A. Latar Belakang
Angkutan kota merupakan unsur yang penting dan mempunyai pengaruh yang kuat dalam pembentukan lingkungan kehidupan kota yang produktif dan merupakan satu aspek dari
kehidupan kota yang lengkap.1 Pada awal tahun 1970an jaringan
angkutan umum terbatas pada daerah yang ramai dengan kegiatan ekonomi seperti Alun-alun, Pasar Kebonpolo, Pasar Tidar, dan Terminal Tidar, sehingga kota Magelang berkembang secara linier, yaitu ke Utara dan Selatan searah dengan jalan protokol yang ada. Untuk mengatasi hal ini perlu dipacu penyebaran keramaian kota dan transportasi sebagai pendukungnya di bagian Barat dan Timur kota Magelang. Pertengahan 1980an mulai muncul angkutan umum yang melayani kota Magelang bagian Barat seperti Tidar Keliling (Darling) dan Kebonpolo Keliling (Bonling) di bagian Timur.
Angkutan umum di kota Magelang berkembang relatif lebih cepat ketimbang kota-kota lain di Indonesia. Ketika bemo di
1 R. Soekotjo “Beberapa Masalah Angkutan Kota – Suatu Kasus
Transportasi di Kota Padat Penduduk” dalam Prisma No. 2, Tahun
Magelang mulai ditinggalkan pada tahun 19722 dan digantikan dengan Daihatsu roda empat, kota Malang baru meninggalkan bemo
pada tahun 1978 sedangkan kota Bogor pada tahun 1980.3
Penggantian angkutan umum bemo ke Daihatsu roda empat bertujuan untuk memenuhi jumlah kebutuhan angkutan umum yang semakin meningkat.
Dengan pusat pemerintahan kabupaten dan kota yang masih menjadi satu di dalam kota Magelang, maka Magelang belum memiliki angkutan kota mandiri yang khusus melayani rute dalam kota. Angkutan umum yang ada saat itu adalah angkutan umum antar wilayah dan belum dapat mengakomodir kebutuhan masyarakat kota Magelang terutama bagian Barat dan Selatan terhadap angkutan umum. Namun masyarakat memiliki pilihan alternatif dengan menggunakan angkutan umum yang tidak memiliki jalur tetap seperti dokar, becak dan ojek dengan tarif yang relatif lebih mahal dibanding dengan kendaraan umum massal.
2 Wawancara dengan Asriyanto di kantor KOPATA Magelang
pada tanggal 6 Mei 2013 Pukul 09.00 – 09.30 WIB.
Sebagai sebuah ‘kota tua’ Magelang memiliki infrastruktur seperti perumahan, sekolah, rumah sakit, jaringan jalan dll. yang dibangun pada masa pemerintahan Hindia Belanda. Hal ini
berdasarkan Staadsblad Van Nederlandsch Indie 1906 No. 125 yang
dikeluarkan pada tanggal 1 Maret 1906 Magelang secara de yure
menjadi kota otonom dengan sebutan gemeente sehingga memiliki
hak untuk mengatur keuangan dan mengelola sarana sosial sendiri.4
Pembangunan infrastruktur juga didukung dengan adanya pembangunan jalan pos pada tahun 1833 yang kemudian
menghubungkan Semarang, Magelang dan Yogyakarta.5 Pemerintah
kolonial Belanda melaksanakan pembangunan jalan di Indonesia pada waktu dulu berdasarkan satu rencana induk jalan yang mencakup rencana pembangunan berbagai jaringan jalan. Pembangunan jalan ini semula ditujukan untuk kepentingan
pemerintahan, tetapi manfaatnya dirasakan di bidang ekonomi.6
4 Beta Afriana, Perkembangan Tata Kota Gemeente Magelang
1906-1942. Skripsi S1, Jurusan Sejarah. Fakultas Ilmu Budaya.
2006, hlm. 62.
5 Ibid, hlm, 57.
6 Muchtarudin Siregar, Beberapa Masalah Ekonomi dan
Management Pengangkutan, (Jakarta: Fakultas Ekonomi Universitas
Indonesia, 1990) hlm. 80.
