• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pembuatan Tali Serat Berbahan Serat Alami Kulit Dalam Batang Melinjo (Gnetum Gnemon)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Pembuatan Tali Serat Berbahan Serat Alami Kulit Dalam Batang Melinjo (Gnetum Gnemon)"

Copied!
25
0
0

Teks penuh

(1)

4

TINJAUAN PUSTAKA

Melinjo

Melinjo (Gnetum gnemon) adalah tanaman lokal Indonesia yang belum

dimanfaatkan secara luas. Umumnya melinjo dikonsumsi sebagai komponen

dalam pembuatan sayur ataupun dalam pembuatan kue kering yang dikenal

dengan emping. Di Indonesia, area penyebaran tanaman ini yaitu di sekitar pulau

Danaman, pulau Sumatra dan pulau jawa. Di pulau Sumatra, produksi melinjo

lebih dari 20.000 granules (biji) per tahun. Hal ini merupakan pertumbuhan yang

spontan untuk satu spesies tanaman di hutan dan melinjo juga biasa ditanam di

kebun ataupun di halaman sebagai hiasan (Parhusip dan Sitanggang, 2011).

Dalam dunia tumbuh – tumbuhan, dikenal adanya suatu divisi yang

dinamakan Spermatophyta (tumbuhan berbiji). Divisi ini dibagi dalam dua

subdivisi: Gymnospermae (tumbuhan berbiji telanjang/terbuka) dan

Angiospermae (tumbuhan berbiji tertutup). Seperti telah dijelaskan di atas, ke

dalam kelompok Gymnospermae itulah melinjo digolongkan. Sementara itu

Angiospermae masih dibagi lagi menjadi dua kelas, yaitu Monocotyledonae

(tumbuhan biji berkeping satu) dan Dicotyledone (tumbuhan biji berkeping dua).

Jenis ini dikatakan sebagai bentuk peralihan antara Gymnospermae dan

Angiospermae (Tim Penulis PS, 1999).

Secara garis besar, klasifikasi tanaman melinjo dalam dunia

tumbuh-tumbuhan adalah sebagai berikut :

Divisi : Spermatophyta

Subdivisi : Gymnospermae

(2)

Ordo : Gnetales

Famili : Gnetaceae

Genus : Gnetum

Spesies : Gnetum gnemon (melinjo) (Tim Penulis PS, 2002).

Seperti umumnya tumbuhan tingkat tinggi, pohon melinjo juga dapat

dibedakan atas akar, batang, daun dan bunga. Masing-masing organ ini

mempunyai ciri morfologi tersendiri. Persamaan dan perbedaan dengan tumbuhan

lain inilah yang menjadi salah satu dasar pengklasifikasiannya

(Tim Penulis PS, 2002).

Melinjo (Gnetum gnemon L.) adalah tanaman tahunan yang tumbuh

dengan baik di daratan rendah dan tinggi yang tidak lebih dari 1200 m dpl.

Tumbuhan ini dapat tumbuh pada tanah liat, lempung dan tanah berpasir.

Tumbuhan melinjo mulai berbuah pada umur 3~4 tahun. Kulit tanaman ini juga

berguna, yaitu dapat diolah menjadi tali. Suatu macam serat yang berkualitas

tinggi dihasilkan dari kulit batang bagian dalam kulit ini dimanfaatkan sebagai tali

panah yang terkenal di pulau Sumba, juga untuk tali pancing atau jaring, berkat

ketahanannya terhadap air laut (Harley dan Elevitch 2006).

Syarat Tumbuh

Tanaman melinjo tidak membutuhkan kondisi tanah yang khusus,

sehingga dapat tumbuh pada tanah-tanah liat/ lempung, berpasir, dan berkapur.

Walaupun demikian tanaman melinjo tidak tahan terhadap tanah yang selalu

tergenang air atau yang berkadar asam tinggi. Di Indonesia, tanaman melinjo

didapatkan dari daerah pantai yang berhawa panas, sampai ke daerah pegunungan

(3)

pegunungan tanaman ini dapat hidup baik dan menghasilkan dengan kelembaban

tinggi, yaitu mempunyai musim penghujan selama 9 bulan (basah) dan musim

kering selama 3 bulan. Perbedaannya daun tanaman melinjo yang tumbuh di

daerah pegunungan lebih tebal dan kurang lemas, sehingga daun muda yang

disebut daun so itu bila dimasak sebagai sayur terasa kurang enak (Sunanto, 1991).

Akar

Melinjo yang tumbuh dari biji mempunyai sistem perakaran tunggang,

seperti halnya tumbuhan dikotil. Akar pokok tumbuh ke pusat bumi, sedangkan

percabangan akarnya tumbuh ke berbagai sisi. Melinjo yang tumbuh dari hasil

perbanyakan secara vegetatif, seperti cangkok dan setek, tidak berakar tunggang.

Inilah yang menyebabkan ia mudah roboh (Tim Penulis PS, 2002).

Batang

Batang melinjo berkayu dan bercabang. Tinggi pohon ini antara 5-22 meter.

Bentuk percabangannya sangat khas. Cabang yang tumbuh menempel pada batang

pertumbuhannya tidak pernah melampaui batang pokok sehingga batang pokok

selalu tampak lebih jelas (lebih besar dan lebih panjang). Sistem percabangan

yang demikian ini membuat perawakan pohon melinjo tampak seperti kerucut.

