• Tidak ada hasil yang ditemukan

Konstruksi Dalam Pengerjaan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Konstruksi Dalam Pengerjaan"

Copied!
26
0
0

Teks penuh

(1)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Standar Akuntansi Pemerintahan (SAP) pertama kali yang diterbitkan oleh Komite Standar Akuntansi Pemerintahan (KSAP) adalah Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 2005 pada tanggal 13 juni 2005. Inilah untuk pertama kali indonesia memiliki standar akuntansi pemerintahan sejak indonesia merdeka. Terbitnya SAP ini juga mengukuhkan peran penting akuntansi dalam pelaporan keuangan pemerintahan. SAP ini lama ditunggu kehadirannya setalah ada penegasaan yang disebutkan dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 105 Tahun 2000 pada pasal 35 bahwa penatausahaan dan petanggungjawaban keuangan daerah berpedoman pada standar akuntansi keuangan pemerintahan daerah yang berlaku.

Sejak saat itu banyak UU yang dimana menyebutkan bahwa peraturan-peraturan daerah yang berlaku sesuai dengan standar akuntansi pemerintahan. Diantaranya UU No 17 Tahun 2003 yang juga menyebutkan dengan jelas bahwa bentuk dan isi laporan pertangungjawaban keuangan pemerintahan pusat dan pemerintah daerah disajikan sesuai dengan standar akuntansi pemerintahan. UU No 1 Tahun 2004 juga menyebutkan arti penting standar akuntansi pemerintahan bahkan memuat Komite Standar Akuntansi Pemerintahan (KSAP) sebagai penyusun SAP yang keanggotanya ditetapka dan diputuskan presiden. UU otonomi daerah juga menegaskan demikian, UU Nomor 32 Tahun 2004.

Makalah Akuntansi Konstruksi dalam Pengerjaan ini disusun untuk memudahkan pemahaman terhadap Pernyataan Standar Akuntansi Pemerintahan Nomor 08 Akuntansi Konstruksi dalam Pengerjaan dan menguraikan kembali paragraf-paragraf standar maupun penjelasan disertai dengan contoh-contoh yang aplikatif sehingga diharapkan dapat dijadikan rujukan dalam implementasi Standar Akuntansi Pemerintahan yang berkaitan dengan Konstruksi dalam Pengerjaan

(2)

 Saat ini, SAP menurut PP Nomor 24 Tahun 2005 tidak berlaku lagi dan diganti dengan SAP menurut PP Nomor 71 Tahun 2010 yang merupakan SAP berbasis Akrual yang ditetapkan pada tanggal 22 oktober 2010 dan dapat mulai ditetapkan sejak peraturan pemerintaha terseebut ditetapkan.

1.2 Perumusan Masalah

a) Apakah definisi dari Konstruksi Dalam Pengerjaan ?

b) Bagaimana Penyatuan dan Segmentasi Kontrak Konstruksi ?

c) Bagaimana Pengakuan dan pengukuran Konstruksi Dalam Pengerjaan ? d) Bagaimana Pengungkapan dan Penyajian yang dilakukan ?

1.3 Tujuan

Tujuan pernyataan standar konstruksi dalam pengerjaan adalah mengatur perlakuan akuntansi untuk konstruksi dalam pengerjaan dengan metode nilai historis. Sedangkan dalam akuntansi konstruksi dalam pengerjaan (KDP) adalah : a. menyediakan informasi yang akurat dan tepat waktu tentang KDP ;

b. mengamankan transaksi KDP melalui pencatatan, pemrosesan, dan pelaporan transaksi keuangan yang konsisten;

c. mendukung penyelenggaraan SAPP yang menghasilkan informasi KDP sebagai dasar pertanggungjawaban dan pengambilan keputusan.

1.4 Ruang Lingkup

Suatu entitas akuntansi yang melaksanakan pembangunan aset tetap untuk dipakai dalam penyelenggaraan kegiatan pemerintahan dan/atau masyarakat, dalam suatu jangka waktu tertentu, baik pelaksanaan pembangunannya dilakukan secara swakelola atau oleh pihak ketiga wajib menerapkan standar ini.

Sifat aktivitas yang dilaksanakan untuk konstruksi pada umumnya berjangka panjang sehingga tanggal mulai pelaksanaan aktivitas dan tanggal selesainya aktivitas tersebut biasanya jatuh pada periode akuntansi yang berlainan.

(3)

BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Definisi Konstruksi Dalam Pengerjaan

Aset tetap pemerintah yang berupa gedung, bangunan, dan infrastruktur pada umumnya diperoleh dengan cara pembangunan. Pembangunan ini dapat dikerjakan oleh pihak ketiga (kontraktor) atau secara swakelola. Pembangunan aset tetap ini pada umumnya dilakukan selama jangka waktu tertentu. Suatu entitas akuntansi yang melaksanakan pembangunan aset tetap, baik untuk dipakai dalam penyelenggaraan kegiatan pemerintahan dan/atau masyarakat, baik pelaksanaan pembangunannya dilakukan secara swakelola atau oleh pihak ketiga wajib menerapkan standar ini.

Konstruksi dalam pengerjaan adalah aset-aset yang sedang dalam proses pembangunan. Pembangunan aset tersebut dapat dikerjakan sendiri (swakelola) maupun dengan menggunakan jasa pihak ketiga melalui kontrak konstruksi. Kontrak konstruksi adalah perikatan yang dilakukan secara khusus untuk konstruksi suatu aset atau suatu kombinasi yang berhubungan erat satu sama lain atau saling tergantung dalam hal rancangan, teknologi, dan fungsi atau tujuan atau penggunaan utama.

Pihak ketiga yang melaksanakan pembangunan aset biasa disebut dengan kontraktor. Kontraktor adalah suatu entitas yang mengadakan kontrak untuk membangun aset atau memberikan jasa konstruksi untuk kepentingan entitas lain sesuai dengan spesifikasi yang ditetapkan dalam kontrak konstruksi.

