• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Taufik Akbar Firdaus, 2013

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Taufik Akbar Firdaus, 2013"

Copied!
7
0
0

Teks penuh

(1)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Pendidikan jasmani dapat didefinisikan sebagai suatu proses pendidikan yang ditujukan untuk mencapai tujuan pendidikan melalui aktifitas fisik. Hal ini sejalan dengan pengertian pendidikan jasmani menurut Harold M.Barrow dalam Bambang Abduljabar (2010:4), yang menyatakan bahwa:

Pendidikan jasmani dapat didefinisikan sebagai “pendidikan tentang dan melalui gerak insani, ketika tujuan pendidikan dicapai melalui media aktivitas otot-otot, termasuk: olahraga (sport), permainan, senam, dan latihan (exercise). Hasil yang ingin dicapai… individu yang terdidik secara fisik. Nilai ini menjadi salah satu bagian nilai individu yang terdidik, dan bermakna hanya ketika berhubungan dengan sisi kehidupan individu.

Pendidikan jasmani adalah satu-satunya bidang studi yang memiliki kelengkapan sebagai pendidikan yang utuh yang melibatkan tiga domain penting tujuan pendidikan yaitu aspek kognitif, afektif dan psikomotor. Pendidikan Jasmani merupakan bagian integral dari pendidikan secara keseluruhan, sehingga pendidikan jasmani memiliki arti yang cukup representatif dalam mengembangkan manusia dalam persiapannya menuju manusia yang seutuhnya.

Hetherington dalam Bambang Abduljabar (2010 : vii), mendeklarasikan 4 tujuan pendidkan jasmani yaitu:

1. Tujuan perkembangan organik: sebagai contoh kebugaran, kesehatan, kekuatan, dayatahan, power, tahan terhadap derita, dan mudah bergerak.

2. Tujuan perkembangan kognitif yaitu tujuan pengetahuan, sebagai contoh pemahaman, kebebasan, kemerdekaan, wawasan, dan pernyataan.

3. Tujuan perkembangan psikomotor, yaitu: keterampilan, bergerak efektif, kompetens, bebas mengekspresikan, partisipasi (dalam budaya olahraga, senam) dan kreativitas.

4. Tujuan perkembangan afektif: sebagai contoh perkembangan karakter,

(2)

Dengan demikian maka peran menentukan dalam pencapaian tujuan akhir olahraga dan pendidikan jasmani terletak dalam peranannya sebagai wadah unik penyempurnaan watak, dan sebagai wahana untuk memiliki dan membentuk kepribadian yang kuat, watak yang baik dan sifat yang mulia.

Pendidikan jasmani adalah disiplin ilmu yang berorientasi tubuh, di samping berorientasi pada disiplin mental dan sosial. Guru pendidikan jasmani karenanya harus memiliki penguasaan yang kokoh terhadap fungsi fisikal dari tubuh untuk memahami secara lebih baik pemanfaatannya dalam kegiatan pendidikan jasmani. Khususnya dalam masa modern dewasa ini, ketika pendidikan gerak dipandang teramat penting, pengetahuan tentang bagaimana tubuh manusia berfungsi dipandang amat krusial agar bisa melaksanakan tugas pengajaran dengan baik.

Uhamisastra dan Yusup Hidayat (2006:40) dalam Jurnal Pendidikan Jasmani Indonesia mengungkapkan :

Secara umum, pengajaran dapat diartikan sebagai proses interaksi antara guru dengan siswa dan atau siswa dengan siswa dalam pencapaian tujuan yang telah digariskan. Ketika siswa tidak mengalami proses ajar, maka gurulah yang harus bertanggungjawab. Pengajaran bukan suatu ilmu pasti, karena itu guru perlu merancang dan merancang ulang pengalaman belajar siswa berlandaskan kaidah pedagogis, pengetahuan siswa, materi belajar, dan proses belajar mengajar itu sendiri.

Pengajaran dapat diartikan pula sebagai bentuk upaya professional seorang guru dalam menjalankan tugasnya. Guru perlu merancang pengajaran, menjelaskan, mengajukan pertanyaan, mengelola perilaku siswa, dan mendapatkan umpan balik. Semua itu dilakukan dalam upaya membantu para siswa belajar dan tumbuh berkembang.

Namun demikian, dalam kenyataannya masih sering ditemukan adanya

gejala ketidakpuasan akan hasil pembelajaran pendidikan jasmani. Ada

kecenderungan pendidikan jasmani semakin nampak tidak memberikan kontribusi

pentingnya, terutama dari aspek afektifnya. Sebagian guru nampak kurang

(3)

memberikan treatment pembelajaran untuk memanusiakan siswa sebagai manusia.

Pengajarannya tidak mampu membangkitkan proses belajar.

Keterkaitan dengan pemaparan di atas adalah kurang maksimalnya pembelajaran pendidikan jasmani, akhir-akhir ini muncul beberapa model pembelajaran yang dianggap kontemporer dalam bidang pendidikan jasmani, salah satunya pendekatan pembelajaran yang disebut Problem Based-Learning.

