• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB III METODOLOGI KAJIAN

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB III METODOLOGI KAJIAN"

Copied!
23
0
0

Teks penuh

(1)

BAB III

METODOLOGI KAJIAN

3.1. Kerangka Pemikiran.

Pendapatan Asli Daerah (PAD) yang merupakan salah satu sumber penerimaan daerah merupakan indikator dalam penghitungan Dana Perimbangan khususnya Dana Alokasi Umum (DAU) yang artinya semakin kecil PAD, Dana Perimbangan akan semakin besar begitu pula sebaliknya. Di samping itu PAD juga digunakan sebagai dasar penghitungan besarnya biaya penunjang operasional Kepala Daerah (PP RI, No. 109 tahun 2000 tentang Kedudukan Keuangan Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah, Pasal 9 yat 2), dan PAD juga sebagai perhitungan untuk Bagi Hasil Desa khususnya pajak dan retribusi daerah. Oleh sebab itu peningkatan PAD menjadi tolok ukur keberhasilan daerah dalam meningkatkan kemandirian daerah khususnya dalam menyediakan sumber pembiayaan di daerah. Namun demikian perlu diupayakan, karena sumber-sumber penerimaan atau pajak yang besar dan dominan masih dikuasai oleh pemerintah pusat, sedangkan di sisi lain pemerintah daerah hanya menguasai sebagian kecil sumber-sumber penerimaan negara atau hanya berwenang untuk memungut pajak-pajak yang basis pajak-pajaknya bersifat lokal serta karekteristik besaran penerimaannya yang relatif kurang signifikan.

Pendapatan Asli Daerah yang merupakan penjumlahan dari Pajak Daerah, Retribusi Daerah, Laba perusahaan daerah dan Lain-lain PAD merupakan persamaan definisi (definitional equation) yaitu persamaan yang menunjukkan suatu kesamaan berdasarkan definisi (Supranto, 1983). Ada tiga kajian spesifik yang menjadi pertimbangan dalam kajian ini, yang pertama yaitu perkembangan PAD per sektor (jenis penerimaan) di Kabupaten Lampung Barat sebelum dan sesudah otonomi daerah. Hal ini dimaksudkan untuk melihat pola perkembangan Pendapatan Asli Daerah karena perubahan waktu, yaitu melihat rata-rata kenaikan variable yang akan diramalkan dan tidak mempersoalkan faktor apa yang menyebabkan pendapatan asli daerah tersebut berkembang, tetapi hanya

(2)

memperhatikan pola perkembangannya atau kemampuan berkembangnya di waktu yang lampau.

Menarik untuk dilihat perkembangan pendapatan asli daerah sebelum dan sesudah otonomi di Kabupaten Lampung Barat. Kedua adalah, apakah terdapat pengaruh antara pendapatan perkapita, tingkat inflasi, belanja pembangunan daerah terhadap pendapatan asli daerah (PAD) di Kabupaten Lampung Barat sebelum dan sesudah otonomi daerah. Fungsi ini merupakan fungsi atau persamaan tingkah laku (behavioral equation) ialah persamaan yang dapat menggambarkan atau menguraikan tingkat laku individu-individu dalam kelompok-kelompok ekonomi (Supranto, 1983). Dari fungsi tersebut di atas, akan dianalisis bagaimana respon PAD terhadap perubahan pendapatan per kapita, tingkat inflasi dan belanja pemerintah daerah di Kabupaten Lampung Barat sebelum dan sesudah otonomi daerah. Dan ketiga adalah bagaimana potensi sumber-sumber pendapatan asli daerah (jumlah pengunjung hotel, jumlah restoran dan jumlah pertokoan) perlu dikembangkan dalam era otonomi daerah ini. Dan keempat adalah bagaimana strategi/rekomendasi program apa yang dapat dilakukan untuk mengembangkan potensi tersebut sehingga PAD di Kabupaten Lampung Barat dapat meningkat.

Penyusunan rancangan strategi/rekomendasi program dimaksudkan sebagai langkah untuk membuat/memodifikasi rancangan program ke depan sebagai implikasi dari hasil analisis perkembangan dan potensi sumber-sumber pendapatan asli daerah di Kabupaten Lampung Barat. Rancangan program disusun berdasarkan permasalahan serta tujuan yang ingin dicapai. Dengan demikian diharapkan dengan rancangan program yang dibuat akan dihasilkan model kebijakan dalam rangka pengembangan potensi pendapatan asli daerah di Kabupaten Lampung Barat. Kerangka pemikiran dapat dilihat pada Gambar 3.3. berikut ini :

(3)

Gambar 1. Kerangka Pemikiran Kajian Pendapatan

Daerah

Target PAD/Potensi Apakah Kontribusi PAD

terhadap Pendapatan Daerah Kecil? Analisis ARIMA Pendapatan Perkapita Tingkat Inflasi Belanja Pemda Otonomi Daerah Ya PAD Jumlah Pddk Rekomendasi Program

LnPADt = α0 + α1 LnHOTt+ α2LnRESTt+ α3 LnPTOKOt+ ∈t

Hubungan Antar Variabel

LnPADt = αo+

1

α LnPDRBt2 LnPDDKt3INFLt4LnB.PEMDAt5DtOD+∈t

Gambar 3.3. Kerangka Pemikiran Kajian. 3.2. Lokasi dan Waktu Kajian

Lampung Barat yang merupakan daerah kabupaten pemekaran pertama di Propinsi Lampung pada tahun 1991, adalah daerah dengan luas sekitar 73 persen adalah hutan lindung. Namun demikian Lampung Barat yang berada di jalur lintas barat Sumatera merupakan peluang sebagai simpul aktivitas arus transportasi dan distribusi regional, sehingga masyarakat dapat memanfaatkan sumberdaya dan jasa lingkungan pesisir dan laut sebagai sumber baru perekonomian. Di samping itu kabupaten Lampung Barat menyimpan banyak potensi pariwisata seperti

(4)

pesona alam, laut, danau dan pegunungan, yang belum tergarap dengan optimal sehingga tidak memberikan hasil yang maksimal bagi daerah.