Dalam pelaksanaan konstruksi aset tetap secara swakelola adakalanya terdapat sisa material setelah aset tetap dimaksud selesai dibangun. Sisa material yang masih dapat digunakan disajikan dalam neraca dan dicatat sebagai persediaan. Namun demikian, pencatatan sebagai Persediaan dilakukan hanya apabila nilai aset yang tersisa material

(4)

Konstruksi Dalam Pengerjaan mencakup tanah, peralatan dan mesin, gedung dan bangunan, jalan, irigasi dan jaringan, dan aset tetap lainnya yang proses perolehannya dan/atau pembangunannya membutuhkan suatu periode waktu tertentu dan belum selesai. Perolehan melalui kontrak konstruksi pada umumnya memerlukan suatu periode waktu tertentu. Periode waktu perolehan tersebut bisa kurang atau lebih dari satu periode akuntansi.

Perolehan aset dapat dilakukan dengan membangun sendiri (swakelola) atau melalui pihak ketiga dengan kontrak konstruksi.

2.2 Kontrak Konstruksi

Kontrak konstruksi adalah perikatan yang dilakukan secara khusus untuk konstruksi suatu aset atau suatu kombinasi aset yang berhubungan erat atau saling tergantung satu sama lain dalam hal rancangan, teknologi, fungsi atau tujuan, dan penggunaan utama.

Suatu kontrak konstruksi mungkin dinegosiasikan untuk membangun sebuah aset tunggal seperti jembatan, bangunan, dam, pipa, jalan, kapal, dan terowongan. Kontrak konstruksi juga berkaitan dengan sejumlah aset yang berhubungan erat atau saling tergantung satu sama lain dalam hal rancangan, teknologi dan fungsi atau tujuan dan penggunaan utama. Kontrak seperti ini misalnya konstruksi kilang-kilang minyak, konstruksi jaringan irigasi, atau bagian-bagian lain yang kompleks dari pabrikan atau peralatan.

Dalam PSAP 08 Kontrak konstruksi dapat meliputi:

(a) kontrak untuk perolehan jasa yang berhubungan langsung dengan perencanaan konstruksi aset, seperti jasa arsitektur;

(b) kontrak untuk perolehan atau konstruksi aset;

(c) kontrak untuk perolehan jasa yang berhubungan langsung dengan pengawasan konstruksi aset yang meliputi manajemen konstruksi dan value engineering;

(5)

2.3 Penyatuan dan Segmentasi Kontrak Konstruksi

Suatu kontrak konstruksi dapat saja untuk perolehan satu jenis aset atau mencakup sejumlah aset. Apabila suatu kontrak konstruksi mencakup perolehan sejumlah aset, dimana komponen-komponen aset tersebut dapat diidentifikasikan secara terpisah atau suatu kelompok aset secara bersama maka untuk setiap komponen atau suatu kelompok aset tersebut dapat diperlakukan sebagai suatu kontrak konstruksi.

Jika suatu kontrak konstruksi mencakup sejumlah aset, konstruksi dari setiap aset diperlakukan sebagai suatu kontrak konstruksi yang terpisah apabila semua syarat di bawah ini terpenuhi:

(a) Proposal terpisah telah diajukan untuk setiap aset;

(b) Setiap aset telah dinegosiasikan secara terpisah dan kontraktor serta pemberi kerja dapat menerima atau menolak bagian kontrak yang berhubungan dengan masing-masing aset tersebut;

(c) Biaya masing-masing aset dapat diidentifikasikan.

Suatu kontrak dapat berisi klausul yang memungkinkan konstruksi aset tambahan atas permintaan pemberi kerja atau dapat diubah sehingga konstruksi aset tambahan dapat dimasukkan ke dalam kontrak tersebut. Konstruksi tambahan diperlakukan sebagai suatu kontrak konstruksi terpisah jika:

(a) aset tambahan tersebut berbeda secara signifikan dalam rancangan, teknologi, atau fungsi dengan aset yang tercakup dalam kontrak semula; atau

(b) harga aset tambahan tersebut ditetapkan tanpa memperhatikan harga kontrak semula.

Adakalanya kontraktor meliputi kontraktor utama dan subkontraktor, misalnya kontraktor utama membangun fisik gedung, sedangkan subkontraktor menyelesaikan pekerjaan mekanikal enginering seperti lift, listrik, atau saluran telepon. Namun demikian, penanggungjawab utama tetap kontraktor utama dan pemerintah selaku pemberi kerja hanya berhubungan dengan kontraktor utama, karena kontraktor utama harus bertanggungjawab sepenuhnya atas pekerjaan subkontraktor.

(6)

Kontrak konstruksi pada umumnya memuat ketentuan tentang retensi. Retensi adalah prosentase dari nilai penyelesaian yang akan digunakan sebagai jaminan akan dilaksanakan pemeliharaan oleh kontraktor pada masa yang telah ditentukan dalam kontrak.

2.4 Pengakuan Konstruksi Dalam Pengerjaan

Berdasarkan PSAP 08 suatu benda berwujud harus diakui sebagai Konstruksi Dalam Pengerjaan jika:

(a) besar kemungkinan bahwa manfaat ekonomi masa yang akan datang berkaitan dengan aset tersebut akan diperoleh;

(b) biaya perolehan tersebut dapat diukur secara andal; dan (c) aset tersebut masih dalam proses pengerjaan.

Konstruksi Dalam Pengerjaan diklasifikasikan sebagai aset tetap karena biasanya merupakan aset yang dimaksudkan untuk digunakan dalam operasional pemerintahan atau dimanfaatkan oleh masyarakat dalam jangka panjang.

