GENERATOR CORAK TENUN MENGGUNAKAN
TREE STRUCTURED VECTOR QUANTIZATION
Umi Badriyah
1), Eko Mulyanto Yuniarno
2)Moch.Hariadi
3) 1,2,3 Pasca Sarjana Jaringan Cerdas Multimedia (Game Teknologi) Teknik Elektro,Teknologi Industri ITSJurusan Teknik Elektro, Fakultas Teknologi Industri ITS Jl. Keputih Sukolilo,Surabaya, 60111
E-mail : [email protected]),[email protected]3), [email protected]3)
ABSTRAK
Terdapat beberapa paramater penting pada proses penenunan dalam system pembuatan corak, seperti penghanian, pemasangan benang lungsi ke gun, pekerjaan tenun dan finishing. Corak pada tenun didasari dengan tiga anyaman dasar yaitu anyaman polos/rata, anyaman kepar dan anyaman satin. Untuk mengembangkan anyaman dasar menjadi suatu corak yang indah sesuai dengan perkembangan jaman, perlu adanya eksplorasi
corak-corak tenun yang ada.
Proses pembuatan corak tenun selama ini menggunakan cara manual yang mengakibatkan proses produksi menjadi lama dan harga jual mahal. Untuk memudahkan mengeksplorasikan corak tenun yang ada, dibutuhkan genarator teknologi
modern yang paling tepat dan dinamis. Generator
yang dibuat dapat meng-generate corak tenun paling optimal bagi desainer untuk menciptakan
corak-corak tenun dengan membandingkan
parameter-parameter yang ada.
Dengan menggunakan Tree Structured
Vektor Quantization, diharapkan akan mempercepat
proses sintetis dalam menciptakan corak tenun baru yang artistic.
Keyword : Tenun, Corak, Tree Structured Vektor
Quantization
1. PENDAHULUAN
Bangsa Indonesia yang terdiri atas sekian banyak suku, memiliki keanekaragaman budaya meliputi bahasa, adat istiadat, ekspresi seni, serta berbagai aspek kehidupan yang lain, seperti tata cara dalam berpakaian. Berbagai jenis kain tradisional ditemukan diseluruh nusantara, mulai dari Aceh dengan upe ulen-ulen, Sumatera Utara dengan ulos, Lampung dengan kain tapis, Jawa dengan kain batik, Kalimantan Selatan dengan kain sasirangan dan masih banyak lagi lainnya. Kain-kain tradisional tersebut selain sangat indah, juga memiliki makna dan symbol tertentu karena busana merupakan bagian penting dari symbol kekuasaan suatu dinasti atau wangsa, bahkan kadang-kadang mengandung unsur magis.(Abdul Malik, dkk. 2003)
Kain tradisional memiliki daya tarik yang tak lekang di makan zaman. Bahkan, di zaman modern saat ini, kain tradisional bernilai sangat tinggi.
Kalau kita telusuri di Indonesia, terungkaplah banyak kekayaan pembuatan kain (tenun-menenun), dengan keaneka ragaman teknik, proses dan corak hiasannya dikerjakan dengan cara manual yang tidak praktis, sehingga menghambat proses pembuatan dan motif yang dihasilkan monoton. Untuk itu diperlukan adanya corak hiasan yang diolah mulai dari bentuk, warna sampai dengan tekstur sehingga menjadi ragam hias yang baru, estetis dan artistik.
Pembuatan ekplorasi pola ragam hias dengan cara mudah, biasanya bidang gambar dibuat dengan arah horizontal, vertical atau diagonal. Penataan dan ekplorasi pola perlu dilakukan dengan cara berulang-ulang dan teliti supaya sambungan pola pada kain tidak terputus sehingga diperoleh hasil yang maksimal. Ragam hias yang indah merupakan nilai tambah yang paling utama dalam perancangan kain. (Cut Karamil Wardhani, dkk. 2004)
Perpaduan tekstur merupakan jalan arternatif untuk membuat tekstur baru, dengan algoritma memberi masukan dan menyatukan image tekstur, menetapkan ukuran dengan mempertemukan hasil image pixel dengan lingkungannya. Tujuan perpaduan tekstur adalah menerima tekstur sederhana sebagai masukan dan membuat baru satu lebih besar tanpa menggunakan replication. (Wei and Levoy).