Terminal adalah tempat awal dan akhir dari operasi transportasi atau trayek dan tempat pergantian moda atau rute
(interchange) termasuk fasilitas pelayanan dan pemeliharaan sarana
transportasi (kendaraan dan peralatannya). Fungsi lain adalah
untuk penyimpanan, distribusi dan bongkar muat barang.7
Pelayanan transportasi darat di kota Magelang ditopang oleh keberadaan satu buah terminal induk, yaitu terminal tidar dan dua buah sub terminal yang berlokasi di Jl. Ikhlas dan Kebonpolo. Terminal Tidar merupakan terminal antar kota dengan tipe A di kota Magelang. Fungsi utama Terminal Tidar adalah sebagai terminal induk kota Magelang, tempat transit angkutan umum, pembangkit
kegiatan ekonomi, dan untuk meratakan pembangunan perkotaan.8
Terbatasnya jumlah terminal maupun sub terminal di kota Magelang menyebabkan kegiatan perpindahan moda dilakukan di sembarang tempat sehingga timbul terminal bayangan yang akan menyebabkan permasalahan terhadap kelancaran dan keselamatan
7 Sri Hendarto. Dik, Dasar-Dasar Transportasi. Diktat
pelengkap matakuliah S1-271 Dasar-dasar Transportasi, Jurusan Teknik Sipil ITB, 1998, hlm. 42.
8 Perencanaan Master Plan Tataran Transportasi Lokal di Kota
Magelang, Laporan Antara, Dinas Perhubungan, Komunikasi dan
lalu lintas. Lokasi-lokasi yang teridentifikasi sebagai terminal bayangan di antaranya adalah daerah Canguk, Shoping, Sentot
Alibasa.9
Upaya pemerintah Magelang untuk memenuhi angkutan umum massal dan tata tertib lalu lintas dilakukan secara bertahap dan mengikuti demografi di kota Magelang seperti jumlah penduduk dan jumlah kendaraan. Sehingga apabila di satu daerah telah dibangun pemukiman dan dirasa perlu untuk dibuka jalur baru untuk angkutan umum maka pemerintah melalui dinas perhubungan bekerja sama dengan Koperasi Angkutan Kota (KOPATA) Magelang akan melakukan survei. Tujuan dari survei adalah menentukan jumlah kendaraan yang dibutuhkan oleh masyarakat dengan mempertimbangkan kesinambungan antara permintaan dan penawaran, sehingga pengguna jasa dapat memperoleh kemudahan jasa angkutan di sisi lain dapat
memberikan keuntungan bagi pengusaha angkutan.10
9 Ibid, hlm. 17.
10 Analisa Survey Perencanaan Angkutan Umum, Trayek
Angkutan Kota Jalur 12. Pemerintah Propinsi Jawa Tengah Cabang Dinas LLAJ Kota Magelang 1999.
Kota Magelang yang memiliki lokasi strategis memiliki pasar Kebonpolo dan Pasar Tidar yang mampu mendatangkan banyak orang. Pengunjung Pasar Tidar tidak hanya dari kota atau kabupaten Magelang tapi banyak yang berasal dari Semarang dan Yogyakarta hal ini disebabkan karena Pasar Tidar terkenal sebagai salah satu pusat perdagangan tekstil. Fungsi kota Magelang sebagai kota jasa membuat volume perjalanan dari dan keluar kota menjadi besar, hal ini dikarenakan banyaknya penduduk di luar kota Magelang yang melakukan aktivitasnya di kota Magelang.
Macam angkutan umum di Magelang bisa dibagi antara angkutan umum tanpa jalur dan angkutan umum dengan jalur. Angkutan tanpa jalur adalah becak, dokar dan ojek, untuk becak dan dokar walaupun mereka tidak mempunyai jalur tapi ruang geraknya terbatas hanya sekitar pusat kota yang memiliki jalan landai sedangkan ojek dapat beroperasi di banyak tempat dan waktu yang tidak terbatas. Kendaraan tanpa jalur ini biasanya berfungsi sebagai pengumpan dari dan ke tempat kendaraan umum dengan jalur menaikturunkan penumpang. Di beberapa lokasi juga terdapat jalur khusus yang bisa digunakan oleh becak dan dokar.
