• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN. Bahasa merupakan sistem lambang berupa bunyi yang bersifat sewenang-wenang

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB I PENDAHULUAN. Bahasa merupakan sistem lambang berupa bunyi yang bersifat sewenang-wenang"

Copied!
15
0
0

Teks penuh

(1)

1 1.1 Latar Belakang

Bahasa merupakan sistem lambang berupa bunyi yang bersifat sewenang-wenang (arbitrer) yang dipakai oleh anggota-anggota masyarakat untuk saling berhubungan dan berinteraksi (Sumarsono, 2008:18). Bahasa digunakan sebagai penyampai pesan, maksud, dan gagasan. Bahasa juga dapat berfungsi sebagai alat identifikasi. Salah satu wujud bahasa adalah adanya nama. Nama adalah kata untuk menyebut atau memanggil orang (tempat, barang, binatang, dsb.) (Tim Redaksi KBBI, 2005:773).

Penamaan suatu objek dilakukan berdasarkan alasan tertentu dengan mempertimbangkan makna yang terkandung di dalamnya. Meskipun demikian, sifat bahasa adalah arbitrer, yakni tidak ada hubungan wajib antara lambang sebagai hal yang menandai yang berwujud kata atau leksem dengan benda atau kosep yang ditandai, yaitu referen dari kata atau leksem tersebut (Chaer, 2009:1). Penamaan

(naming) merupakan proses penggunaan lambang bahasa untuk menggambarkan

objek, konsep, proses, dan sebagainya, biasanya dengan memanfaatkan perbendaharaan yang ada, antara lain dengan perubahan makna yang mungkin atau dengan penciptaan kata atau kelompok kata (Kridalaksana, 2008:179). Bahasa merupakan suatu lambang atau tanda. Penamaan pada sesuatu dibuat berdasarkan sifat kearbiteran bahasa. Berdasarkan sifat itu pula, satuan kebahasaan yang

(2)

digunakan untuk melambangkan atau menandai sesuatu memungkinkan untuk digunakan berulang pada hal yang berbeda.

Dalam penelitian ini, akan dibahas mengenai penamaan produk kosmetik perawatan badan. Kosmetik merupakan sarana untuk memperindah penampilan, khususnya untuk wanita. Kosmetik banyak macamnya, salah satunya ialah produk perawatan badan. Selain perawatan badan, produk-produk perawatan wajah, rambut, kosmetik dekoratif atau make-up wajah, juga termasuk kosmetik. Dewasa ini, produk kosmetik semakin berkembang dan muncul berbagai macam merek-merek yang populer di masyarakat. Kemunculan berbagai macam produk kosmetik ini seiring dengan berkembangnya zaman. Selain itu, perkembangan teknologi yang semakin maju juga mempengaruhi keberadaan produk-produk perawatan khususnya untuk kaum perempuan. Bahkan, di era modern seperti sekarang ini, tidak hanya kaum perempuan yang dapat menggunakan produk perawatan, kaum pria pun dapat dengan mudah menemukan produk perawatan khusus dari berbagai merek yang dikeluarkan oleh perusahaan kosmetik.

Produk kosmetik, khususnya produk perawatan badan terdiri dari berbagai jenis. Mulai dari pembersih badan, pewangi, pelembab, sampai produk pencerah. Perusahaan-perusahaan kosmetik asal Indonesia saling berlomba-lomba agar produknya laku di pasaran dengan menarget pada kalangan-kalangan tertentu. Selain dengan strategi memperbanyak variasi, produk-produk juga memiliki penyebutan atau penamaan yang menarik. Penamaan yang memiliki karakretistik-karakteristik tertentu ini menarik untuk diteliti lebih lanjut. Dalam penamaannya, selain menggunakan satuan kebahasaan tertentu yang bermakna denotatif atau makna dasar,

(3)

produk perawatan badan juga menggunakan satuan kebahasaan tertentu yang bermakna konotatif. Makna denotatif merupakan makna yang sesuai dengan hasil observasi menurut penglihatan, penciuman, pendengaran, perasaan, atau pengalaman lainnya. Makna denotatif menyangkut informasi-informasi faktual objektif. Sedangkan makna konotatif merupakan makna yang memiliki „nilai rasa‟ (Chaer, 2009:65—66). Contoh nama produk yang bermakna denotatif:

