• Tidak ada hasil yang ditemukan

Bab III Gambaran Umum Bentang Alam Trowulan dan Review Rencana Pengembangan Wilayah

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Bab III Gambaran Umum Bentang Alam Trowulan dan Review Rencana Pengembangan Wilayah"

Copied!
35
0
0

Teks penuh

(1)

Bab III

Gambaran Umum Bentang Alam Trowulan dan

Review Rencana Pengembangan Wilayah

3.1 Gambaran Umum Bentang Alam Trowulan1

3.1.1 Elemen-elemen Non Fisik Kawasan

Kawasan Kota dan Kecamatan Trowulan adalah pedesaaan. Karakter masyarakat didominasi oleh profesi petani, peladang dan perajin. Beberapa kegiatan yang menonjol di kawasan desa Bejijong, Trowulan, Kejagan, Temon, Pakis, Sentonorejo, Jatipasar, Watesumpak, Panggih, Tawangsari, Balongwono, Bicak, Beloh, Domas dan Jambuwok ini cukup bervariasi. Kegiatan yang diamati dibedakan menjadi dua bagian yaitu pertama, kegiatan komunitas di Trowulan

1 Pengamatan dilakukan dari Januari 2006 hingga September 2007. Gambar III.1

Proses ekskavasi awal Candi Tikus di sebuah lahan pemakaman umum yang dimotori oleh bupati Kromodjojo tahun 1914.

(2)

dan sekitarnya karena permukiman desa diduga telah berkembang sejak abad 192.

Pada bagian keduanya adalah pengamatan kegiatan wisata budaya di Trowulan dan sekitarnya yang dimulai sejak tahun 1920-an3 sampai sekarang (lihat Gambar

III.1).

3.1.1.1 Kegiatan Komunitas Sehari-hari

Di dalamnya terdapat kisaran aktivitas sehari-hari berupa kegiatan pemenuhan kebutuhan ekonomi dan sosial umumnya berupa kegiatan budi daya pertanian dan industri kecil, komersil, dan jasa. Beberapa poin yang menonjol antara lain;

• Persawahan, perikanan dan perladangan

Kecamatan Trowulan dapat didominasi oleh persawahan dan perladangan. Karakter sosial penduduk yang sebagian besar petani dan peladang menjadikan desa-desa di sini masih tenang, asri, hijau dan jauh dari polusi. Kesan semacam ini juga terlihat dari koridor utama jalur Surabaya-Madiun sepanjang kurang lebih 10 kilometer di bagian utara dan selatan. Lokasi persawahan dan perladangan berdekatan dengan lokasi permukiman, (lihat Gambar III.9 dan III.2) sebagian besar mengandalkan Kolam Segaran sebagai sumber pengairannya dan pengendali irigasi. Aliran air irigasi umumnya berasal dari arah dataran yang lebih tinggi di daerah tenggara menuju daerah utara kolam yang relatif lebih rendah dan berakhir di Kali Gunting di daerah barat dan barat lautnya. Persawahan didominasi penanaman padi dengan mempegunakan lahan tetap dan perladangan diatanami

39

2 Penemuan Candi Tikus pada tahun 1914 memperlihatkan lokasi ini awalnya adalah pemakaman

umum masyarakat sekitar sehingga dapat disimpulkan kawasan Trowulan dan sekitarnya telah dihuni sekurang-kurangnya satu generasi. Di samping itu penulis tidak mendapatkan bukti-bukti atau catatan spesifik yang menunjukkan kapan kota kuno Majapahit tersebut telah ditinggalkan, steril dan dianggap kosong kecuali akibat beberapa isu-isu yang berkaitan dengan fenomena geologis seperti letusan gunung Kelud dan dugaan rusaknya kanal-kanal kuno yang mengakibatkan banjir besar.

3 Terhitung sejak dibangun dan dibukanya museum Trowulan tahun 1926 oleh arsitek Henry

Maclaine Pont di dusun Tegalan Trowulan atau sejak ditemukannya Candi Tikus oleh bupati Mojokerto Kromodjojo tahun 1914. Kedua tokoh tersebut berkolaborasi dan bersama-sama memamerkan hasil penelitiannya dengan membuat suatu fasilitas pamer penyelamatan purbalaka Majapahit (VOM-Oudheidkundige Vereeneging Majapahit) yang kemudian dikenal sebagai museum Trowulan yang pertama.

(3)

tanaman jagung, ketela, dan tebu dengan lokasi lahan yang sama. Kawasan Trowulan sejak jaman Belanda dikenal sebagai lahan tebu dan ini diperkuat oleh adanya pabrik tebu di kawasan Mojoagung tak jauh dari Trowulan. Kolam Segaran selain sebagai pengendali irigasi juga berperan memberikan sumber penghasilan bagi masyarakat desa Trowulan karena di dalamnya terdapat ikan air tawar khas yang dikonsumsi dan dijual sebagai bahan makanan mentah, olahan atau masakan di desa Trowulan.

Kuliner khas Jawa Timur

Kawasan Trowulan juga dikenal sebagai lokasi beristirahat yang nyaman. Hal tersebut diperkuat dengan banyaknya kalangan khususnya kalangan karyawan yang berkantor di Jombang dan Mojokerto memenuhi warung-warung makanan di desa Trowulan khususnya di keliling Kolam Segaran. Di samping itu kawasan koridor kota di sepanjang jalur Surabaya-Madiun juga terdapat banyak kios makanan dan restoran masakan khas Indonesia dan Jawa Timur. Untuk kawasan koridor sebagai sentra makanan ini kebanyakan pembelinya adalah para pelintas jalur antar kota dan provinsi yang beristirahat.

Kerajinan pahat batu.

Lokasi sentra industri ini cukup mewarnai ruang-ruang kota di kecamatan Trowulan karena bengkel-bengkel dan fasilitas pamernya berupa teras atau pekarangan depan rumah dengan atap semi permanen berlokasi di sepanjang jalur Surabaya-Madiun (Gambar III.3). Koridor kota semacam ini juga ditemui di sepanjang Ubud Bali. Kesibukan memahat patung pada komunitas ini mudah

Gambar III.2 Kegiatan menjemur bata sebelum dibakar di kawasan Sentonorejo Trowulan. (Sumber: Anenggata 2006)

(4)

terlihat dan dikenali oleh pelintas jalan raya, sebagai salah satu penanda bahwa mereka berada di kawasan kuno Trowulan, yang bisa diidentikan dengan citra masih lestarinya ketrampilan memahat patung-patung batu kuno era Majapahit. Figur patung kebanyakan merupakan avatar hindu buddha, berupa garuda, Wisnu, Ganesha, Sidarta Gautama, dan sebagainya.

Kerajinan Logam

Di desa Bejijong terdapat suatu kelompok-kelompok perajin logam yang merupakan generasi ketiga hasil asuhan Maclaine Pont, sehingga desa ini menjadi sentra industri logam. Benda yang dibuat kebanyakan arca dengan bahan dasar logam kuningan, besi, tembaga dan emas atau kombinasinya. Pusat kegiatan para perajin logam berada di rumah-rumah penduduk dengan sebuah bengkel dan galeri yang sederhana.