Tree Structured Vector Quantization (TSVQ) metode yang mengizinkan algoritma membangun pohon biner untuk bertindak sebagai codeword untuk tipe pixel di image masukan. (Anteneh Addis Anteneh). Dengan menghadirkan perpaduan motif tenun dengan menggunakan Tree Structured Vector Quantization (TSVQ), algoritma sangat sederhana yang efektif menyatukan sesuatu pada sesuatu yang luas, sehingga akan menjadi perpaduan motif yang baru setelah menerima masukan.
2. LANDASAN TEORI 2.1 Desain Tekstil
Disain tekstil adalah suatu karya mengekpresikan gaya atau corak, maksud dan tujuannya, yang dibutuhkan oleh masyarakat konsumen.
Desain tekstil meliputi dua bidang yaitu :
a. Disain struktur (Structural Design) ialah disain kain yang dilaksanakan sebelum
dan pada saat proses pembuatan kain, seperti macramé, renda, rajut dan tenun. b. Disain muka (Surface Design) ialah disain
kain yang dilaksanakan setelah proses pembuatan kain, dan umumnya dilakukan pada proses penyempurnaan tekstil (finishing) seperti batik, sulam border, sablon/cetak saring, dan jahit.
2.2 Tenun
Tenun adalah cara menganyam benang
lungsi dan benang pakan untuk dijadilkan kain dengan menggunakan alat tenun. (Puspitasari W., Dra., dkk, 1996).
Kata tenun, menurut Kamus Besar Indonesia, berarti hasil kerajinan yang berupa bahan (kain) dibuat dari benang (kapas, sutera, dan sebagainya) dengan cara memasuk-masukkan pakan secara melintang pada lungsi (benang yang membujur). (Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa, 1997). Benang lusi adalah benang yang arahnya vertikal atau mengikuti panjang kain, sedangkan benang pakan adalah benang yang arahnyahorisontal atau mengikuti lebar kain. (Wiyoso Yudoseputro, Drs., dkk. 1995).
2.2.1 Anyaman tenun :
Anyaman adalah proses memasukkannya
pakan kedalan lungsi. Untuk pembuatan suatu anyaman diperlukan adanya sebuah desain. Satu-satunya cara untuk membuat desain anyaman pada kain adalah dengan metode pembuatan gambar anyaman pada kertas desain. (Karnadi,dkk.,1979)
Anyaman tenun dapat digolongkan dalam 3 jenis anyaman, yaitu :
a. Anyaman polos (plain, platt, taffeta)
Anyaman polos merupakan anyaman dasar
yang paling sederhana. Ciri khusus anyaman ini ialah jumlah titik silang pada kain paling banyak, karena perbandingan antara lusi naik dan lusi turun sama.
Gambar 1 : Anyaman Polos
b. Anyaman Kepar/keeper (twill, drill)
Anyaman keper memiliki ciri khusus yang
nampak jelas, yaitu efek garis miring kekiri atau kekanan, baik efek lusi maupun efek pakan. Dalam satu rapot anyaman minimal terdiri dari 2 helai lusi dan 3 helai pakan. Sudut kemiringan garis keeper
Gambar 2 : Anyaman Kepar/keeper
c. Anyaman Satin
Ciri khusus anyaman satin ialah memiliki daya pantul sinar yang lebih kesan karena perbandingan antara lusi naik dan lusi turun relatif lebih besar atau dengan kata lain jumlah titik silang dalam satu rapot relatif lebih kecil. Jumlah benang lusi dan benang pakan dalam satu rapot minimal 5 helai.