Dalam era otonomi ini, daerah diberikan kewenangan untuk melaksanakan pembangunan dan memanfaatkan sumberdaya yang ada untuk digunakan sebagai sumber-sumber pembiayaan pembangunan. Oleh karna itu perlu dilakukan analisis perkembangan dan potensi sumber-sumber pendapatan asli daerah di Kabupaten Lampung Barat Provinsi Lampung. Pengambilan data kajian ini telah dilaksanakan pada bulan Desember 2008.

3.3. Sasaran Kajian.

Sasaran kajian adalah Pendapatan Asli Daerah (Pajak Daerah, Retribusi Daerah, Laba Perusahaan Daerah dan Lain-lain PAD yang Sah), Total Penerimaan Daerah, Produk Domestik Regional Bruto (PDRB), Pendapatan Per Kapita, Jumlah Penduduk, Inflasi, Belanja Pemerintah Daerah Kabupaten Lampung Barat, Jumlah Pengunjung Hotel, Jumlah Restoran dan Jumlah Pertokoan Pemda. 3.4. Metode Pengumpulan Data.

Data yang digunakan dalam kajian ini adalah data sekunder yang bersumber dari Badan Pusat Statistik (BPS) Kabupaten Lampung Barat, dan Dinas Pendapatan Daerah, Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah. Pengumpulan Data sekunder dilakukan dengan cara studi kepustakaan dan studi dokumen. Adapun data yang dikumpulkan berbentuk data runtut waktu (time series).

3.5. Metode Pengolahan dan Analisis Data.

3.5.1. Model Autoregressive Intergrated Moving Average (ARIMA).

Analisis dengan menggunakan model ARIMA berdasarkan analisis pada data masa lalu dan tidak memperhatikan variabel-variabel yang lain, sehingga disebut juga dengan metode yang atheoric atau metode yang tidak berdasarkan teori (Winarno, 2002).

Metode Autoregressive Intergrated Moving Average (ARIMA) dengan formula sebagai berikut :

PDt = a + bPD +cu t1 t1 RDt = a + bRD +cu t−1 t−1

(5)

LPDt = a + bLPD +cu t1 t1 LPSt = a + bLPS +cu t−1 t−1

PADt = a + bPAD +cu t−1 t−1

Dimana :

PDt = Pajak Daerah Kabupaten Lampung Barat tahun t (jutaan rupiah).

RDt = Retribusi Daerah Kabupaten Lampung Barat tahun t (jutaan rupiah)

LPDt = Laba Perusahaan Daerah Kabupaten Lampung Barat tahun t (jutaan rupiah).

LPSt = Lain-lain Pendapatan yang Sah Kabupaten Lampung Barat tahun t

(jutaan rupiah).

PADt = Pendapatan Asli Daerah Kabupaten Lampung Barat 1 tahun t (jutaan

rupiah).

PD = Pajak Daerah Kabupaten Lampung Barat 1 tahun sebelumnya (jutaan t1 rupiah).

RD = Retribusi Daerah Kabupaten Lampung Barat 1 tahun sebelumnya. t1

(jutaan rupiah).

LPD = Laba Perusahaan Daerah Kabupaten Lampung Barat 1 tahun t1 sebelumnya (jutaan rupiah).

LPS = Lain-lain Pendapatan yang Sah Kabupaten Lampung Barat 1 tahun t1

sebelumnya (jutaan rupiah).

PAD = Pendapatan Asli Daerah Kabupaten Lampung Barat (jutaan rupiah) t1

u t1 = Rata-rata residu 1 tahun sebelumnya. a = Bilangan Konstanta (Intercept) b = Koefisien Autoregressive c = Koefisien Moving Average

3.5.2. Regresi Faktor-faktor yang Menentukan PAD.

Dalam kajian ini PAD diduga dipengaruhi oleh variabel pendapatan perkapita, jumlah penduduk, inflasi dan belanja pemerintah daerah yang dirumuskan sebagai berikut :

(6)

LnPADt = αo1LnPDRBt+α2 LnPDDKt+α3INFLt+

α

4LnB.PEMDAt

5DtOD + ∈t

Dimana :

PADt = PAD Kabupaten Lampung Barat tahun ke t (jutaan rupiah)

PDRBt = Produk Domestik Regional Bruto harga konstan Kabupaten

Lampung Barat tahun ke t (jutaan rupiah). PDDKt = Jumlah Penduduk tahun ke t (jiwa).

INFLt = Inflasi pada tahun ke t (persen).

B.PEMDAt = Belanja Pemerintah Daerah tahun ke t (milyar rupiah).

Dt.OD = Dummi variabel Otonomi Daerah (1 untuk sesudah otonomi daerah (tahun 2001) dan 0 untuk sebelum otonomi daerah)

0

α = Bilangan Konstanta (intercept). i

α =Koefisien Regresi.

t

∈ = Error Term.

Untuk memenuhi syarat asumsi klasik regresi OLS, dilakukan untuk korelasi. Terdapat korelasi yang kuat antara PDRB dengan jumlah penduduk. Oleh karena itu dilakukan reformulasi model menjadi berikut ini :

LnPADt = αo1LnPKapitat+α2 INFLt+α3LnB.PEMBt+

α

4DtOD + ∈t

Dimana :

PADt = PAD Kabupaten Lampung Barat pada tahun t (jutaan rupiah).

PKapitat = Pendapatan Perkapita atas Dasar Harga Konstan Kabupaten

Lampung Barat tahun ke t (jutaan rupiah). INFLt = Inflasi pada tahun ke t (persen)

B.PEMBt = Belanja Pemerintah Daerah tahun ke t (milyar rupiah)

Dt.OD = Dummi Variabel Otonomi Daerah (1 untuk sesudah otonomi

Daerah (tahun 2001) dan 0 untuk sebelum otonomi daerah)

0

α = Bilangan Konstanta (intercept). i

(7)

t

∈ =Error Term

3.5.3 Regresi Potensi Sumber-sumber PAD.

Dalam kajian ini PAD diduga dipengaruhi oleh variabel jumlah pengunjung hotel, jumlah restoran, dan jumlah pertokoan yang dirumuskan sebagai berikut :

LnPADt = α0 + α1 LnHOTt+

α

2LnRESTt+ α3 LnPTOKOt+ ∈t Dimana :

PADt = PAD Kabupaten Lampung Barat tahun t (dalam jutaan rupiah)

HOTt = Jumlah Pengunjung Hotel Kabupaten Lampung Barat tahun ke t (orang)

RESTt = Jumlah Restoran Kabupaten Lampung Barat tahun ke t (unit).

