• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN. Nightingale pada tahun 1859 menyatakan bahwa hospital should no harm the patients

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB I PENDAHULUAN. Nightingale pada tahun 1859 menyatakan bahwa hospital should no harm the patients"

Copied!
12
0
0

Teks penuh

(1)

1 BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Perawat merupakan anggota tim kesehatan garda terdepan yang bertugas untuk menghadapi masalah kesehatan pasien selama 24 jam secara terus menerus. Nightingale pada tahun 1859 menyatakan bahwa hospital should no harm the patients dan keperawatan bertujuan untuk put patients in the best condition for nature to act upon him (Yulihastin, 2009). Selain memberikan asuhan keperawatan, perawat juga dituntut untuk dapat memenuhi kebutuhan fisik, emosi, intelektual, sosial dan spiritual baik pasien maupun keluarga. Perawat memiliki tanggung jawab yang tinggi karena memiliki pekerjaan yang bersifat human service atau memberikan pelayanan kepada masyarakat yang dituntut untuk memiliki keterampilan yang baik dalam bidang kesehatan (Perry & Potter, 2005).

Tanggung jawab dan tuntutan pekerjaan yang banyak dapat berpotensi menjadi stresor bagi perawat. Stresor yang terjadi secara terus menerus dan tidak mampu diadaptasi oleh individu akan menimbulkan beberapa gejala yang disebut dengan burnout syndrome. Burnout syndrome adalah suatu kumpulan gejala fisik, psikologis dan mental yang bersifat destruktif akibat dari kelelahan kerja yang bersifat monoton dan menekan (Pangastiti, 2011). Burnout syndrome memiliki tiga dimensi, yaitu emotional and physical exhaustion (keterlibatan emosi yang menyebabkan energi dan sumber-sumber dirinya terkuras oleh satu pekerjaan),

(2)

2

depersonalization (sikap dan perasaan negatif terhadap pasien atau orang lain), dan perceive inadequacy of professional accomplishment (penilaian diri negatif dan perasaan tidak puas dengan performa pekerjaan) (Maslach, 1993).

Pangastiti (2011) menyatakan burnout syndrome banyak ditemukan pada profesi yang bersifat human service seperti polisi, perawat, dokter, konselor, dan pekerja sosial. Penelitian yang dilakukan oleh Bagaajav (2011) yang berjudul “Burnout and Job Stress among Mongolian Doctors and Nurses”, didapatkan bahwa staf rumah sakit yang paling tinggi mengalami burnout adalah dokter dan perawat. Selain itu, penelitian yang dilakukan oleh Moreira et al (2009) pada perawat yang bekerja pada rumah sakit besar di Brasil Selatan menunjukkan bahwa prevalensi perawat yang mengalami burnout sebanyak 35,7% dari 151 responden. Al-Turki et al (2010) juga melakukan penelitian terkait burnout syndrome pada perawat yang berjudul “Burnout Syndrome among Multinational Nurses Working in Saudi Arabia” menunjukkan hasil 89% staf perawat mengalami emotional exhaustion, 42% mengalami depersonalization, dan 71,5% mengalami low personal accomplishment. Berdasarkan hasil survei dari PPNI tahun 2006, sekitar 50,9% perawat yang bekerja di empat propinsi di Indonesia mengalami stres kerja, sering pusing, lelah, tidak bisa beristirahat karena beban kerja terlalu tinggi dan menyita waktu, gaji rendah tanpa insentif memadai (Rachmawati, 2008).

Rumah Sakit Umum Pusat (RSUP) Sanglah Denpasar merupakan rumah sakit rujukan utama Provinsi Bali, NTB dan NTT yang memiliki visi menjadi rumah sakit unggulan dalam bidang pelayanan, pendidikan dan penelitian tingkat nasional dan

(3)

3

internasional. Ruang Ratna dan Ruang Medical Surgical RSUP Sanglah merupakan ruang rawat inap IRD difungsikan sebagai Intermediate Care (IMC). Pasien yang dirawat di Intermediate Care (IMC) adalah pasien dengan kasus kegawatan yang berisiko tinggi dan mengancam kehidupan sehingga memerlukan terapi intensif segera dan pemantauan alat-alat canggih yang dipasang pada tubuh klien (Kepmenkes RI No. 834 tahun 2010). Kondisi pasien di Ruang Ratna dan Ruang Medical Surgical termasuk pada kelompok ketergantungan tinggi karena membutuhkan perhatian dan bantuan yang lebih spesifik dibandingkan pasien-pasien lain serta keadaan umum pasien dengan observasi ketat. Pasien-pasien yang dirawat adalah pasien kasus neuro, bedah, dan interna yang memerlukan observasi ketat (Wedayana, 2012).