(1) seaweed soap

Kata seaweed dan soap merupakan kata benda dalam bahasa Inggris yang masing-masing artinya yaitu rumput laut dan sabun. Keduanya merupakan benda nyata yang dapat diindra oleh manusia. Kata seaweed bergabung dengan kata soap sehingga membentuk sebuah frasa yang artinya sabun rumput laut. Makna frasa tersebut yakni sabun yang terbuat dari bahan rumput laut. Makna tersebut merupakan makna denotatif atau makna referensial atau makna dasar. Selain mengandung makan denotatif, nama produk perawatan badan juga ada yang terdiri dari kata bermakna konotatif, contohnya:

(2) belia mist cologne earth fantasy

Dari contoh tersebut, kita dapat membaginya ke dalam tiga unsur, pertama yakni kata belia yang berkedudukan sebagai merek dagang, lalu mist cologne yang menunjukkan jenis produknya, sedangkan yang ketiga ialah istilah earth fantasy. Unsur pertama dan kedua merupakan kata yang merujuk pada sesuatu yang konkret, maka keduanya termasuk bermakna denotatif. Namun, unsur ketiga yang berwujud istilah earth fantasy bukan lah makna yang sebenarnya. Earth fantasy, yang artinya khayalan bumi, merupakan istilah yang digunakan untuk mewakili aroma wewangian tertentu

(4)

yang jika digunakan akan memunculkan rasa tenang sehingga muncul sebuah khayalan tentang bau-bauan alami, misalnya tanah, pepohonan, bunga-bungaan, dan lain-lain yang jika digunakan akan memberikan efek ketenangan atau relaksasi. Selain hal yang telah disebutkan tersebut, masih banyak lagi bentuk kebahasaan yang unik dari penamaan produk perawatan badan, seperti wujud unsur-unsur pembentuk, struktur penamaan, dan lain-lain. Semuanya akan dibahas lebih lanjut dalam bab-bab berikutnya. Penamaan produk kosmetik perawatan badan atau lebih lanjut disingkat PKPB memiliki karakteristik. Selain karena fakta kebahasaan tersebut, berdasarkan peninjauan pustaka, penelitian mengenai nama-nama produk perawatan badan ini belum pernah dilakukan sebelumnya.

1.2 Rumusan Masalah

Penamaan PKPB ditemukan dalam suatu satuan kebahasan tertentu. Penamaan ini merupakan wujud fakta kebahasaan yang menarik untuk diteliti. Hal ini disebabkan oleh karakteristik yang ada di dalam penamaan PKPB tersebut. Karakteristik penamaan tersebut dapat diamati dari beberapa aspek, seperti unsur dan struktur penamaannya. Maka, berdasarkan latar belakang tersebut, masalah dalam penelitian ini dapat dirumuskan sebagai berikut:

1.2.1 Bagaimana bentuk satuan kebahasaan dalam penamaan PKPB? 1.2.2 Bagaimana unsur dan struktur yang membentuk nama PKPB?

1.2.3 Bahasa apa saja yang digunakan untuk menandai nama PKPB dan mengapa menggunakan bahasa tersebut?

(5)

1.3 Tujuan Penelitian

Penelitian mengenai penamaan PKPB ini diamati dari beberapa aspek, mulai dari bentuk kebahasaan, unsur pembentuk, struktur nama, sampai dengan kode bahasa yang digunakan. Dalam penelitian ini disajikan beberapa bab. Masing-masing bab memiliki isi yang berbeda berdasarkan rumusan masalah yang telah dipaparkan di atas. Maka, berdasarkan rumusan masalah tersebut, tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut:

1.3.1 Memaparkan bentuk satuan kebahasaan dalam penamaan PKPB. 1.3.2 Menguraikan unsur dan struktur penamaan PKPB.

1.3.3 Menjelaskan kode bahasa dan alasan penggunaan bahasa dalam penamaan PKPB.

1.4 Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat memberi manfaat, baik teoretis maupun praktis. Manfaat teoretis dari penelitian ini adalah menambah koleksi penelitian dalam ranah linguistik. Adapun manfaat praktis penelitian ini, yakni memberikan informasi bagi pembaca mengenai karakteristik bentuk penamaan produk perawatan badan dari merek-merek asli Indonesia.