Kerajinan Terakota

Di Trowulan juga terdapat perajin yang bereksplorasi dengan bahan tanah liat atau terakota yang terdiri atas dua tipe kriya yaitu alat alat rumah tangga/dekorasi dan bahan bangunan berupa batu bata merah atau genteng. Karena sejak lama kriya terakota di Trowulan telah dikenal masyarakat sebagai unggulan dan terbaik maka

41

Gambar III.3 Etalase para perajin pahat batu di Raya Surabaya-Madiun. (Sumber: Anenggata 2006)

(5)

ketrampilan ini diduga turun temurun. Selain itu diperkuat juga karena tingginya kualitas tanah liat yang berada di kawasan Trowulan ini. Di sisi lain kepopuleran terakota tidak terlepas dari tinggalan kekunaan Trowulan yang sebagian besar merupakanbrick architecture.

Potensi tanah dan ketrampilan tersebut disadari akan menambah ancaman dan kerusakan lapisan tanah di bentang alam Trowulan yang masih mengandung temuan-temuan kekunaan, bahkan di banyak kawasan para peneliti menemui bata kuno yang dilebur dan dicampurkan adonan bata merah baru. Lokasi pembuat patung atau alat dapur sudah sedikit ditemukan namun di Bejijong para perajin logam pun masih membuatnya berdasarkan permintaan khususnya fungsi dekoratif. Lokasi kegiatan para perajin terakota bahan bangunan masih sangat mudah ditemui dan bahkan pada lokasi tertentu mendominasi panorama bentang alam Trowulan (lihat Gambar III.2). Mereka mendirikan bangunan non permanen di tengah sawah atau tegalan, lokasi ini sebagai lahan penggalian, penjemuran, bengkel pencetakan dan ruang tungku pembakaran. Tipologi bangunan-bangunan ini secara umum mudah dikenali dengan pemakaian tiang bambu dan atap jerami.

Gambar III.4 Fasilitas utama di PIM pamer terbuka (atas) dan Ruang Terakota yang tertutup (bawah).

(6)

3.1.1.2 Kegiatan Komunitas Tahunan4

Festival yang diadakan di kawasan Trowulan adalah upacara bedol desa dan

suroan. Di desa Trowulan kedua festival ini berpusat di balai desa Trowulan dan

sekitarnya. Bentuk acara adalah bermusyawarah, berkumpul bersama, melakukan renungan bersama dan acara makan bersama seluruh kalangan desa atau masyarakat setempat. Kelengkapan acara-acara tersebut biasanya berupa pendirian panggung, jajaran kursi dan atap terob. Pengendali acara dan tamu-tamu penting biasanya menempati lantai joglo balai desa dengan kursi-meja dan sudah jarang ditemui yang duduk bersila. Suasana yang tercipta adalah formal dan khidmat namun di daerah luar pagar balai desa dipenuhi oleh pedagang makanan dan mainan anak-anak.

3.1.1.3 Kegiatan Wisata Umum

Kegiatan wisata di kawasan kekunaan Trowulan memiliki segmen minat yang terdiri atas rekreatif, edukatif dan spiritual dan sebagainya. Tema rekreatif dan edukatif dapat dipahami keterhubungannya dan dikategorikan sebagai kegiatan wisata umum. Tema ini bersifat formal, universal dan kebanyakan dilakukan pada jam kerja atau akhir pekan dan hari-hari libur tertentu. Para wisatawan terdiri atas masyarakat umum, pelajar dan asing5 secara individual atau rombongan. Kegiatan

wisata ketiga golongan tersebut umumnya diawali berupa kegiatan observasi relik, observasi situs, berorientasi, berkumpul dan melakukan kunjungan ke tiap situs sesuai dengan urutan formal yang disarankan (sesuai Rencana Jalur Wisata Budaya 1986). Alat transportasi ketiganya biasanya mengunakan motor dan ojek, berjalan kaki, roda empat dan bis. Kegiatan ketiganya pula umumnya diawali

dari lokasi Site Museum (PIM-Pusat Informasi Majapahit) yang berada di

wilayah A sebelah barat daya situs Kolam Segaran. Fasilitas PIM tersebut

43

4 Tahunan adalah hitungan waktu yang mengambil hari-hari penting tahun masehi, tahun jawa,

tahun arab atau tahun saka. Aplikasi berupa hitungan unik lima harian (pasaran-Jawa), 15 harian (bulan purnama-tilem/mati), 28-35 harian/satu bulanan, tiga bulanan dan enam-tujuh bulanan.

5 Klasifikasi tersebut disusun sebagai bagian yang dominan berdasarkan hasil penelitian Armstrong

(7)

berperan sebagai pusat informasi dan fasilitas pamer relik dengan kelengkapan ruang pamer relik tertutup dan terbuka, kios makanan dan cindera mata, lahan parkir kendaraan dan taman-taman ruang beristirahat yang relatif nyaman. Setelah dari sini penunjung dapat mengunjungi situs-situs yang berada di wilayah A, B, C, D, E, F dan G (lihat klasifikasi pewilayahan ini di Tabel III.1). Jalur kepulangan wisatawan tidak perlu lagi melalui PIM/wilayah A tetapi dapat melewati jalur lainnya.

3.1.1.4 Kegiatan Wisata Khusus

Pada segmen wisata yang bersifat spiritual seperti ngalap berkah, menguji mental, mencari pusaka atau nyepi juga didapati cukup besar peminatnya karena situs-situs tertentu memiliki sifat-sifat sesuai kejawen dan kepatriotan (lihat Tabel III.2). Pengunjung pada segmen ini biasanya melakukan ritual dan ziarah dengan waktu lebih panjang dan durasinya tidak rutin akibatnya banyak ditemui peziarah yang bermalam pada lokasi kekunaan. Bentuk kegiatan yang umum dilakukan adalah berkumpul, berdiskusi, perenungan, penjagaan, berdoa dan tidur di lingkungan situs. Lokasi yang ditempati adalah situs-situs makam antara lain situs Siti Hinggil, Bhre Kahuripan, Pendopo Agung, Makam Troloyo, Kubur Panjang, Putri Campa dan Kubur Panggung. Lokasi lain pun juga digunakan yaitu lingkungan kolam Segaran, Candi Tikus, Candi Wringinlawang, Candi Kedaton, kawasan Balong Bunder dan sebagainya bahkan pada lokasi-lokasi tertentu yang bukan termasuk situs namun dianggap keramat. Kegiatan ini merupakan sub-kultur di bentang alam kawasan Trowulan dan diduga telah berlangsung jauh sebelum situs-situs di kawasan ini diyakini dan populer sebagai kawasan sisa kota kuno Majapahit.

3.1.1.5 Kegiatan Festival Peringatan Tahunan

Kegiatan ini melibatkan sebagian masyarakat Trowulan dan masyarakat dari luar Trowulan selaku penyelenggara. Masyarakat dari luar/regional umumnya dari daerah Jawa, Bali atau provinsi-provinsi lainnya. Kekunaan di kawasan Trowulan

(8)

dan sekitarnya disadari memiliki pengaruh besar pada suatu pembentukan kultur-kultur kontemporer tertentu seperti sinkretisme antara budaya Jawa, Islam dan Hindu-Buddha. Bentuk kegiatan wisata yang rutin adalah adanya ziarah Wali-Songo di Makam Troloyo yang dilakukan tiap hari kamis malam jum’at legi atau hari-hari besar Islam; ziarah dan upacara pada hari ulang tahun (Kodam V) Brawijaya, hari Pahlawan, hari ABRI dan Ulang Tahun Kemerdekaan RI yang berpusat di Situs Pendopo Agung; acara renungan bersama penganut kejawen tiap bulan purnama atau bulan mati di Situs Siti Hinggil, Candi Tikus, Kolam Segaran dan Candi Brahu. Akibatnya, terjadi kunjungan yang relatif besar dan lalu lintas yang tinggi pula pada hari-hari tersebut dan dominan mewarnai kegiatan pemanfaatan situs kekunaan di Trowulan khususnya di malam hingga pagi hari..