Rata-rata Length of Stay (LOS) di ruang Ratna dari bulan Januari sampai Agustus 2013 adalah enam hari dan rata-rata Bed Occupation Rate (BOR) sejumlah 83,08%. Standar ideal dari Depkes RI (2005) untuk BOR adalah 60-85% dan rata-rata LOS adalah enam sampai sembilan hari. LOS dan BOR di ruang Ratna tergolong ideal. Sedangkan di ruang Medical Surgical, rata-rata Length of Stay (LOS) dari bulan Januari sampai Agustus 2013 adalah lima hari dan rata-rata Bed Occupation Rate (BOR) sejumlah 86,70%. Berdasarkan standar ideal LOS dan BOR dari Depkes RI (2005), LOS di ruang Medical Surgical tergolong rendah dan BOR tergolong tinggi.

Berdasarkan studi pendahuluan yang dilakukan pada hari Senin, 16 September 2013 di ruang Medical Surgical RSUP Sanglah Denpasar, didapatkan data perawat pelaksana yang bertugas sejumlah 25 orang. Rasio perawat dan pasien pada shift pagi

(4)

4

adalah 1:4 (0,20) sedangkan shift sore dan malam 1:6 (0,16). Sedangkan menurut Douglas (1992) dalam Wedayana (2012), apabila tingkat ketergantungan pasien total, rasio perawat dan pasien pada shift pagi adalah 0,36, shift sore 0,30, dan shift malam 0,20. Hal ini menunjukkan bahwa rasio perawat dan pasien di ruang Medical Surgical masih rendah. Sedangkan rasio perawat dan pasien di Ruang Ratna pada shift pagi adalah 1:5 (0,20) sedangkan shift sore dan malam 1:6 (0,16). Hal ini menunjukkan bahwa rasio perawat dan pasien di Ruang Ratna masih rendah.

Studi pendahuluan di ruang Ratna RSUP Sanglah pada hari Selasa 17 September 2013, didapatkan data jumlah perawat pelaksana adalah 28 orang yang terbagi dalam 3 shift. Rasio perawat dan pasien pada shift pagi adalah 1:5 (0,20) sedangkan shift sore dan malam 1:6 (0,16). Hal ini menunjukkan bahwa rasio perawat dan pasien di ruang Ratna masih rendah.

Berdasarkan hasil pengamatan yang dilakukan peneliti, didapatkan bahwa perawat di Ruang Ratna dan Ruang Medical Surgical memiliki gejala-gejala burnout seperti terlihat lesu, kurang bersemangat, kurang perhatian terhadap pasien dan keluarganya. Berdasarkan hasil pengisian kuisioner yang berisi pernyataan tentang dimensi burnout syndrome pada 20 orang perawat pelaksana yang berjaga di ruang Medical Surgical dan ruang Ratna, didapatkan hasil 100% dari responden menyatakan sering mengalami keletihan secara fisik, 75% menyatakan sering mengalami keletihan secara emosional, 50% menyatakan sering mengalami gangguan pola tidur, gangguan pola makan dan sakit kepala serta 50% menyatakan sesekali ingin beralih ke profesi selain perawat. Dari hasil wawancara dan pengamatan

(5)

5

terhadap pasien dan keluarga pasien di kedua ruangan, didapatkan hasil bahwa ada beberapa perawat yang kurang sigap dalam melayani keluhan pasien, bersikap sinis, dan acuh.