Percabangannya tumbuh tidak jauh dari atas tanah dan kurang kuat menempel

pada batang. Oleh karena itu, cabang-cabang ini bersifat mudah patah atau lepas

dari batang. Jika pohon melinjo dibiarkan tumbuh secara alami, daun-daunnya

akan tumbuh bergelayutan hampir menyentuh tanah

(Tim Penulis PS, 2002).

Luka pada daun dan bagian batang yang tidak mengalami pertumbuhan

(4)

rebahnya sel mati disertai terbentuknya sejumlah zat yang nampaknya melindungi

permukaan dari kekeringan dan luka luar. Periderm kemudian berkembang dari

sel hidup di bawah bekas luka. Jika cabang atau sumbu batang yang mengalami

pertumbuhan sekunder terluka, maka pembentukan periderm didahului oleh

pembentukan kalau yang terjadi dengan adanya sel parenkim yang berpoliferasi

(tumbuh dengan cepat) dekat luka. Kalus juga merupakan jaringan yang selnya

dapat berdiferensiasi menjadi kambium jika jaringan tersebut terputus karena

luka. Sel mati dipermukaan sayatan akan terurai dan membentuk lapisan nekrotik,

seperti bekas luka pada penyembuhan luka. Kalus dibentuk dari berbagai sel

hidup, antar lain sel jari-jari empelur floem dan sel jari-jari empelur xilem yang

amat aktif (Hidayat, 1995).

Daun

Pohon melinjo berdaun rimbun. Setiap daun panjangnya antara 7-22 cm

serta lebarnya 2-10 cm dengan bentuk elips meruncing pada ujungnya dan bertepi

rata. Jenis daunnya tunggal dengan duduk daun berhadapan

(Tim Penulis PS, 2002).

Bunga

Bunga melinjo membentuk kerucut dengan karangan bunga melingkar.

Kerucut bunga jantan panjangnya 3-5 cm dengan 5-8 karangan bunga. Sedangkan

kerucut bunga betina panjangnya 6-10 cm dengan 3-8 karangan bunga.

Berdasarkan jenis kelamin bunga, pohon melinjo dibedakan menjadi dua, yaitu

pohon melinjo jantan dan betina. Pohon jantan hanya memiliki bunga jantan,

pohon betina hanya memiliki bunga betina saja. Namun adakalanya dalam satu

(5)

jantan sebenarnya juga berbakal biji, di samping benang sari, tetapi tidak

sempurna sehingga tidak dapat berkembang menjadi biji. Lain halnya dengan

kerucut bunga betina yang bakal bijinya sempurna berbentuk bola. Bakal biji ini

dapat berkembang menjadi biji tanpa melalui proses pembuahan

(Tim Penulis PS, 2002).

Biji

Biji melinjo panjangnya 2-2,5 cm dengan bentuk elipse, ujung meruncing

pendek, dan terdiri dari tiga lapis kulit yaitu: sarcotesta, sclerotesta, dan endotesta.

Sarcotesta (kulit luar) sewaktu muda berwarna hijau berangsur-angsur berubah

warna menjadi kuning dan merah tua setelah masak. Sclerotesta (kulit tengah)

berwarna cokelat dan keras apabila biji telah tua. Kulit yang keras dan kedap air

ini merupakan salah satu faktor penghambat perkecambahan biji. Sedangkan

endotesta (kulit dalam) merupakan selaput tipis yang melekat pada inti biji. Biji

melinjo bersifat istimewa, yaitu sangat lamban dalam berkecambah. Sejak biji

masak dan jatuh dari pohon, biji itu akan tidur dalam waktu yang cukup lama,

bisa mencapai setahun atau lebih. Pada waktu itulah biji tidak mau berkecambah

(Tim Penulis PS, 2002).

Serat

Serat adalah sebuah zat yang panjang, tipis dan mudah dibengkokkan.

Serat yang dicita-citakan (diidealisir) dibatasi sebagai zat yang penampangnya

nol, tidak punya tahanan terhadap lenturan, puntiran dan tekanan dalam arah

memanjang, tetapi mempunyai tahanan terhadap tarikan, dan akan

mempertahankan keadaan lurus. Serat yang sebenarnya, bagaimanapun

(6)

Serat yaitu suatu benda yang perbandingan panjang dan diameternya besar sekali.

Serat merupakan bahan baku yang digunakan dalam pembuatan benang atau kain.

Sebagai bahan baku, serat tekstil memegang peranan yang sangat penting, sebab:

1. Sifat-sifat serat mempengaruhi sifat-sifat benang atau kain yang akan

dihasilkan.

2. Semua pengolahan benang atau kain, baik secara mekanik maupun secara

kimia selalu berdasarkan sifat-sifat yang dimiliki oleh seratnya.

Berdasarkan panjangnya, maka serat dibagi menjadi:

1. Serat stapel

Yaitu serat-serat yang mempunyai panjang terbatas.

2. Serat filamen

Yaitu serat-serat yang panjangnya lanjut.

Serat telah dikenal orang sejak ribuan tahun sebelum masehi. Flax dan wol adalah

serat-serat tekstil yang pertama kali digunakan, sebab serat-serat tersebut mudah

diantih menjadi benang daripada serat kapas (Enie dan Karmayu, 1980).

Serat kulit pohon berasal dari tankai, batang pohon, dan daun dari

tumbuh-tumbuhan. Terdapat bermacam-macam jenis, masing-masing dengan sifat-sifatnya

sendiri. Cara pemintalan dan penggunaannyapun berbeda.

Tabel 1.Serat kulit tumbuhan.