Potensi ekonomi dan sosial belum diakomodasi dengan baik oleh pemerintah karena dianggapinformal, primitif, temporer, kurang berwawasan nasional dan esoterik mengakibatkan beberapa kawasan/situs tertentu dikelola secara silang antara masyarakat desa-desa dengan sebuah instansi penyiaran televisi swasta Indonesia, institusi pertahanan dan partai politik. Oleh karena itu, ancaman vandalisme yang terencana, ‘formal’ dan terstruktur pada situs-situs pun bermunculan khususnya pada situs dengan kategori B atau C.

3.1.1.6 Kegiatan Penelitian Arkeologi

Kegiatan penelitian seperti ekskavasi dan pemugaran masih berlangsung hingga kinii dan kut mewarnai suasana di Trowulan. Kegiatan tersebut dilakukan secara formal kedinasan purbakala dan lembaga pendidikan. Pada waktu dan lokasi

45

Gambar III.5 Skyline hutan bambu dan pohon mangga di kawasan bagian barat Kolam

Segaran.

(9)

tertentu ditemui para peneliti dan mahasiswa melakukan pengamatan dan penggalian. Apabila waktu penelitian memakan waktu lebih dari satu hari dan dilakukan secara berkelompok biasanya mereka mendapatkan fasilitas penginapan di kantor BP3 Jatim bekas museum Trowulan karya Maclaine Pont. Kapasitas dan fasilitasnya cukup representatif sebagai ruang beristirahat dan relatif dekat laboratorium/lokasi.

3.1.2 Elemen-elemen Fisik Kawasan

3.1.2.1 Iklim, sinar matahari, air dan suara

Bentang alam Trowulan merupakan kawasan yang rendah kepadatan bangunannya, seingga aliran angin masih relatif bebas mudah bergerak. Akibatnya iklim di dini masih sejuk di siang hari. Sinar matahari relatif berlimpah sepanjang tahun. Pada musim penghujan, kondisi ekstrem dapat terjadi dan membahayakan khususnya pada kawasan yang terbuka karena angin dari dataran tinggi di bagian selatan dan tenggara cukup kuat. Di samping itu terdapat siklus banjir tahunan yang ekskalasinya diyakini meningkat akibat menyempitnya tapak resapan yang dialihfungsikan menjadi lahan permukiman. Daerah-daerah yang tergenang ini pernah terjadi di jalur utama Surabaya-Madiun, desa Sentonorejo dan desa Trowulan.

Air tanah di sumur-sumur penduduk relatif sangat banyak, berkualitas dan mudah didapatkan. Air untuk irigasi persawahan dan perladangan bergantung pada Kolam Segaran, Balong Bunder dan Balong Dowo. Suasana dingin dan berkabut tebal serupa di dataran tinggi pada pagi hari sebelum matahari terbit di kawasan Segaran berdasarkan pengamatan masih sering terjadi ditemukan. Fenomena ini semata-mata akibat dari pengembunan permukaan air Kolam Segaran yang seluas lebih dari enam hektar. Kualitas udara yang dihasilkan pada saat itu relatif segar dan kondisi semacam ini dapat membangkitkan kondisi fisik dan non fisik lingkungan-lingkungan di sekitarnya berkesan menyehatkan. Sebagai salah satu daerah yang relatif subur di Jawa Timur kawasan kota dan kecamatan Trowulan

(10)

secara keseluruhan memiliki lingkungan yang masih jauh dari kesan bising dan polusi. Kondisi iklim yang sedemikian rupa menjadikan kawasan kekunaan Trowulan berkesan akrab dan rekreatif.

3.1.2.2 Vegetasi dan groundcover

Bentang alam Trowulan asri dan bersahabat bagi pelintas atau pengunjung karena banyaknya pohon-pohon perindangan dan groundcover alami. Perladangan tebu, jagung dan palawija sangat mudah ditemukan menempati lokasi-lokasi dan

47

Gambar III.7 Jalur Surabaya-Madiun dan koridor kota Kec. Trowulan. (Sumber: Anenggata 2007)

Gambar III.6 Dekorasi taman rumah pada pekarangan depan rumah penduduk. (Sumber: Anenggata 2007)

(11)

letaknya bersebelahan dan berseberangan membentuk koridor menuju suatu kawasan permukiman di Bejijong dan Trowulan. Gugusan-gugusan hutan bambu

(barongan) seluas kira-kira 100 m2 dan setinggi lima hingga 15 meter umumnya

tumbuh secara alamiah di lingkungan persawahan dan permukiman. Tanaman buah mangga, pohon pisang yang menyebar, rambutan, belimbing, jambu biji, jambu air, nangka, kelapa dan rambutan mudah ditemui dan ditanam sebagai perindang khususnya daerah permukiman di kawasan Trowulan ini. Pada jalur-jalur utama antar kota vegetasi perindangan dan pelindung jalan ditemui jenis angsana, asam, akasia, dan bambu kuning.

Masyarakat desa di kawasan Trowulan secara umum masih menyukai dekorasi tanaman bunga dan obat khas lokal Jawa Timur. Bunga yang ditanam umumnya bugenville, kumis kucing, mawar, melati, bunga sepatu dan beberapa jenis tanaman hias lainnya yang menonjolkan elemen bunga dan daunnya. Warna dan bentuk yang tercipta pada fasad tiap rumah-rumah penduduk akibatnya memperkuat kesan alami kawasan Trowulan dan sekitarnya. Pohon maja yang berbuah pahit rasanya ditemui di PIM, kantor BP3 Jatim dan di beberapa situs-situs. Pohon legendaris Majapahit ini disengaja ditanam bertujuan untuk memperkuat makna simbolik bentang alam kekunaan Trowulan ini sebagai tujuan

Gambar III.8 Jalur-jalur penduduk. (Sumber: Anenggata 2007)

(12)
(13)

sebelah kiri-kanan jalur-jalur utama wisata budaya umumnya diperkeras dengan lantai semen. Jalur-jalur perkerasan berupa tanah dan bata kuno masih kerap ditemui di kawasan Segaran, Menakjinggo, Bajang Ratu, Candi Tikus dan sebagian besar desa Sentonorejo di bagian selatan Kolam Segaran. Di samping itu jalur aksesibilitas penduduk yang tercetak bersamaan dengan terbentuknya jalur aliran air hujan banyak ditemukan di daerah kebun tebu di kawasan Segaran, Candi Tikus dan sekitarnya. Pematang-pematang sawah (lihat Gambar III.26, III. 30 dan III.31) juga dikategorikan sebagai salah satu elemen hardscape yang penting dan keberadaannya sangat mendominasi kawasan Trowulan ini.

