• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang"

Copied!
7
0
0

Teks penuh

(1)

1 BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Moral merupakan aspek mendasar manusia yang perlu dibenahi dan dikembangkan dengan sebaik-baiknya untuk menciptakan kepribadian manusia yang lebih baik. Kaelani (2010) menyatakan bahwa moral merupakan ajaran-ajaran ataupun wejangan-wejangan, patokan-patokan, kumpulan peraturan baik lisan maupun tertulis tentang bagaimana manusia harus hidup dan menjadi manusia yang baik. Pertumbuhan dan kepribadian suatu individu akan terasa lengkap dan semakin mantap apabila moral manusia itu tertata secara baik. Sikap serta kharakteristik seseorang menunjukkan kualitas moral yang dimilikinya. Bahkan, perilaku yang ditunjukan oleh individu tertentu dalam kesehariannya menunjukkan sejauh mana dan sebaik apa nilai moral yang dimiliki individu tersebut.

Semestinya, pembentukan moralitas individu perlu menjadi prioritas dan mendapatkan perhatian khusus. Untuk menciptakan individu-individu yang memiliki moral yang baik, proses pembenahan faktor tersebut perlu dilakukan sejak dini. Tentunya, tingkatan usia seseorang membedakan proses perlakuan berhubungan dengan pembentukan moralitasnya. Namun, pengembangan moralitas individu yang dilakukan sejak dini akan membantu mempersiapkan individu tersebut untuk menjalani kehidupan ketika bersosialisasi dengan orang lain dan dalam berbagai kondisi lingkungan.

Dalam Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan RI (2014) tentang Kurikulum 2013 yang mengatur tentang pendidikan anak usia dini menyatakan perkembangan moral ditetapkan sebagai salah satu kompetensi inti yang perlu dicapai. Dalam lampiran satu yang memuat tentang kerangka dasar dan struktur kurikulum pendidikan anak usia dini menjelaskan salah satu karakteristik kurikulum 2013 ini yaitu untuk mengoptimalkan perkembangan anak yang salah satunya meliputi perkembangan moral. Hal tersebut juga terlihat di mana dua kompetensi inti yang perlu dikembangkan berkaitan erat dengan proses perkembangan moral anak.

(2)

2 Dua kompetensi inti tersebut meliputi kompetensi dasar spiritual dan kompetensi dasar sosial. Zuchdi (2009) menyatakan bahwa moral mencakup pengetahuan tentang sikap, keterampilan dan kepercayaan. Sedangkan Santrock (2009) menyatakan bahwa perkembangan moral merupakan perkembangan yang berkaitan dengan aturan dan konvensi mengenai apa yang harus dilakukan dalam interaksinya dengan orang lain. Untuk itu, perkembangan moral perlu menjadi perhatian khusus sebab moral berkaitan erat dengan kemampuan spiritual dan sosial anak. Hal ini menjadi sangat penting untuk mendorong potensi yang ada pada anak.

Santrock (2009) juga menambahkan anak-anak ketika dilahirkan tidak memiliki moral (inmoral) tetapi dalam dirinya memiliki potensi untuk di kembangkan. Hal tersebut berarti bahwa pengembangan moral sejak dini sangat esensial untuk dilakukan. Oleh karena itu, pengalamanya berinteraksi dengan orang lain menjadi bagian dalam pembentukan moral yang baik dalam dirinya. Di sini, pembentukan moral anak harus dimulai dari lingkungan yang paling kecil hingga lingkungan yang lebih luas.

Salah satu area yang turut berperan dalam pembentukan moral anak adalah lingkungan sekolah. Berkowitz (dalam Damon, 2002) mengatakan bahwa sekolah hadir sebagai lingkungan kedua yang turut mempengaruhi konsep diri, keterampilan sosial, nilai, kematangan penalaran moral, perilaku prososial, pengetahuan tentang moralitas dan sebagainya. Oleh karena itu, sekolah seharusnya tidak hanya menjadi ajang untuk semata-mata melakukan transfer ilmu pengetahuan dan mengejar ranking tetapi juga mentransfer nilai-nilai kehidupan yang dapat menuntun anak menjadi pribadi yang kuat dan mampu bersosialisasi dengan baik dalam berbagai kondisi lingkungan.

