• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN. Kesehatan, dalam UU Nomor 36 tahun 2009 disebutkan tujuan pembangunan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB I PENDAHULUAN. Kesehatan, dalam UU Nomor 36 tahun 2009 disebutkan tujuan pembangunan"

Copied!
73
0
0

Teks penuh

(1)

1.1 Latar Belakang

Salah satu prioritas pembangunan nasional adalah pembangunan Bidang Kesehatan, dalam UU Nomor 36 tahun 2009 disebutkan tujuan pembangunan kesehatan adalah untuk meningkatkan kesadaran, kemauan, dan kemampuan hidup sehat bagi setiap orang agar terwujud derajat kesehatan masyarakat yang setinggi tinginya sebagai investasi bagi pembangunan sumber daya manusia yang produktif secara sosial dan ekonomis. Kesehatan adalah hak setiap orang dan setiap orang mempunyai hak yang sama dalam memperoleh akses atas sumber daya di bidang kesehatan, setiap orang mempunyai hak dalam memperoleh pelayanan kesehatan yang aman, bermutu, dan terjangkau dan setiap orang berhak mandiri dan bertanggung jawab menentukan sendiri pelayanan kesehatan yang diperlukan baginya.

Rumah sakit adalah suatu institusi pelayanan kesehatan memiliki fungsi menyelenggarakan pelayanan kesehatan kepada masyarakat dengan tuntutan yang sangat kompleks dengan padat masalah, padat ilmu dan padat modal. Oleh karena itu untuk dapat melaksanakan fungsi yang demikian kompleksnya rumah sakit harus memiliki sumber daya manusia yang profesional. Salah satu tenaga di rumah sakit yang memiliki proporsi terbesar dan berinteraksi langsung dengan pasien selama 24 jam adalah tenaga perawat. Pelayanan keperawatan merupakan pelayanan profesional yang memiliki peran yang sangat penting dalam menghasilkan kualitas pelayanan. Tenaga perawat mempunyai kedudukan penting

(2)

untuk menghasilkan kualitas pelayanan kesehatan di rumah sakit. Sehingga perawat dituntut memiliki kinerja yang baik agar menjamin mutu asuhan keperawatan, mengacu pada standar profesional keperawatan dan menggunakan etika keperawatan (Depkes RI, 2001).

Rumah Sakit Jiwa Provinsi Bali merupakan salah satu Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) Pemerintah Daerah Provinsi Bali yang mempunyai tugas melaksanakan pelayanan di bidang kesehatan jiwa. Sesuai dengan tugas pokok dan fungsinya diatur dalam Peraturan Daerah Provinsi Bali No. 4 Tahun 2011, tentang Organisasi dan tata kerja perangkat Daerah Provinsi Bali. Visi Rumah Sakit Jiwa Provinsi Bali adalah Rumah Sakit Jiwa Provinsi Bali menjadi pilihan utama masyarakat dibidang pelayanan kesehatan jiwa mendukung tercapainya Bali Mandara, dengan misi merubah paradigma pelayanan kepada orang sakit jiwa menjadi pelayanan kesehatan yang lebih luas, mengembangkan pelayanan kesehatan jiwa yang komprehensif dan terjangkau oleh masyarakat, serta mengupayakan pelayanan yang profesional yang berorientasi pada kepuasan pelanggan. Rumah Sakit Jiwa Provinsi Bali merupakan merupakan pusat rujukan untuk pelayanan kesehatan jiwa di Bali dan regional Nusa Tenggara.

Berdasarkan studi pendahuluan yang penulis lakukan pada bulan Desember 2012, diperoleh data Bed Occupation Rate (BOR) rata-rata 81,73 % (idealnya 60%-80%), Length of Stay (LoS) rata-rata 59 hari, sementara (idealnya 14-21 hari), Turn Over Interval (TOI) 13,45 hari, jumlah pasien rawat jalan yang dilayani 19.923 orang sedangkan rawat inap 5060 orang ( RSJ Provinsi Bali, 2012). Data tersebut menunjukkan bahwa kapasitas rumah sakit selalu penuh

(3)

dimanfaatkan masyarakat untuk mendapat pelayanan kesehatan jiwa, data tersebut juga menunjukkan beban kerja perawat sangat berat dalam memberikan pelayanan yg optimal kepada masyarakat sehingga dibutuhkan peningkatan kinerja perawat.

Perawat yang bertugas di unit rawat inap RSJ Provinsi Bali sebanyak 120 orang dengan jumlah pasien rawat inap rata-rata perhari adalah 310 orang dengan kapasitas tempat tidur berjumlah 340 buah. Menurut perhitungan kebutuhan ketenagaan sesuai dengan tingkat ketergantungan, setidaknya dibutuhkan 170 orang perawat, sehingga masih kekurangan perawat 50 orang. Secara keseluruhan tenaga perawat yang bekerja di RSJ Provinsi Bali sebanyak 154 orang dengan klasifikasi pendidikan S1 keperawatan sebanyak 20 orang, D3 keperawatan sebanyak 104 orang dan SPK/SPRB sebanyak 30 orang ( RSJ Provinsi Bali 2012). Permasalahan yang dihadapi terkait dengan kinerja perawat di Rumah Sakit Jiwa Provinsi Bali adalah kurang optimalnya pendokumentasian asuhan keperawatan. Dari hasil observasi secara acak pada menggunakan 3 status pasien pada 8 ruangan sebanyak 80% diantaranya tidak lengkap. Pengkajian tidak dilakukan secara berkesinambungan, perumusan diagnosa keperawatan masih menggunakan diagnosa pasien saat masuk, demikian juga perencanaan, pelaksanaan serta evaluasi tidak didokumentasikan setiap hari. Selain itu perawat cenderung melakukan tugas-tugas diluar tupoksinya antara lain mengurus administrasi pasien, membersihkan ruangan, mengambil makanan pasien di dapur dan menyajikan makanan pasien.

Kinerja seorang perawat dapat dilihat dari mutu asuhan keperawatan yang diberikan kepada pasien. Asuhan keperawatan berkualitas perlu berorientasi pada

(4)

outcome pasien yang lebih baik. Kondisi tersebut dapat tercapai apabila ditunjang oleh sumber daya manusia yang memadai secara kualitas maupun kuantitas. Hasil survei di RSU Swadana Tarutung, terhadap 152 pasien rawat inap berkaitan dengan kinerja perawat pelaksana menunjukkan bahwa sebanyak 65% menyatakan perawat kurang perhatian, 53% mengatakan perawat sering tidak di ruangan, 42% menyatakan perawat bekerja tidak disiplin (Siregar, 2008).

Kinerja tenaga perawat dipengaruhi oleh beberapa faktor, salah satunya adalah beban kerja. Beban kerja berkaitan erat dengan produktifitas tenaga kesehatan, dimana 53,2% waktu yang benar-benar produktif yang digunakan pelayanan kesehatan langsung dan sisanya 39,9% digunakan untuk kegiatan penunjang (Ilyas, 2004). Penilaian beban kerja perawat dapat dilihat dari 3 aspek yakni fisik, psikologis/mental dan penggunaan waktu. Aspek fisik berkaitan dengan tugas pokok, tugas tambahan, serta jumlah pasien yang dirawat. Aspek psikologis berkaitan dengan hubungan interpersonal anatara perawat dengan perawat lainnya, kepala ruangan dan pasien. Aspek waktu kerja berkaitan dengan alokasi waktu yang digunakan untuk melakukan tugasnya setiap hari (Irwady, 2007).

Menurut hasil survey dari PPNI tahun 2006, sekitar 50,9% perawat yang bekerja di empat propinsi di Indonesia mengalami stres kerja, sering pusing, lelah, tidak bisa beristirahat karena beban kerja terlalu tinggi dan menyita waktu, gaji rendah tanpa insentif memadai. Sementara hasil penelitian yang dilakukan

International Council of Nurses (ICN) menunjukkan, peningkatan beban kerja perawat, telah mengakibatkan 14% peningkatkan kematian pasien yang dirawat

(5)

dalam 30 hari pertama sejak dirawat di rumah sakit. Ini menunjukkan adanya hubungan antara jumlah kematian dengan jumlah perawat per pasien dalam sehari (Rachmawati, 2007).

Penelitian oleh Minarsih (2011) tentang hubungan beban kerja perawat dengan produktivitas kerja perawat di IRNA non bedah RSUP DR.M. Djamil Padang. Hasil penelitian tersebut didapatkan sebanyak 62,7% perawat menyatakan memiliki beban kerja tinggi, dan 37,3% menyatakan beban kerja sedang. Serta disimpulkan bahwa ada hubungan antara beban kerja perawat dengan produktivitas kerja perawat.

Berdasarkan uraian tersebut di atas penelitian ini ditujukan untuk mengetahui adakah hubungan beban kerja dari aspek fisik, psikologis dan waktu kerja dengan kinerja perawat di Unit Rawat Inap Kronik Rumah Sakit Jiwa Provinsi Bali.

1.2 Rumusan Masalah.

1. Bagaimanakah kinerja perawat di Unit Rawat Inap Kronik Rumah Sakit Jiwa Provinsi Bali?

2. Bagaimanakah beban kerja perawat di Unit Rawat Inap Kronik Rumah Sakit Jiwa Provinsi Bali?

3. Apakah ada hubungan beban kerja dengan kinerja perawat di Unit Rawat Inap Kronik Rumah Sakit Jiwa Provinsi Bali?

4. Aspek beban kerja manakah dari aspek fisik, psikologis dan waktu kerja yang paling dominan mempengaruhi kinerja perawat di Unit Rawat Inap Kronik Rumah Sakit Jiwa Provinsi Bali?

(6)

1.3 Tujuan Penelitian 1.3.1 Tujuan Umum

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan beban kerja dari aspek fisik, psikologis dan waktu kerja dengan kinerja perawat di Unit Rawat Inap Kronik Rumah Sakit Jiwa Provinsi Bali.

1.3.2 Tujuan Khusus

Tujuan khusus penelitian ini adalah untuk :

1. Mengetahui kinerja perawat di Unit Rawat Inap Kronik Rumah Sakit Jiwa Provinsi Bali.

2. Mengetahui beban kerja perawat di Unit Rawat Inap Kronik Rumah Sakit Jiwa Provinsi Bali

3. Menganalisis hubungan beban kerja dengan kinerja perawat di Unit Rawat Inap Kronik Rumah Sakit Jiwa Provinsi Bali.

4. Mengetahui beban kerja perawat ditinjau dari aspek fisik di Unit Rawat Inap Kronik Rumah Sakit Jiwa Provinsi Bali.

5. Mengetahui beban kerja perawat ditinjau dari aspek psikologis di Unit Rawat Inap Kronik Rumah Sakit Jiwa Provinsi Bali.