Jenis-jenis groundcover lainnya yang berupa lapisan air juga mendominasi panorama-panorama di bentang alam kawasan Trowulan. Khususnya tinggalan-tinggalan ceruk/cekungan, kolam dan kelompok waduk-waduk kuno terlihat membentang dari kawasan petirtaan Candi Tikus menuju ke arah barat dan berakhir di kawasan Segaran. Beberapa badan-badan air tersebut secara geometris dari pandangan planar dari foto udara menunjukkan keidentikannya dengan jalur-jalur kanal yang dahulunya berfungsi sebagai jalur-jalur transportasi lokal, irigasi dan (elemen) pertahanan ibukota Majapahit6. Lapisan permukaan air ditengarai

mendominasi sebagian besar wilayah-wilayah A dan B. Hal ini disebabkan lahan pertanian/persawahan padi menempati lahan yang sangat luas dibandingkan dengan lahan permukiman desa-desa.

6 Wardani, Mundarjito dkk 1986, Desawarnana, BP3 Jatim 2006:12.

Gambar III.10 Hunian semi permanen di kawasan Kolam Segaran. (Sumber: Anenggata 2007)

(14)
(15)

3.1.2.3 Bentuk dan material arsitektur setempat

Kawasan kota dan kecamatan Trowulan memilki kepadatan bangunan yang relatif rendah, didominasi fungsi hunian dan hampir tiap penduduk memiliki halaman muka rumah yang relatif luas. Hunian dua lantai atau bertingkat relatif jarang ditemui kecuali pada jalur utama desa dan provinsi. Hunian semi permanen berdinding sèsèk/gédèg, papan kayu dan kolom kayu banyak ditemui di perbatasan tapak persawahan atau perladangan (lihat Gambar III.9). Atapnya berbentuk limasan sederhana ditutupi genteng dan tanpa hiasan. Pada pengamatan khusus tipologi ini adalah yang paling banyak ditemukan di bagian barat Kolam Segaran.

Kompleks percandian yang dikenal di kawasan Trowulan Secara merupakan sisa-sisa elemen bentang alam kota kuno Majapahit berstruktur komposit batu andesit dan bata merah. Sisa-sisa struktur kayu dan besi juga ditemukan di situs tertentu. Berdasarkan runutan sejarah arsitekturnya monumen di Trowulan adalah sisa-sisa dari masa klasik tengah hingga akhir (tahun 900 - 1500 masehi)8 sejarah

Indonesia. Di era tersebut, khususnya di Jawa Timur terdapat golongan besar yang disebut gaya arsitektur bata merah (brick architecture)9. Gaya arsitektur bata

merah di Jawa Timur sebagian besar berada dan berkembang di kawasan kota

8 Miksic et. al 1996, hal 11. Hasil wawancara dengan arkeolog Ririet Surjandari menyebutkan

bahwa sebagian besar monumen di Trowulan belum diketahui catatan tertulis berupa naskah atau prasasti tentang tahun pembangunannya secara pasti. Beliau mengasumsikan untuk sementara dirujuk pada era dimulainya pemerintahan Jayanegara (1309 M) hingga 1450-an masehi. Rentang waktu tersebut diduga terjadi pembangunan fasilitas kota seperti kanal, kolam dan monumen kategori A atau yang dikenal pula dengan bangunan dengan tipologi brick architecture menurut Goenawan Tjahjono pada bahasan ini.

9 Tjahjono et. al 1998, hal. 70

Gambar III.12 Panorama pegunungan di kawasan bagian selatan Candi Tikus. (Sumber: Anenggata 2007)

(16)

kuno Majapahit atau di Trowulan saat ini. Empat golongan arsitektur bata merah tersebut adalah satu tipe candi10, dua tipe gapura (beratap-paduraksa dan tidak

beratap-bentar/belah) dan satu tipe petirtaan. Pada tipe candi diwakili oleh Candi Brahu di desa Bejijong, tipe gapura paduraksa diwakili Candi Bajang Ratu di desa Temon, tipe gapura bentar diwakili Candi Wringinlawang di desa Jatipasar dan tipe petirtaan yang diwakili Candi Tikus di desa Temon atau Kolam Segaran di desa Trowulan. Keempat tipe arsitektur bata merah tersebut meski berjumlah sedikit namun terasa cukup dominan di bentang alam Trowulan. Arsitektur bata merah tersebut adalah monumental terhadap kawasan desa-desa di Trowulan. Ekspresi warna terakota tersebut cukup menonjol di kawasan-kawasan hijau Trowulan. Di samping itu terdapat temuan lainnya berupa struktur (a sisa-sisa parit dan dinding-lantai hunian.

3.1.2.4 Panorama-panorama di Kawasan

Pegunungan Arjuna, Welirang Penanggungan dan Anjasmoro membentang di bagian selatan Trowulan masih terlihat dengan jelas pada siang hari (lihat Gambar III.12, 13 dan 14). Panorama yang didapat akibat karakter lingkungan yang memiliki berkepadatan rendah menjadikan kawasan Trowulan berkesan sebagai bagian dari dataran-dataran tinggi yang melatarbelakanginya. Di samping itu gunung Penanggungan merupakan salah satu pusat orientasi tata ruang kota kuno

53

10 Kata candi dicetak tebal untuk menghindari kerancuan. Pada frasa ini kata candi merujuk pada

fungsi-fungsi utamanya sebagai tugu peringatan yang biasanya bersifat kehinduan, kebuddhaan dan kedua-duanya.

Gambar III.13 Panorama di situs Kolam Segaran. (Sumber: Anenggata 2007)

(17)

Majapahit yang secara umum pada saat itu bersifat kehinduan. Keberadaaan lingkungan relatif transparan dan figur gunung semacam ini merupakan salah satu karakter khas kawasan Trowulan.

3.1.3 Inventarisasi Hasil Penelitian Trowulan 3.1.3.1 Kota Kuno Majapahit di Trowulan

Batas kota kuno Majapahit (lihat Gambar I.8) mencakup wilayah seluas 9 x 11 km2. Gambaran wilayah kota tersebut hingga kini belum banyak diketahui

masyarakat. Rekonstruksi tata ruang (simbolis) kota Majapahit telah disusun berdasarkan interpretasi hasil-hasil penelitian tentang kota Majapahit sebelumnya11 (Hermanislamet, 1999:128). Empat poin penting yang

menggambarkan pola pertumbuhan dan pembangunan ruang kota dirinci sebagai berikut:

11 Peneliti yang dimaksud adalah Kern 1919, Maclaine Pont 1924, Pigeaud 1962, Stutterheim

1948, dan Slametmulyana 1975.