Dalam konteks pendidikan jasmani dikenal dengan sebutan Movement Problem- Based Learning. Pendekatan atau model ini dianggap sebagai sebuah paradigma baru yang mengajarkan kepada setiap individu untuk berpartisipasi dalam budaya gerak. Pendidikan jasmani dan olahraga dalam hal ini merupakan suatu usaha untuk mendapatkan kualitas hidup yang lebih sejahtera baik fisik maupun rohani.

Movement problem based learning adalah sebuah model pembelajaran yang didadasi oleh teori belajar sosial. Belajar dipandang sebagai bentuk konstektual dari hubungan individu dengan lingkungannya yang menekankan pada keaktifan peserta didik untuk mengkonstruksi pengetahuan daripada pesera didik yang pasif menerima informasi dari gurunya. Selain itu, belajar dianggap pula sebagai sesuatu yang terus berkembang, termasuk cara siswa belajar, tumbuh, matang dan berpengalaman sesuai dengan perubahan atau perkembangan lingkungan. Dalam model ini peserta didik diajar untuk bergerak dan untuk memecahkan masalah-masalah gerak. Tubuh dipandang sebagai subyek atau pelaku gerak yang berpartisipasi dalam pendidikan jasmani dan atau dalam cakrawala gerak. Gerak yang dimaksud adalah gerak insani dalam bentuk dialogis antara manusia yang bergerak itu dengan lingkungan. Tubuh diundang untuk berkomunikasi dengan alam semesta dalam bentuk gerak. Dalam kaitan ini ada bentuk keberupayaan peserta didik untuk berdialog dengan lingkungan.

Pendidikan jasmani merupakan pengantar peserta didik kedalam cakrawala dunia

gerak. Ini berarti membuat situasi gerak menjadi terbiasa tertanam dalam diri

peserta didik. Dengan demikian, pendidikan jasmani merupakan media kedalam

budaya gerak. Dalam penyelenggaraanya itu, budaya gerak adalah bentuk reaksi

peserta didik untuk dapat memahami dan mengenali serta sekaligus ber-satu-tubuh

(4)

dalam kegiatan hidup sehari-hari, dan karena itu pula, partisipasi dalam budaya gerak berkontribusi pada kualitas hidup peserta didik.

Movement problem based learning adalah salah satu jenis pendekatan pembelajaran dimana siswa diajarkan untuk bergerak dan memecahkan masalah- masalah gerak. Dalam penerapannya, tantangan dan permasalahan gerak (movement problems) disajikan dalam bentuk-bentuk tugas gerak yang selalu memperhitungkan keterlibatan faktor kognitif, afektif, sosial, serta teknik-teknik atau keterampilan untuk dipecahkan oleh anak dan penyajian bentuk masalah gerak berupa permainan. Permainan ini dilakukan dengan beberapa tahapan, masing-masing tahapan terdapat beberapa peningkatan yang dicapai oleh siswa.

Crum (2003) dalam Bambang Abduljabar (2010:176) menyatakan tentang tugas- tugas gerak pada pendekatan pembelajaran berbasis masalah gerak, yaitu „Tugas- tugas gerak disini bukan berupa tugas gerak baku atau standar dari cabang-cabang olahraga formal, melainkan dapat berupa gerak modifikasi, yang menyajikan tantangan baru kepada anak untuk dipecahkan‟. Sehingga dalam kegiatan belajar, siswa diharapkan mampu memecahkan masalah gerak yang dialaminya.

Pembelajaran berbasis masalah (Problem based Learning) adalah metode belajar yang menggunakan masalah sebagai langkah awal dalam mengumpulkan dan mengintegrasikan pengetahuan baru (Suradijono, 2004) atau menurut Panen (1991) dalam Rusmono (2004:74) mengatakan dalam strategi pembelajaran dengan Problem based Learning, yaitu „siswa diharapkan untuk terlibat dalam proses penelitian yang mengharuskannya untuk mengidentifikasi permasalahan, mengumpulkan data, dan menggunakan data tersebut untuk pemecahan masalah‟.

Dengan adanya masalah tentu saja siswa secara tidak langsung akan menjadi aktif untuk bergerak dan mempelajari hal tersebut. Keaktifan yang dilakukan oleh siswa tersebut akan menjadi nilai yang baik bagi setiap pembelajaran pendidikan jasmani, sehingga dapat tercapai tujuan pembelajaran pendidikan jasmani itu sendiri.

