• Tidak ada hasil yang ditemukan

Uji Aktivitas Antibakteri Ekstrak Etanol Dan Fraksi Kulit Buah Sawo Manila (Manilkara Zapota (L.) P. Royen) Terhadap Bakteri Staphylococcus Aureus Dan Escherichia Coli Chapter III V

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Uji Aktivitas Antibakteri Ekstrak Etanol Dan Fraksi Kulit Buah Sawo Manila (Manilkara Zapota (L.) P. Royen) Terhadap Bakteri Staphylococcus Aureus Dan Escherichia Coli Chapter III V"

Copied!
23
0
0

Teks penuh

(1)

BAB III

METODE PENELITIAN

Metode penelitian yang digunakan adalah metode eksperimental. Tahap penelitian meliputi pengambilan bahan tumbuhan, identifikasi bahan tumbuhan, pembuatan simplisia, karakterisasi simplisia, skrining fitokimia, pembuatan ekstrak etanol dan fraksi kulit buah sawo manila, kemudian dilakukan uji aktivitas antibakteri menggunakan metode difusi agar dengan cakram kertas. Parameter yang diamati yaitu besarnya diameter daya hambat pertumbuhan bakteri. Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Farmakognosi dan Mikrobiologi Fakultas Farmasi Universitas Sumatera Utara, Medan.

3.1 Alat

(2)

3.2 Bahan

Bahan yang digunakan adalah kulit buah sawo manila (Manilkara zapota (L.) P. Royen), nutrient agar (NA), nutrient broth (NB), bakteri Staphylococcus aureus dan Escherichia coli, air suling. Bahan kimia yang digunakan berkualitas

pro analisis, kecuali dinyatakan lain yaitu alfa naftol, alkohol 70%, amil alkohol, asam klorida pekat, asam asetat anhidrida, asam nitrat, asam sulfat pekat, besi (III) klorida, bismuth (III) nitrat, dimetilsulfoksida (DMSO), etanol 96%, etilasetat, iodium, isopropanol, kalium iodida, kloralhidrat, kloroform, metanol, natrium hidroksida, natrium klorida, natrium sulfat anhidrida, n-heksana, raksa (II) klorida, serbuk magnesium, serbuk zinkum, timbal (II) asetat dan toluena.

3.3 Penyiapan Bahan Tumbuhan

Penyiapan bahan tumbuhan meliputi pengambilan bahan tumbuhan, identifikasi bahan tumbuhan dan pembuatan simplisia kulit buah sawo manila (Manilkara zapota (L.) P. Royen).

3.3.1 Pengumpulan bahan tumbuhan

Pengambilan bahan tumbuhan dilakukan secara purposif yaitu tanpa membandingkan dengan tumbuhan yang sama dari daerah lain. Bahan yang diambil adalah buah sawo manila matang yang diperoleh dari pasar buah Setia Budi Tanjung Sari Medan, Provinsi Sumatera Utara. Sampel yang digunakan adalah kulit buah sawo manila (Manilkara zapota (L.) P. Royen).

3.3.2 Identifikasi tumbuhan

(3)

3.3.3 Pembuatan simplisia

Pembuatan simplisia dilakukan dengan cara buah sawo manila (segar yang telah dikumpulkan, dibersihkan dari pengotor yang melekat, lalu dicuci dengan air sampai bersih dan ditiriskan. Kulit buah sawo manila dikupas dengan pisau sehingga terpisah antara kulit buah dengan daging buah. Gambar kulit buah sawo manila dapat dilihat pada Lampiran 3, halaman 47. Kulit buah sawo manila kemudian dikeringkan di dalam lemari pengering sampai simplisia rapuh ketika diremas. Gambar simplisia kulit buah sawo manila dapat dilihat pada Lampiran 4, halaman 48. Simplisia yang sudah kering selanjutnya diblender menjadi serbuk dan disimpan dalam wadah plastik yang tertutup rapat. Gambar serbuk simplisia kulit buah sawo manila dapat dilihat pada Lampiran 5, halaman 49.

3.4 Pembuatan Pereaksi

3.4.1 Pereaksi Mayer

Larutan raksa (II) klorida P 2,26% b/v sebanyak 60 ml dicampur dengan 10 ml larutan kalium iodida P 50% b/v, kemudian ditambahkan air secukupnya hingga 100 ml (Depkes RI, 1995).

3.4.2 Pereaksi Dragendorff

Larutan bismuth (III) nitrat P 40% b/v dalam asam nitrat P sebanyak 20 ml dicampur dengan 50 ml kalium iodida P 54,4% b/v, didiamkan sampai memisah sempurna, lalu diambil lapisan jernihnya dan diencerkan dengan air secukupnya hingga 100 ml (Depkes RI, 1995).