Gambar III.14 Panorama persawahan dan perladangan di kawasan Kolam Segaran Trowulan. (Sumber: Anenggata, 2007)

(18)

55

Gambar III.15 Bagan Tata Ruang Pusat Kota Kerajaan Majapahit. (Sumber: Hermanislamet, 1999:152) 0 100 200 300 400 500 600 700 800 900 1000 U SOKOANYAR TUMENGGUNG KEJAGAN KALITANGI SIDOMULYO MUTERAN JAMBUMENTE WRINGINLAWANG JATIPASAR MERJOYO TROWULAN BEJIJONG SAMBISARI PALEM DUNGWULAN NGLINGUK ORANGKANG KEMASAN PLINTAHAN PAKIS KEDUNGLUMPANG KEPITING SELOMALANG TEMON SENTONOREJO KRATON DINUK KUMITIR BELOH BATOKBALUNG BLENDOKULON KEBOWUNI SEMANDING TEMBORO JATISUMBER WATESUMPAK NENG WONOSARI

MAKAM PUTRI CAMPA-KUBUR PANJANG

PERMAKAMAN TRALAYA CANDI KEDATON

PENDOPO AGUNG

SITUS LANTAI SEGI ENAM

CANDI BRAHU GAPURA CANDI WRINGINLAWANG

BALAI PENYELAMATAN ARCA SITUS PERUMAHAN

PETIRTAAN CANDI TIKUS CANDI MENAKJINGGO

KOMPLEKS CANDI GENTONG 1-2

KE

C

PETIRTAAN KOLAM SEGARAN

SITUS BATU TIANG

PANDANSILI

GENTEKAN

TEGALAN

A

GAPURA CANDI BAJANG RATU

B D

E

F

OBYEK-SITUS KEKUNAAN DAN PENGEMBANGAN SISTEM LANSEKAP (RIA 1986) MINTAKAT OBYEK-OBYEK KEKUNAAN TROWULAN DI DALAM JARINGAN JALUR WISATA BUDAYA (RIA 1986)

JALUR-JALUR KANAL KUNO INTERPRETASI FOTO UDARA PARIT-IRIGASI-SUNGAI

SUTT

(19)

1. Ruang khas Majapahit terdiri atas grid dan melingkar yang berkembang dari pusat ke tepi kawasan (Hermanislamet 1999:168).

2. Kawasan pusat kota berada di sekitar Kolam Segaran radius sekitar 1 km dan

tidak mempunyai pagar sebagai pembatas fisik keliling kota.

3. Konfigurasi rektilinier keruangan pusat kota diikuti jaringan lebih kecil dengan pola grid dan di dalamnya terdapat empat unsur terpenting yaitu: kompleks kraton, ruang pertemuan umum, tempat peribadatan kerajaan dan

pasar kota (Hermanislamet, 1999:150-151).

Gambar III.16 Bagan Model Keruangan Kota Majapahit. (Sumber: Hermanislamet, 1999:153)

(20)

4. Terdapat penyimpangan antara sumbu utara magnit/kardinal dengan sumbu

grid bergeser minus 100 ke arah kanan perputaran jam kuadran Cartesian

(Wardani, 2006:13) (lihat Gambar III.15).

3.1.3.2 Arsitektur hunian kuno era Majapahit di Trowulan

Elemen terpenting lainnya yang diamati adalah adanya penelitian tentang arsitektur hunian. Banyaknya temuan-temuan sisa-sisa struktur di kawasan Trowulan sebagian besar diyakini sebagai kompleks hunian. Beberapa contoh

57

Gambar III.17 Sketsa rekonstruksi salah satu hunian di kawasan Segaran berdasarkan temuan panel lepas dan struktur lengkap di bagian selatan PIM.

(21)

Gambar III.18 Peta Kanal kuno dan keletakan situs di Trowulan. (Sumber: Oesman, 1999:83)

(22)

59

VANISHED?

Gambar III.19 Posisi dan bentuk Batu Tiang di kawasan Segaran. (Sumber: Anenggata 2006)

(23)

model telah dirujuk khususnya berdasarkan relief pada panel-panel batu dan ‘maket’ terakota sebagai gambaran umum tipologi hunian. Seperti halnya skala, tampang dan material yang diperlukan belum dimodelkan berdasarkan temuan-temuan struktur kecuali berupa rekayasa artis. Atas dasar keotentikan dan pertimbangan teknis yang lebih terperinci maka hasil rekonstruksi dari temuan

in-situ dinilai lebih layak untuk dijadikan acuan. Terdapat rangkaian temuan

struktur-struktur hunian di kawasan Segaran dan Nglinguk. Salah satunya yang direkonstruksi adalah temuan struktur lengkap (lihat Gambar III.17) telah dipamerkan di kawasan Segaran (wilayah A). Kawasan yang telah diidentifikasi mengandung temuan-temuan elemen bentang alam permukiman tersebut merupakan atraksi baru sebagai obyek kunjungan wisata (Gambar III.18). Meski program pemugaran dan pamernya belum direncanakan kawasan ini memerlukan perlindungan khusus agar tidak terjadi perusakan lebih lanjut.

0 100 200 300 400 500 600 700 800 900 1000 U TROWULAN IJONG SAMBISARI PALEM NGLINGUK KEMASAN PLINTAHAN PAKIS KEPITING SELOMALANG TEMON SENTONOREJO KRATON DINUK KUMITIR BELOH BATOKBALUNG BLENDOKUL KEBOWUNI SEMANDING

MAKAM PUTRI CAMPA-KUBUR PANJANG

PERMAKAMAN TRALAYA CANDI KEDATON

PENDOPO AGUNG

SITUS LANTAI SEGI ENAM

ALAI PENYELAMATAN ARCA SITUS PERUMAHAN

PETIRTAAN CANDI TIKUS CANDI MENAKJINGGO

C

PETIRTAAN KOLAM SEGARAN

SITUS BATU TIANG

GALAN

A

GAPURA CANDI BAJANG RATU

B

OBYEK-SITUS KEKUNAAN DAN PENGEMBANGAN SISTEM LANSEKAP (RIA 1986) MINTAKAT OBYEK-OBYEK KEKUNAAN TROWULAN DI DALAM JARINGAN JALUR WISATA BUDAYA (RIA 1986)

JALUR-JALUR KANAL KUNO INTERPRETASI FOTO UDARA PARIT-IRIGASI-SUNGAI

KAWASAN PERMUKIMAN KUNO

Gambar III.20 Kawasan temuan struktur dan sumur diduga bekas kawasan permukiman. (Sumber: Hermanislamet 1999:152 dan Oesman 1999:153)

(24)

Tabel III.2 Pemanfaatan situs-situs di Trowulan

61

No

Wilayah-Monumen/Bangunan yang dianggap penting

Kondisi / Kategori Belum Diekskavasi Telah Diekskavasi Proses Pemugaran Telah Dipugar/ Dipamerkan

Bentuk-bentuk pemanfaatan/karakter yang

paling menonjol Keterangan

1 A- Kolam

Segaran

Waduk irigasi kawasan Trowulan dan sekitarnya dan memiliki banyak jenis ikan air tawar yang dikonsumsi masyarakat sekitar. Obyek pamer dalam jaringan wisata budaya.

Monumen kekunaan terbesar dan paling unik

2 A- Kanal-kanal

Lahan-lahan permukiman, pertanian dan sungai-sungai irigasi kecil selebar 60-100 m dengan kedalaman 2 m dari permukaan jalan utama.

Sebagian kecil ruas dari jaringan di kawasan Trwoulan. posisi jaringan kanal dapat dilihat pada Gambar III.36.

3 A- Candi Menak

Jinggo

Gundukan tanah. Obyek pamer dalam jaringan

wisata budaya. Temuan struktur diuruk tanah

4 (lihat Gambar III.19)

A- Cancangan Gajah/Situs Batu Tiang

Berupa empat tiang batu setinggi rata-rata 1,5 m; tiga buah masih diketahui keberadaannya satu buah tidak terlihat kemungkinan ambruk/ patah atau bahkan dipindahkan/hilang. Dua buah yang terlihat saat ini berada di bagian hunian penduduk dan satu buah berada di sebuah pekarangan bambu milik penduduk.