N0 Serat kulit tumbuhan Penggunaan

1 Flax atau lenan Pakaian, kemeja, serbet,

sapu tangan, taplak meja, jaring nyamuk, kantong, kanvas, benang jahit, benang untuk membuat tatami, jala ikan, tali dan kabel.

2 Rami

3 Henep Pakaian, tali, inti benang

(7)

4 Jute (Goni) Kain bungkus, inti benang, benang untuk membuat tatami dan kantong.

5 Henep manila Tali, tambang untuk

pendaki, kertas dan anyaman

Dalam tabel diatas diperlihatkan serat-serat kulit pohon yang utama. Ada jenis

yang lunak dan ada yang kaku. Yang lunak dipergunakan untuk membuat kain

tenun, sedangkan yang kaku untuk tambang. Benang, tali, bahan-bahan untuk

permadani dan kain pembungkus mempunyai arti penting dalam industri

(Hartanto dan Watanabe, 2003).

Kualitas dan sifat dari serat tergantung dari beberapa faktor seperti ukuran,

kematangan (umur) dan proses/metode yang digunakan untuk mengekstrak serat.

Sifat-sifat seperti densitas, electrical resistivity, kekuatan tarik dan initial modulus

sangat berkaitan dengan struktur internal dan kandungan kimia dari serat

(Mohanty dkk, 2001).

Secara umum, serat alami banyak mengandung selulosa yang tinggi, tetapi

serat alami mempunyai perbedaan struktur mikro particular. Struktur mikro

particular adalah ikatan hydrogen intra dan intermolekul yang kuat dan ukurannya

berbeda-beda. Semakin besar ukuran molekul maka ikatan antar molekulnya

semakin renggang. Sedangkan semakin kecil ukuran molekul maka ikatan antar

molekulnya semakin kuat. Oleh karena itu, struktur mikro particular pada serat

ijuk berpengaruh terhadap kekuatan tarik. Struktur mikro serat ijuk mempunyai

kandungan selulosa sebesar 85%. Besarnya kandungan selulosa ini hampir

memenuhi permukaan serat ijuk sehingga ikatan fibril serat ijuk semakin kuat

(8)

Serat terutama digunakan untuk pakaian, interieur, dan industri.

Pemakaian dalam bidang industri termasuk bangunan, transmisi tenaga, pertanian

dan kehutanan, perikanan, pengepakan, pengangkutan dan perabot. Serat alam

mempunyai pemakaian yang luas, seperti tali, lapisan kabel, kantong dan lakan.

Keadaan ini akan dipengaruhi oleh harga dan manfaat serat buatan. Umpamanya

dalam dunia perdagangan tali ban dan jala ikan misalnya, serat alam telah

dipergunakan secara luas. Oleh karena keuletannya yang tinggi dan harga yang

rendah, benang polietilen yang pecah atau terbelah dengan cepat telah

menggantikan serat kapas dan kulit pohon untuk tujuan industri

(Hartanto dan Watanabe, 2003).

Tabel 2. Komposisi kimia Serat batang melinjo (Gnetum gnemon)

Komponen Persentase

Hemisellulosa 24.02%

Alfasellulosa 39.3%

Lignin 9.82%

Ekstraktif benzene 3.08%

Serat batang melinjo mempunyai air (moisture content) berkisar antara 6.20% -

10.42%. Sifat mekanis serat dari tumbuhan (plant fibers) sangat terkait dengan

jumlah cellulose, di mana sangat berhubungan dengan crystallinity dari serat dan

sudut micro-fibril terhadap sumbu serat utama. Serat batang dipilih dari pohon

yang berumur sekitar 5 tahun dengan diameter berkisar antara 15-20 cm untuk

menjaga keseragaman sifat fisik serat alam. Kulit batang dikupas pada ketinggian

1 meter dari permukaan tanah untuk menghindari pengaruh degradasi lingkungan

tanah. Besarnya diameter pada serat tanpa perlakuan disebabkan oleh lapisan

lignin dan wax pada permukaan serat. Kekurangan serat alam di banding serat

sintetik adalah ketidak seragaman diameter serat. Secara umum,

(9)

Serat-serat lignocellulosic yang berasal dari struktur jaringan tumbuhan sebagai serat

alternatif bagi serat sintetik, memberi harapan terhadap tingkat CO2 di udara,

kemampuan serat untuk dapat terurai oleh bakteri (biodegradability) dan sifat

mekanis yang dapat disandingkan dengan serat sintetik. serat batang melinjo

sebagai serat alami yang mempunyai sifat mekanis yang cukup baik dibandingkan

dengan serat alam lainnya (Chandrabakty, 2011).

Klasifikasi Serat

Menurut asal seratnya, maka serat dapat digolongkan menjadi:

1. Serat alam, ialah serat yang telah tersedia di alam

1. Serat tumbuh-tumbuhan

a. Biji : kapas dan kapok

b. Batang : flax, jute, rosella, ilenep, rami, urena, kenaf dan sunn

c. Daun : albaka, sisal, ilenequen

d. Buah : sabut kelapa

2. Serat binatang

a. Stapel : wol (biri-biri) dan rambut ( alpaca, unta, Kashmir, lama,

mohair, kelinci, vikuna)

b. Filamen : sutera

3. Serat mineral

Asbes : Chrysotile dan Crocidolite

2. Serat buatan, ialah serat yang dibuat oleh manusia

1. Organik

a. Polimer alam : alginat, selulosa (ester selulosa dan rayon termasuk

(10)

b. Polimer buatan

- Polimer kondensasi: poliamida (nylon), poliester, poliuretan

- Polimer adisi : polididrokarbon, polihidrokarbon yang

disubstitusi halogen, polihidrokarbon yang disubstitusi

hidroksil, polihidrokarbon yang disubstitusi nitril

2. Anorganik

a. Gelas

b. Logam

c. Silikat (Enie dan Karmayu, 1980).