TOKOt= Jumlah Pertokoan Kabupaten Lampung Barat tahun ke t (unit).

0

α = Bilangan Konstanta (Intercept) i

α =Koefisien Regresi

t

∈ =Error Term

Untuk melihat hubungan atau pengaruh variabrel bebas secara individu terhadap variabel terikat, dilakukan uji t pada derajat kepercayaan (

α

) sebesar 10 persen dengan hipotesis sebagai berikut :

Ho : αi = 0, variabel bebas secara individu tidak mempengaruhi variabel terikat.

Ha : αi ≠ 0, variabel bebas secara individu mempengaruhi variabel terikat.

Kriteria hasil pengujian adalah :

Ho diterima (tidak signifikan) jika t hitung < t tabel Ho ditolak (signifikan) jika t hitung > t tabel

Menurut Ananta (1987), jika t lebih besar dari t , maka Ho ditolak, sehingga dapat disimpulkan masing-masing variabel penjelas mempunyai pengaruh signifikan (nyata) terhadap variabel terikat. Tanda positif/negatif berarti variabel penjelas mempunyai pengaruh positif/negatif terhadap variabel terikat.

hitung tabel

Kemampuan suatu model untuk menerangkan variabel bebas dapat dinyatakan dengan R = 2

TSS RSS

(8)

Keterangan : RSS = jumlah kuadrat regresi TSS = jumlah kuadrat total

Penaksiran model regresi linear berasumsi bahwa tidak terdapat autokorelasi pada error term, yaitu :

COV (μts) =

ε

ts)=0, t≠s

Uji autokorelasi merupakan gangguan pada fungsi regresi yang berupa korelasi antar faktor pengganggu, dimana biasa terjadi pada time series pada galat akibat berurutan.

Untuk menguji ada tidaknya autokorelasi dapat menggunakan d-Durbin Watson. Autokorelasi terjadi pada berbagai bentuk. Bentuk yang sering dipakai pada hubungan linear adalah :

Yt = αo+ 1 α X + ...+t1 αkXtk+ μtit t μ = ρ μtit Hipotesis : Ho : ρ = 0 H1 : ρ ≠0

Menghitung besarnya statistik d (Durbin Watson) dengan rumus :

d =

= = − − n t t n t t t e e e 1 2 2 2 1) (

Dengan membandingkan nilai statistik DW dengan nilai teoritik DW, akan diperoleh keputusan sebagai berikut (Supranto, 1984) :

1) bila d > dL; Ho ditolak, jadi ada autokorelasi dalam model. 2) bila d>4-dL; Ho ditolak, jadi ρ ≠0 berarti tidak ada autokorelasi

pada model itu.

3) bila dU<d<4-dU; Ho tidak ditolak, berarti tidak ada autokorelasi pada model itu.

(9)

4) dL<d<dU atau 4-dU<d<4-dL; Uji hasilnya tidak konklusif, sehingga tidak dapat ditentukan apakah terdapat autokorelasi atau tidak pada model tersebut.

Prosedur untuk menguji statistik d dapat diterangkan dengan menggunakan Gambar 3.4. yang menunjukkan bahwa batas d adalah 0 dan 4.

F(d) A B D E C d 0 d L dU 2 4- dU 4- d 4 L Sumber : Supranto (1983)

Gambar 3.4. Statistik d Durbin-Watson Dimana :

A = Tolak H , berarti ada otokorelasi positif. 0 B = Daerah tanpa keputusan.

C = Terima H . 0

D = Daerah tanpa keputusan.

E = Tolak H , berarti ada korelasi negatif. a

3.5.4. Pendugaan Nilai Elastisitas

Koefisien-koefisien yang diperoleh dari perhitungan dalam model dijadikan bahan perhitungan untuk menentukan nilai dugaan elastisitas. Elastisitas

(10)

adalah ukuran tingkat kepekaan suatu peubah endogen pada suatu persamaan terhadap perubahan dari peubah penjelas.

Adapun rumus elastisitas adalah sebagai berikut (Hakim, 2007), misalnya adalah : η = Pkapita PAD Δ Δ % % = ) 2 / ) /(( ) ( ) 2 / ) /(( ) ( 0 0 0 0 PKapita PKapita PKapita PKapita PAD PAD PAD PAD t t t t + − + − Dimana : η = Elastisitas

PKapitat = Pendapatan per Kapita tahun ke t

Pkapita0 = Pendapatan per Kapita tahun ke 0 PADt = PAD tahun ke t.

PAD0 = PAD tahun ke 0.

Jika elastisitas lebih besar dari 1 (> 1) berartí perubahan PAD sangat responsif terhadap perubahan pendapatan per kapita, dan jika kurang dari 1 (<1) berarti perubahan PAD tidak responsif terhadap perubahan pendapatan per kapita. 3.6. Metode Perancangan Program.

Dalam rangka membangun rancangan program yang konsisten dan realistis kajian ini akan menggunakan Logical Framework Approach (LFA) sebagai metode perancangan program. Dalam metode ini digunakan teknik visualisasi yang membantu meningkatkan efisiensi dan efektifitas proses pengumpulan data dan informasi untuk merancang program peningkatan pendapatan asli daerah di Kabupaten Lampung Barat sesuai dengan faktor-faktor yang mempengaruhinya.