Penyelesaian suatu konstruksi pada umumnya membutuhkan waktu yang relatif panjang dan menyerap dana yang relatif besar. Oleh karena itu pembayaran untuk kontrak konstruksi biasanya dilakukan melalui termin. Tagihan suatu termin dapat dilakukan jika suatu tahapan pekerjaan sebagaimana diatur dalam kontrak konstruksi sudah selesai dikerjakan. Porsi pekerjaan yang telah diselesaikan ini akan diserahkan kepada pemberi kerja (pemerintah) dan disiapkan dokumen berita acara serah terima pekerjaan. Berdasarkan berita acara tersebut akan dilakukan pembayaran. Demikian mekanisme yang akan terjadi pada termin-termin berikutnya sampai kontruksi ini selesai dikerjakan. Setiap terjadi pembayaran akan diakui adanya penambahan aset tetap berupa Konstruksi Dalam Pekerjaan. Pengakuan aset ini dapat dilakukan melalui jurnal korolari.

Konstruksi Dalam Pengerjaan dipindahkan ke pos aset tetap yang bersangkutan jika kriteria berikut ini terpenuhi:

(a) Konstruksi secara substansi telah selesai dikerjakan; dan

(7)

Suatu Konstruksi Dalam Pengerjaan dipindahkan ke aset tetap yang bersangkutan setelah pekerjaan konstruksi tersebut dinyatakan selesai dan siap digunakan sesuai dengan tujuan perolehannya.

Apabila dalam konstruksi aset tetap pembangunan fisik proyek belum dilaksanakan, namun biaya-biaya yang dapat diatribusikan langsung ke dalam pembangunan proyek telah dikeluarkan, maka biaya-biaya tersebut harus diakui sebagai KDP aset yang bersangkutan.

Contoh:

Pada tanggal 10 Maret 2014 dilakukan pembayaran termin I pembangunan Gedung dengan nilai Rp. 300.000.000,-, Jurnal untuk mencatat transaksi ini adalah:

SKPD:

Uraian Debet Kredit

Belanja Modal Gedung dan Bangunan 300.000.000

Piutang dari BUD 300.000.000

Konstruksi dalam Pengerjaan 300.000.000

Diinvestasikan dalam Aset Tetap 300.000.000

BUD:

Uraian Debet Kredit

Belanja Modal Gedung dan Bangunan 300.000.000

Kas di Kas Daerah 300.000.000

Pada tanggal 30 Mei 2007 Gedung tersebut telah selesai dibangun dan telah diserahterimakan. Total biaya yang telah dikeluarkan yang dapat dikapitalisasi adalah Rp.1.000.000.000,- Transaksi ini dicatat dengan jurnal sebagai berikut: SKPD:

(8)

Belanja Modal gedung dan Bangunan Piutang dari BUD

700.000.000

700.000.000 Diinvestasikan dalam Aset Tetap 300.000.000

Konstruksi dalam Pengerjaan 300.000.000

Gedung dan Bangunan 1.000.000.000

Diinvestasikan dalam Aset Tetap 1.000.000.000

BUD:

Uraian Debet Kredit

Belanja Modal Gedung dan Bangunan 700.000.000

Kas di Kas Daerah 700.000.000

2.5 Penyelesaian Konstruksi Dalam Pengerjaan

Sesuai dengan paragraf 15 PSAP 08, suatu KDP akan dipindahkan ke pos aset tetap yang bersangkutan jika konstruksi secara substansi telah selesai dikerjakan dan konstruksi tersebut telah dapat memberikan manfaat/jasa sesuai tujuan perolehan. Dokumen sumber untuk pengakuan penyelesaian suatu KDP adalah Berita Acara Penyelesaian Pekerjaan (BAPP). Dengan demikian, apabila atas suatu KDP telah diterbitkan BAPP, berarti pembangunan tersebut telah selesai. Selanjutnya, aset tetap definitif sudah dapat diakui dengan cara memindahkan KDP tersebut ke akun aset tetap yang bersangkutan.

Pencatatan suatu transaksi perlu mengikuti sistem akuntansi yang ditetapkan dengan pohon putusan (decision tree) sebagai berikut:

1. Atas dasar bukti transaksi yang obyektif (objective evidences); dan

2. Dalam hal tidak dimungkinkan adanya bukti transaksi yang obyektif maka digunakan prinsip subtansi mengungguli bentuk formal (substance over form).

Dalam kasus-kasus spesifik dapat terjadi variasi dalam pencatatan. Terkait dengan variasi penyelesaian KDP, pedomannya sebagai berikut:

(9)

1) Apabila aset telah selesai dibangun, Berita Acara Penyelesaian Pekerjaan sudah diperoleh, dan aset tetap tersebut sudah dimanfaatkan oleh Satker/SKPD, maka aset tersebut dicatat sebagai Aset Tetap Definitifnya. 2) Apabila aset tetap telah selesai dibangun, Berita Acara Penyelesaian

Pekerjaan sudah diperoleh, namun aset tetap tersebut belum dimanfaatkan oleh Satker/SKPD, maka aset tersebut dicatat sebagai Aset Tetap definitifnya. 3) Apabila aset telah selesai dibangun, yang didukung dengan bukti yang sah

(walaupun Berita Acara Penyelesaian Pekerjaan belum diperoleh) namun aset tetap 38 tersebut sudah dimanfaatkan oleh Satker/SKPD, maka aset tersebut masih dicatat sebagai KDP dan diungkapkan di dalam CaLK.

4) Apabila sebagian dari asset tetap yang dibangun telah selesai, dan telah digunakan/dimanfaatkan, maka bagian yang digunakan/dimanfaatkan masih diakui sebagai KDP.

5) Apabila suatu asset tetap telah selesai dibangun sebagian (konstruksi dalam pengerjaan), karena sebab tertentu (misalnya terkena bencana alam/force majeur) aset tersebut hilang, maka penanggung jawab asset tersebut membuat pernyataan hilang karena bencana alam/force majeur dan atas dasar pernyataan tersebut Konstruksi Dalam Pengerjaan dapat dihapusbukukan. 6) Apabila BAST sudah ada, namun fisik pekerjaan belum selesai, akan diakui

sebagai 6 KDP.