Banyak jenis serat yang terdapat di alam ini baik itu serat alam maupun

serat sintetik. Serat alam yang utama adalah kapas, wol, sutra dan rami (hemp),

sedangkan serat sintetik adalah rayon, poliester, akril dan nilon. Masih banyak

jenis lainnya yang dibuat untuk memenuhi keperluan industri dan sebagainya.

Setiap serat sintetik terdiri dari rantai polimer dan kebanyakan merupakan polimer

berkristal. Oleh karena itu sifat kimianya tergantung pada struktur rantai polimer

tersebut. Serat mempunyai bentuk tipis dan panjang dan mempunyai ciri-ciri

cukup pada struktur dalamnya. Dilihat dari kenyataan, keluatan tarik, modulus

elastik pada arah memanjang (modulus young), keduanya menunjukkan harga

yang sangat besar. Kekuatan melar dari serat adalah cukup baik

(Surdia dan Saito, 2005).

(11)

Jute 1800-3000 0,1-0,2 1500 32 350 1,7

Kenaf 30-750 0,04-0,09 - 22 295 -

Sisal - 0,5-2 1450 100 1100 -

Sumber: Building Material and Technology Promotion Council

Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Umardani dan Pramono (2009)

dalam pengolahan serat dari tanaman eceng gondok juga ditambahkan NaOH

yang berfungsi untuk meningkatkan nilai elongasi serat eceng gondok namun

tidak dapat meningkatkan regangan tarik serat eceng gondok, dimana dalam

penelitiannya menggunakan kadar NaOH sebesar 5 %, 10% dan 15 %. Hal ini

juga diperkuat dengan data penelitian yang telah dilakukan oleh Umardani dan

Pramono, sebagai berikut:

Tabel 4.Perbandingan kekuatan tarik pada tanaman eceng gondok dengan atau tanpa perlakuan NaOH.

Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan oleh Wijoyo, dkk. (2011)

mengenai penggunaan NaOH pada uji tarik mulur serat nanas dengan perendaman

NaOH (10%, 20%, 30% dan 40%) dengan variasi perendaman 2 dan 4 jam

menyatakan bahwa, nilai elongasi semakin meningkat seiring dengan peningkatan

kadar NaOH. Semakin lama waktu perendaman dan kadar NaOH yang digunakan

semakin rendah, maka kekuatan tariknya cenderung mengalami penurunan. Ini

disebabkan karena NaOH memiliki sifat yang mampu mengubah permukaan serat

menjadi kasar, akibatnya kekuatan tarik semakin menurun setelah melampaui

(12)

Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Ritonga (2014) mengenai

besarnya tegangan tarik untuk pemilinan U1, U2 dan U3 berturut-turut adalah

123,8 × 105 N/m2, 99,4 × 105 N/m2 dan 93,7 × 105 N/m2. Sedangkan dari hasil

menunjukkan bahwa tegangan tarik yang terbesar adalah pada tali U1. Dari hasil

tersebut juga menunjukkan bahwa semakin besar luas penampang yang diperoleh

maka semakin kecil pula tegangan tarik yang dimiliki tali serat untuk menahan

suatu beban. Ini terjadi pada tali U3 dimana tegangan tariknya lebih kecil

dibanding dengan tali U1 dan U2.

Tabel 5. Data uji tegangan tarik tali serat berbahan limbah ampas tebu.

Ulangan A (m2) F maks (N) σ (N/m2)

U1 2,286 x 10-5 350 123,8 x 105

U2 2,515 x 10-5 250 99,4 x 105

U3 4,576 x 10-3 250 93,7 x 105

Rata-rata 2,489 x 10-5 283,33 105,6 x 105

Tali dirasa masih kurang baik karena nilai kekuatannya yang masih

rendah. Untuk daya saing tali, memang tali serat dari ampas tebu dirasa tidak

menguntungkan tetapi apabila diolah lebih baik dan dikreasi menjadi berbagai

bentuk kerajinan dirasa tali serat limbah ampas tebu dapat menguntungkan

dimana bahan bakunya diperoleh secara gratis (Ritonga, 2014).

Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Sari (2014) mengenai

besarnya tegangan tarik tali tanpa perlakuan untuk kondisi pemilinan 2, 3 dan 4

berturut-turut adalah 242,04 × 105Nm-2, 267,51 × 105Nm-2 dan 140,13 × 105Nm-2.

