memberikan kontribusi terhadap peningkatan kejadian rawat ulang (Bero, Lipton, & Bird, 1991 dalam Richardson, 2003).

Kesimpulan

Responden berjumlah 43 orang dengan

karakteristik: mayoritas berusia dewasa

tengah dan berjenis kelamin laki-laki. Mayoritas responden berpendidikan terakhir SD-SMP, untuk jenis pekerjaan lebih banyak

yang tidak bekerja, dan mayoritas

berpenghasilan ≤Rp 2.200.000.

Kepatuhan berdasarkan karakteristik

menunjukkan bahwa responden yang berusia dewasa muda, dewasa tengah, dan lansia

mayoritas tidak patuh dalam manajemen diri. Baik responden laki-laki maupun perempuan sebagian besar tidak patuh dalam manajemen diri. Responden yang berpendidikan SD-SMP

maupun SMA mayoritas menunjukkan

ketidakpatuhan dalam manajemen diri.

Responden dengan pekerjaan swasta, pensiun

dan tidak bekerja masing-masing

menunjukkan bahwa sebagian besar tidak patuh dalam manajemen diri. Responden berpenghasilan ≤Rp 2.200.000 maupun yang lebih sebagian besar tidak patuh dalam manajemen diri.

Sebagian besar responden tidak patuh dalam manajemen perawatan diri secara umum.

Dalam manajemen cairan mayoritas

responden menunjukkan ketidakpatuhan;

untuk manajemen aktifitas sebagian besar juga responden tidak patuh; sedangkan untuk manajemen diet dan psikososial masing-masing juga menunjukkan ketidakpatuhan pada sebagian besar responden; hanya dalam program pengobatan saja yang menunjukkan kepatuhan pada sebagian besar responden.

Hasil penelitian ini dapat dijadikan dasar bagi perbaikan pelayanan keperawatan bagi pasien gagal jantung, dalam hal ini asuhan keperawatan yang diberikan oleh perawat. Pendidikan kesehatan yang lebih terstruktur dengan melibatkan seluruh staf kesehatan mulai dari dokter, perawat, dan ahli gizi serta melibatkan keluarga dalam perawatan pasien selanjutnya di rumah. Evaluasi tentang

(8)

pelaksanaan pendidikan kesehatan penting dilakukan, hal ini terkait dengan masih rendahnya kepatuhan pasien. Dukungan dari semua pihak dapat membantu mengurangi angka kekambuhan pasien gagal jantung.

Ucapan Terima Kasih

Ucapan terima kasih diberikan kepada ibu

Lestari Sukmarini, SKp, MNS; serta

pimpinan, staf diklit dan perawat RSUP Persahabatan yang telah membantu proses penelitian ini sampai selesai.

Referensi

Albert, N. M. (2008). Improving medication adherence in chronic cardiovascular disease. Critical Care Nurse, 28, 54-64. Black, J.M., & Hawks, J.H. (2005). Medical

surgical nursing: Clinical management for positive outcomes. Edisi 7. Vol. 2.

Philadelphia: Elsevier Saunders

Brashers, V.L., (2007). Aplikasi klinis

patofisiologis; Pemeriksaan dan manajemen. (H.Y. Kuncara, Penerjemah). Jakarta: EGC

Evangelista, L. S., & Dracup, K. (2000). A closer look at compliance research in heart failure patients in the last decade.

Prog Cardiovasc Nurs.15(3). Diunduh

dari

http://www.medscape.com/viewarticle/ 4077365

Gleadle, J. (2007). At a glance: Anamnesis

dan pemeriksaan fisik (Annisa

Rahmalia, Penerjemah). Jakarta:

Erlangga

Heo, S., Lennie, T.A., Moser, D.K., & Okoli, C. (2009). Heart failure patients’ perceptions on nutrition and dietary

adherence. Eur J Cardiovasc Nurs. 8(5), 323–328

Isselbacher, K.J., Braunwald, E., Wilson, J.D., Martin, J.B., Fauci, A.S., &

Kasper, D.L.. (1999). Harrison:

Prinsip-prinsip ilmu penyakit dalam.