2.6 Penghentian Konstruksi Dalam Pengerjaan

Dalam beberapa kasus, suatu KDP dapat saja dihentikan pembangunannya oleh karena ketidaktersediaan dana, kondisi politik, ataupun kejadian-kejadian lainnya. Penghentian KDP dapat berupa penghentian sementara dan penghentian permanen. Apabila suatu KDP dihentikan pembangunannya untuk sementara waktu, maka KDP tersebut tetap dicantumkan ke dalam neraca dan kejadian ini diungkapkan secara memadai di dalam Catatan atas Laporan Keuangan. Namun, apabila pembangunan KDP diniatkan untuk dihentikan pembangunannya secara permanen karena diperkirakan tidak akan memberikan manfaat ekonomik dimasa

(10)

depan, ataupun oleh sebab lain yang dapat dipertaggungjawabkan, maka KDP tersebut harus dieliminasi dari neraca dan kejadian ini diungkapkan secara memadai dalam Catatan atas Laporan Keuangan.

2.5 Pengukuran Konstruksi Dalam Pengerjaan

Berdasarkan PSAP No. 7 Paragraf 17, Konstruksi Dalam Pengerjaan dicatat dengan biaya perolehan yang meliputi biaya konstruksi dan biaya-biaya lain yang dapat diatribusikan langsung ke dalam konstruksi sehubungan dengan pengerjaan pembangunan aset dimaksud. Pengukuran biaya perolehan dipengaruhi oleh metode yang digunakan dalam proses konstruksi aset tetap tersebut, yaitu secara swakelola atau secara kontrak konstruksi.

1. Pengukuran Konstruksi Secara Swakelola

Apabila konstruksi asset tetap tersebut dilakukan dengan swakelola, maka biaya-biaya yang dapat diperhitungkan sebagai biaya perolehan adalah seluruh biaya langsung dan tidak langsung yang dikeluarkan sampai KDP tersebut siap untuk digunakan, meliputi biaya bahan baku, upah tenaga kerja, sewa peralatan, biaya perencanaan dan pengawasan, biaya perizinan, biaya pengosongan dan pembongkaran bangunan yang ada di atas tanah yang diperuntukkan untuk keperluan pembangunan. Biaya konstruksi secara swakelola diukur berdasarkan jumlah uang yang telah dibayarkan dan tidak memperhitungkan jumlah uang yang masih diperlukan untuk menyelesaikan pekerjaan.

Bahan dan upah langsung sehubungan dengan kegiatan konstruksi antara lain meliputi :

(a) Biaya pekerja lapangan termasuk penyelia; (b) Biaya bahan yang digunakan dalam konstruksi;

(c) Biaya pemindahan sarana, peralatan, dan bahan-bahan dari dan ke lokasi pelaksanaan konstruksi;

(d) Biaya penyewaan sarana dan peralatan;

(e) Biaya rancangan dan bantuan teknis yang secara langsung berhubungan dengan konstruksi.

(11)

Bahan tidak langsung dan upah tidak langsung dan biaya overhead lainnya yang dapat diatribusikan kepada kegiatan konstruksi anatara lain meliputi:

(a) Asuransi, misalnya asuransi kebakaran;

(b) Biaya rancangan dan bantuan teknis yang tidak secara langsung berhubungan dengan konstruksi tertentu;

(c) Biaya-biaya lain yang dapat diidentifikasikan untuk kegiatan konstruksi yang bersangkutan seperti biaya inspeksi.

Biaya semacam itu dialokasikan dengan menggunakan metode yang sistematis dan rasional dan diterapkan secara konsisten pada semua biaya yang mempunyai karakteristik yang sama. Metode alokasi biaya yang dianjurkan adalah metode rata-rata tertimbang atas dasar proporsi biaya langsung.

Nilai konstruksi yang dilaksanakan secara swakelola antara lain meliputi: (a) biaya yang berhubungan langsung dengan kegiatan konstruksi;

(b) biaya yang dapat diatribusikan pada kegiatan pada umumnya dan dapat dialokasikan ke konstruksi tersebut; dan

(c) biaya lain yang secara khusus dibayarkan sehubungan konstruksi yang bersangkutan.

2. Pengukuran Konstruksi Secara Kontrak Konstruksi

Apabila kontruksi dikerjakan oleh kontraktor melalui suatu kontrak konstruksi, maka komponen nilai perolehan KDP tersebut berdasarkan PSAP 08 Paragraf 21 meliputi:

1) Termin yang telah dibayarkan kepada kontraktor sehubungan dengan tingkat penyelesaian pekerjaan;

2) Kewajiban yang masih harus dibayar kepada kontraktor sehubungan dengan pekerjaan yang telah diterima tetapi belum dibayar pada tanggal pelaporan; dan

3) Pembayaran klaim kepada kontraktor atau pihak ketiga sehubungan dengan pelaksanaan kontrak konstruksi.

(12)

Kontraktor meliputi kontraktor utama dan subkontraktor namun demikian, penanggungjawab utama tetap kontraktor utama dan pemerintah selaku pemberi kerja hanya berhubungan dengan kontraktor utama.

Pembayaran yang dilakukan oleh kontraktor utama kepada subkontraktor tidak berpengaruh pada pemerintah. Pembayaran atas kontrak konstruksi pada umumnya dilakukan secara bertahap (termin) berdasarkan tingkat penyelesaian yang ditetapkan dalam kontrak konstruksi. Setiap pembayaran yang dilakukan dicatat sebagai penambah nilai KDP.

Klaim dapat timbul, umpamanya, dari keterlambatan yang disebabkan oleh pemberi kerja, kesalahan dalam spesifikasi atau rancangan dan perselisihan penyimpangan dalam pengerjaan kontrak. Klaim tersebut tentu akan mempengaruhi nilai yang akan diakui sebagai KDP.

3. Konstruksi Dibiayai dari Pinjaman

Jika konstruksi dibiayai dari pinjaman maka biaya pinjaman yang timbul selama masa konstruksi dikapitalisasi dan menambah biaya konstruksi, sepanjang biaya tersebut dapat diidentifikasikan dan ditetapkan secara andal. Biaya pinjaman mencakup biaya bunga dan biaya lainnya yang timbul sehubungan dengan pinjaman yang digunakan untuk membiayai konstruksi. Jumlah biaya pinjaman yang dikapitalisasi tidak boleh melebihi jumlah biaya bunga yang dibayarkan pada periode yang bersangkutan.