3.4.3 Pereaksi Bouchardat

(4)

suling sampai 100 ml (Depkes RI, 1995). 3.4.4 Pereaksi Molish

Sebanyak3 g α-naftol P dilarutkan dalam asam nitrat 0,5 N hingga

diperoleh larutan 100 ml (Depkes RI, 1995). 3.4.5 Pereaksi Liebermann-Burchard

Campurkan 5 ml asam sulfat pekat dengan 50 ml etanol. Tambahkan hati-hati 5 ml asam asetat anhidrida ke dalam campuran tersebut dan didinginkan (Depkes RI, 1995).

3.4.6 Pereaksi besi (III) klorida 1% b/v

Sebanyak 1 g besi (III) klorida dilarutkan dalam air suling sampai 100 ml (Depkes RI, 1995).

3.4.7 Pereaksi timbal (II) asetat 0,4 M

Sebanyak 15,17 g timbal (II) asetat P dilarutkan dalam air suling bebas CO2 hingga 100 ml (Depkes RI, 1995).

3.4.8 Pereaksi asam klorida 2 N

Sebanyak 17 ml asam klorida pekat diencerkan dengan air suling sampai 100 ml (Depkes RI, 1995).

3.4.9 Pereaksi natrium hidroksida 2 N

Sebanyak 8,001 g natrium hidroksida ditimbang, kemudian dilarutkan dalam air suling hingga 100 ml (Depkes RI, 1995).

3.4.10 Larutan asam sulfat 2 N

Larutan asam sulfat pekat sebanyak 9,8 ml ditambahan air suling sampai 100 ml (Depkes RI, 1995).

3.4.11 Larutan kloralhidrat

(5)

air suling (Depkes RI, 1995).

3.5 Pemeriksaan Karakteristik Simplisia

Pemeriksaan karakteristik simplisia meliputi pemeriksaan makroskopik, mikroskopik, penetapan kadar air, penetapan kadar sari yang larut dalam air, penetapan kadar sari yang larut dalam etanol, penetapan kadar abu total dan penetapan kadar abu yang tidak larut dalam asam.

3.5.1 Pemeriksaan makroskopik

Pemeriksan makroskopik dilakukan dengan mengamati morfologi luar tumbuhan yaitu bentuk, ukuran dan permukaan kulit sedangkan pemeriksaan organoleptis meliputi bau, rasa dan warna dari kulit buah sawo manila.

3.5.2 Pemeriksaan mikroskopik

Pemeriksaan mikroskopik dilakukan terhadap serbuk simplisia kulit buah sawo manila. Serbuk simplisia ditaburkan diatas kaca objek yang telah ditetesi dengan kloralhidrat dan ditutup dengan kaca penutup, kemudian dilihat dibawah mikroskop. Gambar mikroskopik serbuk simplisia dapat dilihat pada Lampiran 6, halaman 50.

3.5.3 Penetapan kadar air

(6)

diatur lebih kurang 2 tetes tiap detik setelah toluen mendidih, hingga sebagian air tersuling, kemudian naikkan kecepatan penyulingan hingga 4 tetes tiap detik. Bagian dalam pendingin dibilas dengan toluen setelah semua air tersuling. Penyulingan dilanjutkan selama 5 menit, kemudian tabung penerima dibiarkan mendingin sampai suhu kamar. Volume dibaca dengan ketelitian 0,05 ml setelah air dan toluen memisah sempurna. Selisih kedua volume air dibaca sesuai dengan kandungan air yang terdapat dalam bahan yang diperiksa (WHO, 1998). Perhitungan kadar air dapat dilihat pada Lampiran 8, halaman 55.

3.5.4 Penetapan kadar sari yang larut dalam air

Sebanyak 5 g serbuk simplisia, dimaserasi selama 24 jam dalam 100 ml air-kloroform (2,5 ml kloroform dalam air suling sampai 1 liter) dalam labu bersumbat sambil dikocok sesekali selama 6 jam pertama, kemudian dibiarkan selama 18 jam, lalu disaring. Uapkan 20 ml filtrat sampai kering dalam cawan penguap yang berdasar rata yang telah ditara dan sisa dipanaskan pada suhu 105°C sampai diperoleh bobot tetap. Kadar sari yang larut dalam air dihitung terhadap bahan yang telah dikeringkan (Depkes RI, 1995). Perhitungan kadar sari yang larut dalam air dapat dilihat pada Lampiran 9, halaman 56.