1.5 Tinjauan Pustaka

Pemilihan topik penelitian ini mengacu pada beberapa penelitian yang sudah ada. Penelitian terdahulu diantaranya skripsi Nainggolan (2014) yang berjudul “Penamaan Unik Menu Makanan dan Minuman di Yogyakarta: Kajian Bentuk Kebahasaan dan

(6)

Pembentukannya”, skripsi Kiswari (2012) tentang “Nama Makanan Kecil Dalam Bahasa Jawa”, dan skripsi Retnaningsih (2006) yang diberi judul “Nama Tempat Usaha di Yogyakarta: Kajian Etnosemantik”.

Dalam skripsinya, Nainggolan (2014) menyajikan isi penelitiannya ke dalam dua bab. Pada bab awal, ia mengidentifikasi menu dan bentuk-bentuk kebahasaannya. Bentuk kebahasaan menu, antara lain berupa kata dan frasa. Bentuk kata meliputi kata dasar dan kata turunan. Bentuk kata turunan berupa kata berafiks, reduplikasi, kata majemuk, akronim, dan singkatan. Sedangkan bentuk frasa tidak dikelompokkan secara spesifik lagi. Kemudian, pada bagian ini juga disajikan uraian mengenai kode bahasa yang digunakan pada penamaan menu. Kode bahasa yang digunakan antara lain: bahasa Indonesia, bahasa Inggris, bahasa Jawa, dan campur kode antara bahasa Indonesia dengan beberapa bahasa lain. Campur kode tersebut, yaitu: bahasa Indonesia dengan bahasa Inggris, bahasa Indonesia dengan bahasa Cina, dan bahasa Indonesia dengan bahasa Jawa.

Pada bab selanjutnya, ia menjelaskan mengenai proses pembentukan nama menu. Proses pembentukan nama menu, antara lain melalui proses persamaan makna, pengakroniman, persamaan bentuk dasar, penerjemahan, dan pengasosiasian. Pengasosiasian meliputi: asosiasi bunyi, asosiasi seksualitas, asosiasi warna, asosiasi cirri fisik, asosiasi rasa, asosiasi hasil, dan asosiasi makna.

Sementara itu, Kiswari, dalam skripsinya, membagi topik nama-nama makanan kecil dalam bahasa Jawa ke dalam dua aspek, antara lain: aspek kebahasaan dan non-kebahasaan. Aspek kebahasaan meliputi proses morfologis yang digunakan dalam penamaan makanan dan analisis makna nama makanan melalui analisis

(7)

komponensial. Sedangkan aspek non-kebahasaan meliputi analisis faktor kultural nama-nama makanan kecil dan konsep makanan dalam masyarakat Jawa. Aspek cultural tersebut, antara lain: keadaan alam, akulturasi kebudayaan, teknologi pengolahan pangan, nilai estetika, kreativitas, sistem kepercayaan, masyarakat rekreatif, masyarakat visual, variasi dialektal, status sosial, selera makanan, inferioritas, sopan santun, dan keunikan. Selain itu, Kiswari juga menjelaskan mengenai konsep makanan dalam masyarakat Jawa. Konsep makanan tersebut dapat dibagi berdasarkan beberapa hal, antara lain: cara memilih bahan makanan, cara memasak makanan, cara menyajikan makanan, perilaku makan, dan tujuan makan. Sedangkan makanan dapat diklasifikasikan ke dalam dua jenis, yaitu: makanan sehari-hari dan makanan untuk peristiwa khusus. Makanan sehari-hari ada dua macam pula, yakni makanan utama dan tambahan. Sementara itu, makanan untuk peristiwa khusus, misalnya: makanan untuk upacara, makanan untuk menjamu tamu, dan makanan untuk oleh-oleh.