Soesilo (2002) mengatakan kerangka logis (Logframe) adalah sebuah jabaran yang memudahkan dalam perencanaan yang ditetapkan target dengan memakai pendekatan strategik dengan bantuan daftar keinginan perencana sebagai cerminan dari keinginan organisasi. Logframe adalah suatu proses timbal balik

(11)

yang harus dicari hubungan vertikal dan horizontalnya sampai tercapai hubungan yang jelas dan sesuai dengan logika.

Adapun langkah-langkah dalam memudahkan penyusunan kerangka logis adalah :

1. Inti penjelasan yang terdiri dari tujuan, guna dan hasil.

2. Indikator pengukuran tujuan yang terdiri dari Indikator pencapaian tujuan, Indikator pengukuran pencapaian kegunaan dan indikator pencapaian hasil. 3. Data-data penjelas yang diperlukan

4. Asumsi penting untuk tujuan jangka panjang untuk mencapai tujuan dan kegunaan.

Tabel 3.5. Langkah-langkah dalam Logframe. Penjelasan Singkat Indikator Pengukur Pencapaian Tujuan Cara/data penjelas pencapaian Asumsi penting Tujuan Guna Hasil/Output Aktivitas Sumber : Soesilo, (2002). Dimana : Kolom pertama : Tujuan (Goal) :

Tujuan diambil dari kerangka kebijaksanaan pembangunan. Ini akan menjadi acuan dari berbagai alternatif strategi, metoda maupun teknis pelaksanaannya. Ini merupakan cerminan harapan yang muncul dari kerangka kebijakan pembangunan dan merupakan sasaran hirarki tertinggi.

Guna (Purpose) : apa yang diharapkan keluar dari program regional. Disini disebutkan dampak yang berguna maupun keuntungan apa saja yang dapat dicapai oleh program ini.

(12)

Hasil (Outputs) : adalah pencapaian program yang harus direalisasikan agar tujuan/maksud dapat tercapai. Hasil program-program regional biasanya sama dengan proyek-proyek yang secara keseluruhan membuat program pembangunan. Aktivitas : rincian aktivitas awal yang harus dilakukan perlu disebutkan untuk mencapai program. Arah utama dari tujuan diperinci disini, dan bukan berupa suatu tabel proyek-proyek.

Kolom kedua :

Indikator pengukuran tujuan (objective verifiable indicators).

Secara eksplisit dijelaskan tentang apa yang akan dicapai untuk mengendalikan dan menargetkan suatu pencapaian. Dengan menetapkan target yang akan dicapai, perencana dapat secara efektif mengukur kemajuan proyek-proyek dan program-program yanh telah direncanakan.

Kolom ketiga :

Data-data penjelas (means of verification)

Sumber-sumber data yang diperlukan untuk indicator pengukuran tujuan diperinci. Atau dari manakah asal bukti-bukti penjelas yang diperlukan untuk mengukur tujuan.

Kolom keempat : Asumsi-asumsi penting.

Untuk faktor-faktor yang berada diluar kontrol program secara langsung, tetapi diperlukan sekali untuk seksesnya program. Pencapaian dari tujuan yang lebih rendah bersama-sama dengan asumsi penting, akan menuju pencapian tujuan lain yang lebih atas.

Skema metode LFA adalah sebagai berikut :

Hasil

Meningkatnya Penerimaan dari Pajak, Retribusi dan

Tujuan

Meningkatnya Kontribusi PAD terhadap Total Pendapatan Daerah

Guna

Berkurangnya Ketergantungan Pemda terhadap Pusat/Meningkatnya Sumber Pembiayaan Pemda

(13)

Program dan Kegiatan Gambar 3.5. Implementasi Metode LFA

BAB IV

GAMBARAN UMUM KABUPATEN LAMPUNG BARAT

4.1. Kondisi Wilayah

Kabupaten Lampung Barat memiliki luas wilayah 495.040 Ha atau 13,99 persen dari luas wilayah Propinsi Lampung. Dan mempunyai garis pantai sepanjang 260 Km. Kabupaten Lampung Barat terletak pada koordinat 4º,47’,16” - 5º,56’,42” Lintang Selatan dan 103º,35’,08”-104º,33’,51” Timur, merupakan pemekaran dari Kabupaten Lampung Utara yang ditetapkan dengan Undang-undang No. 6 Tahun 1991. Secara administratif kabupaten ini memiliki 17 Kecamatan, 195 Pekon dan 6 Kelurahan. Wilayah Lampung Barat berbatasan dengan bagian untara dengan Propinsi Bengkulu, bagian Selatan dengan Samudera Hindia dan Selat Sunda, Bagian Barat berbatasan dengan Samudera Hindia, dan bagian Timur dengan Kabupaten Lampung Utara, Kabupaten Lampung Tengah dan Kabupaten Tanggamus.

Struktur wilayah Kabupaten Lampung Barat bervariasi, mulai dari daerah datar di sebelah barat hingga daerah bergunung di sebelah timur dengan kemiringan lahan mulai dari relatif landai (0-15%) hingga curam (>40%). Formasi batuan yang umum dijumpai di Kabupaten Lampung Barat adalah endapan gunung api (Kecamatan Sumber Jaya, Way Tenong, Belalau, Sekincau, Sukau, Batubrak dan Balik Bukit), batu pasir Neogen ( Kecamatan Lemong, Pesisir Utara, Karya Penggawa, Pesisir Tengah, Pesisir Selatan dan Bengkunat), batu granit, kapur, batuan metamorf, tufa Lampung dan aluvium (Lembah Way Semangka). Formasi tufa Lampung merupakan tufa masam dari debu gunung api di sekitar Bukit Barisan. Sedangkan endapan gunung api mayoritas menutupi

(14)

sebagian besar wilayah Kabupaten Lampung Barat dan kadang-kadang dijumpai endapan emas dan perak serta logam sebagai mineral ikutan.

Luas Wilayah Kabupaten Lampung Barat menurut kecamatan tercantum pada Tabel 4.6. berikut ini.