Hasil dari beberapa penelitian dan studi pendahuluan tersebut menunjukkan bahwa perawat rentan mengalami burnout syndrome. Salah satu hal yang dapat menyebabkan kerentanan tersebut adalah pola pekerjaan yang menggunakan shift. Perawat yang bertugas di rumah sakit, secara umum menggunakan pola jam kerja dengan tiga shift yakni pagi, sore, dan malam. Pease dan Raether (2003) mengungkapkan bahwa bekerja dengan sistem shift memiliki banyak efek fisiologis, psikologis dan sosial pada pekerja. Banyaknya dampak yang dirasakan seorang pekerja shift dapat menjadi stresor pada pekerja yang dapat menjadi pemicu terjadinya burnout syndrome. Selain itu, profesi perawat termasuk dalam pekerjaan yang bersifat human service atau bidang pekerjaan yang memberikan pelayanan langsung kepada masyarakat dan membutuhkan keterampilan yang tinggi. Tidak jarang perawat menerima keluhan dan tuntutan dari pasien maupun keluarganya. Jika perawat tidak mampu beradaptasi terhadap tuntutan pekerjaannya dalam jangka waktu yang lama, hal ini dapat menjadi pemicu terjadinya burnout syndrome.

Secara garis besar, burnout syndrome dipengaruhi oleh faktor internal dan eksternal. Lee dan Ashfort (1996) menyebutkan bahwa ada beberapa faktor eksternal yang mempengaruhi burnout syndrome seperti beban kerja, konflik peran, ambiguitas peran, serta dukungan. Faktor yang paling terlihat mempengaruhi burnout syndrome pada lokasi penelitian adalah beban kerja. Hal ini didasari oleh penelitian Septiani

(6)

6

(2011) berjudul “Hubungan Beban Kerja Perawat dengan Penerapan Komunikasi Terapeutik kepada Pasien di Ruang MS RSUP Sanglah Denpasar” didapatkan hasil sebanyak 14 orang perawat (53,8%) termasuk dalam kategori beban kerja berat. Gambaran beban kerja di Ruang Medical Surgical juga diteliti oleh Wedayana (2012) dengan hasil 21 orang perawat (84%) tergolong dalam kategori beban kerja berat. Kedua penelitian ini, menggunakan alat ukur beban kerja secara subjektif yaitu SWAT (Subjective Workload Assesment Technique). Pada penelitian ini, peneliti akan menggunakan pengukuran beban kerja dengan metode daily log yang merupakan pengembangan dari metode work sampling yang mengarah pada pendekatan beban kerja secara objektif (Ilyas, 2000).

Secara teori, faktor ambiguitas peran, konflik peran, dan dukungan memang dikatakan memiliki pengaruh terhadap burnout syndrome. Namun, jika dilihat di lokasi penelitian melalui observasi awal, ambiguitas dan konflik peran tidak terjadi. Perawat pelaksana yang ada pada kedua ruangan tersebut tidak tampak kebingungan dalam menjalankan tugasnya, namun yang dikeluhkan adalah banyaknya beban pekerjaan yang harus diselesaikan. Selain itu, pengamatan pada saat studi pendahuluan juga menggambarkan dukungan antar rekan kerja dan atasan terjalin baik. Hal ini ditunjukkan dengan terjalinnya komunikasi yang baik dan saling membantu jika ada hal-hal yang tidak dimengerti oleh rekannya.

Faktor internal terbagi menjadi dua yaitu, faktor kepribadian dan faktor demografi. Faktor kepribadian terdiri dari locus of control, harga diri, serta tipe kepribadian sedangkan faktor demografi terdiri dari usia, jenis kelamin, tingkat

(7)

7

pendidikan, status pernikahan, serta masa kerja (Farber, 1991). Pada penelitian ini, hanya tipe kepribadian yang tidak masuk dalam variabel penelitian. Tipe kepribadian merupakan salah satu faktor kepribadian yang bersifat herediter. Tipe kepribadian tidak dapat diubah dengan reward dan pendekatan psikologis lainnya. Tipe kepribadian hanya akan berubah ketika terjadi peristiwa-peristiwa traumatik dalam diri seseorang dan perubahan tipe yang dialami lebih cenderung ke arah negatif (Eysenck, 1970).

Hal tersebut berbeda dengan variabel locus of control dan harga diri. Locus of control merupakan persepsi atau keyakinan seseorang terhadap kontrol diri atas peristiwa yang mempengaruhi kehidupannya (Greenberg, 2006). Locus of control merupakan faktor kepribadian yang penting karena berpengaruh terhadap pemilihan strategi koping individu (Sukarti, 2007). Locus of control internal menggambarkan individu yang memiliki pandangan bahwa sesuatu yang terjadi pada dirinya berdasarkan pada kemampuan dan tindakan yang ia lakukan sedangkan locus of control eksternal sebaliknya. Locus of control eksternal lebih cenderung menganggap sesuatu yang terjadi pada kehidupannya berdasarkan keberuntungan dan pengaruh orang lain.