Sehubungan dengan hal di atas, hasil dari pengamatan dilapangan,

pembelajaran Pendidikan Jasmani secara umum masih menggunakan

(5)

diperoleh dari penjelasan guru dan metode yang digunakan berupa ceramah, tanya jawab, latihan (drill) dan pemantapan. Dalam pembelajaran langsung, guru cenderung memegang kendali proses pembelajaran secara aktif, sementara siswa hanya menerima dan mengikuti apa yang disajikan oleh guru. Sehingga mengakibatkan ruang gerak siswa untuk mengembangkan potensi dirinya menjadi terbatas karena semua informasi diperoleh dari guru. Banyak siswa tidak dapat memberikan alasan secara efektif dan tidak mampu memberikan tanggung jawab atas pendidikan yang mereka alami.

Berdasarkan permasalahan dan pemaparan diatas peneliti berkeinginnan untuk meneliti bagaimana keterlaksanaan movement problem based learning di SMA se-Kecamatan Padalarang Kabupaten Bandung Barat melalui sebuah penelitian yang berjudul “Implementasi Movement Problem Based Learning di SMA se-Kecamatan Padalarang Kabupaten Bandung Barat”.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan hasil observasi penulis mengenai pelaksanaan pembelajaran Pendidikan Jasmani di SMA se-Kecamatan Padalarang, penulis menemukan bahwa pembelajaran Pendidikan Jasmani masih terpusat pada guru. Sementara siswa hanya sebagai penerima materi atau informasi yang disampaikan oleh guru.

Akibat yang timbul dari pelaksanaan di atas menurut penulis adalah kurangnya aktivitas gerak siswa, kemampuan siswa untuk mengembangkan intelektualnya menjadi terhambat dan akan terjadi kejenuhan dalam pembelajaran.

Dari beberapa rumusan yang disampaikan maka penulis membuat rumusan

masalah ; bagaimana implementasi movement problem based learning di SMA se-

Kecamatan Padalarang Kabupaten Bandung Barat?

(6)

C. Tujuan Penelitian

Dalam setiap penelitian tentunya memiliki tujuan penelitian, adapun tujuan dari penelitian ini yang hendak dicapai adalah ; ingin mengetahui bagaimana implementasi movement problem based learning di SMA se-Kecamatan Padalarang Kabupaten Bandung Barat.

D. Manfaat Penelitian

Adapun penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat baik secara teoritis maupun praktis dengan uraian sebagai berikut :

1. Penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan pemikiran untuk memperkaya khasanah ilmu pendidikan.

2. Menambah masukan tentang alternatif pembelajaran sehingga dapat memberikan sumbangan nyata bagi peningkatan profesional guru dalam upaya meningkatkan kualitas pembelajaran.

3. Diharapakan hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai bahan pertimbangan dalam menentukan model pembelajaran pada waktu-waktu yang akan datang.

4. Bagi penulis sendiri bermanfaat dalam menambah wawasan, pengetahuan, dan pengalaman yang sangat berguna saat mengajar nanti.

E. Penjelasana Istilah

Agar tidak terjadi kesalahpahaman dalam penafsiran suatu istilah, maka peneliti akan memberikan definisi dari istilah-istilah sebagai berikut:

1. Implementasi adalah proses penerapan ide, konsep, kebijakan, atau inovasi

dalam suatu tindak praktis sehingga memberikan dampak baik berupa

perubahan pengetahuan, keterampilan, maupun nilai dan sikap

(Mulyasa:2011).

(7)

2. Movement Problem Based Learning (MPBL) adalah sebuah model

pembelajaran yang didasari oleh teori belajar sosial. Belajar dipandang

sebagai bentuk kontekstual dari hubungan individu dengan lingkungannya

yang menekankan pada keaktifan peserta didik untuk mengkonstruksi

pengetahuan. Menganggap belajar adalah proses yang terus berkembang,

tumbuh, matang sesuai dengan perubahan lingkungan. (Uhamisastra, 2009:2)

Referensi

Dokumen terkait

Paparan radiasi sinar X menyebabkan penurunan bobot ovarium dan pada dosis 100 mGray mampu menimbulkan kerusakan struktur histologi ovarium tikus putih galur

 Biaya produksi menjadi lebih efisien jika hanya ada satu produsen tunggal yang membuat produk itu dari pada banyak perusahaan.. Barrier

Formula larutan hara Sundstrom lebih cocok digunakan sebagai pupuk hidroponik dibandingkan larutan hara Excell, terutama akan meningkatkan bobot buah, jumlah buah, kekerasan

Pada tahap pertama ini kajian difokuskan pada kajian yang sifatnya linguistis antropologis untuk mengetahui : bentuk teks atau naskah yang memuat bentuk

Realizing that fact, Stella Duce 1 Senior High School and English Language Training International (ELTI) Yogyakarta then made an agreement to carry out a collaborative teaching

Latar Belakang: Persiapan mental merupakan hal yang tidak kalah pentingnya dalam proses persiapan operasi karena mental pasien yang tidak siap atau labil dapat

Ada banyak hal yang harus di perhatikan jika ingin Pasang Wallpaper Sendiri dan jika masih belum mahir banget sebaiknya cari pemandunya yang sudah berpengalaman untuk memberikan