Misalnya biaya bunga yang harus dibayar sehubungan dengan pinjaman yang ditarik untuk membiayai konstruksi tersebut sebesar Rp. 5.000.000,- maka biaya tersebut akan menambah nilai Kontruksi Dalam Pengerjaan. Jumlah biaya pinjaman yang dikapitalisasi tidak boleh melebihi jumlah biaya bunga yang dibayarkan pada periode yang bersangkutan. Apabila bunga pinjaman yang harus dibayar pada tahun 20x1 sebesar Rp.2.000.000,- maka yang dapat dikapitalisasi pada tahun 20x1 hanya sebesar Rp.2.000.000,- meskipun total bunga pinjaman tersebut selama masa pinjaman 5 tahun adalah sebesar

Rp.10.000.000,-Apabila pinjaman digunakan untuk membiayai beberapa jenis aset yang diperoleh dalam suatu periode tertentu, biaya pinjaman periode yang bersangkutan

(13)

dialokasikan ke masing-masing konstruksi dengan metode rata-rata tertimbang atas total pengeluaran biaya konstruksi. Misalnya telah dilakukan penarikan pinjaman sebesar Rp.700.000.000,- untuk membiayai pembelian aset A sebesar Rp.200.000.000,- aset B sebesar Rp.400.000.000,- dan aset C sebesar Rp.100.000.000,- Bunga pinjaman yang telah dibayarkan atas pinjaman tersebut adalah sebesar Rp.14.000.000,- Maka biaya bunga yang akan dialokasikan kepada masing-masing aset tersebut adalah sebagai berikut:

- Aset A : 2/7 x Rp 14.000.000 = Rp 4.000.000,-- Aset B : 4/7 x Rp 14.000.000 = Rp 8.000.000,4.000.000,-- 8.000.000,-- Aset C : 1/7 x Rp 14.000.000 = Rp 2.000.000 .- Total biaya bunga Rp

14.000.000,-Apabila kegiatan pembangunan konstruksi dihentikan sementara tidak disebabkan oleh hal-hal yang bersifat force majeur maka biaya pinjaman yang dibayarkan selama masa pemberhentian sementara pembangunan konstruksi dikapitalisasi. Pemberhentian sementara`pekerjaan kontrak konstruksi dapat terjadi karena beberapa hal, seperti kondisi force majeur atau adanya campur tangan dari pemberi kerja atau pihak yang berwenang karena berbagai hal. Jika pemberhentian tarsebut dikarenakan adanya campur tangan dari pemberi kerja atau pihak yang berwenang, biaya pinjaman selama pemberhentian sementara dikapitalisasi. Sebaliknya jika pemberhentian sementara karena kondisi force majeur, biaya pinjaman tidak dikapitalisasi tetapi dicatat sebagai biaya bunga pada periode yang bersangkutan. Dengan demikian, biaya bunga tersebut tidak ditambahkan sebagai nilai aset

Suatu kontrak konstruksi dapat mencakup beberapa jenis aset yang masing-masing dapat diidentifikasi. Dalam hal ini termasuk juga konstruksi aset tambahan atas permintaan pemerintah, yang mana aset tersebut berbeda secara signifikan dalam rancangan, teknologi, atau fungsi dengan aset yang tercakup dalam kontrak semula dan harga aset tambahan tersebut ditetapkan tanpa memperhatikan harga kontrak semula. Jika jenis-jenis pekerjaan tersebut diselesaikan pada titik waktu yang berlainan maka biaya pinjaman yang

(14)

dikapitalisasi hanya biaya pinjaman untuk bagian kontrak konstruksi atau jenis pekerjaan yang belum selesai. Untuk bagian pekerjaan yang telah diselesaikan tidak diperhitungkan lagi biaya pinjaman.

Apabila entitas menerapkan kebijakan akuntansi untuk tidak mengkapitalisasi biaya pinjaman dalam masa konstruksi, misalnya karena kesulitan mengidentifikasikan pinjaman pada masing-masing kontrak konstruksi, maka kebijakan tersebut harus diungkapkan dalam Catatan atas Laporan Keuangan.

Contoh:

a. Biaya yang dikeluarkan untuk pembuatan suatu mesin meliputi: 1. Biaya bahan baku Rp 35 jt

2. Biaya tenaga kerja Rp 25 jt 3. Honorarium tim Rp 10 jt 4. Biaya perencanaan Rp 2 jt

Biaya yang dapat dikapitalisasi untuk menilai Konstruksi dalam Pengerjaan adalah sebesar Rp 62 jt yang terdiri dari biaya bahan baku, tenaga kerja, dan perencanaan.

b. Dinas A membangun sebuah gedung. Pada tanggal 3 Maret 2014 dibeli bahan baku senilai Rp 300 jt dengan menggunakan SP2D LS dan membayar upah tenaga kerja sebesar Rp 100 jt dengan menggunakan uang persediaan. Kemudian pada tanggal 10 Maret 2014 terbit SP2D GU untuk mengganti uang persediaan yang telah digunakan tersebut.

Atas transaksi ini, jurnal yang harus dibuat oleh Dinas A meliputi jurnal pengakuan belanja modal dan KDP untuk pembelian bahan baku pada tanggal 3 Maret 2014 dan jurnal pengakuan belanja modal dan KDP atas pembayaran upah pada tanggal 10 Maret 2014.