6. Mengetahui beban kerja perawat ditinjau dari aspek waktu kerja di Unit Rawat Inap Kronik Rumah Sakit Jiwa Provinsi Bali.

7. Menganalisis aspek beban kerja yang paling dominan mempengaruhi kinerja perawat di Unit Rawat Inap Kronik Rumah Sakit Jiwa Provinsi Bali.

(7)

1.4 Manfaat Penelitian 1.4.1 Teoritis

1. Penelitian ini diharapkan dapat digunakan untuk bahan informasi bagi pengembangan ilmu keperawatan khususnya pada pelaksanaan asuhan keperawatan jiwa.

2. Penelitian ini dapat dijadikan referensi bagi peneliti selanjutnya yang ingin melakukan penelitian tentang faktor-faktor yang mempengaruhi kinerja perawat dalam melaksanakan asuhan keperawatan pada penderita dengan gangguan jiwa.

1.4.2 Praktis

1. Hasil penelitian ini dapat digunakan bahan masukan dan informasi bagi perawat mengenai gambaran hubungan beban kerja dengan kinerja perawat di Unit Rawat Inap Kronik Rumah Sakit Jiwa Provinsi Bali.

2. Penelitian ini dapat dijadikan masukan bagi pihak manajemen rumah sakit untuk peningkatan kualitas pelayanan serta sebagai dasar untuk menyusun kebijakan yang berkaitan meningkatkan kinerja tenaga perawat.

(8)

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

2.1 Kinerja Perawat Jiwa

2.1.1 Pengertian Kinerja Perawat Jiwa

Kinerja adalah apa yang dapat dikerjakan oleh seseorang sesuai dengan bidang tugas dan fungsinya. Kinerja adalah pekerjaan yang merupakan gabungan dari karakteristik pribadi dan pengorganisasian seseorang (As’ad, 2003). Kinerja adalah penampilan hasil kerja pegawai baik secara kuantitas maupun kualitas. Kinerja mengandung dua komponen penting yaitu: kompetensi berarti individu atau organisasi memiliki kemampuan untuk mengidentifikasikan tingkat kinerjanya dan produktifitas adalah kompetensi tersebut diatas dapat diterjemahkan kedalam tindakan atau kegiatan-kegiatan yang tepat untuk mencapai hasil kinerja (Ilyas, 2004).

Keperawatan jiwa adalah proses interpersonal yang berupaya untuk meningkatkan dan mempertahankan perilaku yang mengkontribusi pada fungsi yang terintegrasi (Stuart, 2007). Keperawatan jiwa sebagai bagian dari kesehatan jiwa merupakan suatu bidang spesialisasi praktek keperawatan yang menerapkan teori perilaku manusia sebagai ilmunya dan penggunaan diri sendiri secara tepeutik sebagai kiatnya (Dep.Kes, 2003).

Empat faktor utama yang membantu untuk menentukan tingkat, fungsi dan jenis aktivitas yang melibatkan perawat jiwa, yaitu:

(9)

2. Kualifikasi perawat, termasuk pendidikan, pengalaman kerja, dan status sertifikasi

3. Tatanan praktek perawat termasuk lingkungan kerja, komunikasi, uraian tugas yang jelas, kepemimpinan dan lain lain.

4. Tingkat kompetensi personal dan inisiatif perawat

2.1.2 Standar Asuhan Keperawatan Jiwa (Depkes RI, 2003) 1. Pengkajian Keperawatan.

Pengkajian keperawatan merupakan tahap awal dan dasar utama dari proses keperawatan. Tahap pengkajian terdiri atas: pengumpulan data dan perumusan kebutuhan atau masalah pasien. Data yang dikumpulkan meliputi data biologis, psikologis, sosial dan spritual.

2. Merumuskan Diagnosis Keperawatan.

Diagnosa keperawatan merupakan suatu pernyataan masalah keperawatan pasien yang mencakup baik respon sehat adaptif atau maladaptif serta stressor yang menunjang. Dalam hal perumusan diagnosa akan berhubungan dengan permasalahan (P) dan etiologi ( E ) dan keduanya ada hubungan sebab akibat secara ilmiah san juga ditambah dengan simptom (S) sehingga dapat dirumuskan apa sebenarnya diagnosis keperawatan jiwanya.

3. Rencana Tindakan Keperawatan.

Rencana tindakan keperawatan terdiri dari tiga aspek yaiyu tujuan umum, tujuan khusus dan rencana tindakan keperawatan. Rencana tindakan keperawatan disusun berdasarkan Standar Asuhan Keperawatan Jiwa Indonesia. Rencana tindakan keperawatan berupa tindakan

(10)

konseling/psikoterapeutik, pendidikan kesehatan, perawatan mandiri (self care) atau aktivitas hidup sehari-hari, tindakan kolaborasi (somatik dan psikofarmaka).

4. Pelaksanaan Tindakan Keperawatan

Pelaksanaan tindakan keperawatan disesuaikan dengan rencana tindakan keperawatan. Sebelum melaksanakan tindakan keperawatan yang sudah direncanakan, perawat perlu memvalidasi apakah rencana tindakan keperawatan masih dibutuhkan dan sesuai dengan kondisi pasien saat ini. Selain itu perawat juga harus menilai kondisi dirinya, apakah sudah mempunyai kemampuan interpersonal, intelektual, teknikal sesuai dengan tindakan yang akan dilaksanakan. Hubungan saling percaya antara perawat dan pasien merupakan dasar utama dalam pelaksanaan tindakan keperawatan. 5. Evaluasi Tindakan Keperawatan.

Evaluasi merupakan proses yang berkelanjutan dan dilakukan terus menerus untuk menilai efek dan tindakan keperawatan yang telah dilaksanakan. Beberapa kondisi dan perilaku perawat yang diperlukan pada saat melakukan evaluasi dalam proses keperawatan, yaitu: kondisi perawat (supervisi, analisis diri, peer review, partisipasi pasien dan keluarga), perilaku perawat (membandingkan respon pasien dan hasil yang diharapkan, mereview proses keperawatan, memodifikasi proses keperawatan sesuai yang dibutuhkan, berpartisipasi dalam peningkatan kualitas dari aktifitas yang dilakukan).

(11)

6. Mendokumentasikan.

Pencatatan proses keperawatan ini harus dilaksanakan secara lengkap, ditulis dengan jelas, ringkas dengan istilah baku dan luas dilakukan selama pasien di rawat inap, rawat jalan, dan kamar tindakan, dilakukan segera setelah melakukan tindakan, catatan menggunakan formulir yang baku, disimpan sesuai peraturan yang berlaku, dan setiap melakukan tindakan keperawatan mencantum paraf/nama jelas dan tanggal, jam, dan dilasanakannya tindakan tersebut.

2.1.3 Penilaian Kinerja

Penilaian kinerja menurut Mengginson (dalam Mangkunegara, 2005) adalah suatu proses yang digunakan pimpinan untuk menentukan apakah seorang karyawan melakukan pekerjaannya sesuai dengan tugas dan tanggung jawabnya. Penilaian kinerja adalah proses yang mengukur kinerja pegawai, pada umunya mencakup baik aspek kualitatif maupun kuantitatif (Simamora, 2004). Pengukuran kinerja dapat dilakukan melalui penilaian oleh atasan, teman, peneliti atau diri sendiri dengan tingkat pencapaian, inisiatif, loyalitas dan kerjasama dalam kelompok, disiplin dan kesadaran akan pengembangan diri.

1. Metode Penilaian Kinerja

Menurut Handoko (2003), secara garis besar ada beberapa metode penilaian kinerja karyawan:

(12)

a. Rating Scale, evaluasi hanya didasarkan pada pendapat penilai, yang membandingkan hasil pekerjaan karyawan dengan kriteria yang dianggap penting bagi pelaksanaan kerja.

b. Checklist, yang dimaksudkan dengan metode ini adalah untuk mengurangi beban penilai. Penilai tinggal memilih kalimat-kalimat atau kata-kata yang menggambarkan kinerja karyawan. Penilai biasanya atasan langsung. Pemberian bobot sehingga dapat di skor. Metode ini bias memberikan suatu gambaran prestasi kerja secara akurat, bila daftar penilaian berisi item-item yang memadai.

c. Metode peristiwa kritis (critical incident method), penilaian yang berdasarkan catatan-catatan penilai yang menggambarkan perilaku karyawan sangat baik atau jelek dalam kaitannya dengan pelaksanaan kerja. Catatan-catatan ini disebut peristiwa kitis. Metode ini sangat berguna dalam memberikan umpan balik kepada karyawan, dan mengurangi kesalahan kesan terakhir.

d. Metode peninjauan lapangan (field review method), seseorang ahli departemen main lapangan dan membantu para penyelia dalam penilaian mereka. Spesialis personalia mendapatkan informasi khusus dari atasan langsung tentang kinerja karyawan. Kemudian ahli itu mempersiapkan evaluasi atas dasar informasi tersebut. Evaluasi dikirim kepada penyelia untuk di review, perubahan, persetujuan dan serubahan dengan karyawan yang dinilai. Spesialis personalia bisa mencatat penilaian pada tipe formulir penilaian apapun yang digunakan perusahaan.

(13)

e. Penilaian didasarkan perilaku, penilaian kinerja yang didasarkan uraian pekerjaan yang sudah dibuat sebelumnya. Uraian pekerjaan itu menentukan perilaku apa saja yang diperlukan oleh pegawai untuk melaksanakan pekerjaan f. Tes dan observasi prestasi kerja, bila jumlah pekerja terbatas, penilaian prestasi kerja bisa didasarkan pada tes pengetahuan dan keterampilan. Tes mungkin tertulis atau peragaan ketrampilan. Agar berguna tes harus reliable

dan valid.

g. Method ranking, penilai membandingkan satu dengan karyawan lain, yang paling baik dan menempatkan setiap karyawan dalam urutan terbaik sampai terjelek. Kelemahan metode ini adalah kesulitan untuk menentukan faktor-faktor pembanding, subyek kesalahan kesan terakhir dan halo effect, kebaikannya menyangkut kemudahan administrasi dan penjelasannya.