Sedangkan angkutan umum dengan jalur adalah pick up, colt dan minibus yang merupakan angkutan umum dalam kota, perbatasan dan AKDP. Angkutan umum di Magelang pada umumnya beroperasi sampai pukul 18.00 saja, karena jumlah permintaan yang berkurang pada waktu sore hari. Pada periode sibuk yang terjadi antara lain disebabkan karena pukul 06.00 – 08.00 banyak orang yang berangkat sekolah dan pergi kepada serta ke tempat kerja, sedangkan pukul 14.00 – 18.00 merupakan waktu waktu pulang
sekolah dan pulang kerja.11 Beberapa kali angkutan umum
melanggar jalur trayek yang telah ditetapkan karena mencari penumpang atau menuruti kemauan penumpang walaupun tidak dicarter. Bahkan pengusaha angkutan umum ada yang sengaja mengubah jalur yang tetapkan dengan cara mengubah warna
kendaraan sehingga tidak sesuai dengan izin trayek.12
B. Permasalahan dan Pertanyaan Penelitian
Berdasarkan latar belakang di atas, jalan raya dan jumlah angkutan menjadi sangat penting dalam menopang perekonomian
11 Laporan Survai Load Faktor Statis dan Dinamis Angkutan
Kota 2010. Dinas Perhubungan, Komunikasi dan Informatika Kota
Magelang. Hlm. 9.
kota Magelang. Berdasarkan rumusan masalah tersebut, maka fokus penelitian tentang angkutan umum di kota Magelang dapat diidentifikasikan melalui pertanyaan penelitian sebagai berikut :
1. Bagaimana kondisi angkutan umum di kota Magelang pada
periode sebelum dan sesudah munculnya Daihatsu pick up
tahun 1972?
2. Apa dampak yang ditimbulkan dari perkembangan
angkutan umum terhadap tata ruang kota Magelang?
3. Usaha apa saja yang dilakukan pemerintah kota Magelang
dalam menyelenggarakan angkutan umum?
C. Ruang Lingkup Penelitian
Ruang lingkup spasial penelitian ini adalah kota Magelang yang di dalamnya terdapat jaringan sistem angkutan umum dan pusat-pusat kegiatan ekonomi. Sebagai kota jasa yang melayani perjalanan dari dan keluar kota maka selain angkutan kota, Kota Magelang juga dilayani oleh angkutan perbatasan dan AKDP. Dengan demikian, lingkup spasial penelitian adalah kota Magelang, wilayah perbatasan yang dijadikan titik henti dan para pelaku usaha angkutan umum sebagai satu kesatuan jaringan sistem angkutan umum.
Sejarah berusaha melihat segala sesuatu dari sudut rentang
waktu.13 Adapun lingkup temporal mengambil tahun 1972 sampai
1992. Diambil tahun 1972 karena di tahun ini muncul kendaraan yang menjadi cikal bakal angkutan kota yaitu Daihatsu pick up S38 dan sejenisnya. Angkutan umum ini diminati masyarakat dan menyebabkan munculnya pengusaha-pengusaha angkutan baru yang jumlahnya bertambah dengan signifikan dibanding tahun-tahun
sebelumnya.14 Pada tahun 1985 pemerintah mulai membatasi dan
mengatur kembali rute dalam kota dan akhirnya mengeluarkan
sepuluh trayek khusus dalam kota pada tahun 1990.15 Namun
dengan sepuluh trayek ini masih ditemukan kesemrawutan dan persaingan yang merugikan para pelaku angkutan umum. Hingga pada tahun 1992 kondisi angkutan umum kota Magelang telah cukup nyaman dan teratur dengan ditetapkannya jumlah angkutan umum dalam kota. Selain itu angkutan umum dari luar kota sangat dibatasi sehingga persaingan-persaingan dapat dihindarkan dan pendapatan para pelaku angkutan umum lebih merata.
13 Kuntowijoyo, Metodologi Sejarah (Yogyakarta: PT. Tiara
Wacana, 2003), hlm. 159.
14 Wawancara dengan Asriyanto tanggal 13 Mei 2013 di Kota
Magelang pukul 09.00 WIB.
D. Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk menjelaskan perubahan sistem angkutan kota di Magelang yang dipengaruhi oleh perkembangan ekonomi, meningkatnya jumlah penduduk dan kebutuhan akan angkutan kota dari tahun 1972 sampai 1992. Pada penelitian-penelitian yang sudah ada dengan objek yang sama yaitu angkutan umum, belum ada yang membahas tentang tahun yang sama sedangkan objek tentang Magelang sendiri lebih banyak membahas periode sebelum kemerdekaan dan lebih kepada pemerintahan, pendidikan dan pariwisata. Adapun pembahasan mengenai angkutan umum hanya sebatas sarana menuju Magelang sebagai penunjang militer dan pariwisata. Penelitian ini diharapkan dapat memberikan hal baru dalam penulisan sejarah Indonesia dan mampu melengkapi khasanah sejarah transportasi dan kota Magelang.