Penggunaan UP tidak dijurnal sampai dengan pertanggung-jawabannya terbit berupa SP2D GU. Jurnal-jurnal tersebut adalah sebagai berikut:

(15)

SKPD:

(untuk mencatat pengeluaran belanja dari SPM LS)

Uraian Debet Kredit

Belanja Modal Gedung dan Bangunan

Rp300.000.000

Piutang dari BUD Rp300.000.000

Konstruksi dalam Pengerjaan Rp300.000.000

Diinvestasikan dalam Aset Tetap Rp300.000.000 BUD:

Uraian Debet Kredit

Belanja Modal Gedung dan Bangunan Rp300.000.000

Kas di Kas Daerah Rp300.000.000

10 Maret 2014

SKPD:

(untuk mencatat pengeluaran belanja dari SPM/SP2D UP)

Uraian Debet Kredit

Belanja Modal Gedung dan Bangunan

Rp100.000.000

Piutang dari BUD Rp100.000.000

Konstruksi dalam Pengerjaan Rp100.000.000

Diinvestasikan dalam Aset Tetap Rp100.000.000 BUD:

Uraian Debet Kredit

Belanja Modal Gedung dan Bangunan Rp300.000.000

Kas di Kas Daerah Rp300.000.000

2.6 Penyajian dan Pengungkapan Konstruksi Dalam Pengerjaan

Konstruksi dalam pengerjaan disajikan sebesar biaya perolehan atau nilai wajar pada saat perolehan di neraca pada kelompok Aset Tetap. Penyajian konstruksi dalam pengerjaan dilakukan secara gabungan, dengan cara menjumlahkan seluruh kontruksi dalam pengerjaan, dari seluruh aset tetap. Selanjutnya kontruksi dalam pengerjaan ini diungkapkan dalam Catatan atas

(16)

Laporan Keuangan. Informasi mengenai Konstruksi Dalam Pengerjaan yang harus diungkapkan dalam Catatan atas Laporan Keuangan pada akhir periode akuntansi adalah :

1. Rincian kontrak konstruksi dalam pengerjaan berikut tingkat penyelesaian dan jangka waktu penyelesaiannya pada tanggal neraca;

2. Nilai kontrak konstruksi dan sumber pembiayaanya;

3. Jumlah biaya yang telah dikeluarkan sampai dengan tanggal neraca; 4. Uang muka kerja yang diberikan sampai dengan tanggal neraca; 5. Jumlah Retensi.

Kontrak konstruksi pada umumnya memuat ketentuan tentang retensi. Retensi adalah prosentase dari nilai penyelesaian yang akan digunakan sebagai jaminan akan dilaksanakan pemeliharaan oleh kontraktor pada masa yang telah ditentukan dalam kontrak. Jumlah retensi diungkapkan dalam Catatan atas Laporan Keuangan. Demikian juga halnya dengan sumber dana yang digunakan untuk membiayai aset tersebut perlu diungkap. Pencantuman sumber dana dimaksudkan memberi gambaran sumber dana dan penyerapannya sampai tanggal tertentu. Misalnya, termin yang masih ditahan oleh pemberi kerja selama masa pemeliharaan. Jumlah retensi diungkapkan dalam Catatan atas Laporan Keuangan.

Contoh:

Dinas ABC pada tahun 2014 membangun sebuah gedung dan sebuah mesin yang masing-masing telah mengeluarkan biaya yang dapat dikapitalisasi sebesar Rp 2 M dan 800 juta. Penyajian Konstruksi dalam pengerjaan di neraca Dinas ABC adalah sbb:

PADA SISI ASET:

Aset Tetap

(17)

Ekuitas Dana Investasi

- Diinvestasikan dalam Aset Tetap 2.800.000.000

Contoh Kasus

1. Pengakuan Peninggian Tanggul Lumpur Sidoarjo

Satker Badan Penanggulangan Lumpur Sidoarjo (BPLS) membangun tanggul untuk mengatasi dampak semburan lumpur Lapindo. Diperkirakan fenomena semburan Lumpur akan berlangsung selama 20 tahun. Akibat fenomena semburan Lumpur tersebut terjadi deformasi geologi, yaitu amblesnya (subsidence) permukaan tanah pada beberapa areal. Dampak dari peristiwa tersebut (subsidence) adalah amblesnya beberapa bagian tanggul sehingga perlu peninggian kembali tanggul untuk memenuhi elevansi/ketinggian tertentu. Amblesnya tanggul seringkali terjadi pada masa pelaksanaan proyek peninggian tanggul, sehingga diperlukan akuntansi yang tepat atas transaksi peninggian tersebut.

Atas kegiatan peninggian tanggul dapat dijelaskan secara akuntansi sebagai berikut:

a) Kegiatan yang dilakukan adalah peninggian tanggul dan bukan pembangunan tanggul awal. Penggunaan istilah peninggian tanggul mengindikasikan telah adanya aset tanggul awal yang telah dibangun sebelumnya. Dengan demikian, pengeluaran peninggian tanggul lebih tepat jika diklasifikasikan sebagai pengeluaran setelah perolehan aset.

b) Adanya fenomena deformasi geologi yang diperkirakan akan terjadi dalam jangka panjang (20 tahun) menimbulkan adanya risiko ketidakpastian perolehan manfaat ekonomi di masa yang akan datang dari peninggian tanggul tersebut.

Sehubungan dengan hal tersebut, dengan mengacu pada PSAP 08 Paragraf 13 yang menyebutkan:

Suatu benda berwujud harus diakui sebagai Konstruksi Dalam Pengerjaan jika: a. besar kemungkinan bahwa manfaat ekonomi masa yang akan datang

(18)

b. biaya perolehan tersebut dapat diukur secara andal; dan c. aset tersebut masih dalam proses pengerjaan.

Maka peninggian tanggul tidak dapat diakui sebagai KDP. Pengeluaran tersebut lebih tepat jika diklasifikasikan sebagai belanja operasional karena potensi ekonomis masa depan dari peninggian tanggul tidak dapat ditentukan dengan andal.