Gambar 3 : Anyaman Satin
2.3 Corak
Didalam tradisi Melayu Riau motif atau
pola lazimnya disebut corak, ragi, bentuk dasar, acuan induk, bentuk asal, atau gambar asal. Bagi
perajin tenun dan sulam, motif lazim disebut pengacu, contoh acu, atau acu saja. Perajin ukiran menyebutkannya contoh bentuk, acuan, atau reka bentuk. Sebutan lain umumnya adalah contih hiasan atau bentuk hiasan. Pemakaian kata hiasan mengacu kepada salah satu fungsi motif sebagai unsur hiasan, sedangkan benda yang menjadi hiasan itu disebut perhiasan dalam arti luas. (Abdul Malik, dkk. 2004)
2.3.1 Menata Corak
Penataan corak perlu dilakukan secara teliti supaya sambungan corak pada kain tidak putus. Pengulangan susunan corak dengan cara satu langkah, setengah langkah, diagonal, dan pola pinggir (gambar 4). Penentuan pola penataan corak sangat penting diolah dari bentuk, warna dan tekstur, sehingga menjadi keindahan dan keselarasan corak yang baru (Cut Karamil Wardhani, dkk., 2004).
A D C B E F G H I J K L Gambar 4 : Pola langkah pengulangan corak
Penataan pola perlu dilakukan secara teliti supaya sambungan pola pada kain tidak terputus. Jika sambungan terputus kualitas tampilan kain akan menurun.
2.4 Tree Structured Vector Quantization (TSVQ)
2.4.1 Tree Structured
Pohon adalah struktur yang umum untuk
menerapkan sistem pengindeksan secara hirarkis. (Sri Kusuma Dewi, 2003). Operator menyediakan temuan yang paling dekat dengan logaritma dalam ukuran codebook, dengan pemecahan vector secara rekursif ke dalam ruang kecil.
Struktur pohon terdiri dari node-node yang
menunjukkan obyek, dan arc (busur) yang menun-jukkan hubungan antar obyek. Dengan kata lain, pohon struktur panduan pencarian pada setiap tingkat yang lebih kecil ke dalam wilayah berisi input vector. (Sebastian Bader,dkk. 2002).
Gambar 5 : Struktur Pohon
2.4.2 Vector Quantization
Vector quantization adalah prosedur
komputer dalam menemui berbagai aplikasi termasuk kepadatan estimasi, kompresi data, pola pengakuan, clustering, fungsi perkiraan dan waktu seri prediksi. Salah satu kekurangan utama dari vector quantization adalah kompleksitas, yaitu komputer mencari biaya pada tetangga terdekat yang menyebabkan praktis terbatas pada data menetapkan ukuran dan menilai pada aplikasi yang dapat beroperasi. (Sebastian Bader,dkk. 2002).
Keuntungan dari vector quantization adalah
eksploitasi struktur dalam sumber contoh lebih banyak fleksibilitas dalam hal desain (Shirani.S)
Gambar 6 : Fleksibilitas desain
2.4.3 Tree Structured Vector Quantization
Tree Struktur Vector Quantization (TSVQ)
adalah sebuah pohon di mana indeks mengatur tipe data kelompok node secara hirarki. TSVQ metode yang mengizinkan algoritma membangun pohon biner untuk bertindak sebagai codeword untuk tipe
pixel di image masukan. (Anteneh Addis, 2006) Struktur pohon vector quantization
(TSVQ) adalah teknik umum untuk data kompresi. membutuhkan satu set pelatihan vektor sebagai masukan, dan menghasilkan sebuah biner-pohon-codebook terstruktur. Untuk menemukan anak-anak root yang centroid awal, dipilih anak codewords. Lingkungan nilai akan selesai sebagai norma nilai vektor RGB pada setiap gambar lingkungan. Berdasarkan nilai ini, mencari pohon akan terus membangun baris angka median memotong algoritma. Jarak antara dua pixel (model warna RGB) sebagai berikut :
(1) Jarak antara dua lingkungan sebagai berikut : (Li-Yi Wei, Marc Levoy. 2000)
(2)
2.4.4 Algoritma
Algoritma menyatukan image bertekstur besar ke luar dari satu image sederhana yang relatif kecil. Algoritma berasumsi bahwa memasukan image tekstur, menggunakan Markov Random Fields (MRF) sebagai model tekstur. Tujuan dari sintesis algoritma untuk menghasilkan tekstur yang baru dari masukan tekstur sehingga masing-masing wilayah yang sama dengan wilayah lain. Untuk mengetahui bagaimana algoritma bekerja dalam satu resolusi, dengan menggunakan multiresolution piramida untuk memperoleh perbaikan dalam efisiensi. Untuk memudahkan rujukan, daftar simbol digunakan pada Tabel 1. (Li-Yi Wei, Marc Levoy. 2000)
Tabel 1 : Simbol algoritma
3. PERENCANAAN DAN PEMBAHASAN
Pada penelitian ini merupakan generator corak tenun yang menggunakan tree structured
vector quantization, untuk mempercepat proses
pembuatan corak tenun dengan memperkenalkan kuantisasi dari lingkungan sample sebagai vektor multi-dimensi ruang, komputer vektor baru sedekat mungkin dari awal menetapkan dan mengatur mereka dalam struktur pohon dengan cepat.