E. Tinjauan Pustaka
Sumber pustaka yang sudah digunakan penulis untuk melakukan penelitian ini adalah beberapa surat keputusan
pemerintah kota Magelang, laporan acara, buku, skripsi, koran dan majalah.
Buku Pertama adalah buku yang dikarang oleh Muchtarudin
Siregar dengan judul Beberapa Masalah Ekonomi dan Management
Pengangkutan.16 Di dalam buku tersebut dijelaskan secara
menyeluruh mengenai sifat dan masalah yang dihadapi oleh lima jenis angkutan seperti angkutan motor, kereta api, angkutan udara, angkutan laut dan angkutan pipa yang dihubungkan dengan kenyataan di sektor pengangkutan di Indonesia. Pembahasan secara makro ekonomi berdasarkan pengangkutan merupakan salah satu prasarana yang menunjang pelaksanaan pembangunan nasional dan perkembangan ekonomi umumnya serta berperan dalam pengalokasian sumber dana dan kekayaan alam. Sedangkan secara mikro ekonomi Muchtarudin Siregar melihat kepentingan dua pihak, yaitu perusahaan pengangkutan yang memproduksi jasa angkutan
sebagai pengeluaran (output) dan pemakai jasa angkutan yang
melihat pengangkutan sebagai pemasukan.
16 Muchtarudin Siregar, Beberapa Masalah Ekonomi dan
Management Pengangkutan, (Jakarta: Fakultas Ekonomi Universitas
Buku kedua adalah buku yang dikarang oleh Suwardjoko P.
Warpani yang berjudul Pengelolaan Lalu Lintas dan Angkutan
Jalan.17 Buku ini memilah antara masalah pengangkutan dengan
lalu lintas. Hal ini dilakukan agar dapat melihat lebih tajam berbagai permasalahan yang ada, dengan begitu kebijakan mengenai pengangkutan dan lalu lintas yang paling tepat untuk diterapkan, baik di lingkup daerah maupun nasional.
Buku ketiga adalah buku karya Fidel Miro yang berjudul
Sistem Transportasi Kota.18 Buku ini membahas transportasi sebagai
sebuah sistem yang menyeluruh mengandung unsur-unsur prasarana, sarana dan sistem operasi yang sesuai dengan kondisi Indonesia serta bentuk jangkauan pelayanan transportasi dari tingkat desa sampai ke tingkat antar Negara. Seluruh aspek yang terkait dengan transportasi terhimpun dalam buku ini seperti aspek teknis transportasi, aspek ekonomis, manajemen, aspek sosial masyarakat, aspek lingkungan, aspek kelembagaan dan aspek tata ruang.
17 Suwardjoko P. Warpani, Pengelolaan Lalu Lintas dan
Angkutan Jalan (Bandung: Penerbit ITB, 2002).
Kemudian, juga digunakan Skripsi S1 tulisan Beta Afriana
yang berjudul Perkembangan Tata Kota Gemeente Magelang
1906-1942.19 Di dalam skripsi tersebut diperoleh informasi yang cukup
berharga mengenai sejarah Kota Magelang. Dalam skripsi tersebut dijelaskan mengenai perkembangan Kota Magelang mulai dari
pembentukan gemeente, pembangunan jalan pos sampai
pembangunan kota oleh Magelang Voorait.
Sumber selanjutnya adalah artikel yang ditulis oleh H.W. Dick dalam majalah Prisma terbitan minggu keempat, April 1981 yang
judulnya Angkutan Umum Kota dan Partisipasi Pribumi.20 Artikel yang
merupakan terjemahan dari Urban Public Transport; Jakarta,
Surabaya and Malang menjelaskan bahwa di tiga kota itu pada
tahun 1978 telah terjadi pergeseran industri angkutan kota, terutama angkutan berskala kecil. Industri yang semula berada di tangan non-pribumi ini sejak tahun 1970-an bergeser ke tangan pemilik pribumi, yang umumnya berasal dari kelas menengah kota.
19 Beta Afriana, Perkembangan Tata Kota Gemeente Magelang
1906-1942. Skripsi S1, Jurusan Sejarah. Fakultas Ilmu Budaya.
2006.
20 H.W. Dick “Angkutan Umum Kota dan Partisipasi Pribumi”
Artikel ini banyak membahas aspek ekonomi dan sosial dari para pemilik kendaraan dan sopirnya.