Kemudian, Retnaningsih, dalam skripsinya, memaparkan aspek-aspek kebahasaan yang dijadikan alat atau sarana penamaan tempat usaha di Yogyakarta. Pada baian awal, ia menyebutkan beberapa acuan penamaan tempat usaha, yang antara lain berupa: kekomersialan, nama binatang, doa/harapan, alamat/lokasi, nama daerah, identifikasi kepemilikan, janjian mutu, penggambaran citra/image, penyebutan jenis usaha atau bahan dasar, dan penggunaan kosa kata baru. Dari segi tipografi, nama tempat usaha dapat dideskripsikan berdasarkan hal-hal berikut, seperti: ukuran huruf, jenis huruf, pemakaian angka, pemakaian simbol, warna dan gradasi warna, aspek keunikan, dan aspek kesingkatan.

(8)

Selanjutnya, aspek-aspek kebahasaan penamaan tempat usaha, antara lain berupa: gaya bahasa, proses pembentukan, penggunaan bahasa lain etimologi penamaan tempat usaha, dan motivasi penamaan tempat usaha. Gaya bahasa meliputi gaya bahasa retoris (asonansi dan aliterasi) dan gaya bahasa kiasan (sinekdoke dan metonimia). Sedangkan proses pembentukan nama, meliputi: pemendekan (abreviasi), akronim, pelesapan, penggantian, perubahan bunyi, penyebutan sifat khas (pembendaan kata sifat), penggunaan kosakata dari beberapa bahasa dalam satu nama, dan penamaan baru. Sementara itu, bahasa lain yang digunakan dalam penamaan, antara lain: bahasa asing (Inggris, Arab, dll.), bahasa daerah (Jawa, dll.), dan bahasa pergaulan.

Ketiga penelitian tersebut menunjukkan bahwa penamaan merupakan hal yang menarik. Oleh sebab itu, secara umum, penelitian ini pun akan menganalisis karakteristik penamaan produk kosmetik perawatan badan (PKPB).

1.6 Landasan Teori

Semantik adalah ilmu yang mempelajari hubungan antara tanda-tanda linguistik dengan hal-hal yang ditandainya (Chaer, 2009:2). Penandaan atau pelambangan suatu hal tertentu merupakan penamaan. Penamaan atau pendefinisian adalah dua buah proses pelambangan suatu konsep untuk mengacu pada referen yang berada di luar bahasa. Jika nama sama dengan lambang untuk sesuatu yang dilambangkannya maka berarti pemberian nama bersifat arbitrer, tidak ada hubungan wajib sama sekali (Chaer, 2009:44). Chaer juga menyebutkan bahwa walaupun bersifat arbitrer, penamaan masih dapat ditelusuri sebab-sebab yang melatarbelakanginya.

(9)

Sebab-sebab tersebut, antara lain: peniruan bunyi, penyebutan bagian, penyebutan sifat khas, penemu dan pembuat, tempat asal, bahan, keserupaan, pemendekan, dan penamaan baru (Chaer, 2009:44—51). Dalam hal ini, penamaan PKPB kemungkinan dilatarbelakangi oleh pendekatan bahan asal produk.

Ilmu mengenai nama dikenal sebagai ilmu onomastik. Ilmu onomastik adalah ilmu mengenai nama diri, terutama nama orang (anthroponimi) dan nama tempat (toponimi). Molino, (melalui Husen, 1999, (via Pradana (2007))) mengatakan bahwa Zabeeh dan Le Bihan telah melakukan studi tentang nama. Mereka mengelompokkan nama menjadi:

1) Nama-nama orang atau antroponim: Jean, Homerus, Reagan, dan sebagainya 2) Nama-nama binatang: anjing, kucing, jerapah, dan sebagainya

3) Nama-nama panggilan: papa, mama, dan sebagainya

4) Nama-nama tempat: Paris, Yogyakarta, Jakarta, Indonesia, dan sebagainya 5) Nama-nama waktu: Senin, September, Paskah, Abad Pertengahan, dan

sebagainya

6) Nama-nama lembaga: Perserikatan Bangsa-Bangsa, Liga Arab, Universitas Hasanuddin, dan sebagainya

7) Nama-nama hasil produksi/kreasi kegiatan manusia: Layar Terkembang, Paramex, Harry Poter, dan sebagainya

8) Nama-nama simbol ilmu alam/matematika: Cu, Al, Ag, dan sebagainya

9) Nama-nama khusus untuk sesuatu yang menarik perhatian, seperti: Katrina sebagai nama angin topan; Si Dukun sebagai julukan untuk mobil tua yang

(10)

telah dimiliki sejak lama; Trottinette (bahasa Perancis) sebagai sebutan untuk mobil yang disayangi, dan sebagainya.