Dugaan fungsi adalah penanda jalan darat kerajaan sebagai bagian dari jaringan jalur darat kota di tepi jalur air kanal kota. (Wardani 2006)

5 A- PIM Pusat informasi wisata dan fasilitas pamer relik. Obyek pamer dalam jaringan wisata budaya. Satu-satunya ruang pamer relik tertutup dan pergudangan relik.

6 (lihat Gambar III.20)

A- Situs-situs Permukiman/ Situs-situs Sumur

Sebagian besar belum diekskavasi dan hanya ditandai lokasinya setelah penggalian tahun 1999. Situs dimasukkan ke dalam jaringan wisata budaya.

Hanya dua tapak yang dianggap layak sementara ini dipamerkan sebagai temuan lengkap

7 A- Balong Dowo

Fitur bentang alam yang memang terbentuk secara alamiah sebagai area resapan kawasan dan bagian jaringan pengontrol volum Kolam Segaran.

8 (lihat Gambar IV.8) A- Balong

Bunder

Umpak besar tunggal berada di sebuah tapak yang dikelilingi air setinggi dada orang dewasa. Jarang terlihat atau dikunjungi karena dianggap angker dan terdapat reptil berbahaya.

Dianggap sebagai sumber air Kolam Segaran

(25)

9 (lihat Gambar III.11) B- Candi Bajang Obyek pamer dalam jaringan wisata budaya. 10 (lihat Gambar III.11) B- Candi Tikus Obyek pamer dalam jaringan wisata budaya. 11 (lihat Gambar IV.4) C- Lantai-lantai Obyek pamer dalam jaringan wisata budaya.

12 C- Candi

Kedaton

Masih dalam proses ekskavasi dan pemugaran namun masih dapat dikunjungi. Obyek pamer dalam jaringan wisata budaya.

13

C- Umpak-umpak Kedaton Sentonorejo

Obyek pamer dalam jaringan wisata budaya.

14

C- Umpak-umpak Pendopo Agung

Tapak terdiri dari puluhan umpak-umpak besar dan tiang batu yang tersebar dan berserakan. Kebanyakan umpak-umpak tersebut sudah dianggap relatif sangat tercemar karena sudah diubah-ubah posisinya. Bangunan pendopo baru didirikan di atas umpak dan dijadikan area kegiatan ziarah dan beristirahat massal karena cukup besar dan teduh. Fungsi pendopo juga sebagai etalase foto-foto para pemimpin Kodam V Brawijaya.

Dikelola Kodam V Brawijaya dan Pemkab Mojokerto dan dikategorikan tanpa kontrol tertentu dari BP3.

15

C- Petilasan R. Wijaya/Kubur Panjang

Ziarah dan meditasi. Bentuk asli tidak jelas dan membutuhkan prosedur tertentu untuk mengunjunginya. Tapak berada di pemakaman desa.

16

C- Situs Pemukiman Nglinguk

Gundukan tanah. Temuan sementara diuruk tanah setelah diteliti tahun 1999

Tabel III.2 Pemanfaatan situs-situs di Trowulan

Sambungan dari halaman sebelumnya

(26)

17 (lihat Gambar I.5) C- Makam (Islam) Troloyo

Ziarah dan meditasi. Bentuk asli tidak jelas dan membutuhkan prosedur tertentu untuk mengunjunginya. Area makam sudah dikelilingi dinding pembatas setinggi 3 m. Fasilitas religi juga dibangun di area ini.

Dikelola Pemkab Mojokerto dan dikategorikan tanpa kontrol tertentu dari BP3.

18 D- Candi Brahu Obyek pamer dalam jaringan wisata budaya.

19 D- Candi

Gentong I Obyek pamer dalam jaringan wisata budaya.

20 D- Candi

Gentong II Obyek pamer dalam jaringan wisata budaya.

21 (lihat Gambar III.11)

E- Candi Wringin Lawang/ Jatipasar

Obyek pamer dalam jaringan wisata budaya. Saat ini sedang ditambahkan fasilitas festival di lahan IIA-nya.

22 (lihat Gambar I.3) F- Siti Hinggil

Tidak jelas dan dikenali pada bagian apa saja di dalam lahan yang merupakan sisa-sisa kekunaan Majapahit. Obyek pamer dalam jaringan wisata budaya.

23 G- Yoni Bhre Ziarah dan meditasi. Obyek pamer dalam Batas-batas Kota

23 Yoni Sedah Ziarah dan meditasi. Batas-batas Kota

24 Yoni Gambar Ziarah dan meditasi. Batas-batas Kota

25 Candi Lebak

Jabung Ziarah dan meditasi. Batas-batas Kota

Tabel III.2 Pemanfaatan situs-situs di Trowulan

Sambungan dari halaman sebelumnya

(27)

3.1.4 Pemanfaatan Situs dan monumen kekunaan di Trowulan

Seluruh temuan di kawasan Trowulan adalah bahan-bahan penelitian arkeologi dan disiplin terkait lainnya. Usaha-usaha identifikasi, ekskavasi dan pemugarannya secara arkeologis senantiasa berimplikasi pada proses-proses pemanfaatannya lebih lanjut. Secara umum asumsi pemanfaatannya sebagai obyek wisata dan pendidikan, namun apa yang terjadi di lapangan sangat beragam dan cenderung memiliki keunikan tersendiri. Informasi berikut adalah deskripsi temuan-temuan kekunaan yang dikumpulkan secara acak di lapangan dan bertujuan melihat fenomena-fenomena pemanfaatan situs-situs yang menonjol yang dilakukan oleh komunitas atau wisatawan. Poin-poin yang diperhatikan terdapat pada Tabel III.2.

Berdasarkan tabel tersebut dapat dinilai bahwa tema-tema pemanfaatan situs dan kekunaan di Trowulan didominasi oleh kegiatan wisata baik secara formal dan informal. Meskipun kegiatan wisata tersebut belum dapat sepenuhnya mengarahkan pengunjung pada suatu gambaran kota kuno. Di lapangan masih terdapat banyak sekali informasi tentang temuan-temuan penting lain dan belum dapat diekskavasi, dipugar maupun dipamerkan dengan baik. Contoh pada keberadaan kanal-kanal kuno yang diabaikan penanganannya karena dinilai tidak mewakili kemegahan kota Majapahit (Moendardjito 1986). Padahal apabila diteliti kanal-kanal kota tersebut adalah satu-satunya petunjuk yang dinilai dapat mewakili keberadaan grid kuno kota Majapahit (Wardani 2006) yang identik dengan ciri kota simbolis Hindu-Buddha yang megah dan monumental. Beberapa contoh lainnya adalah situs batu tiang atau disebut juga cancangan gajah oleh masyarakat berada di kawasan bagian barat Kolam Segaran.

(28)

3.2 Review Rencana Pengembangan Wilayah

3.2.1 Rencana Induk Arkeologi Bekas Kota Majapahit Trowulan tahun 1986.

Dokumen ini dipakai sebagai panduan di dalam mengembangkan situs-situs kekunaan di Trowulan dan sekitarnya hingga kini yang berisi Rencana Penanganan Bangunan dan Penataan Situs. RIA 1986 bertujuan mengamankan situs-situs dan menjadikannya satu kesatuan sistem bentang alam yang dapat dipamerkan, diawasi dan dikembangkan. Situs Trowulan dibagi dalam tujuh wilayah pengembangan yang didasarkan pada pengelompokan situs/bangunan kekunaan dan dihubungkan dengan jalur aksesibilitas atau jaringan wisata budaya. Aspek kewilayahan dan pengadaan jalur wisata budaya di atas, dalam bab ini, akan ditinjau ulang karena merupakan potensi dasar di dalam mengembangkan Trowulan sebagai obyek wisata. Paparan berikut ini adalah rinciannya.