Grading, metode penilaian ini memisah-misahkan atau menyortir para karyawan dalam berbagai klasifikasi yang berbeda, biasanya suatu proposi tertentu harus diletakkan pada setiap kategori. Point location, merupakan bentuk lain dari grading penilai diberikan sejumlah nilai total dialokasikan di antara para karyawan dalam kelompok. Para karyawan diberi nilai lebih besar dan pada para karyawan dengan kinerja lebih jelek. Kebaikan dari metode ini, penilai dapat mengevaluasi perbedaan relatif di antara para karyawan, meskipun kelemahan-kelemahan halo effect dan bias kesan terakhir masih ada.

2. Penilaian Kinerja Perawat

Menurut Swanburg (dalam Nursalam, 2007), penilaian kinerja adalah alat yang paling dapat dipercaya oleh manajer perawat dalam mengontrol sumber daya

(14)

manusia dan produktivitas. Proses penilaian kinerja dapat digunakan secara efektif dalam mengarahkan perilaku pegawai dalam rangka menghasilkan jasa keperawatan dalam kualitas dan volume yang tinggi. Perawat manajer dapat menggunakan proses apraisal kinerja untuk mengatur arah kerja dalam memilih, bimbingan perencanaan karir, serta pemberian penghargaan kepada personal perawat yang kompeten. Satu ukuran pengawasan yang digunakan oleh manajer perawat guna mencapai hasil organisasi adalah sistem penilaian pelaksanaan kerja perawat.

Melalui evaluasi reguler dari setiap pelaksanaan kerja pegawai, manajer dapat mencapai beberapa tujuan. Hal ini berguna untuk membantu kepuasan perawat dan untuk memperbaiki pelaksanaan kerja mereka, memberitahukan perawat yang bekerja tidak memuaskan bahwa pelaksanaan kerja mereka kurang serta menganjurkan perbaikannya, mengidentifikasi pegawai yang layak menerima promosi atau kenaikan gaji, mengenal pegawai yang memenuhi syarat penugasan khusus, memperbaiki komunikasi antara atasan dan bawahannya serta menentukan pelatihan dasar untuk pelatihan karyawan yang memerlukan bimbingan khusus. Dalam menilai kualitas pelayanan keperawatan kepada pasien, digunakan standar praktek keperawatan yang merupakan pedoman bagi perawat dalam melaksanakan asuhan keperawatan.

Standar praktik keperawatan adalah norma atau penegasan tentang mutu pelayanan seorang perawat yang dianggap baik, tepat, dan benar yang dirumuskan sebagai pedoman pemberian asuhan keperawatan serta merupakan tolak ukur dalam penilaian penampilan kerja seorang perawat. Standar penilaian praktik

(15)

keperawatan merupakan standar penilaian kinerja perawat dalam memberikan asuhan keperawatan.

Standar praktik keperawatan telah disahkan oleh Menkes. RI dalam SK No. 660/Menkes/SK/IX/1987 yang kemudian diperbaharui dan disahkan berdasarkan SK Dirjen. Yanmed. Depkes. RI No. YM.00.03.2.6.7637, tanggal 18 Agustus 1993. Kemudian pada tahun 1996, Dewan Pimpinan Pusat PPNI menyusun standar praktek keperawatan yang mengacu dalam tahapan proses keperawatan, yang meliputi: Pengkajian, Diagnosis keperawatan, Perencanaan, Implementasi dan Evaluasi.

a. Standar I : Pengkajian Keperawatan

Perawat mengumpulkan data tentang status kesehatan pasien secara sistematis, menyeluruh, akurat, singkat dan berkesinambungan.

Kriteria pengkajian keperawatan, meliputi :

1) Pengumpulan data dilakukan dengan cara anamnesis, observasi, pemeriksaan fisik, serta dari pemeriksaan penunjang.

2) Sumber data adalah pasien, keluarga, atau orang yang terkait, tim kesehatan, rekam medis dan catatan lain.

3) Data yang dikumpulkan, difokuskan untuk mengidentifikasi : a) Status kesehatan pasien masa lalu.

b) Status kesehatan pasien saat ini.

c) Status biologis-psikologis-sosial-spritual. d) Respons terhadap terapi.

(16)

f) Risiko-risiko tinggi masalah keperawatan.

4) Kelengkapan data dasar mengandung unsur LARB (lengkap, akurat, relevan dan baru).

b. Standar II : Diagnosis Keperawatan

Perawat menganalisis data pengkajian untuk merumuskan diagnosis keperawatan. Kriteria proses diagnosis keperawatan meliputi :

1) Proses diagnosis terdiri atas analisis, interpretasi data, identifikasi masalah pasien, dan perumusan diagnosis keperawatan.

2) Diagnosis keperawatan terdiri atas : masalah, penyebab, dan tanda atau gejala, atau terdiri atas masalah dan penyebab.

3) Bekerjasama dengan klien, dan petugas kesehatan lain untuk memvalidasi diagnosis keperawatan.

4) Melakukan pengkajian ulang, dan merevisi diagnosis berdasarkan data terbaru.

c. Standar III : Perencanaan Keperawatan

Perawat membuat rencana tindakan keperawatan untuk mengatasi masalah dan meningkatkan kesehatan pasien. Kriteria proses perencanaan keperawatan meliputi :

1) Perencanaan terdiri dari penetapan prioritas masalah, tujuan dan rencana tindakan keperawatan.

2) Bekerjasama dengan pasien dalam menyusun rencana tindakan keperawatan.

(17)

pasien.

4) Mendokumentasi rencana keperawatan. d. Standar IV : Implementasi

Perawat mengimplementasikan tindakan yang telah diidentifikasi dalam rencana asuhan keperawatan. Kriteria proses tindakan implementasi meliputi :

1) Bekerjasama dengan klien dalam pelaksanaan tindakan keperawatan. 2) Kolaborasi dengan tim kesehatan lain

3) Melakukan tindakan keperawatan untuk mengatasi kesehatan lain

4) Memberikan pendidikan kesehatan pada pasien dan keluarga mengenai konsep, keterampilan asuhan diri serta membantu memodifikasi lingkungan yang digunakan.

5) Mengkaji ulang dan merevisi pelaksanaan tindakan keperawatan berdasarkan respons pasien.

e. Standar V : Evaluasi Keperawatan

Perawat mengevaluasi kemajuan pasien terhadap tindakan keperawatan dalam pencapaian tujuan dan merevisi data dasar dan perencanaan. Kriteria proses evaluasi keperawatan meliputi :

1) Menyusun perencanaan evaluasi hasil dari intervensi secara komprehensif, tepat waktu dan terus menerus.

2) Menggunakan data dasar dan respons pasien dalam mengukur perkembangan ke arah pencapaian tujuan.

3) Memvalidasi dan menganalisis data baru dengan teman sejawat.

(18)

asuhan keperawatan.

5) Mendokumentasikan hasil evaluasi dan memodifikasi perencanaan.

Dengan standar asuhan keperawatan tersebut, maka pelayanan keperawatan menjadi lebih terarah. Standar adalah pernyataan deskriftif mengenai tingkat penampilan yang diinginkan, kualitas struktur, proses, atau hasil yang dapat dinilai, dalam rangka untuk mengevaluasi pelayanan keperawatan yang telah diberikan pada pasien (Nursalam, 2007). Pada penelitian ini metode yang digunakan untuk menilai kinerja perawat adalah menggunakan lembar observasi (checklist). Penilai mengobservasi atau menilai pelaksanaan asuhan keperawatan oleh perawat di ruangan berdasarkan standar asuhan keperawatan.

2.1.4 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kinerja

Menurut Tiffin dan Mc. Cormick (dalam As’ad, 2003), secara garis besar perbedaan kinerja individu disebabkan oleh dua faktor yaitu :

1. Variabel individual

Sikap, karakteristik, sifat-sifat fisik, minat dan motivasi, pengalaman, umur, jenis kelamin, tingkat pendidikan, serta faktor individual lainnya.

2. Variabel situasional

a. Faktor fisik dan pekerjaan terdiri dari; beban kerja, metode kerja, kondisi dan desain perlengkapan kerja, penataan ruang dan lingkungan fisik (penyinaran, temperatur, dan ventilasi).

(19)

b. Faktor sosial dan organisasi, meliputi: peraturan-peraturan organisasi, sifat organisasi, jenis latihan dan pengawasan, sistem upah dan lingkungan sosial.

Menurut A. Dale Timple (dalam Mangkunegara, 2007) faktor-faktor kinerja terdiri dari :

1. Faktor internal (disposisional) yaitu faktor yang dihubungkan dengan sifat-sifat seseorang misalnya, kinerja seseorang baik disebabkan karena mempunyai kemampuan tinggi dan seseorang itu tipe pekerja keras, sedangkan seseorang mempunyai kinerja jelek disebabkan orang tersebut mempunyai kemampuan rendah dan orang tersebut tidak memiliki upaya-upaya untuk memperbaiki kemampuannya.

2. Faktor eksternal, yaitu faktor-faktor yang mempengaruhi kinerja seseorang yang berasal dari lingkungan seperti perilaku, sikap dan tindakan-tindakan rekan kerja, bawahan atau pimpinan, fasilitas kerja dan iklim organisasi, yang mana faktor-faktor akan berdampak pada beban kerja.

Jadi berdasarkan uraian di atas secara garis besar kinerja dipengaruhi oleh dua faktor yaitu faktor individu dan faktor lingkungan. Faktor individu yang mempengaruhi kinerja adalah kemampuan, ketrampilan, pengalaman, sikap, minat, motivasi, pengalaman, umur, jenis kelamin, tingkat pendidikan, serta faktor individual lainnya. Sedangkan faktor lingkungan yang mempengaruhi kinerja adalah beban kerja, sumber daya, kepemimpinan, sistem penghargaan, lingkungan kerja, struktur organisasi, uraian tugas, otonomi, target kerja, komunikasi kerja, hubungan kerja, iklim kerja, peluang berkarier dan fasilitas kerja.