Sedangkan besarnya tegangan tarik tali untuk kondisi pemilinan 2, 3 dan 4 dengan

perlakuan NaOH 5% (2 jam) berturut-turut adalah 389,38 × 105 Nm-2, 515,92 ×

105 Nm-2 dan 407,64 × 105 Nm-2. Dari kedua perlakuan menunjukkan bahwa

tegangan tarik yang terbesar adalah dengan perendaman tali serat ke dalam larutan

(13)

Tabel 6. Tegangan tarik tali serat gedebok pisang raja

No. Jenis Perlakuan σ (Nm

-2

)

P2 P3 P4

1 Non Perlakuan 242,04×105 267,51×105 140,13×105 2 5% NaOH 2 jam 389,38×105 515,92×105 407,64×105 .

Tali Serat

Tali merupakan susunan benang-benang panjang yang saling tersusun satu

sama lain dan membentuk suatu pilinan. Berdasarkan artikel Pencinta Alam

(2012), tali adalah untaian-untaian panjang yang terbuat dari berbagai bahan yang

berfungsi untuk mengikat, menarik, menjerat, menambat, menggantung dan

sebagainya. Sedangkan tali serat adalah tali yang berasal dari bahan-bahan yang

memiliki kandungan serat dan tersusun membentuk sebuah anyaman atau pilinan

(serat alam atau sintetis). Dalam perkembangannya, tali yang berasal dari serat

sintetis yang sering digunakan karena dapat diproduksi secara murah dalam

jumlah yang besar. Namun demikian, serat alami memiliki berbagai kelebihan

khusunya dalam hal kenyamanan. Misalnya serat yang berasal dari pelepah pisang

yang dapat dipilin menjadi sebuah tali.

Pemintalan

Proses pemintalan tali serat menggunakan suatu alat bernama rope

machine. Namun dalam hal ini serat yang akan dipintal menggunakan alat

pemintal secara manual tanpa menggunakan mesin (motor) sebagai tenaga

penggerak. Serat yang telah disusun dengan panjang yang sama dan diameter

yang telah ditentukan dimasukan dalam corong masukkan kemudian kumpulan

serat tersebut dikaitkan pada rol penggulung. Setelah serat-serat terkait dengan

benar, selanjutnya pegangan diputar searah jarum jam bersamaan dengan

(14)

dengan berputarnya pegangan dan rol penggulung. Menurut Sinurat (2000) dalam

tesis Junardi (2012), serat-serat dimasukkan secara manual melalui lubang

pengumpan ke dalam corong pemuntir, serat yang telah dipuntir oleh corong

pemuntir dimasukkan lagi kedalam corong tetap hingga ke lubang poros berongga

dan selanjutnya dipuntir dan ditekan lagi oleh rol pemuntir, serat yang keluar dari

rol pemuntir digulung oleh rol penggulung.

Ada 3 macam sistem pemintalan yaitu:

1. Sistem pemintalan serat pendek, yaitu sistem yang digunakan untuk mengolah

serat kapas.

2. Sistem pemintalan serat sedang, yaitu sistem yang digunakan untuk mengolah

serat wol.

3. Sistem pemintalan serat panjang, yaitu sistem yang digunakan untuk mengolah

serat-serat batang dan daun (Enie dan Karmayu, 1980).

Alat pemintal tali sederhana yang menggunakan tenaga manusia sebagai

penggeraknya, alat ini terdiri dari tiga komponen utama yaitu engkol pemutar,

corong masukan dan rol penggulung. Rol penggulung ditempatkan diarah yang

berlawanan dengan corong masukan sehingga tidak mengganggu proses

pemasukan bahan. Pada alat rol penggulung digunakan untuk memintal sekaligus

menggulung hasil pintalan tali. Lama pemintalan tali, laju putaran alat, laju rol

penggulung dan jumlah pintala perjam dari alat yang digunakan tergantung pada

yang mengoperasikan alat tersebut (Ritonga, 2014).

Pemintalan serat sabut kelapa secara mekanik dengan menggunakan mesin

pemintal berteknologi tepat guna telah dilakukan di balai penelitian teknologi

(15)

serat sabut kelapa. Dalam ujicoba tersebut diamati kinerja dan kondisi operasi

mesin serta kekuatan bahan konstruksi selama proses pemintalan. Hasil

pengamatan menunjukkan bahwa mesin pemintal serat sabut kelapa telah dapat

beroperasi dengan baik untuk memintal serat, dengan laju putaran rangka pemutar

40 rpm, corong pemuntir 597 rpm dan roll penggulung 6 rpm. Mesin pemintal

berkapasitas 550 gram per jam untuk pintalan berdiameter 3-4 mm dan 1.438

gram per jam untuk pintalan berdiameter 6-7 mm dengan kecepatan linier

penarikan roll penggulung 110 meter per jam. Bahan konstruksi mesin telah

mampu untuk menahan beban dinamis selama proses pemintalan (Sinurat, 2000).

Mesin pemintal serat sabut kelapa terdiri atas empat unit utama, yaitu

motor penggerak, corong pemuntir, rangka pemutar, dan rol atau batang

penggulung. Mesin pemintal digerakkan oleh motor listrik yang bertenaga 1 HP

dengan laju putaran 1470 rpm. Motor listrik menggerakkan poros pulley dan

pulley dengan transmisi V-belt atau pulley. Selanjutnya dengan transmisi V-belt,

pulley menggerakkan poros yang juga sebagai poros roda gigi penggerak kedua

corong pemuntir. Demikian juga dengan pulley yang menggerakkan poros yang

berfungsi sebagai poros penggerak rangka pemutar. Rangka pemutar

menggerakkan (memutar) roda gigi 11 yang bersinggungan dengan roda gigi pada

poros statis. Selanjutnya poros roda gigi menggerakkan roda fiksi pada batang roll

penggulung melalui transmisi roda-roda gigi di antara poros roda gigi dan serat

yang akan dipintal ditumpuk di atas pengumpan. Serat-serat tersebut dimasukkan

secara manual oleh seorang operator melalui lubang pengumpan ke dalam corong

pemuntir. Serat yang telah dipuntir oleh corong pemuntir dimasukkan lagi ke

(16)

dipuntir dan ditekan (dilemaskan) lagi oleh roda pemuntir. Pintalan serat yang

keluar dari roda pemuntir digulung oleh roll penggulung. Setelah roll penggulung

terisi penuh, pintalan serat dipindahkan atau digulung pada roll cadangan dan

selanjutnya dimanfaatkan sebagai bahan untuk pengolahan saburet setelah

penguraian menjadi serat bergelombang dan bahan pembuatan tali dengan cara

menggabungkan beberapa pintalan serat (Sinurat, 2000).