Tabel 4.6. Luas Wilayah Kabupaten Lampung Barat menurut Kecamatan Luas No. Kecamatan (Km2) (%) 1. Pesisir Selatan 699,52 14,13 2. Bengkunat 634,44 12,82 3. Ngambur 131,99 2,67 4. Bengkunat Belimbing 634,44 12,82 5. Pesisir Tengah 110,01 2,22 6. Karya Penggawa 62,46 1,26 7. Pesisir Utara 307,18 6,21 8. Lemong 327,25 6,61 9. Balik Bukit 195,50 3,95 10. Sukau 218,48 4,41 11. Belalau 395,06 7,89 12. Sekincau 270,90 5,47 13. Suoh 231,62 4,68 14. Batubrak 189,67 3,83 15. Sumber Jaya 295,12 5,96 16. Gedong Surian 61,34 1,24 17. Way Tenong 185,48 3,75 Lampung Barat 4.950,40 100,00

Sumber : BPS Kabupaten Lampung Barat ( 2008). 4.2. Keadaan Penduduk

Jumlah Penduduk Kabupaten Lampung Barat tahun 2007 mencapai 410.273 jiwa dengan komposisi penduduk laki-laki berjumlah 220.213 jiwa dan perempuan berjumlah 190.510 jiwa (BPS Kabupaten Lampung Barat, 2007). Berdasarkan komposisi umur dan jenis kelamin, karakteristik penduduk dari suatu negara dapat dibedakan atas tiga ciri yaitu : expansive, constrictive dan stationary (Nurdin, 1981). Ciri penduduk yang expansive adalah sebagian besar penduduk berada dalam kelompok umum termuda, constrictive sebagian kecil penduduk berada dalam kelompok umur muda dan stationary adalah banyaknya penduduk dalam tiap kelompok umur hampir sama banyaknya, dan mengecil pada usia tua

(15)

kecuali pada kelompok umur tertentu. Karakteristik Penduduk di Kabupaten Lampung Barat bercirikan constrictive yaitu sebagian kecil penduduk berada dalam kelompok umur muda. Komposisi penduduk menurut umur dan jenis kelamin di Kabupaten Lampung Barat tahun 2007 sebagaimana Tabel 4.7. berikut.

Tabel 4.7. Komposisi Penduduk menurut Umur dan Jenis Kelamin Kabupaten Lampung Barat tahun 2007.

Kelompok

Umur Laki-laki Perempuan Jumlah % Sex Ratio

0 – 4 9.450 8.998 18.448 4,49 105,02 5 – 9 22.449 21.371 43.820 10,67 105,04 10 – 14 22.397 20.650 43.047 10,48 108,46 15 – 19 22.702 19.868 42.570 10,36 114,26 20 – 24 21.385 18.389 39.774 9,68 116,29 25 – 29 22.100 20.437 42.537 10,36 108,14 30 – 34 21.192 19.026 40.218 9,79 111,38 35 – 39 19.255 15.846 35.101 8,55 121,51 40 – 44 16.145 14.124 30.269 7,37 114,31 45 – 49 13.390 10.183 23.573 5,74 131,49 50 – 54 9.912 7.137 17.049 4,15 138,88 55 – 59 7.019 4.750 11.769 2,87 147,77 60 – 64 4.704 3.584 8.288 2,02 131,25 65 – 69 3.323 2.426 5.749 1,40 136,97 > 70 4.336 3.467 7.803 1,90 125,06 Tidak terjawab 454 254 708 0,17 178,74 Jumlah 220.213 190.510 410.723 100,00 115,59 Sumber : Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil Kabupaten Lampung Barat

(2008).

Berdasarkan umur median penduduk di Kabupaten Lampung Barat, umur mediannya sebesar 27,08 tahun artinya bahwa penduduk Kabupaten Lampung Barat masuk kategori penduduk intermediate (10 – 30 Tahun), sedangkan piramida penduduk Kabupaten Lampung Barat tahun 2007 tergolong penduduk muda menuju transisi. Hal ini diperlihatkan dengan masih besarnya kelompok umur 0-4, 5-9 dan 10-14 tahun yang sedikit lebih besar dari kelompok umur lainnya, artinya ada kecenderungan komposisi penduduk di masa depan akan semakin didominasi oleh penduduk usia produktif. Adapun perbandingan antara penduduk laki dan perempuan (sex ratio) di Kabupaten Lampung Barat adalah

(16)

sebesar 115,59, artinya bahwa setiap 100 jiwa penduduk perempuan, penduduk laki-lakinya sebanyak 116 jiwa.

Bila dilihat dari pertumbuhan penduduknya, pertumbuhan penduduk Kabupaten Lampung Barat tahun 1993-2007 adalah sebesar 1,8 persen per tahun. Pertumbuhan ini masih tinggi, karena luas daerah Kabupaten Lampung Barat hanya sekitar 30 persen yang dapat budidayakan. Meningkatnya jumlah penduduk, akan meningkat juga kebutuhan akan lapangan kerja dan kebutuhan dasar (fasilitas umun dan sosial) yang pada gilirannya akan berpengaruh terhadap pendapatan regional bruto dan pendapatan per kapita Kabupaten Lampung Barat. Dalam jangka panjang, jika pertumbuhan tersebut tidak ditekan, dan tidak adanya lapangan pekerjaan, maka akan banyak masyarakat yang menganggur yang selanjutnya menjadi beban pemerintah daerah. Oleh sebab itu perlu adanya kebijakan pemerintah daerah yang mampu mengendalian pertumbuhan penduduk yang disesuaikan dengan daya dukung dan daya tampung lingkungan di Kabupaten Lampung Barat yang lahannya relatif terbatas.

4.3. Kondisi Perekonomian

Untuk mengetahui kondisi perekonomian suatu daerah dalam suatu periode tertentu, salah satu alat yang digunakan adalah Produk Domestik Regional Bruto atas dasar harga berlaku maupun harga konstan. PDRB atas dasar harga berlaku dapat digunakan untuk melihat pergeseran struktur ekonomi, sedangkan PDRB atas dasar harga konstan digunakan untuk mengetahui pertumbuhan ekonomi. Di samping itu PDRB per kapita riil umumnya digunakan untuk mengukur tingkat pendapatan/kesejahteraan masyarakat.