Secara makro bentang alam kekunaan Trowulan diyakini dahulunya kota Majapahit seluas kurang lebih 100 km2 (lihat Gambar I.7). Konteks seluas ini sulit

ditangani secara keseluruhan dan tidak memungkinkan untuk dapat dipugar total seperti sedia kala (Depdikbud,1986:41). Agar penanganan dan pengamanannya lebih mudah maka terdapat pembagian wilayah dengan pengembangan sistem sel di dalam suatu sistem tata jenjang ruang. Wilayah kekunaan Trowulan dalam

65

Gambar III.21 Letak Kota Majapahit di Trowulan dilihat dari geomorfologis kawasan.

(Sumber:www.earth.google.com berdasarkan Sampurno (Depdikbud,1986:16))

Kawasan Kolam Segaran Desa Trowulan Kecamatan Trowulan 56 m dpl G. Penanggungan 1653 m dpl G. Welirang 3156 m dpl G. Arjuno 3339m dpl Pegunungan Anjasmoro UTARA

(29)

kesatuan yang luas tersebut dibagi menjadi tujuh wilayah utama yang berisi lahan/ tapak/situs-situs dan sebagai inti di dalamnya adalah obyek-obyek/monumen/ bangunan kuno. Lahan tersebut dinamai dan dikenali berdasarkan nama lokal atau nama penelitian obyek/tapak kekunaan (sel) (Depdikbud,1986:28).

Konsep pembagian dan prioritas penanganan wilayah-wilayah tersebut di atas didasari penggolongan bangunan/monumen kekunaan. Pembagiannya terdiri atas tiga kategori (Depdikbud,1986:32). Kategori A yang termasuk bangunan asli, masih berdiri dan terletak di atas atau di bawah tanah. Kategori B bangunan asli yang telah diubah (ditumpangi, ditambah atau dikelilingi bangunan baru). Kategori C adalah yang termasuk bangunan/monumen yang tidak jelas kekunaan dan keasliannya namun terdapat sebuah artefak/obyek tinggalan kekunaan yang penting (lihat Tabel III.1). Secara umum usaha-usaha pewilayahan yang dikembangkan seluas 100 km2 di dokumen ini bersifat luwes dan terbuka

mengikuti temuan-temuan dan penelitian yang dihasilkan di masa mendatang. Apabila ditemukan lagi obyek-obyek selain yang telah diinventarisasi di dalam wilayah tersebut maka bisa jadi konsep pembatasan wilayah-wilayah ini akan

KATEEGORI PENINGGALAN PURBAKALAA DI TROWULAN

A B C

No Bangunan/Monumen Bangunan kuna Bangunan diubah Artefak Bahan Wilayah

1 Kolam Segaran Bata A

2 Candi Menak Jinggo Batu & Bata A

3Makam Putri Cempo Batu A

4Kubur Panjang Batu A

5 Candi Tikus Bata B

6 Candi Bajang Ratu Bata B

7Kubur Panggung Bata C

8 Candi Kedaton Bata C

9 Pemukiman Sentonorejo Bata C

10 Pemukiman Nglinguk Batu C

11Makam Troloyo Batu C

12 Candi Brahu Bata D

13 Candi Gentong Bata D

14 Candi Wringin Lawang Bata E

15Candi Siti Hinggil Bata F

16Candi Bhre Kahuripan Batu G

Tabel III.1 Daftar kategorisasi kekunaan berdasarkan hasil penelitian kesejarahan/keontetikan dan kondisi temuan.

(30)

mengikuti atau ditinjau kembali. Ketujuh wilayah tersebut adalah Wilayah A

berisi empat monumen yaitu Kolam Segaran, Candi Menakjinggo, Kubur Panjang dan Makam Putri Campa. Wilayah B berisi situs Candi Tikus dan Candi Bajang Ratu. Wilayah C berisi situs Candi Kedaton, Permukiman Nglinguk, Lantai Segi Enam, Makam Troloyo dan Situs Kubur Panggung. Wilayah D berisi Candi Brahu dan Candi Gentong. Wilayah E berisi Candi Wringinlawang. Wilayah F berisi Siti Hinggil. Dan yang terjauh adalah wilayah G berisi Yoni Bhre Kahuripan (Depdikbud,1986:28) (lihat Gambar III.23).

Terdapat tiga macam pembagian lahan pada tujuh wilayah tersebut (lihat Gambar III.22). Mintakat terdiri atas lahan I atau lahan pusat, IIA dan IIB (Depdikbud, 1986:29). Ketiga lahan tersebut masing-masing berfungsi sebagai media pamer dan pelindung monumen. Kriteria lahan I sebagai pusat adalah lahan yang memaksimalkan aksesibilitas visual agar monumen dapat diamati dengan bebas tanpa penghalang. Jarak didasarkan pada field of vision kamera normal secara horisontal dan vertikal. Lahan pusat dapat diasumsikan steril dari elemen bentang alam yang menonjol secara vertikal.

67

Gambar III.22 Mintakat tata hijau.

(Sumber: Rencana Induk Arkeologi, Depdikbud 1986:29)

Lahan I/Pusat

Lahan IIA/Hijau

(31)

Kriteria lahan IIA adalah lahan yang memberi kenyamanan pengunjung dan sekaligus pengaman monumen dari gangguan cuaca. Kriteria jenis tanaman yang diperkenankan antara lain adalah yang jenis tanaman yang berakar terlalu kuat dan melebar. Tanaman yang daun dan buahnya tidak mudah jatuh. Tanaman dengan warna-warna tertentu sangat diperkenankan namun bentuknya harus diselaraskan dengan siluet monumen. Kriteria terakhir adalah tanaman yang memiliki arti sejarah dan nilai lokal. Apabila memungkinkan tanaman yang berada di eksisting harus dipertahankan dan apabila kurang menguntungkan secara visual dan keamanan maka dia dapat dihilangkan (Depdikbud, 1986:30). Pada lahan IIB atau lahan terluar tapak diisi elemen bentang alam dengan kriteria fungsinya sebagai fasilitas penerima, servis dan ruang pengelola situs. Bangunan fasilitas sebaiknya didasari bentuk lokal yang biasanya terkait dengan variasi model atap kampung, tajug-joglo dan limasan.

Secara umum elemen vegetasi yang direncanakan dan memungkinkan untuk ditanam di dalam lahan I, IIA dan IIB telah dikelompokkan menjadi empat kelompok. Kelompok tersebut antar lain adalah kelompok pohon yang memiliki tinggi lebih dari satu meter, kelompok tanaman perdu dan semak dengan ketinggian maksimal satu meter, dan terakhir adalah kelompok rumput. Elemen bentang alam yang diprogram dalam lahan mengarahkan dan memotivasi pengunjung agar lebih dapat mengapresiasi monumen, disiplin dan membangkitkan kesan yang rekreatif. Batasan dan kriteria di atas diprioritaskan untuk diterapkan pada monumen yang termasuk dalam kategori A dan termasuk pilihan penanganan I. Kelompok penanganan I berisi langkah-langkah awal berupa studi teknis, pewilayahan, konsolidasi lahan dan pemugaran (Depdikbud, 1986:47) (lihat Gambar III.22). Berdasarkan prioritas kelompok penanganan I tersebut maka didapat 10 obyek/monumen yang berada di lima dari tujuh wilayah sebagai obyek layak direncanakan untuk diperluas, dipugar dan dipamerkan.