Artikel selanjutnya adalah artikel yang ditulis oleh R. Soekotjo dalam majalah Prisma terbitan minggu kedua, Maret 1974 yang
judulnya Beberapa Masalah Angkutan Kota – Suatu Kasus
Transportasi di Kota Padat Penduduk.21 Artikel ini membahas
tentang masalah angkutan kota yang timbul akibat terjadi kepincangan-kepincangan terhadap faktor-faktor yang mempengaruhinya. R. Soekotjo memulai dari masalah angkutan umum dan pribadi yang membebani biaya pembangunan jalan prosentase kendaraan bermotor di Jakarta.
F. Metode Penelitian
Dalam penelitian ini akan digunakan metode penelitian sejarah lisan. Karena kajian yang diambil adalah transportasi dan difokuskan pada perkembangan pola angkutan umum di kota Magelang yang tidak semua fakta-fakta tersebut terekam dalam arsip, sehingga metode wawancara juga diperlukan. Selain itu
21 R. Soekotjo “Beberapa Masalah Angkutan Kota – Suatu
metode ini dinilai cukup efektif digunakan untuk menjelaskan kondisi perubahan sosial secara konkret di lapangan. Metode wawancara yang digunakan dengan standar yang telah ditentukan akan seleksi fakta yang disesuaikan dengan konteks penelitian dan tidak terjebak dalam subjektivitas narasumber. Kelemahan metode wawancara ini akan ditutup dengan penggunaan sumber primer berupa arsip juga akan digunakan karena lebih tinggi ada objektivitasnya. Selain arsip juga akan dilakukan pengkajian terhadap berbagai koran yang terbit pada periode tahun yang sesuai dengan penelitian. Penggunaan sumber koran ini sangat efektif untuk menutup kekurangan sumber wawancara dan arsip. Akhirnya ketiga sumber primer di atas, yaitu wawancara, arsip dan koran diharapkan mampu saling mengisi kekurangan penggunaan sumber tersebut.
Selain sumber primer, digunakan juga sumber-sumber berupa buku agar wacana dan pengetahuan tentang kajian yang diambil lebih luas. Buku-buku tersebut sebagian besar diperoleh dari unit perpustakaan Universitas Gadjah Mada, Perpustakaan Fakultas Ilmu Budaya, Perpustakaan Daerah Magelang dan ada beberapa yang diperoleh dari koleksi pribadi penulis.
Penelitian ini menggunakan lima tahap metode dari Kuntowijoyo, yakni : pemilihan topik, pengumpulan sumber, verifikasi atau kritik terhadap autentisitas dan kredibilitas sumber yang digunakan, interpretasi atau analisis dan sintesis sumber yang
sudah diversifikasi, serta penulisan.22 Selain itu juga akan dilakukan
pencarian berita melalui koran, majalah dan surat keputusan walikota sebagai sumber primer.
G. Sistematika Penulisan
Penulisan secara sistematis dan terstruktur akan mempermudah di dalam penjabaran dan pembahasan topik permasalahan. Oleh karena itu, penulisan skripsi ini dibagi menjadi lima bab. Pendahuluan atau bab satu menggambarkan tentang permasalahan yang muncul di dalam penelitian. Dengan kata lain, bab ini mencakup latar belakang, rumusan masalah, ruang lingkup, tujuan penulisan, tinjauan pustaka, sumber beserta metode penulisan dan sistematika penulisan.
Bab dua akan membahas mengenai gambaran umum yang berisikan sejarah singkat kota Magelang, wilayah geografis, jenis-jenis angkutan umum dan kondisi angkutan umum sebelum tahun 1972, bab ini bertujuan untuk mempermudah di dalam memahami lingkup spasial penelitian dan pendahuluan untuk mengenal permasalahan di bab III.
Selanjutnya, bab tiga membahas tentang perkembangan angkutan umum di kota Magelang, mulai dari jenis-jenis angkutan umum, persaingan antar moda dan masalah yang ditimbulkannya. Bab ini penting untuk melihat bagaimana angkutan dalam kota dan antar kota yang tumpang tindih menjadikan kota Magelang semrawut terutama di pusat-pusat ekonomi. Selain itu pendapatan yang tidak merata antara operator angkutan umum juga akan dibahas.
Bab keempat membahas dampak angkutan umum terhadap perkembangan tata ruang kota Magelang tahun 1972 sampai 1992. Akhirnya sampai bab kelima yang berisi tentang jawaban dari pertanyaan-pertanyaan permasalahan yang muncul dalam penelitian.