PDRB Kabupaten Lampung Barat dominan dari sektor pertanian diikuti perdagangan, hotel dan restoran, jasa-jasa, pengangkutan dan komunikasi, industri pengolahan, bangunan, keuangan/persewaan/jasa perusahaan, pertambangan dan penggalian serta listrik, gas dan air bersih. Bila dilihat dari struktur PDRB yang masih didominasi sektor pertanian, maka peningkatan pendapatan asli daerah relatif kecil, karena pada sektor pertanian dilarang dikenakan pajak dan retribusi atas produk-produk pertanian, kecuali tumbuh dan berkembangnya agroindustri yang berdampak pada sektor jasa dan perdagangan. Akibat dari itu adalah timbulnya obyek dan subyek retribusi baru yang mampu memberikan kontribusi

(17)

terhadap PAD. Di bawah ini disajikan Produk Domestik Regional Bruto Kabupaten Lampung Barat tahun 2004-2007.

Tabel 4.8. Produk Domestik Regional Bruto Kabupaten Lampung Barat atas Dasar Harga Berlaku menurut Lapangan Usaha Tahun 2000-2007 (jutaan rupiah). LAPANGAN USAHA 2004 2005 2006 2007 1. PERTANIAN 785.362,12 869.620,42 944.733,96 1.143.994,52 2. PERTAMBANGAN dan PENGGALIAN 16.809,23 20.119,46 24.912,96 28.208,71 3. INDUSTRI PENGOLAHAN 31.038,24 37.018,96 43.149,22 68.883,15

4. LISTRIK, GAS dan AIR BERSIH 3.750,66 4.567,38 4.900,12 6.536,44

5. BANGUNAN 42.941,01 46.825,27 51.443,15 61.798,00 6. PERDAGANGAN, HOTEL dan

RESTORAN 239.821,71 245.875,05 250.315,17 301.434,38 7. PENGANGKUTAN dan KOMUNIKASI 40.947,31 44.836,83 56.436,95 69.010,13 8. KEUANGAN, PERSEWAAN dan

JASA. PERUSAHAAN. 20.538,69 31.632,16 34.407,92 40.652,89 9. JASA-JASA 91.302,67 94.345,90 137.548,23 165.468,12 PDRB DENGAN MIGAS 1.272.511,64 1.394.841,42 1.547.847,68 1.885.986,34 PDRB TANPA MIGAS 1.272.511,64 1.394.841,42 1.547.847,68 1.885.986,34 JUMLAH PENDUDUK (Orang)

388.113,00 393520,00 407.008,00 410.723,00 PDRB PERKAPITA (Rp.) 3.278.714,29 3.544.524,85 3.802.990,81 4.591.869,31

Sumber : Badan Pusat Statistik Kabupaten Lampung Barat ( berbagai tahun).

Berdasarkan data tersebut di atas, perkembangan masing-masing lapangan usaha setiap tahunnya mengalami peningkatan, artinya adanya trend yang positif sumbangan masing-masing lapangan usaha terhadap Produk Domestik Regional Bruto (PDRB). Tahun 2007 kontribusi terbesar berasal dari lapangan usaha pertanian yaitu sebesar 60,66 persen, diikuti perdagangan, hotel dan restoran 15,98 persen, jasa-jasa 8,77 persen, pengangkutan dan komunikasi 3,66 persen, industri pengolahan 3,65 persen, bangunan 3,28 persen, keuangan, persewaan dan

(18)

jasa perusahaan 2,16 persen, pertambangan dan penggalian 1,5 persen, dan listrik, gas dan air bersih 0,35 persen.

Pendapatan asli daerah merupakan penerimaan daerah sebagai akibat dari adanya obyek dan subyek pungutan (pajak dan retribusi) seperti pajak hotel, restoran. Bila dilihat dari kontibusi masing-masing lapangan usaha tersebut diatas, ternyata lapangan usaha perdagangan, hotel dan restoran memberikan kontribusi terbesar kedua terhadap PDRB, artinya adanya potensi penerimaan asli daerah dari pajak hotel, restoran serta retribusi dari perdagangan. yang dapat dikembangkan untuk meningkatkan pendapatan asli daerah di Kabupaten Lampung Barat. Sedangkan pada masa yang akan datang lapangan usaha jasa-jasa menjadi harapan untuk tumbuh dan berkembang. Begitu juga dengan lapangan usaha pengangkutan dan komunikasi, industri pengolahan serta bangunan dan jasa perusahaan. Lapangan usaha pertambangan dan penggalian serta listrik, gas dan air bersih potensinya masih relatif kecil.

4.4. Kondisi Lembaga Pengelola Pendapatan di Kabupaten Lampung Barat Pemerintahan Kabupaten Lampung Barat terdiri dari unsur eksekutif berupa Pemerintah Daerah Kabupaten Lampung Barat, unsur legeslatif berupa Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) dan unsur yudikatif yaitu unsur Kejaksaan, Pengadilan serta Kepolisian. Pemerintah Kabupaten Lampung Barat dipimpin oleh Bupati dan dibantu oleh Sekretaris Daerah yang membawahi beberapa Dinas, Badan, Kantor dan Lembaga Teknis Daerah.

Lembaga pengelola pendapatan asli daerah di Kabupaten Lampung Barat sebelum otonomi daerah adalah di Dinas Pendapatan Daerah. Namun setelah otonomi daerah pada tahun 2001, pengelolaannya diserahkan ke masing-masing dinas teknis (kecuali pajak daerah yang seluruhnya masih dikelola oleh Dinas Pendapatan Daerah). Pengelolaan yang dilakukan oleh dinas teknis tersebut mulai dari pendataan, pendaftaran, penetapan obyek dan subyek retribusi daerah, sampai dengan pemungutan dan penyetoran kas daerah dilakukan oleh masing-masing dinas teknis tersebut. Kendala yang dihadapi oleh dinas pengelola PAD tersebut adalah kurangnya sumberdaya manusia yang mampu mengelola mulai dari adminstrasi hingga operasional penagihan di lapangan. Di samping itu dengan

(19)

obyek dan subyek pajak yang tersebar dan kurang potensial, mobilitas pemungutan menjadi kurang efektif dan efisien.