2. Pengakuan Biaya Perencanaan

Dalam DIPA tahun 20X1, Satuan Kerja A menganggarkan membangun gedung dalam kurun waktu 2 tahun dengan rincian biaya sebagai berikut:

- biaya perencanaan Rp 30.000.000 - biaya konstruksi Rp 2.000.000.000

- biaya pengawasan Rp 20.000.000 Total biaya Rp 2.050.000.000

Sampai dengan tanggal pelaporan (31 Desember 20X1), Satuan Kerja A baru merealisasikan Belanja Modal Gedung dan Bangunan (MA 533111) untuk membayar biaya konsultan/perencanaan sebesar Rp 30.000.000,-

Realisasi biaya perencanaan tersebut telah dapat disajikan di dalam Neraca satuan kerja A sebagai KDP dengan jurnal yang dibuat adalah:

Tanggal Uraian Debit Kredit

31/12/20X1 Konstruksi Dalam Pengerjaan -Gedung dan Bangunan

Diinvestasikan Dalam Aset Tetap

30.000.000

30.000.000

3. Pembangunan Gedung Secara Swakelola

Pada tahun 20X1, SKPD B berencana membangun gedung secara swakelola. Anggaran yang tersedia sejumlah Rp.500.000.000,- Pada tanggal 31 Desember 20X1 pembangunan fisik gedung telah mencapai 90%, dan biaya yang telah dibayarkan sejumlah Rp.450.000.000,00,- Jurnal yang harus dibuat adalah:

(19)

Tanggal Uraian Debit Kredit ..../..../20X1 Belanja Modal RK PPKD 450.000.000 450.000.000  Jurnal Pengakuan KDP :

Tanggal Uraian Debit Kredit

..../..../20X1 Konstruksi Dalam Pengerjaan -Gedung dan Bangunan

Diinvestasikan Dalam Aset Tetap

450.000.000

450.000.00 0

4. Pembangunan Gedung dengan Kontrak Konstruksi

Pada tahun 20X1, Satker A pada Kementerian B berencana membangun sebuah gedung dengan kontrak konstruksi. Pada tanggal 1 September 20X1 Satker A menandatangani kontrak konstruksi dengan nilai Kontrak Rp.5.000.000.000,-dan jangka waktu 15 bulan dengan masa pemeliharaan 3 bulan.

Ketentuan pembayaran menurut kontrak adalah sebagai berikut:

Uang Muka : 20% dari Nilai Kontrak, dibayarkan setelah kontrak ditandatangani

Termin I : 50% dari nilai kontrak setelah pekerjaan fisik mencapai 60%

Termin II : 95% dari nilai kontrak setelah pekerjaan fisik mencapai 100% Retensi : 5% dari nilai kontrak setelah selesai masa pemeliharaan disertai dengan Berita Acara Serah Terima terakhir.

Sedangkan realisasi pembayaran adalah sebagai berikut:

Uang Muka : Rp1.000.000.000, tanggal 15 September 20X1 Termin I (Fisik 60%) : Rp1.500.000.000, tanggal 5 April 20X2

Termin II (Fisik 100%) : Rp2.250.000.000, tanggal 1 November 20X2 dan telah dibuat Berita Acara Serah Terima

(20)

Berdasarkan kontrak, retensi sebesar 5% akan dibayarkan setelah masa pemeliharaan selesai yaitu tanggal 1 Februari 20X3.

Untuk uang Retensi Jaminan Pemeliharaan sebagaimana telah mengacu kepada Keppres 80/2003, secara adminsitratif dapat ditangani dengan 2 cara berikut:

 Pembayaran dilakukan sebesar 95% (sembilan puluh lima persen) dari nilai kontrak, sedangkan yang 5% (lima persen) merupakan retensi selama masa pemeliharaan.

 Pembayaran dilakukan sebesar 100% (seratus persen) dari nilai kontrak dan penyedia barang/jasa harus menyerahkan jaminan bank sebesar 5 % (lima persen) dari nilai kontrak yang diterbitkan oleh Bank Umum atau oleh perusahaan asuransi yang mempunyai program asuransi kerugian (surety bond) dan direasuransikan sesuai dengan ketentuan Menteri Keuangan.

Nilai retensi dengan cara pertama diakui sebagai utang retensi. Apabila pada akhir tahun anggaran masih dalam masa retensi maka pengeluaran 5% harus disediakan dananya pada tahun anggaran berikutnya. Sedangkan cara kedua, adanya jaminan bank harus diungkapkan dalam Catatan atas Laporan Keuangan.

(21)

Jurnal Untuk Mencatat Transaksi tersebut adalah :

Pembayaran uang muka kerja tanggal 15 september 20X1Realisasi Belanja :

Tanggal Uraian Debit Kredit

15/09/20X1 Belanja Modal

Piutang dari KUN

1.000.000.000

1.000.000.000

Pengakuan KDP di Neraca :

Tanggal Uraian Debit Kredit

15/09/20X1 Konstruksi Dalam Pengerjaan-Gedung dan Bangunan

Diinvestasikan Dalam Aset Tetap

1.000.000.000

1.000.000.00

0

Pembayaran termin I pada tanggal 5 April 20X2 (Penyelesaian Pekerjaan fisik 60 %)

Realisasi Belanja :

Tanggal Uraian Debit Kredit

05/04/20X2 Belanja Modal

Piutang dari KUN

1.500.000.000

1.500.000.000

Pengakuan KDP di Neraca :

Tanggal Uraian Debit Kredit

05/04/20X2 Konstruksi Dalam Pengerjaan-Gedung dan Bangunan

Diinvestasikan Dalam Aset Tetap

1.500.000.000

1.500.000.00

(22)

Pembayaran termin II pada tanggal 1 November 20X2 (Penyelesaian pekerjaan fisik 100%, dan telah dibuat Berita Acara Serah Terima Pekerjaan Pertama) dengan menahan retensi 5%.