(20)

2.2 Beban Kerja

2.2.1 Pengertian Beban Kerja

Menurut Munandar (2005), beban kerja adalah suatu kondisi dari pekerjaan dengan uraian tugasnya yang harus diselesaikan pada batas waktu tertentu. Beban kerja dapat dibedakan lebih lanjut ke dalam beban kerja berlebih/terlalu sedikit kuantitatif yang timbul sebagai akibat dari tugas-tugas yang terlalu banyak/sedikit diberikan kepada tenaga kerja untuk diselesaikan dalam waktu tertentu. Beban kerja berlebih/terlalu sedikit kualitatif yaitu jika orang merasa tidak mampu untuk melakukan suatu tugas atau tugas tidak menggunakan ketrampilan atau potensi dari tenaga kerja. Disamping itu beban kerja berlebih kuantitatif dan kualitatif dapat menimbulkan kebutuhan untuk bekerja selama jumlah jam yang sangat banyak, yang merupakan sumber tambahan dari stres. Everly & Girdano (dalam Munandar, 2005) menambahkan kategori lain dari beban kerja, yaitu kombinasi dari beban kerja berlebih kuantitatif dan kualitatif.

Menurut UU Kesehatan No 39 tahun 2009 beban kerja adalah besaran pekerjaan yang harus dipikul oleh suatu jabatan/unit organisasi dan merupakan hasil kali antara jumlah pekerjaan dengan waktu. Setiap pekerja dapat bekerja secara sehat tanpa membahayakan dirinya sendiri maupun masyarakat di sekelilingnya, untuk itu perlu dilakukan upaya penyerasian antara kapasitas kerja, beban kerja dan lingkungan kerja agar, sehingga diperoleh produktivitas kerja yang optimal.

(21)

Menurut Irwady (2007), beban kerja adalah frekuensi kegiatan rata-rata dari masing-masing pekerjaan dalam jangka waktu tertentu. Beban kerja meliputi beban kerja fisik, psikologis/mental dan waktu kerja.

1. Aspek fisik yaitu meliputi tugas-tugas yang dijalankan berdasarkan fungsi utamanya, jumlah pasien yang harus dirawat dibandingkan dengan jumlah perawat dan tugas- tugas tambahan.

2. Aspek psikologis yang berkaitan dengan hubungan perawat dengan perawat lain, atasan dan dengan pasien.

3. Aspek waktu yang digunakan untuk mengerjakan tugasnya sesuai dengan jam kerja yang berlangsung setiap hari.

Akibat beban kerja yang terlalu berat atau kemampuan fisik yang terlalu lemah dapat mengakibatkan seorang perawat menderita gangguan atau penyakit akibat kerja. Beban kerja berkaitan erat dengan produktifitas tenaga kesehatan, di mana 53,2% waktu yang benar-benar produktif yang digunakan untuk pelayanan kesehatan langsung dan sisanya 39,9% digunakan untuk kegiatan penunjang.

2.2.2 Klasifikasi Beban Kerja

Menurut Munandar (2005), mengklasifikasikan beban kerja sebagai berikut :

1. Beban berlebih kuantitatif

Beban berlebih secara fisik ataupun mental akibat terlalu banyak melakukan kegiatan merupakan kemungkinan sumber stress pekerjaan. Unsur yang menimbulkan beban berlebih kuantitatif ialah desakan waktu, yaitu

(22)

setiap tugas diharapkan dapat diselesaikan secepat mungkin secara tepat dan cermat (Munandar, 2005).

2. Beban terlalu sedikit kuantitatif

Beban kerja terlalu sedikit kuantitatif juga dapat memengaruhi kesejahteraan psikologis seseorang. Pada pekerjaan yang sederhana, di mana banyak terjadi pengulangan gerak akan timbul rasa bosan, rasa monoton. Kebosanan dalam kerja rutin sehari-hari, sebagai hasil dari terlampau sedikitnya tugas yang harus dilakukan, dapat menghasilkan berkurangnya perhatian. Hal ini, secara potensial membahayakan jika tenaga kerja gagal untuk bertindak tepat dalam keadaan darurat.

3. Beban berlebih kualitatif

Kemajuan teknologi mengakibatkan sebagian besar pekerjaan yang selama ini dikerjakan secara manual oleh manusia/tenaga kerja diambil alih oleh mesin-mesin atau robot, sehingga pekerjaan manusia beralih titik beratnya pada pekerjaan otak. Pekerjaan makin menjadi majemuk sehingga mengakibatkan adanya beban berlebih kualitatif. Kemajemukan pekerjaan yang harus dilakukan seorang tenaga kerja dapat dengan mudah berkembang menjadi beban berlebih kualitatif jika kemajemukannya memerlukan kemampuan teknikal dan intelektual yang lebih tinggi daripada yang dimiliki. 4. Beban terlalu sedikit kualitatif

Beban terlalu sedikit kualitatif merupakan keadaan di mana tenaga kerja tidak diberi peluang untuk menggunakan ketrampilan yang diperolehnya, atau untuk mengembangkan kecakapan potensialnya secara penuh. Beban

(23)

terlalu sedikit disebabkan kurang adanya rangsangan akan mengarah ke semangat dan motivasi yang rendah untuk kerja. Tenaga kerja akan merasa bahwa ia "tidak maju-maju", dan merasa tidak berdaya untuk memperlihatkan bakat dan ketrampilannya.

2.2.3 Faktor-faktor yang Memengaruhi Beban Kerja

Suyanto (2008) menyatakan bahwa beban kerja dipengaruhi faktor – faktor sebagai berikut :

1. Faktor eksternal yaitu beban yang berasal dari luar tubuh pekerja, seperti; a. Tugas-tugas yang dilakukan yang bersifat fisik seperti tata ruang, tempat

kerja, alat dan sarana kerja, kondisi kerja, sikap kerja, sedangkan tugas-tugas yang bersikap mental seperti kompleksitas pekerjaan, tingkat kesulitan pekerjaan, tanggung jawab pekerjaan.

b. Organisasi kerja seperti lamanya waktu kerja, waktu istirahat, kerja bergilir, kerja malam, sistem pengupahan, model struktur organisasi, pelimpahan tugas dan wewenang.

c. Lingkungan kerja adalah lingkungan kerja fisik, lingkungan kimiawi, lingkungan kerja biologis dan lingkungann kerja psikologis. Faktor internal

2. Faktor internal adalah faktor yang berasal dari dalam tubuh itu sendiri akibat dari reaksi beban kerja eksternal. Reaksi tubuh disebut strain, berat ringannya

strain dapat dinilai baik secara obyektif maupun subyektif. Faktor internal meliputi faktor somatis (jenis kelamin, umur, ukuran tubuh, status gizi,

(24)

kondisi kesehatan), faktor psikis (motivasi, persepsi, kepercayaan, keinginan dan kepuasan).

2.2.4 Dampak Beban Kerja

Beban kerja yang terlalu berlebihan akan menimbulkan kelelahan baik fisik atau mental dan reaksi –reaksi emosional seperti sakit kepala, gangguan pencernaan dan mudah marah. Sedangkan pada beban kerja yang terlalu sedikit di mana pekerjaan yang terjadi karena pengulangan gerak akan menimbulkan kebosanan, rasa monoton. Kebosanan dalam kerja rutin sehari-hari karena tugas atau pekerjaan yang terlalu sedikit mengakibatkan kurangnya perhatian pada pekerjaan sehingga secara potensial membahayakan pekerja. Beban kerja yang berlebihan atau rendah dapat menimbulkan stress kerja (Suyanto, 2008).

2.3 Penilaian Beban Kerja dan Kinerja 2.3.1 Penilaian Beban Kerja

Menurut Peraturan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara (2008), pengukuran beban kerja adalah teknik mendapatkan informasi tentang efisiensi & efektivitas kerja unit organisasi atau pemegang jabatan yang dilakukan secara sistematis dengan menggunakan teknik analisis jabatan atau teknik analisis beban kerja. Analisis beban kerja adalah proses untuk menetapkan jumlah jam kerja yang dibutuhkan untuk merampungkan suatu pekerjaan dalam waktu tertentu.

Analisis beban kerja dimaksudkan untuk meneliti, mengevaluasi dan mengkaji pelaksanaan kerja, proses kerja maupun hasil kerja serta menentukan

(25)

kebutuhan pegawai untuk suatu unit organisasi yang telah berjalan selama ini, dengan tujuan:

1. Mengidentifikasi sejauh mana efisiensi dan efektifitas keberadaan standar dan parameter beban kerja, karena tolok ukur tersebut akan menggambarkan prinsip rasional, efektif, efisien, realistik dan operasional secara nyata. Target Kegiatan di masa akan datang

2. Memperoleh gambaran mengenai kondisi riil pegawai baik kuantitatif maupun kualitatif dan kompetensinya pada suatu unit kerja sebagai bahan kajian perumusan formasi dan rasio kebutuhan pegawai untuk keperluan pra penataan kelembagaan.

3. Memperjelas dan mempertegas penyusunan format kelembagaan yang akan dibentuk secara lebih proporsional maupun tata hubungan sistem yang ingin dibangun dan tercapai kesesuaian antara kewenangan dan tujuan organisasi dengan besaran organisasinya.

2.3.2 Penilaian Beban Kerja Perawat

Seorang perawat mempunyai tugas dan bertanggung jawab penuh selama 24 jam terhadap asuhan keperawatan pasien mulai dari pasien masuk sampai keluar rumah sakit. Pelaksana perawatan di ruangan adalah tenaga perawat profesional yang diberi wewenang untuk melaksanakan pelayanan keperawatan di ruangan dengan persyaratan berijazah pendidikan formal keperawatan, semua jenjang yang disahkan oleh pemerintah atau yang berwenang. Pelaksana perawatan bertanggung jawab secara administrasi fungsional kepada kepala

(26)

ruangan, sedangkan secara teknis medis operasional bertanggung jawab kepada dokter ruang rawat / dokter penanggung jawab ruangan (Depkes RI, 2004).