Untuk mengetahui kekuatan tali kita dapat melihatnya pada Catalog atau

Manual Book dari tali tersebut. Biasanya tertulis Breaking Strength (Kekuatan

Putus). Satuannya bisa dalam KN (Kilonewton) atau KG (Kilogram). 1 KN kalau

dikilogramkan sebanyak 100 Kg. Ada juga yang namanya Numbers of Falls, yaitu

berapa kali beban dijatuhkan hingga tali tersebut terputus. (Standarnya

menggunakan FF1 dengan beban 80 Kg). Setelah mengetahui breaking

strengthnya yang penting juga harus diketahui adalah SWL (Safe Working Load)

atau beban kerja yang aman. Umumnya menggunakan rumus Breaking Strength

/ 5, kalau penggunaan untuk manusia BS / 10 dan untuk Rescue BS / 15

(Korpcitaka, 2008).

Pengujian Tali Serat

Uji Tarik

Sifat-sifat bahan teknik perlu diketahui secara baik karena bahan tersebut

dipergunakan untuk berbagai macam keperluan dan berbagai macam keadaan.

Deformasi bahan yang disebabkan oleh beban tarik adalah dasar pengujian dan

kajian mengenai kekuatan bahan. Hal ini disebabkan oleh beberapa alasan, yaitu:

1 Mudah dilakukan

(17)

3. Kebanyakan bahan lebih mudah dilakukan uji tarik daripada uji tekan

misalnya, sehingga dalam pengujian bahan teknik, kekuatan paling sering

dinyatakan dengan uji tarik (Zainuri, 2008).

Uji tarik dilaksanakan di laboratorium menggunakan satu dari beberapa

jenis mesin uji. Beban dibaca dari jarum penunjuk (dials) atau layar digital.

Beberapa mesin uji dapat membaca dan mencatat data secara otomatis dan

menggambarnya dalam kertas plot. Tegangan diperoleh dengan membagi beban

dengan luas penampang awal spesimen. Luasan spesimen akan berubah selama

pembebanan (Zainuri, 2008).

Tegangan (Stress)

Konsep paling dasar dalam mekanika bahan adalah tegangan dan regangan.

Konsep ini dapat diilustrasikan dalam bentuk yang paling mendasar dengan

meninjau sebuah batang prismatis yang mengalami gaya aksial. Batang prismatis

adalah sebuah elemen struktural lurus yang mempunyai penampang konstan di

seluruh panjangnya, dan gaya aksial adalah beban yang mempunyai arah sama

dengan sumbu elemen, sehingga mengakibatkan terjadinya tarik atau tekan pada

batang. Intensitas gaya (yaitu gaya per satuan luas) disebut tegangan dan diberi

notasi huruf yunani σ (sigma). Jadi, gaya aksial P, yang bekerja di penampang

adalah resultan dari tegangan yang terdistribusi kontinu. Dengan mengasumsikan

bahwa tegangan terbagi rata kita dapat melihat bahwa resultannya harus sama

dengan intensitas σ dikalikan dengan luas penampang A dari batang tersebut.

Dengan demikian, kita mendapatkan rumus berikut untuk menyatakan besar

tegangan : σ= P

(18)

Tegangan adalah perbandingan antara gaya yang bekerja pada benda dengan

luas penampang benda tersebut sedangkan tegangan tarik adalah tegangan yang

diakibatkan beban tarik atau beban yang arahnya tegak lurus meninggalkan luasan

permukaan. Menurut Ishaq (2006), dalam elastisitas besaran gaya F

memperhatikan sebuah sistem yang memiliki luasan dan volume, bukan sistem

yang cukup diwakili sebuah pusat massa saja. Jadi gaya dalam hal ini dipandang

bekerja pada sebuah titik pada medium. Atas dasar itulah besaran tegangan

(stress) diperkenalkan. Stress didefinisikan sebagai gaya F yang bekerja pada satu

satuan luas A.

Gambar 1. Gaya F bekerja pada luas permukaan A

Jika benda diberi beban maka benda berada dalam keadaan berdeformasi

berarti benda dalam keadaan tegang. Akibat adanya beban maka terdapat

gaya-gaya reaksi dalam (internal) benda sendiri, karena adanya pergeseran

molekul-molekul benda yang cenderung untuk mengimbangi beban ini dan

mengembalikan bentuk benda kebentuknya semula. Gaya reaksi atau gaya untuk

mengembalikan benda kebentuk asli persatuan luas di dalam benda disebut

stress”. Gaya reaksi ini terbagi rata ke seluruh penampang. Stress adalah besaran

yang berbanding lurus dengan gaya penyebabnya. Stress normal (stress

longitudinal ; stress pertama) ada dua macam :

(19)

b.Stress normal tarik, benda berada dalam keadaan tegang.

Pada stress normal, gaya tegak lurus penampang (Sarojo, 2002).