Adapun Dinas/Kantor Pengelola Pendapatan adalah sebagaimana Tabel 4.9. di bawah ini.

Tabel 4.9. Dinas/Badan/Kantor/Bagian/Kecamatan Pengelola Pendapatan Asli Daerah di Kabupaten Lampung Barat.

No. Dinas/Badan/Kantor/Kecamatan Jenis Pungutan 1 Dinas Pendapatan Daerah, Pengelola

Keuangan dan Aset Daerah

Pajak Hotel, Restoran,

Hiburan, Reklame, Penerangan Jalan, Retribusi

Uang Leges, Perizinan Peruntukan Penggunaan Tanah, Retribusi Dokumen Lelang.

2 Dinas Perhubungan Retribusi Terminal, Parkir, Uji KIR.

3 Dinas Kehutanan Pajak Gol. Galian C,

Retribusi sarang Burung Walet, IPKTM,.

4 Dinas Kependudukan dan Capil Retribusi Penggantian Cetak KTP, KK dan Akta catatan Sipil.

5 Dinas Kesehatan Retribusi Pelayanan

Kesehatan.

6 Rumah Sakit Daerah RSD) Liwa Retribusi Pelayanan Kesehatan.

7 Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Retribusi Pemakaian Kekayaan Daerah (Hotel dan Wisma Pemda).

8 Dinas Pekerjaan Umum Retribusi Pemakaian Kekayaan Daerah (Sewa alat Berat)

9 Kecamatan Izin Mendirikan Bangunan

(IMB). 10 Kantor Kebersihan dan Pertamanan

dan Pasar. Retribusi Persampahan, Pasar, Sewa Ruko dan Los. 11 Kantor Pelayanan Terpadu Satu Pintu Retribusi Izin Gangguan,

(20)

TDG.

12 Bagian Umum Retribusi Pemakaian

Kekayaan Daerah. Sumber : Dinas Pendapatan, Pengelola Keuangan dan Aset Daerah (2008).

4.5. Produk Hukum Pengelolaan Pendapatan Asli Daerah.

Peraturan Daerah merupakan dasar hukum dalam pemungutan pajak dan retribusi daerah, laba perusahaan daerah dan lain-lain PAD yang sah. Jumlah produk hukum untuk pajak dan retribusi daerah di Kabupaten Lampung Barat sampai dengan tahun 2008 berjumlah 29 perda, di mana 6 peraturan daerah mengenai pajak daerah dan 23 peraturan daerah mengenai retribusi daerah. Dari 29 peraturan daerah pungutan yang ada, sebanyak 16 peraturan daerah produk sebelum otonomi daerah (Perda tahun 1998 dan 1999) dan 13 peraturan daerah produk setelah otonomi daerah. Peraturan daerah yang dibuat sebelum otonomi daerah ini perlu dilakukan revisi, karena sudah tidak sesuai dengan potensi yang ada, seperti pengenaan tarif pajak dan retribusi daerah, serta mekanisme pemungutan dan administrasi pemungutan yang telah banyak berubah, yaitu dengan adanya permendagri 13 tahun 2006 yang telah diubah dengan permendagri No. 59 tahun 2007 tentang pedoman pengelolaan keuangan daerah. Begitu pula dengan telah adanya perubahan struktur organisasi Pemerintah Daerah, pemungutan retribusi daerah sebagian dilimpahkan ke Kantor Perizinan Satu Pintu.

(21)

Di bawah ini disajikan peraturan daerah mengenai pajak dan retribusi daerah di Kabupaten Lampung Barat tahun 1998-2008.

Tabel 4.10. Peraturan Daerah Kabupaten Lampung Barat tentang Pajak dan Retribusi Daerah Tahun 1998-2008.

No. Pajak dan Retribusi Daerah

Perda yang telah diundangkan

1 Pajak Reklame Perda No. 03 Tahun 1998

2 Pajak Hiburan Perda No. 06 Tahun 1998

3 Pajak Pengambilan Bahan Galian Gol. C Perda No. 07 Tahun 1998 4 Pajak Penerangan Jalan Perda No. 08 Tahun 1998

5 Pajak Hotel Perda No. 08 Tahun 2002

6 Pajak Restoran Perda No. 09 Tahun 2002

7 Retribusi Terminal Perda No. 03 Tahun 1998 8 Retribusi Pelayanan Persampahan dan

Kebersihan.

Perda No. 12 Tahun 1998 9 Retribusi Tempat Penginapan/

Pesanggrahan/Villa.

Perda No. 13 Tahun 1998 10 Retribusi Tempat Rekreasi dan Olah Raga Perda No. 14 Tahun 1998 11 Retribusi Izin Peruntukan Penggunaan

Tanah.

Perda No. 15 Tahun 1998 12 Retribusi Izin Gangguan Perda No. 17 Tahun 1998 13 Retribusi Izin Mendirikan Bangunan Perda No. 19 Tahun 1998 14 Retribusi Izin Trayek Perda No. 20 Tahun 1998 15 Retribusi Tempat Khusus Parkir Perda No. 21 Tahun 1998 16 Retribusi Parkir di tepi Jalan Umum Perda No. 22 Tahun 1998 17 Retribusi Terminal Perda No. 23 Tahun 1998 18 Retribusi Rumah Potong Hewan Perda No. 04 Tahun 1999 19 Retribusi Sarang Burung Walet Perda No. 06 Tahun 2001 20 Retribusi Pelayanan Kesehatan Perda No. 03 Tahun 2002 21 Retribusi Pengujian Kendaraan Bermotor Perda No. 04 Tahun 2002 22 Retribusi izin Penggunaan Jalan selain

untuk Kepentingan Lalu Lintas.

Perda No. 05 Tahun 2002 23 Retribusi Penggantian Biaya Cetak Kartu

Tanda Penduduk dan Akte Catatan Sipil Perda No. 07 Tahun 2002 24 Retribusi Uang Leges Perda No. 11 Tahun 2002 25 Retribusi Penyertaan Dokumen Lelang Perda No. 12 Tahun 2002

(22)

Proyek.