Perhitungan beban kerja dapat dilihat dari aspek : 1. Aspek fisik

Analisa beban kerjanya dapat dilihat dari aspek-aspek seperti tugas-tugas yang dijalankan berdasarkan fungsi utamanya yaitu jumlah pasien yang harus dirawat dibandingkan dengan jumlah perawat. Penentuan kebutuhan jumlah tenaga perawat menurut Douglas (dalam Nursalam, 2007), adalah berdasarkan tingkat ketergantungan klien. Adapun perhitungan yang dimaksud adalah sebagai berikut:

Jumlah Klien

Klasifikasi Klien

Minimal Parsial Total

Pagi Sore Malam Pagi Sore Malam Pagi Sore Malam 1 0.17 0.14 0.07 0.27 0.15 0.10 0.36 0.30 0.20 2 0.34 0.28 0.14 0.54 0.30 0.20 0.72 0.60 0.40 3 0.51 0.42 0.21 0.81 0.45 0.30 1.08 0.90 0.60 dst

Tingkat ketergantungan klien terkait dengan penentuan beban kerja perawat dapat diklasifikasikan, meliputi :

a. Klien dengan tingkat ketergantungan minimal :

1) kebersihan diri, mandi, ganti pakaian dilakukan sendiri; 2) makan, minum dilakukan sendiri;

3) ambulasi dengan pengawasan;

4) observasi dilakukan tiap pergantian dinas;

(27)

b. Klien dengan tingkat ketergantungan parsial :

1) kebersihan diri dibantu, makan dan minum dibantu; 2) observasi tiap 4 jam;

3) ambulansi dibantu, pengobatan injeksi; 4) bicara berlebihan dan sedikit kacau; 5) pasien ditempatkan di ruang isolasi; c. Klien dengan tingkat ketergantungan total :

1) segalanya diberi bantuan; 2) status psikiatri kacau; 3) pengobatan intravena ; 4) dilakukan fiksasi; 5) gelisah, disorientasi; 6) pengawasan ketat. Contoh :

Suatu ruang rawat dengan 22 pasien (3 pasien dengan klasifikasi minimal, 14 pasien dengan klasifikasi parsial, dan 5 pasien dengan klasifikasi total) maka jumlah perawat yang dibutuhkan untuk jaga pagi ialah :

3 x 0,17 = 0,51 14 x 0,27 = 3,78 5 x 0,36 = 1,80 Jumlah = 6,096 orang

Menghitung jumlah pasien berdasarkan derajat ketergantungan selama 22 hari (4 minggu) diruang rawat. Setelah itu dihitung jumlah perawat yang

(28)

dibutuhkan pada pagi, sore dan malam. Berdasarkan observasi jumlah pasien selama 22 hari, maka:

a. Jumlah kebutuhan perawat setiap hari : 7,11 + 5,28 + 3,35 = 15,74 ≈16 orang

b. Libur / Cuti : ± 5 orang

c. Jumlah tenaga yang dibutuhkan : 16 + 5 + 1 Karu + 2 Katim = 24 orang.

Selain terkait dengan perbandingan jumlah perawat dengan kapasitas tempat tidur aspek fisik berkaitan dengan tugas - tugas tambahan yang harus dilakukan oleh perawat. Tugas tambahan dalam penelitian ini adalah tugas-tugas yang dikerjakan oleh perawat selain tugas utamanya seperti, membuat laporan, mengikuti rapat dan tugas lain yang diberikan oleh atasan. Semakin banyak tugas tambahan yang harus dikerjakan oleh seorang tenaga perawat maka tentu saja akan menambah tinggi beban kerjanya demikian juga sebaliknya. Banyaknya tugas tambahan yang harus dikerjakan oleh seorang perawat dapat menganggu penampilan kerja dari perawat tersebut (Irwady, 2007).

2. Aspek psikologis

Aspek mental atau psikologis lebih menekankan pada hubungan interpersonal antara perawat dengan kepala ruang, perawat dengan perawat lainnya dan hubungan perawat dengan pasien, yang dapat mempengaruhi keserasian dan produktifitas kerja bagi perawat. Perawat dalam melaksanakan asuhan keperawatan selalu berinteraksi sosial dengan orang lain, terutama dengan pasien, teman sejawat dan atasan langsung yaitu kepala ruangan.

(29)

Menurut Sunaryo (2004) interaksi sosial merupakan salah satu bentuk hubungan antara individu dengan lingkungan sekitarnya. Oleh karena itu, seorang perawat hendaknya dapat memahami kepribadian pasien, keluarga pasien, teman sejawat dan atasan langsung. Perawat hendaknya memahami perbedaan yang ia miliki dan menyadari ciri masing-masing sehingga tidak menjadi beban dalam menjalankan tugasnya.

Adanya kerja sama antara perawat dengan perawat dan perawat dengan kepala ruangan serta kerja sama antara perawat dengan pasien yang dirawatnya akan mempercepat proses penyembuhan penyakit. Tidak terjalinnya kerja sama dengan baik akan menimbulkan beban psikologis bagi perawat selain juga beban fisik yang dialaminya. Beban psikis yang berlebihan menyebabkan perawat mengalami stress kerja, sering merasa pusing, lelah, dan tidak dapat istirahat dengan nyenyak. Akibat beban kerja yang terlalu berat atau kemampuan fisik yang terlalu lemah dapat mengakibatkan seorang perawat menderita gangguan atau penyakit akibat kerja (Depkes, 2006).

Efek psikologis yang paling sederhana dan jelas dari kelebihan beban kerja adalah stress kerja yang mengakibatkan menurunnya motivasi kerja perawat dalam memberikan asuhan keperawatan. Motivasi sangat dibutuhkan oleh seorang perawat sebagai dorongan untuk meningkatkan gairah kerja. Kinerja perawat timbul sebagai respon efektif atau emosional terhadap tugas pekerjaan yang dilakukan perawat. Stress kerja disebabkan oleh konflik kerja, beban kerja, waktu kerja, karakteristik tugas, dukungan kelompok dan pengaruh kepemimpinan (Rusman, 2006).

(30)

Hubungan yang harmonis antara perawat dengan perawat lainnya, dengan atasan serta dengan pasien maupun keluarga akan pada suasana kerja yang kondusif. Namun tidak jarang juga terjadi konflik diantara perawat baik yang berkaitan dengan masalah pribadi maupun dengan pekerjaan. Demikian pula terhadap atasan mapun dengan pasien maupun keluarga tidak jarang terjadi hubungan yang kurang harmonis dengan perawat.

3. Aspek waktu kerja

Aspek waktu (waktu kerja) lebih mempertimbangkan pada aspek pengunaan waktu untuk bekerja, yaitu sebagai alokasi penggunaan waktu guna peningkatan pelayanan keperawatan terhadap pasien. Waktu kerja berkaitan dengan waktu yang digunakan untuk mengerjakan tugasnya sesuai dengan jam kerja yang berlangsung setiap hari (Irwady, 2007). Waktu kerja seseorang menentukan efisiensi dan produktifitasnya. Memperpanjang waktu kerja lebih dari kemampuan dan tidak disertai efisiensi yang tinggi biasanya memperlihatkan penurunan produktifitas serta kecenderungan untuk timbulnya kelelahan, penyakit dan kecelakaan. Yang dimaksud dengan waktu kerja dalam observasi ini adalah jumlah jam kerja produktif yang digunakan oleh perawat untuk mengerjakan tugas utamanya sesuai dengan uraian tugas perawat, maupun tugas-tugas tambahan yang dikerjakannya yang tidak tercantum dalam uraian tugas perawat.

Waktu kerja yang dikeluarkan oleh Depkes RI yaitu waktu kerja nomal perhari adalah 8 jam (5 hari kerja), jadi waktu yang efektif untuk tiap pegawai adalah 6,4 jam perhari. Sehingga dapat disimpulkan bahwa beban kerja standar

(31)

setiap pegawai adalah 80% – 100 % dari waktu kerja normal atau 6,4 – 8 jam / hari.

Berikut ini adalah uraian tugas perawat pelaksana di Rumah Sakit Jiwa Provinsi Bali yaitu:

1. Melaksanakan asuhan keperawatan sesuai standar.

2. Mengadakan serah terima dengan tim/grup lain (grup petugas pengganti) mengenai:

a. Kondisi pasien b. Logistik keperawatan c. Administrasi rumah sakit d. Kolaborasi program pengobatan

3. Melanjutkan tugas-tugas yang belum dapat diselesaikan oleh grup sebelumnya.

4. Merundingkan pembagian tugas dengan anggota grupnya. 5. Menyiapkan perlengakapan untuk pelayanan dan visite dokter.

6. Mendampingi dokter visite, mencatat dan melaksanakan program pengobatan dokter.

7. Membantu melaksanakan rujukan.

8. Melakukan orientasi terhadap pasien/ keluarga baru, mengenai tata tertib ruangan dan rumah sakit serta memperkenalkan perawat yang bertugas.

(32)

10.Memelihara kebersihan ruang rawat dengan mengatur tugas cleaning service,

dan mengatur tata tertib ruangan yang ditujukan kepada semua petugas, peserta didik dan pengunjung ruangan.

11.Membantu kepala ruangan membimbing peserta didik keperawatan.

12.Membantu kepala ruangan untuk menilai mutu pelayanan asuhan keperawatan serta tenaga keperawatan.

13.Menulis laporan tim mengenai kondisi pasien dan lingkungan. 14.Memberikan penyuluhan kesehatan kepada pasien/keluarga. 15.Menjelaskan tata tertib rumah sakit, hak dan kewajiban pasien.

Berdasarkan uraian tersebut uraian tugas perawatan pada penelitian ini di ukur dari pelaksanaan pengkajian, perumusan diagnosa perawatan, perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi.

2.4. Hubungan Beban Kerja dengan Kinerja

Beban kerja adalah upaya merinci komponen dan target volume pekerjaan dalam satuan waktu dan satuan hasil tertentu. Kinerja adalah penampilan hasil kerja personel baik secara kuantitas maupun kualitas dalam suatu organisasi. Kinerja tenaga perawat dipengaruhi oleh beberapa faktor, salah satunya adalah beban kerja. Beban kerja berkaitan erat dengan kinerja tenaga kesehatan, dimana 53,2% waktu yang benar-benar produktif yang digunakan pelayanan kesehatan langsung dan sisanya 39,9% digunakan untuk kegiatan penunjang (Ilyas, 2004). Menurut Kusmiati (2003), bahwa yang mempengaruhi beban kerja perawat adalah kondisi pasien yang selalu berubah, jumlah rata-rata jam perawatan yang di butuhkan untuk memberikan pelayanan langsung pada pasien dan dokumentasi

(33)

asuhan keperawatan serta banyaknya tugas tambahan yang harus dikerjakan oleh seorang perawat sehingga dapat mempengaruhi kinerja perawat tersebut.