Realisasi Belanja :

Tanggal Uraian Debit Kredit

01/11/20X2 Belanja Modal

Piutang dari KUN

2.250.000.000

2.250.000.000

Pengakuan KDP di Neraca atas pembayaran termin II :

Tanggal Uraian Debit Kredit

01/11/20X2 Konstruksi Dalam Pengerjaan-Gedung dan Bangunan

Diinvestasikan Dalam Aset Tetap

2.250.000.000

2.250.000.00

0

Pengakuan KDP atas pekerjaan yang sudah diselesaikan tetapi belum dibayar retensi (5%) :

Tanggal Uraian Debit Kredit

01/11/20X2 Konstruksi Dalam Pengerjaan-Gedung dan Bangunan

Diinvestasikan Dalam Aset Tetap

250.000.000

250.000.00

0

Tanggal Uraian Debit Kredit

01/11/20X2 Dana Yg Harus Disediakan untuk Pembayaran Utang Jangka Pendek Utang Retensi/Belanja Yang

Masih Harus Dibayar

250.000.000

250.000.00

(23)

Berita acara serah terima kedua dan pembayaran retensi 5% pada satker pada tanggal 1 Februari 20X3 :

Tanggal Uraian Debit Kredit

01/02/20X3 Belanja Modal

Piutang dari KUN

Utang Retensi/Belanja yg Masih Harus Dibayar

Dana yg Harus disediakan untuk Pembayaran Utang Jangka Pendek

Aset Tetap Gedung dan Bangunan Konstruksi Dalam Pengerjaan

250.000.000 250.000.000 5.000.000.000 25 0.000.000 250.000.000 5.000.000.000

Pada saat bersamaan BUN juga mencatat :

Tanggal Uraian Debit Kredit

01/02/20X3 Belanja Modal

Kas Umum Negara

250.000.000

250.000.000

5. Penghentian Pembangunan Gedung

Sesuai dengan contoh kasus nomor 2, ternyata Pemerintah pada bulan Februari 20X2 mengambil keputusan untuk tidak melanjutkan proyek tersebut, dan pada tanggal 1 Mei 20X2 telah terbit Surat Keputusan Penghapusan. Jurnal yang harus dibuat adalah:

Tanggal Uraian Debit Kredit

01/05/20X2 Diinvestasikan dalam Aset Tetap Konstruksi Dalam Pengerjaan

-Gedung dan Bangunan

30.000.000

(24)

BAB III PENUTUP 3.1 KESIMPULAN

Konstruksi dalam pengerjaan adalah aset-aset yang sedang dalam proses pembangunan. Pembangunan aset tersebut dapat dikerjakan sendiri (swakelola) maupun dengan menggunakan jasa pihak ketiga melalui kontrak konstruksi. Kontrak konstruksi adalah perikatan yang dilakukan secara khusus untuk konstruksi suatu aset atau suatu kombinasi yang berhubungan erat satu sama lain atau saling tergantung dalam hal rancangan, teknologi, dan fungsi atau tujuan atau penggunaan utama

Berdasarkan PSAP 08 suatu benda berwujud harus diakui sebagai Konstruksi Dalam Pengerjaan jika:

(d) besar kemungkinan bahwa manfaat ekonomi masa yang akan datang berkaitan dengan aset tersebut akan diperoleh;

(e) biaya perolehan tersebut dapat diukur secara andal; dan (f) aset tersebut masih dalam proses pengerjaan.

Sesuai dengan paragraf 15 PSAP 08, suatu KDP akan dipindahkan ke pos aset tetap yang bersangkutan jika konstruksi secara substansi telah selesai dikerjakan dan konstruksi tersebut telah dapat memberikan manfaat/jasa sesuai tujuan perolehan

Berdasarkan PSAP No. 7 Paragraf 17, Konstruksi Dalam Pengerjaan dicatat dengan biaya perolehan yang meliputi biaya konstruksi dan biaya-biaya lain yang dapat diatribusikan langsung ke dalam konstruksi sehubungan dengan pengerjaan pembangunan aset dimaksud. Pengukuran biaya perolehan dipengaruhi oleh metode yang digunakan dalam proses konstruksi aset tetap tersebut, yaitu secara swakelola atau secara kontrak konstruksi.

(25)

Konstruksi dalam pengerjaan disajikan sebesar biaya perolehan atau nilai wajar pada saat perolehan di neraca pada kelompok Aset Tetap. Penyajian konstruksi dalam pengerjaan dilakukan secara gabungan, dengan cara menjumlahkan seluruh kontruksi dalam pengerjaan, dari seluruh aset tetap.

(26)

DAFTAR PUSTAKA

Buletin Teknis Standar Akuntansi Pemerintah No. 09 tentang Akuntansi Aset Tetap. Komite Standar Akuntansi Pemerintah (KSAP)

Peraturan Pemerintah No. 71 tahun 2010 tentang Standar Akuntansi Pemerintah

Wulan,Retno. 2014. Makalah Akuntansi Pemerintahan PSAP 08 Akuntansi Dalam Pengerjaan. Bengkulu

Referensi

Dokumen terkait

[r]

Hasil penelitian Gerungan (2016) melaporkan faktor-faktor yang berhubungan dengan kejadian Intra Uterine Fetal Death (IUFD) Di RS UP Prof Dr.R.D.Kandou Manado didapatkan

Oleh karena itu diperlukan kegiatan pelatihan penulisan Best practice bagi kepala sekolah untuk mengembangkan cara baru dan inovatif dalam mengatasi suatu masalah

Hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa pupuk pelengkap cair konsentrasi 2,5cc/liter air memberikan tinggi tanaman, lebar daun, jumlah daun, bobot segar dan

Social Media Marketing Activities (SMMA) berpengaruh positif langsung, dan signifikan terhadap Brand Image (BIM), dalam artian pengguna e-wallet dapat berpresepsi bahwa

a) Elevasi muka air normal yang harus dipertahankan agar kebutuhan air di intake dapat terpenuhi. b) Elevasi muka air maksimum sebagai batas operasi bendung karet. c) Elevasi

Akta 303, seksyen 87, contohnya memperuntukkan apabila suatu perintah jagaan dibuat oleh mahkamah, mahkamah boleh meletakkan peruntukan bagi kanak-kanak itu melawat ibu atau

Macmillan, F.(1924, The Net Book Agreement and the Book War 1906 -1908: Two Chapters in the History of the Book Trade, including a Narrative of the Dispute Between the Times Book