Asumsinya adalah bahwa ketika seseorang memiliki kompetensi yang baik dalam bidang tertentu tetapi tidak memiliki kepribadian yang baik, ilmu tersebut akan menjadi sia-sia dan tidak akan diaplikasikan dengan baik. Kepribadian seseorang memberi gambaran yang jelas mengenai siapa sebenarnya individu tersebut di mata orang lain. Oleh karena itu, kejelian sekolah dalam mempersiapkan pribadi anak yang bermoral menjadi kunci serta prioritas yang utama di samping perkembangan

(3)

3 kemampuan kognitif mereka. Untuk itu, semua komponen yang ada di lingkungan sekolah bertanggung jawab dalam upaya membentuk dan mengembangkan moral anak. Salah satu figur penting yang paling dekat dengan anak adalah guru.

Sebagai bagian dari pelaksana pendidikan di sekolah, kehadiran guru sebagai tenaga pendidik diharapkan mampu memberi perubahan yang positif khususnya dalam membentuk moral anak. Peran guru sangat penting karena guru merupakan sosok orang tua bagi anak di sekolah yang bertanggung jawab untuk membimbing serta memberi teladan bagi mereka. Guru memiliki tanggung jawab yang besar dalam membimbing, mengembangkan serta mentransfer nilai-nilai moral yang bermanfaat bagi perkembangan anak didik. Amini (2008) menggambarkan bahwa banyak guru hanya berfokus pada kognitif anak tanpa melihat pembentukan aspek moral serta afeksi mereka. Mereka hanya berfokus pada pengajaran baca, tulis dan hitung (calistung) secara intensif dan kurang memperhatikan masalah aspek pengasuhan yang akan memperkaya karakter anak.

Sementara itu, dalam pembentukan moral anak masih juga terdapat banyak kesalahan dan kekeliruan yang dilakukan guru. Menurut Megawangi (2003), terjadi beberapa hal seperti tidak terdapat tauladan yang baik, adanya celaan, hinaan,

kutukan dan kekerasan pada anak, menggertak, memukul, mendorong, mencubit

dengan keras, menyuruh anak berlutut, ataupun hukuman yang lain tanpa memikirkan konsekuensinya. Inilah beberapa contoh perilaku yang kerap dilakukan guru dalam membentuk moral anak. Perlakuan-perlakuan tersebut di atas tentunya dapat berdampak negatif karena anak bisa saja meniru dan melakukan hal yang sama dalam perjalanan kehidupan mereka.

Kondisi di atas memberi gambaran mengenai betapa dangkalnya proses pembentukan moral anak sejak dini. Sedangkan di pihak lain, mereka perlu dipersiapkan agar kemudian mampu bersosialisasi dengan lingkungan sekitar khususnya ketika memasuki bangku sekolah. Mereka diharapkan dapat berbaur dengan sesama dan menunjukkan perilaku yang positif ketika berada di antara teman-temannya. Mereka dapat membangun suatu relasi yang positif dengan lingkungan sekitar tanpa adanya rasa takut, malu, minder ataupun mengisolir diri

(4)

4 mereka. Selain itu, tidak melakukan tindakan-tindakan kekerasan yang berakibat buruk ataupun mencelakakan teman atau orang lain.

Untuk itu, melengkapi anak menjadi pribadi yang berkharakter positif adalah tugas guru yang secara langsung berinteraksi dengan anak di kelas. Guru harus menjadi model (Prasetyanigsih, 2009). Kehadiran guru semestinya memberi contoh dan tauladan yang positif bagi anak dalam bersikap dan bertindak, melengkapi anak dengan pengetahuan yang benar berhubungan dengan perilakunya, membekali anak tentang bagaimana membangun suatu relasi dengan sesama tanpa menimbulkan hal-hal yang merugikan. Di samping itu, menerapkan kebijakan-kebijakan yang akurat serta memberi semangat dan dukungan dalam membangun kepribadian anak sehingga mampu menghadapi dan menjalani kehidupannya dalam berbagai lingkungan.