Penelitian Werna (2010) berjudul hubungan beban kerja dengan kinerja perawat pelaksana di Ruang Rawat Inap Medikal Bedah RSU Labuang Baji Makassar. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mendapatkan informasi hubungan beban kerja dengan kinerja perawat pelaksana di ruang rawat inap medika bedah RSU Labuang Baji Makassar. Sampel berjumlah 104 orang perawat yaitu total populasi. Tempat pelaksanaan penelitian yaitu di ruang rawat inap penyakit bedah, ruang penyakit dalam, dan ruang gabungan penyakit bedah dan dalam RSU Labuang baji Makassar. Kesimpulan yang diperoleh adalah beban kerja berhubungan dengan kinerja perawat pelaksana.

Penelitian Nurnaningsih (2012) berjudul hubungan beban kerja perawat terhadap kinerja perawat pelaksana dalam pemberian pelayanan kesehatan di Ruang Rawat Inap Rumah Sakit Islam Faisal Makassar. Kesimpulan dari penelitian ini adalah bahwa ada hubungan yang bermakna antara beban kerja terhadap kinerja perawat pelaksana dalam pemberian pelayanan kesehatan di ruang rawat inap Rumah Sakit Islam Faisal Makassar. Penelitian oleh Minarsih (2011) tentang hubungan beban kerja perawat dengan produktivitas kerja perawat di IRNA non bedah RSUP DR.M. Djamil Padang. Hasil penelitian tersebut didapatkan sebanyak 62,7% perawat menyatakan memiliki beban kerja tinggi, dan 37,3% menyatakan beban kerja sedang. Serta disimpulkan bahwa ada hubungan antara beban kerja perawat dengan produktivitas kerja perawat. Penelitian Irwandy (2007) tentang faktor-faktor yang berhubungan dengan beban kerja

(34)

perawat di Unit Rawat Inap RSJ Dadi Makassar. Berdasarkan hasil penelitian diperoleh gambaran beban kerja perawat dari 68 Responden terdapat 22 orang (34,4%) yang merasa terbebani dengan tugas mereka dan 46 orang (67,6 %) yang tidak terbebani dengan tugas mereka.

Penelitian Sudirman (2003) berjudul hubungan beban kerja dengan kinerja perawat pelaksana di ruang rawat inap instalasi penyakit dalam RSMH Palembang. Penelitian ini bertujuan untuk melihat hubungan antara beban kerja dengan kinerja perawat. Sampel dari penelitian ini adalah perawat pelaksana yang bekerja pada Ruang Rawat inap Instalasi Penyakit Dalam RSMH Palembang berjumlah 58 orang. Penelitian ini hanya menggunakan kuesioner tanpa dilakukan Observasi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa ada hubungan yang bermakna antara beban kerja dengan kinerja perawat (p=0,000), dengan subvariabel yang dominan dalam mempengaruhi kinerja perawat adalah sistem penugasan.

(35)

BAB III

KERANGKA BERPIKIR, KONSEP DAN HIPOTESIS PENELITIAN

3.1 Kerangka Berpikir

Kinerja perawat merupakan salah satu faktor yang menentukan kualitas pelayanan di rumah sakit. Kinerja perawat dapat dievaluasi dari pelaksanaan asuhan keperawatan yang diberikan kepada pasien oleh seorang perawat dengan pendekatan professional. Beberapa penelitian sudah dilakukan guna melihat hubungan beban kerja dengan kinerja perawat. Perawat adalah salah satu sumber daya manusia di rumah sakit yang memberikan pelayanan kepada pasien pendekatan pelayanan komprehensip, untuk itu kinerja perawat perlu mendapat perhatian untuk ditingkatkan. Kinerja tenaga perawat dipengaruhi oleh beberapa faktor salah satunya adalah beban kerja. Beban kerja adalah suatu kondisi dari pekerjaan dengan uraian tugas yang harus diselesaikan pada batas waktu tertentu.

Beban kerja perawat dapat dianalisa dari beberapa aspek antara lain aspek fisik dimana beban kerjanya dapat dilihat dari tugas-tugas yang dijalankan berdasarkan fungsi utamanya yaitu merawat pasien dengan melihat jumlah pasien yang harus dirawat dibandingkan dengan jumlah tenaga perawat yang tersedia. Tugas pokok yang harus dijalankan adalah melaksanakan asuhan keperawatan disamping tugas – tugas tambahan yang harus di laksanakan. Aspek psikologis lebih menekankan pada hubungan interpersonal antara perawat dengan atasan, , perawat dengan perawat lainnya dan hubungan perawat dengan pasien dan keluarganya, yang dapat mempengaruhi keserasian dan produktifitas kerja bagi perawat. Perawat dalam melaksanakan asuhan keperawatan selalu berinteraksi

(36)

sosial dengan orang lain, terutama dengan pasien, teman sejawat dan atasan langsung yaitu kepala ruangan, interaksi sosial merupakan salah satu bentuk hubungan antara individu dengan lingkungan sekitarnya. Oleh karena itu, seorang perawat hendaknya dapat memahami kepribadian pasien, keluarga pasien, teman sejawat dan atasan langsung. Perawat hendaknya memahami perbedaan yang ia miliki dan menyadari ciri masing-masing sehingga tidak menjadi beban dalam menjalankan tugasnya. Aspek waktu kerja lebih mempertimbangkan pada aspek pengunaan waktu untuk bekerja, yaitu sebagai alokasi penggunaan waktu guna peningkatan pelayanan keperawatan terhadap pasien. Waktu kerja berkaitan dengan waktu yang digunakan untuk mengerjakan tugasnya sesuai dengan jam kerja yang berlangsung setiap hari. Waktu kerja seseorang menentukan efisiensi dan produktifitasnya. Memperpanjang waktu kerja lebih dari kemampuan dan tidak disertai efisiensi yang tinggi biasanya memperlihatkan penurunan produktifitas serta kecenderungan untuk timbulnya kelelahan, penyakit dan kecelakaan. Yang dimaksud dengan waktu kerja dalam observasi ini adalah jumlah jam kerja produktif yang digunakan oleh perawat untuk mengerjakan tugas utamanya sesuai dengan uraian tugas perawat yaitu melaksanakan asuhan keperawatan, maupun tugas-tugas tambahan yang dikerjakan yang ditugaskan oleh atasan untuk mendukung pelayanan kepada pasien.

Faktor-faktor kinerja terdiri dari faktor internal (disposisional) dan faktor eksternal. Faktor internal berhubungan dengan sifat-sifat seseorang misalnya, kinerja seseorang baik disebabkan karena mempunyai kemampuan tinggi dan seseorang itu tipe pekerja keras. Faktor eksternal berhubungan dengan lingkungan

(37)

seperti perilaku, sikap dan tindakan-tindakan rekan kerja, bawahan atau pimpinan, fasilitas kerja dan iklim organisasi, yang mana faktor-faktor akan berdampak pada beban kerja. Secara garis besar perbedaan kinerja individu disebabkan oleh dua faktor yaitu variabel individual dan situasional. Varibel situasional meliputi faktor fisik dan faktor sosial. Faktor fisik terdiri dari ; beban kerja, metode kerja, kondisi dan desain perlengkapan kerja, penataan ruang dan lingkungan fisik.

Kinerja perawat dapat diobservasi dari pelaksanaan asuhan keperawatan yang dilaksanakan oleh seorang perawat. Asuhan keperawatan dilaksanakan berdasarkan standar praktek keperawatan yang mengacu pada tahapan proses keperawatan meliputi pengkajian keperawatan, merumuskan diagnosa keperawatan, merencanakan tindakan keperawatan, pelaksanaan asuhan keperawatan dan evaluasi asuhan keperawatan. Untuk melihat hubungan beban kerja dan kinerja perawat maka dianalisis hubungan beban kerja dari aspek fisik, psikologis dan waktu kerja dengan kinerja perawat di Unit Rawat Inap Kronik Rumah Sakit Jiwa Provinsi Bali.

(38)

Faktor internal • Faktor somatik KINERJA PERAWAT • Pengkajian • Merumuskan Diagnosa • Perencanaan • Pelaksanaan • Evaluasi BEBAN KERJA • Aspek fisik • Aspek Psikologis • Waktu Kerja 3.2 Kerangka Konsep Keterangan : : diteliti : tidak diteliti

Gambar 3.1 Kerangka Konsep Penelitian Faktor eksternal

• Organisasi kerja • Lingkungan kerja

(39)

3.3 Hipotesis Penelitian

Hipotesis penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Terdapat hubungan beban kerja dengan kinerja perawat di Unit Rawat Inap Kronik Rumah Sakit Jiwa Provinsi Bali.

2. Terdapat hubungan beban kerja dari aspek fisik dengan kinerja perawat di Unit Rawat Inap Kronik Rumah Sakit Jiwa Provinsi Bali.

3. Terdapat hubungan beban kerja dari aspek psikologis dengan kinerja perawat di Unit Rawat Inap Kronik Rumah Sakit Jiwa Provinsi Bali.

4. Terdapat hubungan beban kerja dari aspek waktu kerja dengan kinerja perawat di Unit Rawat Inap Kronik Rumah Sakit Jiwa Provinsi Bali.

(40)

BAB IV

METODE PENELITIAN

4.1 Rancangan Penelitian

Rancangan penelitian ini adalah cross- sectional dengan jenis penelitian diskriptif kuantitatif yaitu penelitian dengan data yang dikumpulkan dan dinyatakan dalam bentuk angka-angka, meskipun juga berupa data kualitatif sebagai pendukungnya, seperti kata-kata atau kalimat yang tersusun dalam kuisioner, kalimat hasil konsultasi atau wawancara antara peneliti dan responden. Sesuai permasalahan yang diangkat pada penelitian ini adalah permasalahan asosiatif, yaitu menghubungkan dua variabel atau lebih.

4.2 Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian dilaksanakan di Unit Rawat Inap Kronik Rumah Sakit Jiwa Provinsi Bali yang berlokasi di Jl Kusuma Yudha No.29 Kabupaten Bangli. Pengumpulan data dilaksanakan pada bulan Juni dan Juli 2013.

4.3 Populasi dan Sampel 4.3.1 Populasi

Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh perawat pelaksana yang melaksanakan asuhan keperawatan di Unit Rawat Inap Kronik Rumah Sakit Jiwa Provinsi Bali yang terdiri dari 8 (delapan) ruangan yaitu; Ruang Nakula, Ruang Sahadewa, Ruang Abimanyu, Ruang Bisma, Ruang Dharmawangsa, Ruang Kunti, Ruang Arimbi dan Ruang Durupadi dengan jumlah populasi 112 orang.