Penelitian yang dilakukan oleh McIntyre (2011) berjudul “The Relationship Between Locus of Control And Teacher Burnout”, didapatkan hubungan yang signifikan antara locus of control eksternal dan burnout pada profesi guru. Penelitian tersebut menggambarkan ada hubungan antara locus of control eksternal dan burnout syndrome. Ketika seseorang diberikan reward karena kinerjanya yang baik, maka

(8)

8

mereka akan cenderung berpandangan apabila ingin mempertahankan reward tersebut maka kinerja dan kemampuan diri harus ditingkatkan.

Harga diri juga termasuk dalam salah satu faktor kepribadian yang berpengaruh terhadap burnout syndrome. Harga diri adalah suatu hasil penilaian individu terhadap dirinya yang diungkapkan dalam sikap-sikap positif maupun negatif (Baron dan Byrne, 2004). Harga diri yang positif akan membangkitkan rasa percaya diri, penghargaan diri, rasa yakin akan kemampuan diri, rasa berguna serta yakin kehadirannya diperlukan. Seseorang yang memiliki harga diri rendah cenderung merasa bahwa dirinya tidak mampu dan berharga (Tambunan, 2001). Sehingga, seseorang yang memiliki harga diri rendah akan lebih rentan mengalami burnout syndrome. Hal ini dibuktikan dengan penelitian Pordanjani (2013) tentang hubungan burnout syndrome dan harga diri perawat di Tehran, Iran yang menyatakan bahwa terdapat hubungan kuat negatif antara burnout syndrome dengan harga diri perawat. Pemberian reward secara psikologis akan mampu meningkatkan harga diri seseorang. Ketika mereka menerima reward, ketiga aspek harga diri yairu perasaan berharga, perasaan mampu, dan perasaan diterima akan dirasakan.

Beberapa faktor demografi juga memiliki pengaruh terhadap burnout syndrome seperti usia, jenis kelamin, status pernikahan, tingkat pendidikan dan masa kerja. Penelitian yang berjudul “Influence of Socio-Demografic Factors on Job Burnout of Standard and Industry Employees”, didapatkan bahwa variabel jenis kelamin, status pernikahan dan tingkat pendidikan berhubungan signifikan terhadap burnout syndrome (Qord, 2012). Faktor demografi penting diteliti untuk membantu

(9)

9

pihak manajemen rumah sakit dalam menentukan karakteristik perawat yang sesuai berdasarkan gejala burnout syndrome yang terjadi.

Burnout syndrome yang dialami perawat dalam bekerja akan sangat mempengaruhi kualitas pelayanan keperawatan yang diberikan kepada pasien, serta dapat menyebabkan efektifitas pekerjaan menurun, hubungan sosial antar rekan kerja menjadi renggang, dan timbul perasaan negatif terhadap pasien, pekerjaan, dan tempat kerja perawat. Pada keadaan yang sudah parah, akan muncul keinginan untuk beralih ke profesi lain. Jika hal ini dibiarkan dan tidak diidentifikasi secara komprehensif, maka rumah sakit tempat perawat tersebut bekerja akan mengalami penurunan kualitas pelayanan. Lebih dari itu, citra perawat sebagai salah satu petugas kesehatan yang terdekat dengan pasien akan rusak di mata masyarakat (Tawale, 2011).

Berdasarkan hasil pengamatan awal tersebut, penting dilakukan identifikasi lebih lanjut mengenai burnout syndrome karena besarnya dampak negatif yang dirasakan pasien dan keluarga serta perawat itu sendiri. Selain itu, identifikasi faktor-faktor yang mempengaruhi terjadinya burnout syndrome juga perlu dilakukan. Oleh karena itu, peneliti tertarik untuk meneliti lebih lanjut tentang hubungan beban kerja, faktor demografi (usia, jenis kelamin, status pernikahan, masa kerja, serta tingkat pendidikan), locus of control, dan harga diri terhadap burnout syndrome pada perawat pelaksana IRD RSUP Sanglah.

(10)

10

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian pada latar belakang, dapat dirumuskan masalah penelitian adakah hubungan antara beban kerja, faktor demografi (usia, jenis kelamin, status pernikahan, masa kerja dan tingkat pendidikan), locus of control serta harga diri terhadap burnout syndrome pada perawat pelaksana IRD RSUP Sanglah.