Regangan (Strain)

Suatu batang lurus akan mengalami perubahan panjang apabila dibebani

secara aksial, yaitu menjadi panjang jika mengalami tarik dan menjadi pendek jika

mengalami tekan. Perpanjangan δ dari batang ini adalah hasil kumulatif dari

perpanjangan semua elemen bahan di seluruh volume batang. Jika kita tinjau

setengah bagian dari batang (panjangnya L/2), bagian ini akan mempunyai

perpanjangan yang sama dengan δ/2 dan jika kita meninjau seperempat bagian

dari batang, bagian ini akan mempunyai perpanjangan yang sama dengan L/4.

Dengan cara yang sama, satu satuan panjang dari batang tersebut akan

mempunyai panjang yang sama dengan 1/L kali perpanjangan total δ. Dengan

proses ini kita akan sampai pada konsep perpanjangan per satuan panjang atau

regangan, yang diberi notasi huruf yunani ε (epsilon) dan dihitung dengan

persamaan �= �

� (Gere dan Timoshenko, 2000).

Regangan tarik didefinisikan sebagai perbandingan panjang ∆l terhadap

panjang semula l0, dimana perpanjangan ∆l tidak hanya terjadi pada

ujung-ujungnya, tetapi setiap bagian batang akan memanjang dengan perbandingan yang

sama (Young dan Freedman, 2002). Sedangkan menurut Ishaq (2006) jika sebuah

stress bekerja pada suatu benda maka dampak atau akibatnya benda mengalami

(20)

Gambar 2. Strain normal

Pada arah normal, perubahan ditunjukkan dengan pemendekan bahan dari L

menjadi L′ akibatnya volume bahan berubah. Strain secara umum didefinisikan

sebagai:

τ=keadaan akhir−keadaan awal keadaan awal

τ=∆L

L

Perubahan pada ukuran sebuah benda karena gaya-gaya atau kopel dalam

kesetimbangan dibandingkan dengan ukuran semula disebut “strain”. Strain

adalah derajat deformasi. Macam-macam strain:

1.Strain linear = perubahan panjang per panjang semula: ∆l/l

2.Strain volum = perubahan volum per volum semula: ΔV/V

3.Strain geser = strain angular = deformasi dalam bentuk (bangun = shape), β.

Jadi strain adalah suatu perbandingan atau sudut geser (β), berarti besaran yang

tidak berdimensi dan tidak mempunyai satuan (Sarojo, 2002).

Diagram Tegangan-Regangan

Jika suatu benda ditarik maka akan mulur (extension), terdapat hubungan

antara pertambahan panjang dengan gaya yang diberikan. Jika gaya persatuan

(21)

hubungan ini dinyatakan dengan grafik tegangan dan regangan (stress-strain

graph).

Gambar 3. Diagram Tegangan-Regangan

1. Batas proporsional (proportional limit), pada daerah ini berlaku hukum

Hooke bahwa tegangan sebanding dengan regangan. Kesebandingan ini tidak

berlaku di seluruh diagram. Kesebandingan ini berakhir pada batas

proporsional.

2. Batas elastis (elastic limit), batas tegangan di mana bahan tidak kembali lagi

ke bentuk semula apabila beban dilepas tetapi akan terjadi deformasi tetap

yang disebut permanent set. Untuk banyak material, nilai batas proporsional

dan batas elastik hampir sama. Untuk membedakannya, batas elastik selalu

hampir lebih besar daripada batas proporsional.

3. Titik mulur (yield point), titik dimana bahan memanjang mulur tanpa

pertambahan beban.

4. Kekuatan maksimum (ultimate strength), merupakan ordinat tertinggi pada

kurva tegangan-regangan yang menunjukkan kekuatan tarik (tensile strength)

(22)

5. Kekuatan patah (breaking strength), terjadi akibat bertambahnya beban

mencapai beban patah sehingga beban meregang dengan sangat cepat dan

secara simultan luas penampang bahan bertambah kecil (Zainuri, 2008).

Diagram tegangan-regangan dari jenis-jenis material banyak macamnya,

dan uji tegangan yang dilakukan berbeda pada material yang sama dengan hasil

yang berbeda pula tergantung pada temperatur bahan dan kecepatan pembebanan.

Itu memungkinkan, bagaimanapun untuk melihat perbedaan beberapa

karakteristik pada diagram tegangan-regangan dengan jenis-jenis materi yang

berbeda dan untuk membagi material kedalam dua kategori pada dasar

karakteristik ini dinamakan kelenturan material dan kerapuhan material

(Beer dan Jhonston, 1981).

Deformasi

Sebuah gaya dikerjakan pada sebuah batang menyebabkan batang tersebut

berubah (mengalami deformasi). Pertama, deformasi sebanding dengan beban

yang ditingkatkan dalam batas-batas tertentu. Jika beban dihilangkan, maka

batang akan kembali pada bentuk semula (perilakunya sama dengan sebuah

per/pegas), daerah ini disebut dengan daerah elastis dan deformasinya ialah

deformasi elastis. Bila beban ditingkatkan maka deformasi pada kebanyakan

bahan meningkat secara proporsional (sebanding). Pada daerah ini struktur dalam

dari bahan akan berubah bentuk secara tetap/permanen akibat gaya-gaya yang

bekerja, jika beban dihilangkan, benda tidak dapat kembali pada bentuk semula

dan akan terjadi deformasi permanen. Daerah ini disebut daerah plastis dan

(23)

Material–material yang ulet mengalami suatu regangan plastis (permanen)

sebelum patah. Sebagai contoh, jika suatu batang baja dibebani, mula-mula batang

itu akan melentur elastis. Pelenturan akan hilang bila beban ditiadakan. Suatu

beban berlebih akan membengkokan batang secara permanen pada lokasi-lokasi

dimana tegangan-tegangan melampaui kekuatan luluh dari baja tersebut

(Van Vlack, 2004).