(41)

4.3.2 Sampel

Sampel dari penelitian ini adalah seluruh perawat pelaksana yang melaksanakan asuhan keperawatan di Unit Rawat Inap Kronik Rumah Sakit Jiwa Provinsi Bali, yang berjumlah 112 orang dengan demikian seluruh populasi ditetapkan sebagai sampel (sampel jenuh)

Kriteria inklusi pada penelitian ini adalah : 1. Perawat bersedia sebagai responden

2. Perawat yang telah bekerja minimal 1 tahun

3. Perawat pelaksana di Ruangan Rawat Inap Kronik RSJ Provinsi Bali Sedangkan kriteria eksklusi pada penelitian ini adalah :

1. Perawat manajer (Kepala Ruangan) 2. Perawat yang drop out saat penelitian.

4.4 Variabel Penelitian 4.4.1 Variable Penelitian

Variabel penelitian adalah objek penelitian, atau apa yang menjadi titik perhatian suatu penelitian(Arikunto, 2006).

1. Variabel bebas

Pada peneletian ini yang menjadi variabel bebas adalah beban kerja. Beban kerja perawat dapat diidentifikasi dari aspek fisik, psikologis dan waktu kerja. 2. Variabel terikat

(42)

4.4.2 Definisi Operasional Variabel

Definisi operasional operasional penelitian ini adalah sebagai berikut: Tabel 4.1 Defenisi Operasional Variabel, Parameter dan Alat Ukur

No Variabel Definisi Parameter Alat ukur Skala Skor 1 Variabel bebas:

Beban kerja Beban kerja berkaitan dengan persepsi petugas terhadap tugas-tugas yang dijalankan di rumah sakit a. Aspek fisik b. Aspek psikologis c. Aspek waktu a.Kuesioner b.Lembar observasi Ordinal > 75% : Berat ≤ 75% : Tidak berat

a. Aspek fisik Beban fisik berkaitan dengan tugas-tugas yang dijalankan a. Jumlah perawat b. Tupoksi c. Tugas tambahan a.Kuesioner b.Lembar observasi Ordinal > 75% : Berat ≤ 75% : Tidak berat

b. Aspek psikologis Beban

psikologis yang berkaitan dengan hubungan interpersonal Hubungan interpersonal dengan: a. Perawat b. Atasan c. Pasien

Kuesioner Ordinal > 75% : Berat ≤ 75% : Tidak berat

c. Aspek waktu Beban kerja yang berkaitan dengan waktu kerja perawat a. Waktu kerja b. Jadwal jaga c. Waktu lembur

Kuesioner Ordinal > 75% : Berat ≤ 75% : Tidak berat 2 Variabel terikat: Kinerja Penampilan hasil kerja perawat yang sesuai dengan standar asuhan keperawatan a. Pengkajian b. Diagnosa c. Perencanaan d. Pelaksanaan e. Evaluasi Lembar observasi Ordinal > 75% : Baik ≤ 75% : Kurang baik

(43)

4.5 Instrumen Penelitian

Instrumen penelitian yang digunakan untuk mengukur masing-masing variabel menggunakan alat bantu kuesioner dan lembar observasi dengan pertanyaan terstruktur yang sudah dilakukan uji validitas konstruksi (construct validity) yaitu dengan cara mengkorelasikan skor tiap butir pertanyaan dengan skor total yang merupakan jumlah tiap skor butir pertanyan. Bila nilai koefesien korelasi masing-masing item pertanyaan tersebut positif dan ≥ 0,3 maka kuesioner tersebut memiliki kontruksi yang baik dan valid (Sugiyono, 2008).

Data tentang kinerja perawat pelaksana mempergunakan alat pengumpulan data lembar observasi. Lembar observasi tentang kinerja mengandung unsur : pengkajian, diagnosa, perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi. Bila responden melakukan dengan tepat diberi nilai 1 dan bila tidak diberi nilai 0. Setelah dilakukan penilaian maka hasil observasi dilakukan scoring yaitu :

1. Baik bila skor yang didapat >75% 2. Kurang baik skor yang didapat ≤ 75%

Data beban kerja mempergunakan kuesioner untuk aspek fisik, psikologis dan waktu kerja masing-masing menggunakan 15 pertanyaan. Untuk pertanyaan

favourable, bila responden menjawab sangat setuju mendapat nilai 1, setuju mendapat nilai 2, netral mendapat nilai 3, tidak setuju mendapat nilai 4 dan sangat tidak setuju mendapat nilai 5. Sedangkan untuk pertanyaan unfavourable

bila responden menjawab sangat setuju mendapat nilai 5, setuju mendapat nilai 4, netral mendapat nilai 3, tidak setuju mendapat nilai 2 dan sangat tidak setuju mendapat nilai 1. Sedangkan lembar observasi menghitung perbandingan jumlah

(44)

tenaga perawat dengan kapasitas tempat tidur. Bila sesuai diberi skor 1, bila tidak sesuai diberi skor 5. Setelah data terkumpul maka dilakukan skoring yaitu :

1. Tidak berat bila skor yang didapat < 75% 2. Berat bila skor yang didapat ≥ 75%

4.6 Prosedur Pengumpulan Data

Prosedur penelitian untuk menjawab rumusan masalah dan membuktikan hipotesa diawali mengurus ethical clearance di kantor Litbang Fakultas Kedokteran/Rumah Sakit Umum Sanglah Denpasar. Untuk memulai penelitian dengan memohon ijin penelitian ke Kesbanglinmas Provinsi Bali yang akan diberikan tembusan ditujukan kepada Direktur RSJ Provinsi Bali. Kemudian melakukan sosialisasi alat pengumpulan data kepada kepala ruangan dan responden dengan menjelaskan maksud dan tujuan penelitian serta cara pengisian kuesioner dan lembar observasi. Memberikan lembar persetujuan (informed consent) untuk ditandatangani, kemudian memberikan dan menjelaskan cara pengisian instrumen pengumpulan data. Setelah alat pengumpulan data diisi oleh responden peneliti mengambil kembali instrumen yang telah diisi untuk dikumpulkan untuk diolah.

Dalam mengobservasi kinerja perawat data didapat melalui lembar observasi dengan melihat langsung responden melakukan asuhan keperawatan dan melihat status penderita yang menjadi tanggung jawab responden. Sedangkan untuk menilai kesesuaian antara jumlah perawat dengan jumlah pasien di ruangan menggunakan lembar observasi.

(45)

4.7 Analisis Data

Analisis data dilakukan untuk mengolah data dalam bentuk yang lebih mudah dibaca dan diinterpretasikan serta untuk menguji secara statistik kebenaran hipotesa yang telah ditetapkan, analisa data dilakukan dengan tahapan sebagai berikut :

4.7.1 Analisis Univariat

Merupakan analisis yang menitikberatkan pada penggambaran atau deskripsi data yang telah diperoleh. Menggambarkan distribusi frekuensi dari masing-masing variabel independent dan variabel dependent, sehingga diperoleh gambaran aspek fisik, psikologis, waktu kerja dan kinerja perawat dalam melaksanakan asuhan keperawatan di Rumah Sakit Jiwa Provinsi Bali.

4.7.2 Analisis Bivariat

Analisis bivariat dilakukan untuk mengetahui hubungan antara variabel dependen dan independen. Dalam penelitian ini analisa bivariat digunakan untuk mengetahui hubungan antara beban kerja dari aspek fisik, aspek psikologis dan waktu kerja dengan kinerja perawat, dianalisis dengan menggunakan uji chi - square dengan bantuan program SPSS versi 17. Untuk mengetahui apakah terdapat hubungan yang signifikan antara variabel terikat dan variabel bebas, maka menggunakan p value dengan tingkat kesalahan (α) yang digunakan yaitu 5% atau 0,05. Bila p value ≤0,05, maka Ho ditolak yang berarti ada hubungan

antara variabel terikat dan variabel bebas, bila p value >0,05, maka Ho diterima yang berarti tidak ada hubungan antara variabel bebas dan variabel terikat.

(46)

4.7.3 Analisis Multivariat

Analisis multivariat dilakukan untuk menentukan besar dan eratnya hubungan antara variabel terikat dan bebas, serta melihat variabel mana yang paling dominan. Uji statistik yang digunakan pada analisis multivariat ini adalah uji regresi logistik pada tingkat kemaknaan 95% (nilai p = 0,05). Adapun langkah-langkahnya adalah sebagai berikut :

1. Melakukan analisis bivariat antara masing-masing variabel independen dengan variabel dependen dengan uji logistik sederhana. Pemilihan variabel yang berhubungan dengan kinerja perawat (variabel dependen). Selanjutnya melakukan analisis multivariat dengan mengikutkan variabel yang p value < 0,25.

2. Pengeluaran variabel independen yang dilakukan secara bertahap satu persatu dimulai dari variabel yang p value-nya tertinggi.

3. Pengeluaran variabel independen dilakukan sampai semua variabel mempunyai nilai p < 0,05.

4. Penentuan variabel yang paling dominan dilakukan dengan melalui nilai

Odd Ratio (OR), variabel yang mempunyai nilai OR tertinggi, maka disebut sebagai variabel yang paling dominan berhubungan dengan kinerja perawat (Hastomo, 2007).

(47)

BAB V

HASIL PENELITIAN

5.1. Kondisi Lokasi Penelitian

Rumah Sakit Jiwa Provinsi Bali adalah Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) di bawah Pemerintah Provinsi Bali. Susunan Organisasi Rumah Sakit Jiwa Provinsi Bali terdiri dari direktur dibantu oleh dua orang wakil direktur, tiga orang kepala bidang dan tiga orang kepala bagian serta dibantu oleh dua belas kepala seksi dan kepala sub bagian. Kepala seksi rawat inap berada di bawah bidang keperawatan yang bertanggung jawab kepada wakil direktur pelayanan.

Rumah Sakit Jiwa Provinsi Bali, merupakan merupakan pusat rujukan dari puskesmas dan rumah sakit di Bali untuk pelayanan kesehatan jiwa. Rumah Sakit Jiwa Propinsi Bali memberikan layanan berbasis pada Hospital Base dan

Community Base dengan fasilitas rawat jalan, rawat inap, penunjang medik, pelayanan rehabilitasi dan pelayanan terintegrasi ke puskesmas kabupaten/kota seluruh Bali dengan kapasitas 340 tempat tidur. Ketenagaan yang ada sebanyak 345 orang yang terdiri dari 173 perawat, 2 psikiater, 17 dokter umum, 2 dokter gigi, 33 tenaga non keperawatan dan 118 orang non medis.