3.1 Desain generator corak
Berdasarkan data yang didapatkan dari ”data image sintesis” maka dapat dirancang sebuah
generator corak dan dilanjutkan pembuatan corak
dengan mengumpulkan nilai setiap pixel dalam gambar input dan lingkungan yang terkait. Data image sintesis merupakan panduan yang berisi standart pixel untuk membangun sebuah pohon data codebook, setiap node berisi vector yang disebut codeword
.
Setelah merancang generator corak langkah selanjutnya menetapkan lingkungan sampel dan metode yang digunakan tidak menciptakan distorsi.
Gambar 6 : rencana corak
3.2 Mendeskripsikan Genetaror Corak Tenun dengan Tree Structured Vector Quantization (TSVQ)
Salah satu cara untuk menghitung pusat massa mengatur pelatihan dan menggunakannya sebagai akar pohon. Untuk menemukan dua dari anak-anak codeword, dipilih dua centroids sebagai
mencari codewords optimal bagi kedua anak-anak codeword.
TSVQ memperlakukan lingkungan sebagai vektor multi-dimensi ruang, komputer vektor baru menjadi awal terdekat menetapkan dan mengatur vektor dalam struktur pohon dalam rangka untuk mengatur vektor dengan cepat.
3.3 Algoritma
Algoritma menggunakan langkah-langkah sebagai berikut :
- Langkah pertama: partisi dari vektor yang diwakili oleh orang tua antara dua codeword anak-anak (sebuah vektor adalah atribut ke dekat anak-anak).
- Langkah kedua: perhitungan baru setiap centroids menggunakan setiap partisi.
- Kembali ke langkah pertama sampai
penurunan distorsi diperbolehkan oleh iterasi berada di bawah ambang batas yang dipilih (semakin kecil ambang adalah, semakin kecil akan distorsi global). _________________________________________ function Io ← TextureSynthesis(Ii,outputsize) 1. Io ← Initialize(outputsize); 2. Go ← BuildPyramid(Io); 3. Gi ← BuildPyramid(Ii);
4. foreach level L from lower to higher of Go 5. T ← BuildTree(Go,L); *
6. loop through all pixels (x,y) of Go(L) 7. C ← FindBestMatchPixel(T,Go,L,x,y); * 8. Go(L,x,y) ← C; 9. Io ← ReconPyramid(Go); 10. return Io; __________________________________ function C ← FindBestMatchPixel(T,Go,L,x,y) 1. N ← BuildNeighborhood(Go,L,x,y); 2. Taux ← T;
3. while Taux is not a leaf
4. if Distance(Neighborhood(LeftChild(Taux)),N) < Distance(Neighborhood(RightChild(Taux)),N) 5. Taux ← LeftChild(Taux); 6. else 7. Taux ← RightChild(Taux); 8. C ← Pixel(Taux); 9. return
Gambar 7 : partisi dari vector
Kandidat pixel yang terpilih ditunjukkan dalam (a1) dan (a2) dengan mempertimbangkan piksel dalam L-squared arus lingkungan karena mereka sudah disintesis (abu-abu bagian dalam (b2)). Tapi sekarang, lingkungan yang simetris digunakan untuk membandingkan pixel pada saat ini, seperti ditunjukkan dalam (b1) dan (b2). Informasi target gambar (c) mengambil account.