Dalam penelitian ini objek kajiannya adalah tentang penamaan produk perawatan badan dalam merek asli Indonesia. Jika dihubungkan dengan pengelompokkan nama di atas, produk perawatan badan termasuk ke dalam kategori nama-nama hasil produksi/kreasi kegiatan manusia.

Selanjutnya, nama-nama produk perawatan badan terdiri dari unsur-unsur pembentuk. Salah satu unsur pembentuk menunjukkan adanya makna konkret dan abstrak. Makna konkret mengacu pada sesuatu yang nyata dan dapat diindra. Sementara itu, makna abstrak mengacu pada istilah-istilah tertentu yang menunjukkan kepada spesifiksai tertentu pada sebuah produk. Fakta kebahasaan lain yang ditemukan dalam penamaan PKPB adalah adanya hubungan hiponimi dari jenis-jenis PKPB. Hiponim adalah ungkapan (biasanya berupa kata, tetapi kiranya dapat juga frase atau kalimat) yang maknanya dianggap merupakan bagian dari makna suatu ungkapan lain (Verhaar dalam Chaer, 2009:99). Kebalikan dari hiponim adalah hipernim. Maka dari itu, hubungan hiponimi ini bersifat satu arah. Sedangkan hubungan antaranggota hiponim satu sama lain disebut kohiponim. Konsep hiponim dan hipernim mengandaikan adanya kelas bawahan dan kelas atasan, adanya makna sebuah kata yang berada di bawah makna kata lainnya (Chaer, 2009:100).

Kemudian, unsur-unsur pembentuk nama berwujud kata dan frasa. Kridalaksana mendefinisikan kata sebagai (1) morfem atau kombinasi morfem yang oleh bahasawan dianggap sebagai satuan terkecil yang dapat diujarkan sebagai bentuk yang bebas; (2) satuan bahasa yang dapat berdiri sendiri, terjadi dari morfem tunggal

(11)

(mis. batu, rumah, datang, dsb.) atau gabungan morfem (mis. pejuang, mengikuti, pancasila, mahakuasa, dsb.). Dalam beberapa bahasa, a.l. dalam bahasa Inggris pola tekanan juga menandai kata; (3) satuan terkecil dalam sintaksis yang berasal dari leksem yang telah mengalami proses morfologis (Kridalaksana, 2008:110). Kata dapat bergabung membentuk kata majemuk atau frasa. Kata majemuk adalah gabungan morfem dasar yang seluruhnya berstatus sebagai kata yang mempunyai pola fonologis, gramatikal dan semantik yang khusus menurut kaidah bahasa yang bersangkutan; pola khusus tersebut membedakannya dari gabungan morfem dasar yang bukan kata majemuk (Kridalaksana, 2008:77).

Frasa adalah satuan gramatik yang terdiri dari dua kata atau lebih yang tidak melampaui batas fungsi unsur klausa (Ramlan, 2005:138). Berdasarkan distribusi unsur penyusunnya, frasa dibagi menjadi dua, yakni frasa endosentrik dan frasa eksosentrik. Frasa endosentrik pun masih bisa dibagi menjadi dua, yaitu frasa endosentrik atributif dan frasa endosentris koordinatif. Frasa endosentrik atributif adalah frasa yang terdiri dari unsur-unsur yang tidak setara. Karena itu, unsurnya tidak mungkin digabungkan dengan kata penghubung dan atau atau. Sedangkan frasa endosentris koordinatif adalah frasa yang terdiri dari unsur-unsur yang setara. Maka, unsurnya dapat dihubungkan dengan kata penghubung dan atau atau (Ramlan, 2005:142—143). Menurut Parera, frasa endosentris adalah sebuah frasa apabila satuan konstruksi frasa itu berdistribusi dan berfungsi sama dengan salah satu anggota pembentuknya. Dalam konstruksi frasa endosentris ada unsur yang berlaku sebagai pusat dan atribut. Sebuah frasa dapat terdiri dari dua unsur pusat dan beberapa unsur atribut. Unsur pusat ialah unsur yang menjadi pedoman satuan

(12)

konstruksi frasa berdistribusi dan berfungsi (Parera, 2009: 55—56). Dalam Parera (2009: 56—59), frase endosentris atributif memiliki beberapa tipe, antara lain:

(1) Atribut mendahului pusat, contoh: big tree, very good, tidak datang, sepatah kata, dsb.