Untuk itulah peran guru menjadi kunci dan modal utama bagi pembentukan moral anak. Kehadiran guru yang secara langsung berbaur dengan anak di kelas akan sangat membantu serta memberi kontribusi yang besar dalam pembentukan moral mereka. Sebagai orang tua anak di sekolah, penerapan berbagai tindakan yang positif yang dapat diteladani oleh anak merupakan prioritas. Guru berkewajiban menuntun anaknya memiliki kepribadian yang positif dan menjauhi tindakan-tindakan yang merugikan dan berakibat fatal bagi perkembangan moral anak. Di sisi lain, anak sebagai objek tentunya memiliki ketergantungan pada guru dalam membimbing mereka untuk bersikap dan berperilaku. Oleh karena itu, peran guru benar-benar menjadi senjata pamungkas bagi pembentukan moral anak.

Sebagaimana rencana penelitian ini akan dilakukan di TK Kristen 03 Eben Haezer, Salatiga, maka dalam sesi ini dibahas beberapa hal yang tentunya dijumpai pada institusi tersebut terutama yang berhubungan dengan pendidikan anak usia 4-6 tahun. Banyak hal positif yang mewarnai aktivitas anak selama berada di sekolah seperti memberi salam terlebih dahulu kepada teman dan guru, mengucapkan terima kasih ketika menerima sesuatu dari orang lain, menunggu di luar ketika sedang ada kegiatan berdoa.

Selain itu, beberapa anak mulai belajar untuk memberi maaf kepada teman ketika teman melakukan kesalahan. Mereka juga mulai belajar untuk antri dalam

(5)

5 kegiatan- kegiatan tertentu seperti saat mencuci tangan dan saat masuk ataupun keluar kelas serta membuang sampah pada tempatnya. Selain itu, mereka juga belajar mempraktekan sikap doa yang benar menurut iman Kristiani yaitu tutup mata dan lipat tangan.

Namun, tidak semua hal yang terjadi pada anak bersifat positif saja. Ada pula hal-hal yang perlu mendapat perhatian dan harus diperbaiki sebagai ajang pembentukan moral anak. Masalah-masalah tersebut seperti anak tidak mau berbagi, menganggu kegiatan pembelajaran di kelas, acuh tak acuh, berbicara kasar dan suka bertengkar dengan teman, tidak sabaran dan suka mengganggu teman, sengaja tidak mematikan keran air setelah menggunakannya. Hal-hal tersebut terjadi di samping hal lain yang tidak disebutkan. Namun kenyataannya, tindakan dari guru terkesan membiarkan anak dan tidak konsisten dengan apa yang telah mereka katakan misalnya tidak menjalankan konsekuensi yang telah mereka berikan kepada anak dan sebagainya. Padahal di sinilah pentingnya peran guru dalam rangka memperbaiki kondisi-kondisi tersebut.

Sebagaimana diketahui bahwa salah satu visi dan misi TK Kristen 03 Eben Haezer Salatiga adalah penanaman nilai- nilai moral, agama serta pembentukan karakter (TK Kristen 03 Eben Haezer, 2014) maka, peneliti ingin mendapatkan gambaran yang jelas mengenai peran guru terhadap pembentukan moral anak usia 4-6 tahun pada sekolah tersebut. Hal ini dilakukan untuk menjawab topik penelitian ini yaitu “Bagaimana Peran Guru dalam Upaya Pembentukan Moral Anak Usia 4-6 Tahun di TK Kristen 03 Eben Haezer Salatiga.”

1.2 Identifikasi Masalah

Berdasarkan hasil studi awal yang dilakukan di TK Kristen 03 Eben Haezer, Salatiga pada bulan Nopember 2015, melalui pengamatan yang intensif, diperoleh beberapa hal yang tentunya menjadi masalah berhubungan dengan kepribadian anak dalam keseharian mereka di sekolah, sebagai berikut:

a) Beberapa anak suka mengganggu teman lain ketika sedang bermain. b) Anak beradu mulut dengan teman sebaya.

(6)

6 c) Berbicara dengan teman ketika guru sedang mengajar sehingga menggangu

ketertiban kelas.

d) Anak tidak mau berbagi dengan teman ketika bermain. e) Acuh tak acuh ketika dipanggil teman atau guru. f) Tidak membereskan mainan setelah bermain.

g) Sengaja tidak mematikan keran air setelah menggunakannya

Masalah-masalah tersebut di atas adalah masalah-masalah pokok yang dijumpai oleh peneliti dalam rangka mengumpulkan data awal. Hasil identifikasi tersebut memberi gambaran kondisi anak sebagai partisipan dan membuka sebuah gap mengenai langkah atau peran apakah yang perlu dilakukan untuk memberi tuntunan yang benar bagi anak. Oleh karena itu, guru sebagai tokoh penting di sekolah dituntut kepedulian serta fungsinya dalam upaya membentuk moral anak. Melalui penelitian ini, peneliti ingin menggali serta mengkaji peran para guru pra sekolah di TK Kristen 03 Eben Haezer, Salatiga dalam membentuk moral anak didik mereka sebagai upaya mempersiapkan mereka memasuki masa sekolah.