26 Retribusi Surat Izin Jasa Konstruksi Perda No. 05 Tahun 2003

27 Pasar Perda No. 11 Tahun 2004

28 Retribusi Pasar Grosir dan atau Pertokoan Perda No. 12 Tahun 2004 29 Retribusi Pemakaian Kekayaan Daerah Perda No. 04 Tahun 2008 Sumber : Dinas Pendapatan, Pengelola Keuangan dan Aset Daerah. Himpunan Peraturan

Daerah Kabupaten Lampung Barat (2008).

4.6. Perkembangan Penerimaan Daerah Kabupaten Lampung Barat.

Perkembangan penerimaan daerah Kabupaten Lampung Barat selama kurun waktu 16 tahun (1992/1993-2007) terjadi peningkatan sebesar Rp. 428.729,61 juta atau 3.028,77 persen. Kontribusi terbesar pada tahun 1992/1993 sampai dengan tahun 1997/1998 berasal dari lain-lain pendapatan yang sah, diikuti oleh dana perimbangan dan pendapatan asli daerah. Namun pada tahun 1998/1999 sampai dengan 2007 kontribusi terbesar adalah dana perimbangan, diikuti oleh lain-lain pendapatan yang sah dan pendapatan asli daerah.

Perkembangan PAD terhadap total pendapatan daerah di Kabupaten Lampung Barat relatif kecil yaitu 0,85 persen pada tahun 1992/1993 dan meningkat menjadi 2,78 persen pada tahun 2007. Artinya ada kenaikan rata-rata per tahun sebesar 0,12 persen selama kurun waktu 1992/1993-2007. Oleh sebab itu perlu diupayakan pengembangan potensi sumber-sumber PAD serta menggali potensi sumber-sumber PAD baru, sehingga kontribusi pendapatan asli daerah terhadap total pendapatan daerah di Kabupaten Lampung Barat pada masa yang akan datang meningkat. Hal ini menjadi penting karena pemerintah diharapkan lebih mandiri dalam pengelolaan keuangannya.

(23)

Di bawah ini disajikan perkembangan pendapatan daerah kabupaten Lampung Barat tahun 1992/1993-2007.

Tabel 4.11. Perkembangan Pendapatan Daerah Kabupaten Lampung Barat Tahun 1992/1993-2007.

Pendapatan Daerah

Tahun Pajak Daerah Dana Perimbangan Lain-lain Pendapatan yang Sah Jumlah Jumlah % Jumlah % Jumlah % 1992/1993 125,07 0,85 958,50 6,55 13.554,97 92,60 14.638,54 1993/1994 250,08 1,12 1.627,84 7,31 20.384,82 91,56 22.262,75 1994/1995 503,00 1,15 2.165,70 4,96 41.018,69 93,89 43.687,39 1995/1996 417,38 1,38 3.134,79 10,33 26.782,21 88,29 30.334,38 1996/1997 586,27 1,95 3.730,60 12,43 25.699,29 85,62 30.016,15 1997/1998 626,86 1,58 3.973,19 9,98 35.198,09 88,44 39.798,14 1998/1999 793,74 1,72 45.332,49 98,28 - - 46.126,23 1999/2000 1.558,87 2,76 54.816,76 97,10 80,00 0,14 56.455,63 2000 960,86 1,68 56.398,28 98,32 - - 57.359,14 2001 2.054,02 1,60 115.477,50 90,06 10.697,50 8,34 128.229,01 2002 3.978,84 1,90 197.963,21 94,37 7.831,67 3,73 209.773,72 2003 5.394,42 2,65 180.756,26 88,89 17.193,75 8,46 203.344,43 2004 4.954,46 2,35 187.786,07 89,10 18.008,81 8,55 210.749,34 2005 6.197,94 2,54 231.578,52 95,04 5.894,00 2,42 243.670,46 2006 11.215,89 2,98 335.351,05 89,04 30.054,35 7,98 376.621,28 2007 12.341,41 2,78 375.488,72 84,69 55.538,01 12,53 443.368,15

Gambar

Gambar 1. Kerangka Pemikiran Kajian  Pendapatan
Gambar 3.4. Statistik d Durbin-Watson Dimana :
Tabel 4.6. Luas Wilayah Kabupaten Lampung Barat menurut Kecamatan  Luas  No.  Kecamatan  (Km2) (%)  1
Tabel 4.7.  Komposisi Penduduk menurut Umur dan Jenis Kelamin Kabupaten        Lampung Barat tahun 2007
+5

Referensi

Dokumen terkait

Akan tetapi, konsep Islam dalam distribusi pendapatan dan kekayaan serta konsepsinya tentang keadilan sosial tidaklah menuntut bahwa semua orang harus mendapat upah yang sama

Pada penelitian ini adapun rumusan permasalahan adalah “A pakah penerapan model pembelajaran kooperatif tipe group investigation dapat meningkatkan hasil belajar IPS siswa kelas

Dengan demikian, cerita II Samuel 5:1-5 yang mengatakan bahwa ada semacam perjanjian atau kesepakatan antara Daud dan suku-suku di Israel- yang ditulis oleh

Preposisi jenis tersebut dapat berupa kata dasar maupun berafiks (Alwi dkk.. Berikut merupakan uraian mengenai preposisi tunggal yang ditemukan dalam kolom “cerita anak”

Metode yang digunakan adalah membandingkan waktu yang dibutuhkan oleh kedua perangkat lunak Cytovision 3.6 dan SmartType Express untuk menghilangkan kesepuluh

Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 130, Tambahan Lembaran Negara Republik

1) Penelitian ini terbatas pada teknik Sistem pakar fuzzy dengan fuzzy inferensi system (FIS) metode Mamdani. 2) Defuzzyfikasi yang digunakan adalah LOM (Largest Of

peningkatan ini dirasa Signifikan karena selain guru mempersiapkan pembelajaran dengan matang, guru juga memberikan ice breaking sebagai upaya untuk membangkitkan