(2) Pusat mendahului atribut, contoh: number three, walk quickly, baik sekali, tinggi hati, dll.

(3) Atribut terpisah atau terbagi, contoh: a better plan than yours, sebuah mangga yang masak, dsb.

(4) Atribut dengan pusat terpisah, contoh: did not go, can never go, dll.

(5) Konstruksi atribut manasuka, contoh: almarhum Dr. Sutomo, Dr. Sutomo almarhum, lain orang, orang lain, sekalian pendengar, pendengar sekalian, dsb.

Sementara itu, secara umum konstruksi frasa endosentri koordinatif adalah sebagai berikut:

(1) Konstruksi aditif/penambahan: dalam konstruksi ini kedudukan anggota pembentuk sama, yang satu tidak bergantung kepada yang lain, contoh: putih lagi bersih; berilmu lagi beriman; dsb.

(2) Konstruksi penggabungan, contoh: man and woman; pemuda dan pemudi; membaca dan menulis; dll.

(3) Konstruksi pemisah (disjunktif) atau pilihan (alternatif), contoh: red or green; kaya atau miskin; dua tiga orang; dsb.

(4) Konstruksi perwalian/aposisi, contoh: Professor James; Presiden Mahmud; Yogya, ibukota daerah istimewa; dll.

(13)

Untuk mendapatkan unsur-unsur pembentuk nama produk perawatan badan, digunakan teknik bagi unsur bawahan langsung atau immediate constituens (ICs). ICs (dalam Parera, 2009: 69—72) adalah teknik analisis bahasa secara struktural untuk menemukan satuan-satuan bahasa yang secara beruntun/bertahap membentuk konstruksi bahasa yang lebih tinggi. Menurut beberapa tokoh, diagram ICs dapat digambarkan dalam bentuk, antara lain:

(1) Grafik kurung. Grafik kurung diusulkan oleh Rulon Wells. (2) Grafik kotak. Grafik kotak diusulkan oleh Charles F. Hockett. (3) Diagram bercabang. Diagram ini dipakai oleh E. Nida.

(4) Diagram Pohon. Diagram ini dipergunakan oleh Noam Chomsky.

Kode bahasa adalah istilah netral yang dapat mengacu kepada bahasa, dialek, sosiolek, atu ragam bahasa (Sumarsono, 2004:201). Variasi bahasa yang digunakan sebagai alat identifikasi merupakan sebuah kode bahasa. Pemilihan kode bahasa tertentu pada penamaan produk kosmetik disebabkan oleh alasan tertentu. Penggunaan kode bahasa tertentu tersebut, misalnya bahasa asing, didasari oleh alasan tertentu pula. Salah satu alasannya adalah mengikuti bahasa negara-negara fashion di dunia. Selain bahasa asing, bahasa Indonesia tentu menjadi bahasa resmi di Indonesia. Tidak hanya bahasa asing dan bahasa Indonesia, bahasa daerah juga digunakan dalam penamaan ini. Bahasa daerah digunakan untuk menunjukkan spesifikasi tertentu. Dengan menggunakan bahasa daerah, sifat tradiosional akan menonjol pada sebuah produk.

(14)

1.7 Metode Penelitian

Kridalaksana (2008:153) mendeskripsikan metode sebagai cara mendekati, mengamati, menganalisis, dan menjelaskan suatu fenomena. Penelitian ini dilakukan melalui tiga tahapan, yaitu pengumpulan data, analisis data, dan penyajian data (Sudaryanto, 1993:5). Dalam penelitian ini, terlebih dahulu data nama-nama produk perawatan badan yang diambil dari berbagai sumber (katalog cetak dan online) dikumpulkan. Data yang diambil hanyalah produk perawatan badan yang berasal dari sepuluh merek asli Indonesia terpopuler. Sepuluh merek tersebut berasal dari beberapa perusahaan kosmetik yang sama. Hal ini terjadi karena beberapa perusahaan membawahi lebih dari satu merek dagang. Perusahaan-perusahaan kosmetik tersebut, antara lain: PT Martina Berto Tbk yang menaungi merek Belia, Sariayu, Cempaka Bali, dan Dewi Sri Spa; PT Victoria Care Indonesia yang membawahi merek Herborist; PT Kosmetikatama Super Indah yang membawahi kosmetik merek Inez; PT Mustika Ratu yang menaungi merek kosmetik Mustika Puteri, Mustika Ratu, dan Taman Sari Royal Heritage Spa; serta PT Paragon Technology and Innovation yang membawahi merek Wardah.