1.3 Rumusan Masalah

Berdasarkan identifikasi masalah tersebut, berikut ini adalah rumusan masalah penelitian yang menjadi fokus untuk dijawab melalui pelaksanaan penelitian ini yaitu bagaimana peran guru dalam upaya pembentukan moral anak prasekolah usia 4-6 tahun di TK Kristen 03 Eben Heazer Salatiga?

1.4 Tujuan Penelitian

Dengan memperhatikan rumusan masalah tersebut di atas, jawabannya akan menjadi dasar untuk memenuhi tujuan penelitian berikut yaitu untuk menjelaskan peran guru dalam upaya pembentukan moral anak prasekolah usia 4-6 tahun di TK Kristen 03 Eben Heazer Salatiga.

(7)

7 1.5 Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat sebagai berikut: 1). Manfaat Teoritis

a. Dapat memberikan masukan bagi pengembangan sosial dan psikologi pada umumnya terutama bagi mereka yang berhubungan langsung dengan kondisi sosial, sikap serta psikologi anak.

b. Merupakan landasan bagi peneliti-peneliti lain untuk melakukan penelitian lanjutan terhadap masalah ini.

2). Manfaat Praktis

a. Memberikan input bagi guru tentang bagaimana menciptakan perhatian, komunikasi, sikap serta suasana harmonis sehingga mampu membangkitkan sikap moral yang positif agar anak menjadi mudah bersosialisasi serta memiliki moral yang baik ketika berinteraksi dengan lingkungan sekitarnya.

b. Memberikan input yang bermanfaat bagi orang tua dalam upaya membangun suatu pola hidup yang kontributif bagi anak bagi kemajuan perkembangan moral anak.

c. Menjadi acuan bagi lembaga TK Kristen 03 Eben Heazer Salatiga dalam upaya mendorong dan mengupayakan pentingnya proses sosialisasi yang efektif bagi pembentukan moral anak pra sekolah.

1.6 Batasan Masalah

Untuk menjawab rumusan masalah di atas, maka penelitian ini semata-mata difokuskan untuk mengetahui peran guru mengenai proses atau langkah pembentukan moral anak usia prasekolah (AUD) dalam upaya mempersiapkan mereka memasuki jenjang pendidikan selanjutnya. Tujuannya adalah untuk membantu perkembangan moral anak secara positif sehingga mereka mampu hidup dan bersosialisasi dengan sekitarnya ketika mereka mulai memasuki tahapan pendidikan di sekolah.

Referensi

Dokumen terkait

Masalah utama yang akan dijawab dalam Penelitian Tindakan Kelas ini adalah : Apakah penerapan Metode pembelajaran Make a Match (Menjodohkan) dan MediaKartundapat

Penelitian ini bertujuan untuk meningkatkan penalaran matematis dan partisipasi kontributif siswa kelas VII C SMP N 1 Sumbang melalui pembelajaran SAVI (Somatis Auditori

61 63003 Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi Anindyaguna 62 63004 Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi Surakarta 63 63006 Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi Atma Bhakti 64 63007 Sekolah Tinggi Ilmu

Metode pengolahan dan analisis data yang digunakan adalah analisis deskriptif kualitatif dengan pendekatan manajemen strategi untuk mengetahui lingkungan perusahaan

[r]

“Kecuali mengenai Wilayah Persekutuan Kuala Lumpur, Labuan dan Putrajaya, hukum Syarak dan undang-undang diri dan keluarga bagi orang yang menganut agama Islam,

Latar Belakang: Persiapan mental merupakan hal yang tidak kalah pentingnya dalam proses persiapan operasi karena mental pasien yang tidak siap atau labil dapat

terapi musik instrumental 82% depresi ringan, 18% depresi berat, 2) setelah melakukan terapi musik instrumental 88% tidak depresi dan 12% depresi ringan, 3) hasil