(Ahmad H. Asdie, Penerjemah). Edisi 13. Vol 1. Jakarta: EGC

Jaarsma, T., Stromberg, A., Martensson,J., & Dracup, K. (2002). Development and testing of the european heart failure self-care behaviour scale. The European

Journal of Heart Failure. 5, 363–370.

Jaya, N.T.A.A. (2009). Faktor-faktor yang berhubungan dengan tingkat kepatuhan pasien dalam minum obat antihipertensi di puskesmas pamulang kota tangerang selatan propinsi banten tahun 2009. Jakarta: PSIK UIN Syarif Hidayatullah Majid, A. (2010). Analisis faktor-faktor yang

berhubungan dengan kejadian rawat inap ulang pasien gagal jantung kongestif di rumah sakit yogyakarta. Depok: FIKUI

Maulana, H.D.J. (2007). Promosi kesehatan. Jakarta: EGC

Notoatmodjo, S. (2010). Ilmu perilaku

kesehatan. Jakarta: Rineka Cipta

Neutel, J.M. & David, H.G.S. (2003). Improving patient compliance: a major

goal in the management of

hypertension. Medscape. Diunduh dari http://www.medscape.com/viewarticle/4 52254

Pusat Bahasa Departemen Pendidikan

Nasional. (2008). Kamus Besar Bahasa

Indonesia. Diunduh dari http://pusatbahasa.kemdiknas.go.id/kbbi Richardson, L.G. (2003). Psychosocial issues in patients with congestive heart failure.

Prog Cardiovasc Nurs. 18 (1). Diunduh

dari

http://www.medscape.com/viewarticle/4 51763

(9)

Siswanto, B.B. (2011). Accurate diagnoses, evidence based drugs, and new devices (3 Ds) in heart failure. Medical Journal

of Indonesia. 21(1), 52-58

Swartz, M.H. (1995). Buku ajar diagnostik

fisik. (Petrus Lukmanto, dkk.,

Penerjemah). Jakarta: EGC

Wal, V. D., et al. University of groningen: Improved compliance of heart failure patients depends on knowledge and change of beliefs. Eur Heart Journal. 27(4), 434-440

Gambar

Tabel 1 Gambaran Tingkat Kepatuhan  Berdasarkan Karakteristik Responden (n=43)

Referensi

Dokumen terkait

Dengan adanya pernikahan yang berbeda agama dalam suatu masyarakat juga akan menumbuhkan rasa kekeluargaan dan dengan sendirinya tertanamnya sifat saling toleransi dalam

Untuk perintah yang tidak membutuhkan balasan data, modul akan membalas dengan ACK (0xAA) atau NACK (0xEE).. Start Byte 0x01 0xAA /

Sehubungan dengan hal di atas, maka tingkat keefektifan kegiatan pembelajaran dengan KBK ditinjau dari pencapaian standar kompetensi mata diklat normatif sudah

Dengan segala strategi dan cara untuk mendapatkan pengaruh yang besar dalam Pilkades ini dan mendapatkan suara masyarakat, perselisihan antar blaterpun juga terjadi saat dan

Hasil penelitian menunjukkan bahwa, komposisi media batang jagung 68%, jerami 17%, bekatul 10%, dan dolomit 5% merupakan variasi komposisi media dengan berat basah, berat kering,

Hal tersebut ditandai oleh Kawasan Danau Sebedang ini sudah dikenal sejak lama dan adanya kunjungan dari wisatawan, fasilitas-fasilitas yang ada sudah tidak kondusif lagi, tata

72 - Bandung (Kota) - Jawa Barat Pengadaan Barang 180 Dinas Peternakan Perikanan dan.

Penelitian Nahdiah memberikan kontribusi pada penelitian ini yaitu dapat dijadikan acuan atau pedoman dalam hal penganalisisan alih kode keluar (ekstern)