1.3 Tujuan Penelitian

1.3.1 Tujuan Umum

Mengetahui hubungan antara beban kerja, faktor demografi (usia, jenis kelamin, status pernikahan, masa kerja dan tingkat pendidikan), locus of control serta harga diri terhadap burnout syndrome pada perawat pelaksana IRD RSUP Sanglah.

1.3.2 Tujuan Khusus

a. Mengidentifikasi beban kerja, faktor demografi (usia, jenis kelamin, status pernikahan, masa kerja, serta tingkat pendidikan), burnout syndrome, locus of control, dan harga diri pada perawat pelaksana IRD RSUP Sanglah.

b. Menganalisis hubungan antara beban kerja dengan burnout syndrome pada perawat pelaksana IRD RSUP Sanglah.

c. Menganalisis hubungan antara faktor demografi (usia, jenis kelamin, status pernikahan, masa kerja dan tingkat pendidikan) dengan burnout syndrome pada perawat pelaksana IRD RSUP Sanglah.

(11)

11

d. Menganalisis hubungan antara locus of control dengan burnout syndrome pada perawat pelaksana IRD RSUP Sanglah.

e. Menganalisis hubungan antara harga diri dengan burnout syndrome pada perawat pelaksana IRD RSUP Sanglah.

f. Menganalisis kekuatan hubungan antara beban kerja, faktor demografi (usia, jenis kelamin, status pernikahan, masa kerja dan tingkat pendidikan), locus of control serta harga diri terhadap burnout syndrome pada perawat pelaksana IRD RSUP Sanglah.

1.4 Manfaat Penelitian

Dari hasil penelitian yang nantinya akan diperoleh, peneliti berharap hal tersebut memberikan manfaat, antara lain:

1.4.1 Manfaat teoritis

a. Hasil dari penelitian ini dapat digunakan untuk pengembangan ilmu pengetahuan khususnya di bidang keperawatan manajemen terkait dengan burnout syndrome pada profesi perawat.

b. Penelitian ini juga diharapkan dapat menjadi pedoman untuk peneliti selanjutnya dalam mencari faktor-faktor lain dari burnout syndrome pada perawat, dengan berlandaskan pada kelemahan dari penelitian ini sehingga kedepannya dapat meningkatkan kepuasan perawat dalam bekerja dan mampu memberikan kualitas pelayanan yang lebih baik.

(12)

12

1.4.2 Manfaat praktis

Hasil penelitian ini dapat memberikan informasi bagi perawat dan juga pihak manajemen RSUP Sanglah. Bagi perawat, hasil penelitian ini dapat dijadikan pedoman untuk mengetahui faktor-faktor yang berpotensi menimbulkan burnout syndrome sehingga dapat membangun mekanisme koping adaptif terhadap faktor tersebut. Sedangkan bagi pihak manajemen RSUP Sanglah, hasil dari penelitian ini dapat dijadikan dasar dalam melakukan langkah preventif dan membuat program-program terkait untuk mengurangi gejala burnout syndrome pada perawat berdasarkan faktor-faktor yang mempengaruhinya.

Referensi

Dokumen terkait

[r]

Dengan memperhatikan kondisi bahwa konsumen cenderung menghindari risiko dalam memilih produk baru, maka hal tersebut akan menyebabkan strategi perluasan merek menjadi salah

ini lazim kita temukan media sosial Instagram yang dijadikan sebagai media dakwah oleh lembaga dakwah maupun para da’i. Melalui akun Instagramnya, para da’i

Untuk membuktikan adanya pengaruh signifikan secara simultan nilai tukar rupiah, tingkat inflasi, dan tingkat suku bunga terhadap return saham pada perusahaan sektor properti,

ayam jago yang dibawa oleh Prabu Pucuk Umun dan. Syaikh Maulana Hasanuddin, melainkan

Özellikle doğal yapısı itibariyle çok fazla kimyasal girdi kullanılmayan yerlerde yapılacak olan organik üretim ile ülkemizin organik tarım ürünleri potansiyeli

Ratna Paranti, Maria. Perspectives and Social Contacts between the English and the Indians during British Colonialism in India as Seen in E. Forster’s A Passage to India.

Perubahan desain dan pengembangan harus ditunjukkan dan rekamannya dipelihara. Perubahan harus ditinjau, diverifikasi dan dibenarkan,secara sesuai, dan disetujui