Metode yang digunakan dalam pengumpulan data ini ialah metode simak dengan teknik catat. Setelah data terkumpul, kemudian diseleksi dan dianalisis. Proses analisis menggunakan metode agih dengan teknik bagi unsur langsung. Pengklasifikasian data dilakukan berdasarakan beberapa hal. Pertama, data berdasarkan bentuk satuan kebahasaannya. Selanjutnya, data yang sama dikelompokkan berdasarkan jenis dan tipe frasa serta pola susunan berdasarkan jumlah unsur penyusun. Data kemudian diklasifikasikan berdasarkan bahasa yang

(15)

digunakan. Setelah itu, data dianalisis setiap bagian unsur-unsur dan struktur pembentuknya.

Tahap selanjutnya adalah tahap penyajian data. Hasil yang telah diperoleh disajikan dalam bentuk tertulis. Metode yang digunakan untuk menyajikan data adalah metode formal dan informal. Metode formal adalah penyajian hasil analisis data dengan menggunakan kaidah, misalnya rumus, bagan, diagram, dan gambar (Kesuma, 2007:73). Metode ini bertujuan untuk merinci hasil analisis data agar mudah dimengerti. Metode informal adalah penyajian hasil analisis data dengan menggunakan kata-kata biasa (Sudaryanto, 1993:45). Metode ini bertujuan untuk memberi uraian atau penjelasan hasil analisis. Hasil analisis akan dipaparkan ke dalam dua bab.

1.8 Sistematika Penyajian

Berdasarkan rumusan masalah yang telah dikemukakan, penelitian ini akan disajikan dalam empat bab. Bab I berisi pendahuluan, meliputi latar belakang, rumusan masalah, tujuan penelitian , manfaat penelitian, tinjauan pustaka, landasan teori, metode penelitian, dan sistematika penyajian. Bab II memaparkan bentuk kebahasaan PKPB. Bab III membahas tentang unsur, struktur nama PKPB, kode bahasa yang digunakan, dan motivasi penggunaan bahasa. Terakhir, bab IV berisi simpulan dan saran.

Referensi

Dokumen terkait

INKA (Persero) Madiun yaitu area terbuka dan workshop/gudang sudah dilakukan dengan baik namun belum ada indikator keberhasilan atau lembar checklist karena

Berdasarkan hasil analisis dari beberapa aspek diatas, untuk mengetahui respon petani terhadap teknologi yang didemonstrasikan pada umumnya baik setelah melihat, melakukan dan

Dengan adanya perbedaan dari beberapa hasil penelitian di atas, yang menunjukkan bahwa tidak selamanya disiplin kerja berpengaruh terhadap prestasi kerja.Oleh karena itu,

Pada penelitian yang dilakukan sebelumnya yaitu pengukuran propagasi indoor dimana parameter yang digunakan WLAN 802.11g, perhitingan signal level dan

Perhitungan jarak yang dipakai untuk menentukan jarak antar-histogram adalah jarak Euclidean, yang akan menghitung jarak histogram warna dari citra tanah sebagai data uji

Manfaat praktis penelitian ini adalah setelah diketahui pilihan bahasa masyarakat Transmigran, diharapkan agar bahasa setiap bahasa yang dipilih tersebut dapat

Penulis berharap hasil penelitian ini berguna khususnya bagi pembelajar bahasa Jepang UPI Bandung semester lima dan enam, pada saat kesulitan dalam memahami arti, fungsi,

Kemudian hasil analisis disajikan dalam bentuk rumusan yang bersifat deskriptif yaitu menjelaskan bentuk, fungsi, dan makna dari pembentukan morfem pada kata verba