Perawat yang bertugas di unit rawat inap RSJ Provinsi Bali sebanyak 120 orang yang terdiri dari 8 orang kepala ruangan dan 112 perawat pelaksana. Jumlah pasien rawat inap rata-rata perhari adalah 310 orang dengan kapasitas tempat tidur berjumlah 340 buah atau dengan BOR mencapai 91%.

(48)

5.2 Karakteristik Subyek Penelitian

Subyek penelitian ini adalah Perawat yang bertugas di Unit Rawat Inap Rumah Sakit Jiwa Provinsi Bali yang memenuhi kriteria inklusi berjumlah 112 orang. Adapun karakteristik sampel yang diperoleh berdasarkan umur, pendidikan, masa kerja dan jenis kelamin adalah sbb:

Tabel 5.1

Rerata Karakteristik Responden Menurut Umur dan Masa kerja di Unit Rawat Inap Kronik RSJ Provinsi Bali Tahun 2013

No Karakteristik Rerata SD

1 Umur 39,24 ± 8,024

2 Masa kerja 16,01 ± 9,082

Tabel 5.2

Distribusi Karakteristik Responden Menurut Umur, Pendidikan, Masa Kerja dan Jenis Kelamin di Unit Rawat Inap Kronik RSJ Provinsi

Bali Tahun 2013

No Karakteristik Jumlah (Σ) Prosentase (%) 1 Umur - < 39,24 tahun - ≥ 39,24 tahun 51 61 46 54 2 Pendidikan - SPK - AKPER - S1 12 74 26 11 66 23 3 Masa Kerja - < 16,01 tahun - ≥ 16,01 tahun 53 59 47 53 4 Jenis Kelamin - Laki-Laki - Perempuan 79 43 65 35

(49)

Hasil penelitian menunjukkan bahwa umur responden berkisar antara 24-54 tahun dengan rerata 39,24 ± 8,024 tahun, dimana prosentase tertinggi responden pada kelompok umur ≥39 tahun sebanyak 61 orang (54%) dibandingkan kelompok umur <39 tahun sebanyak 51 orang (46%). Berdasarkan pendidikan persentase tertinggi responden dengan pendidikan AKPER 74 orang (66%) dibandingkan SPK 12 orang (11%) dan S1 26 orang (23%). Berdasarkan masa kerja, berkisar antara 2-32 tahun dengan rerata 16,01 ± 9,082 tahun, dimana persentase tertinggi responden dengan masa kerja ≥16,01 tahun sebanyak 59 orang (53 %) dibandingkan ≤16,01 tahun sebanyak 53 orang (47%). Berdasarkan jenis kelamin, persentase tertinggi responden dengan jenis kelamin laki-laki 79 orang (65%) dibandingkan perempuan 43 orang (35%).

5.3 Deskripsi Beban Kerja dari Aspek Fisik, Psikologis dan Waktu Kerja di Unit Rawat Inap Kronik RSJ Provinsi Bali

Berdasarkan tabel 5.3, 57,1% responden mengatakan beban kerja yang mereka rasakan tidak berat dan 42,9% mengatakan berat. Beban kerja dari aspek fisik, 50,9% respoden menyatakan beban fisik tidak berat dan 49,1% responden mengatakan berat. Berdasarkan beban kerja dari aspek psikologis, 66,1% responden menyatakan beban psikologis yang dialami tidak berat dan 33,9% responden menyatakan berat. Berdasarkan beban kerja dari aspek waktu kerja 63,4% responden menyatakan beban waktu yang dialami tidak berat dan 36,6% responden menyatakan berat. Berdasarkan kinerja perawat 67 orang 59,8% responden memiliki kinerja baik dan 45 orang 40,2% memiliki kinerja kurang baik.

(50)

Tabel 5.3

Deskripsi Beban Kerja dari Aspek Fisik, Psikologis dan Waktu Kerja di Unit Rawat Inap Kronik RSJ Provinsi Bali Tahun 2013

No Variabel Jumlah (Σ) Prosentase (%)

1 Beban Kerja - Tidak Berat - Berat 64 48 57,1 42,9 a. Beban Fisik - Tidak Berat - Berat 57 55 50,9 49,1 b. Beban Psikologis - Tidak Berat - Berat 74 38 66,1 33,9 c. Beban Waktu - Tidak Berat - Berat 71 41 63,4 36,6 2 Kinerja - Kurang Baik - Baik 45 67 40,2 59,8 5.4 Analisis Bivariat

Untuk mengetahui hubungan beban kerja (fisik, psikologis dan waktu) dengan kinerja, maka data penelitian dianalisis menggunakan uji chi square

dengan bantuan program SPSS 17.

5.4.1 Hubungan Beban Fisik dengan Kinerja

Analisis hubungan beban fisik dengan kinerja dapat dilihat pada tabel berikut : Tabel 5.4

Distribusi Frekuensi Hubungan Beban Fisik dengan Kinerja Perawat di Unit Rawat Inap Kronik RSJ Provinsi Bali tahun 2013

Kinerja

Total OR p value

Baik Kurang baik

Σ (%) Σ (%) Σ (%)

Beban fisik Tidak berat 44 77,2 13 22,8 57 100 11,667 0,036 Berat 23 41,8 32 58,2 55 100

(51)

Berdasarkan tabel 5.4 di atas diketahui bahwa 44 orang (77,2%) dari 57 orang responden yang memiliki beban fisik tidak berat dan memiliki kinerja yang baik. Sedangkan 23 (41,8%) dari 55 responden yang memiliki beban fisik berat namun memiliki kinerja yang baik. Hasil analisis bivariat dengan uji chi-square didapat p value = 0,036 maka Ho ditolak dan H1 diterima, yang berarti ada hubungan beban fisik dengan kinerja perawat. Dari nilai odds ratio (OR) didapatkan 11,667 artinya perawat yang memiliki beban fisik tidak berat, mempunyai peluang 11,667 kali untuk berkinerja lebih baik dibandingkan yang memiliki beban fisik berat.

5.4.2 Hubungan Beban Psikologis dengan Kinerja

Analisis hubungan beban psikologis dengan kinerja dapat dilihat pada tabel berikut :

Tabel 5.5

Distribusi Frekuensi Hubungan Beban Psikologis dengan Kinerja Perawat di Unit Rawat Inap Kronik RSJ Provinsi Bali tahun 2013

Kinerja

Total OR p value

Baik Kurang baik

Σ (%) Σ (%) Σ (%) Beban psikologis Tidak berat 43 58,1 31 41,9 74 100 9,625 0,044 Berat 24 63,2 14 36,8 38 100

Berdasarkan tabel 5.5 diketahui bahwa ada 43 orang (58,21%) dari 74 orang responden yang memiliki beban psikologis tidak berat memiliki kinerja yang baik. Sedangkan 24 orang (63,2%) dari 38 orang responden yang memiliki beban psikologis berat namun memiliki kinerja yang baik. Hasil analisis bivariat dengan uji chi-square didapat p value = 0,044 maka Ho ditolak dan H1 diterima,

(52)

yang berarti ada hubungan beban psikologis dengan kinerja perawat. Dari nilai

odds ratio (OR) didapatkan 9,625 artinya perawat yang memiliki beban psikologis tidak berat, mempunyai peluang 9,635 kali untuk berkinerja lebih baik dibandingkan yang memiliki beban psikologis berat.

5.4.3 Hubungan Beban Waktu dengan Kinerja

Analisis hubungan beban waktu dengan kinerja dapat dilihat pada tabel berikut :

Tabel 5.6

Distribusi Frekuensi Hubungan Beban Waktu dengan Kinerja Perawat di Unit Rawat Inap Kronik RSJ Provinsi Bali Tahun 2013

Kinerja

Total OR p value

Baik Kurang baik

Σ (%) Σ (%) Σ (%)

Beban waktu Tidak berat 48 67,6 23 32,4 71 100 10 0,038 Berat 19 46,3 22 53,7 41 100

Berdasarkan tabel 5.6 di diketahui bahwa 48 orang (67,6%) dari 71 orang responden yang memiliki beban waktu kerja tidak berat memiliki kinerja yang baik. Sedangkan 19 orang (46,3%) dari 41 orang responden yang memiliki beban waktu kerja berat namun memiliki kinerja yang baik. Hasil analisis bivariat dengan uji chi-square didapat p value = 0,038 maka Ho ditolak dan H1 diterima, yang berarti ada hubungan beban waktu kerja dengan kinerja perawat. Dari nilai

odds ratio (OR) didapatkan 10 artinya perawat yang memiliki beban waktu kerja tidak berat, mempunyai peluang 10 kali untuk berkinerja lebih baik dibandingkan yang memiliki beban waktu kerja yang berat.

Gambar

Gambar 3.1 Kerangka Konsep Penelitian Faktor eksternal
Tabel 4.1 Defenisi Operasional Variabel, Parameter dan Alat Ukur

Referensi

Dokumen terkait

Oleh karena itu pada penelitian ini penulis ingin mengamati tentang kinerja dan kebutuhan pemasangan anoda korban dengan menganalisa beberapa produk paduan

Beberapa jenis obat yang digunakan pada pasien setelah bedah saesar adalah.. jens analgetik

Controller sederhana tidak dapat melakukan I/O dalam waktu yang bersamaan, maka dilakukan interleaving (skip blok), memberi waktu untuk tranfer data ke memori..

 Untuk umpan dengan konsentrasi padatan terlarut total berapapun, disertai dengan kandungan organik lebih dari 15 g/l, reverse osmosis sangat baik untuk

Skripsi yang berjudul “ MEDIA PEMBELAJARAN AUGMENTED REALITY SISTEM PERNAFASAN TUBUH MANUSIA BERBASIS ANDROID ” tepat pada waktunya.. Dalam penyusunan laporan ini,

SISTEM INFORMASI PENGELOLAAN PEMASANGAN JARINGAN INTERNET WIFI.ID PADA PT.TELKOM AKSES.. KABUPATEN KUDUS

Untuk mencegah hal itu, pasangan akan memilih melakukan kawin lari, karena selain perempuan telah hamil, laki-laki juga terkendala dengan masalah biaya jika

Upaya yang dilakukan Dinas Kesehatan Kota Semarang yaitu.. membentuk PONED (Pelayanan Obstetri dan Neonatal Esensial