Obyek-obyek adalah bagian utama dari atraksi obyek wisata budaya. Rincian mengenainya adalah sebagai berikut: Wilayah A adalah Situs Kolam Segaran dan

(32)

69 0 100 200 300 400 500 600 700 800 900 1000 U SEKETI WONOREJO TAWANGSARI PAKEMULONG SOKOANYAR TUMENGGUNG KEJAGAN KALITANGI SIDOMULYO MUTERAN JAMBUMENTE WRINGINLAWANG JATIPASAR MERJOYO TROWULAN BEJIJONG SAMBISARI PALEM KEDUNGWULAN NGLINGUK BENDORANGKANG KEMASAN PLINTAHAN TANGGALREJO PAKIS KEDUNGLUMPANG KEPITING SELOMALANG TEMON SENTONOREJO KRATON DINUK KUMITIR BELOH BATOKBALUNG BLENDOKULON KEBOWUNI SEMANDING TEMBORO JATISUMBER WATESUMPAK BLENDREN KEDUNGMALING LEMAHGENENG WONOSARI

MAKAM PUTRI CAMPA-KUBUR PANJANG

PERMAKAMAN TRALAYA CANDI KEDATON

PENDOPO AGUNG

SITUS LANTAI SEGI ENAM

CANDI BRAHU GAPURA CANDI WRINGINLAWANG SITUS BHRE KAHURIPAN

BALAI PENYELAMATAN ARCA SITUS PERUMAHAN

PETIRTAAN CANDI TIKUS CANDI MENAKJINGGO

KOMPLEKS CANDI GENTONG 1-2

KE JOMBANG KE MOJOKERT O-SURABA YA G C PETIRTAAN KOLAM SEGARAN

SITUS BATU TIANG

PANDANSILI

KLINTEREJO

GENTEKAN

TEGALAN

A

GAPURA CANDI BAJANG RATU B

D

E

SITUS SITI HINGGIL F

OBYEK-SITUS KEKUNAAN DAN PENGEMBANGAN SISTEM LANSEKAP (RIA 1986) MINTAKAT OBYEK-OBYEK KEKUNAAN TROWULAN DI DALAM JARINGAN JALUR WISATA BUDAYA (RIA 1986)

JALUR-JALUR KANAL KUNO INTERPRETASI FOTO UDARA PARIT-IRIGASI-SUNGAI

SUTT

Gambar III.23 Wilayah pengembangan di kawasan Trowulan. (Sumber: Rencana Induk Arkeologi, Depdikbud, 1986:43)

(33)

Situs Candi Menakjinggo; Wilayah B pada Candi Kedaton, Situs Lantai Segienam/Pemukiman Sentonorejo dan Situs Perumahan Nglinguk; Wilayah C adalah semua monumennya yaitu Bajang Ratu dan Candi Tikus; Wilayah D juga keseluruhan monumen yaitu Candi Brahu dan Candi Gentong kemudian yang terakhir adalah Wilayah E yaitu Gapura Wringinlawang. Ulasan-ulasan berikut adalah kondisi umum, perincian luas lahan rencana, dan kriteria teknis elemen-elemen bentang alam dan fasilitas yang direncanakan di tiap wilayah dan situs-situsnya.

3.2.1.1 Wilayah A - Situs Kolam Segaran

Total luas situs ini yang direncanakan adalah 21,11 hektar. Posisi jalan menembus lahan IIA ke arah utara-selatan. Jalur transportasi tersebut berjarak relatif dekat dengan kolam (lahan I) yaitu berkisar antara satu hingga tujuh meter dan dianggap dapat mengancam kelestarian tembok dinding kolam. Lahan I/pusat direncanakan seluas 7,34 hektar berisi monumen kolam kuno dan pagar pelindung. Batas lahan I berjarak kurang dari lima meter dari monumen atau bangunan air yang berukuran 375 m x 175 m atau seluas 6,6 hektar. Bangunan ini berstruktur bata kuno yang garis dinding kelilingnya setebal 1,8 meter untuk menampung air. Kedalaman kolam ini bervariasi antara 1,8 m hingga 2,88 m.

Dikarenakan terdapat tangga yang menghubungkan daratan dan permukaan air kolam mengarah ke timur maka orientasi bangunan adalah barat timur. Kolam ini direncanakan untuk digunakan atau diaktifkan, sehingga air di kolam diusahakan untuk bergerak dari selatan ke utara. Keuntungan dari pengaktifan aliran air ini bertujuan untuk mengurangi tumbuhnya ganggang air yang diyakini akan merusak situs (Depdikbud, 1986:50). Beberapa jenis ikan air tawar hidup di kolam ini. Lahan hijau IIA seluas 8,37 hektar mengelilingi kolam. Lahan diperuntukkan sebagai fasilitas observasi situs bagi pengunjung agar bebas menikmati bentang alam kolam dan sekitarnya. Lahan IIB direncanakan seluas 5,4 hektar dimanfaatkan menjadi fasilitas kantor pengelola, parkir kendaraan, kios makanan,

(34)
(35)

Gambar

Gambar III.1
Gambar III.2 Kegiatan menjemur bata sebelum dibakar di kawasan Sentonorejo Trowulan.
Figur patung kebanyakan merupakan avatar hindu buddha, berupa garuda, Wisnu,  Ganesha, Sidarta Gautama, dan sebagainya.
Gambar III.4 Fasilitas utama di PIM pamer terbuka (atas) dan Ruang Terakota yang  tertutup  (bawah).
+7

Referensi

Dokumen terkait

1) Merancang program kegiatan dan menyusun alokasi anggaran yang digunakan oleh bidang yang didasarkan dengan renstra dinas. 2) Melakukan pengendalian terhadap pemanfaatan

Dari pekerjaan pokok masyarakat sekitar kawasan, 3% masyarakat bekerja sebagai petani, 21% sebagai wiraswasta termasuk masyarakat yang berada disekitar objek wisata yang

Ibukota Kecamatan dan sekitamya tentunya akan sangat berpengaruh terhadap lancarnya pemasaran, hasil pertanian. Demikian juga pembangunan / peningkatan ruas jalan dari Ampah Kota

Unit usaha penggemukan dan pengembang biakan sapi menjadi salah satu unit usaha yang di manfaatkan untuk wisata edukasi selain sebagai usaha untuk mengembangkan

Jabiren Raya dengan sumber air baku Sungai Kahayan. Perkotaan Kahayan Tengah dan Banama Tingang dengan sumber air baku Sungai Sebangau. 2) Sistem

Keberadaan faslitas olah raga, kesenian, hiburan dan wisata di Desa Banten berfungsi sebagai fasilitas untuk saling berinteraksi dan sosialisasi antar penduduk, selain itu

Selain telekomunikasi, jalan juga menjadi penilaian wisatawan untuk berkunjung ke objek wisata yang ada di Bawean, untuk mendukung pariwisata pulau Bawean maka

Kebutuhan ruang bangunan ini akan dibagi menjadi lima bagian fasilitas yaitu fasilitas penerima, fasilitas baca dan koleksi, fasilitas penunjang, fasilitas operasional, dan