4. KESIMPULAN
Corak merupakan hal yang penting dalam pembuatan tenun. Harga jual tenun akan menjadi tinggi apabila corak yang dihasilkan beraneka ragam dengan tekstur yang menarik.
Pembuatan tekstur corak tenun secara manual sangat lama, oleh karena itu untuk memenuhi kebutuhan masyarakat yang selalu menginginkan hal yang baru maka diperlukan adanya tekstur sintetis corak tenun. Untuk mengembangkan sebuah proses yang umum menjadi tekstur sintesis sangat sulit.
Tetapi penelitian saya ini efisiensi dan mudah menggunakannya. Pertama, upaya untuk menyediakan algoritma yang sangat umum disesuaikan dengan semua jenis tekstur. Yang kedua, memusatkan usaha pada lebar kelas tekstur alami. Efisiensi dalam perhitungan waktu akan menarik karena memungkinkan sintesis pada PC manapun dan workstation dengan waktu yang wajar.
Kelemahan : cenderung untuk mengabur-kan gambar, menghasilmengabur-kan output gambar halus dari yang diperlukan, sehingga menghasilkan output gambar yang tidak sesuai dengan keinginan.
Keuntungan : mendukung penggunaan algoritma tekstur sintesis dan penambahan parameter baru dengan menggabungkan tekstur sintesis dan tekstur aplikasi pada waktu yang sama untuk membangun image tekstur sintesis yang baru.
DAFTAR REFERENSI
Anteneh, Anteneh Addis. (2006), Texture Synthesis
using TSVQ and Target Re-synthesis,
CMSC 635 - Project. akses tanggal 28 Pebruari 2009,
http://scholar.google.co.id/scholar?l=id&lr =&cites=6774918631037856816&start=1 0&sa=N.
Bader, Sebastian, dkk., Ents-A Fast and Adaptive Indexing System For Codebooks, akses 28 Pebruari 2009, www.sciencedirect.com. Billault, Paul, (2001), Texture Synthesis
Algorithms, VISGRAF IMPA Estrada Dona Castorina, 110 Jarim Botânico, CEP 22460-320 Rio de Janeiro, RJ Brasil, akses 08 September 2009,
http://www.cs.utah.edu/~gk/papers/tscg00/ node7.html.
Karnadi, dkk., (1979), Desain Tekstil 1, Depdikbud Direktorat Pendidikan Menengah Kejuruan, Jakarta.
Kusumadewi, Sri, (2003), Artificial Intelligence
(Teknik dan Aplikasinya), Graha Ilmu,
Yogyakarta.
Levoy, Li-Yi Wei Marc. (2000), Fast Texture
Synthesis using Tree-structured Vector Quantization. Gates Computer Science
Building, Stanford, CA 94305. akses 28 Pebruari 2009,
http://scholar.google.co.id/scholar?l=id&lr =&cites=6774918631037856816&start=1 0&sa=N.
Malik, Abdul., Tenas Effendy, Hasan Yunus, dan Auzar Thaher, (2004), Corak dan Ragi
Tenun Melayu Riau, Balai Kajian dan
Pengembangan Budaya Melayu, AdiCita, Yogyakarta.
Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa, (1997), Kamus Besar Bahasa Indonesia, Edisi Kedua, Balai Pustaka, Jakarta. Puspitasari W, Dra. Hj., (1995), Petunjuk Museum
Tekstil, Dinas Museum dan Sejarah,
Pemerintah Daerah Khusus Ibukota Jakarta.
Wardhani, Cut Kamaril., dan Ratna Panggabean, (2005), Tekstil, Lembaga Pendidikan Seni Nusantara, Jakarta.
Yudoseputro, Wiyoso. dkk, (1995), Desain
Kerajinan Tekstil, Departemen Pendidikan
dan Kebudayaan Direktorat Jendral Pendidikan Dasar Menengah Direktorat Pendidikan Menengah Kejuruan, Jakarta.