Hubungan Tegangan dan Regangan (Hukum Hooke)

Pada kebanyakan bahan teknik terdapat hubungan antara tegangan dan

regangan. Untuk setiap peningkatan tegangan terjadi peningkatan regangan yang

sebanding, sebelum batas tegangan dicapai. Jika tegangan mencapai nilai batas,

hubungan regangan tidak lagi proporsional dengan tegangan. Hubungan

proporsional tegangan dan regangan awalnya dinyatakan oleh Robert Hooke pada

tahun 1678 dan menjadi hukum Hooke. Modulus elastisitas atau modulus Young

dinotasikan dengan symbol E dan berlaku untuk tarik dan tekan, dinyatakan

dengan persamaan :

E =

Tegangan Regangan

=

� ɛ

Karena regangan adalah murni angka (tidak mempunyai satuan karena

perbandingan dimensi panjang dengan panjang), maka modulus elastisitas E

mempunyai satuan yang sama dengan tegangan, yaitu pascal (Pa) atau megapascal

(MPa). Nilai modulus elastisitas sangat penting untuk desain proses pada banyak

bahan keteknikan (Zainuri,2008).

Hukum Hooke berlaku pada daerah elastis saja, pada suatu saat stress cukup

besar elastisitas benda menjadi tidak linier (E tidak lagi konstan), daerah ini

(24)

besar maka elastisitas benda akan hilang dan benda tidak lagi mampu kembali ke-

bentuknya semula, sampai suatu saat karena strees terlampau besar, benda akan

putus atau hancur dimana ikatan molekul pada benda tidak lagi mampu mengatasi

besarnya tekanan yang diberikan (Ishaq, 2006).

Uji Lentur

Kelenturan merupakan sifat material yang mampu menerima beban impak

tinggi tanpa menimbulkan tegangan lebih pada batas elastis. Ini menunjukkan

bahwa energi yang diserap selama pembebanan disimpan dan dikeluarkan jika

material tidak dibebani. Pengukuran kelenturan sama dengan pengukuran

ketangguhan (Zainuri, 2008).

Persen kelenturan adalah bahan meregang dan patah secara cepat dalam

persen. Dimana panjang mula-mula dari suatu bahan adalah L0 dan panjang pada

patahan adalah Lf, yaitu:

%kelenturan =L�−L0

L0

× 100%

Persen pengurangan daerah merupakan cara lain untuk menentukan kelenturan.

Itu ditetapkan dalam persamaan sebagai berikut:

%pengurangan =A0−A�

A0

× 100%

dimana, A0 adalah daerah potongan melintang mula-mula dan Af adalah daerah

patah (Hibbeler, 2005).

Ukuran panjang digunakan dalam perhitungan kelenturan dengan nilai

standar 2 inci (50 mm). Bahan disusun dengan ujungnya dijepit pada alat uji. Alat

uji tarik didesain untuk memperpanjang bahan pada laju konstan dan hingga

seterusnya serta pengukuran yang seragam (merata) saat diletakkan beban dan ………... (4)

(25)

menghasilkan mulur (menggunakan extensometer). Uji tegangan dan regangan

yang khususnya dilakukan beberapa menit adalah bersifat merusak. Ini

menjelaskan bahwa uji bahan terdeformasi secara permanen dan biasanya patah

Gambar

Tabel 1.Serat kulit tumbuhan.
Tabel 2. Komposisi kimia Serat batang melinjo (Gnetum gnemon)
Tabel 3.Sifat Mekanis Beberapa Serat Alam
Tabel 4.Perbandingan kekuatan tarik pada tanaman eceng gondok dengan atau tanpa perlakuan NaOH
+5

Referensi

Dokumen terkait

Sedangkan konflik dapat terjadi karena adanya perselisihan antar masyarakat, seperti halnya masyarakat yang tinggal di Kampung Osing konflik yang terjadi sebatas

Wajib Pajak (WP) merupakan subjek pajak yang harus dibina dan diarahkan tentang pentingnya kewajiban untuk membayar pajak. Salah satu kewajiban warga negara yang baik

Please note there is no common format written assessment for Mathematics (applicants will continue to sit STEP alongside A Levels) or Music, but Colleges will assess

Dalam waktu kurun waktu yang sama, setiap musim hujan tiba, beberapa bagian wilayah Sodoarjo terjadi banjir dengan genangan yang semakin luas dan dalam3. Jika Anda

Komposisi media tanah, kompos yang telah bercampur dengan jerami, daun jagung dan kertas menjadi media tumbuh yang menguntungkan bagi perkembangan perakaran tanaman

Sehubungan dengan penelitian ini yang berjudul : HUBUNGAN KEDISIPLINAN GURU TERHADAP PERILAKU IHSAN SISWA DI SEKOLAH (PADA SISWA MI MIFTAHUL HUDA SUMBEREJO 01

Hasil ini menunjukkan bahwa Z hitung < Z tabel , sehingga Ho ditolak dan Ha diterima artinya terdapat perbedaan antara kelompok kontrol dan kelompok eksperimen, dengan

Untuk menentukan daerah imbuhan dan asal usul airtanah pada akuifer tertekan dilakukan pengukuran dan pengambilan conto untuk isotop stabil dari sumur pantau yang