3.5.5 Penetapan kadar sari yang larut dalam etanol

(7)

yang larut dalam etanol dapat dilihat pada Lampiran 10, halaman 57. 3.5.6 Penetapan kadar abu total

Sebanyak 2 g serbuk yang telah digerus dan ditimbang seksama dimasukkan dalam krus porselin yang telah dipijar dan ditara, kemudian diratakan. Krus dipijar perlahan-lahan sampai arang habis, pijaran dilakukan pada suhu 600°C selama 3 jam kemudian didinginkan dan ditimbang sampai diperoleh bobot tetap. Kadar abu dihitung terhadap bahan yang telah dikeringkan (Depkes RI, 1995). Perhitungan kadar abu total dapat dilihat pada Lampiran 11, halaman 58.

3.5.7 Penetapan kadar abu tidak larut dalam asam

Abu yang diperoleh dalam penetapan kadar abu dididihkan dalam 25 ml asam klorida encer selama 5 menit, bagian yang tidak larut dalam asam dikumpulkan, disaring melalui kertas saring, dipijarkan, kemudian didinginkan dan ditimbang sampai bobot tetap. Kadar abu yang tidak larut dalam asam dihitung terhadap bahan yang telah dikeringkan (Depkes RI, 1995). Perhitungan kadar abu yang tidak larut dalam asam dapat dilihat pada Lampiran 12, halaman 59.

3.6 Skrining Fitokimia

3.6.1 Pemeriksaan alkaloida

Serbuk simplisia ditimbang 0,5 g kemudian ditambahkan 1 ml asam klorida 2 N dan 9 ml air suling, dipanaskan diatas penangas air selama 2 menit, didinginkan dan disaring. Filtrat yang diperoleh dipakai untuk uji alkaloida sebagai berikut:

(8)

endapan menggumpal berwarna putih atau putih kekuningan.

b. Filtrat 3 tetes ditambah 2 tetes larutan pereaksi Bouchardat, maka akan terbentuk endapan berwarna coklat.

c. Filtrat 3 tetes ditambah 2 tetes larutan pereaksi Dragendorff, maka akan terbentuk endapan warna merah atau jingga.

Alkaloida disebut positif jika terjadi endapan atau kekeruhan paling sedikit dua dari tiga percobaan diatas (Depkes RI, 1995).

3.6.2 Pemeriksaan flavonoida

Sebanyak 10 g serbuk simplisia ditambahkan 10 ml air panas, dididihkan selama 5 menit dan disaring dalam keadaan panas, ke dalam 5 ml filtrat ditambahkan 0,1 g serbuk magnesium dan 1 ml asam klorida pekat dan 2 ml amil alkohol, dikocok dan dibiarkan memisah. Flavonoida positif jika terjadi warna merah atau kuning atau jingga pada lapisan amil alkohol (Farnsworth, 1966). 3.6.3 Pemeriksaan glikosida

Sebanyak 3 g serbuk simplisia ditimbang, lalu disari dengan 30 ml campuran dari 7 bagian etanol 95% dan 3 bagian air suling, kemudian ditambahkan 10 ml HCl 2 N dan direfluks selama 10 menit, didinginkan, lalu disaring. Sebanyak 20 ml filtrat, ditambahkan 25 ml air suling dan 25 ml timbal (II) asetat 0,4 M, dikocok, didiamkan 5 menit lalu disaring. Filtrat disari dengan 20 ml campuran 2 bagian isopropanol dan 3 bagian kloroform, perlakuan ini diulangi sebanyak 3 kali. Sari air dikumpulkan dan ditambahkan Na2SO4 anhidrat,

(9)

larutan pereaksi Molish, lalu ditambahkan dengan hati-hati 2 ml asam sulfat pekat, terbentuk cincin ungu pada batas kedua cairan (Depkes RI, 1995).

3.6.4 Pemeriksaan tanin

Sebanyak 0,5 g serbuk simplisia disari dengan 10 ml air suling lalu disaring, filtratnya diencerkan dengan air sampai tidak berwarna. Larutan diambil sebanyak 2 ml dan ditambahkan 1-2 tetes pereaksi besi (III) klorida 1 %. Terbentuknya warna biru atau kehitaman menunjukkan adanya tanin (Farnsworth, 1966).

3.6.5 Pemeriksaan saponin

Sebanyak 0,5 g serbuk simplisia dimasukan ke dalam tabung reaksi, lalu ditambahkan 10 ml air panas, dinginkan kemudian dikocok kuat-kuat selama 10 detik. Saponin positif jika terbentuk busa setinggi 1-10 cm yang stabil tidak kurang dari 10 menit dan tidak hilang dengan penambahan 1 tetes asam klorida 2 N (Depkes RI, 1995).

3.6.6 Pemeriksaan steroid/triterpenoid

Sebanyak 1 g serbuk simplisia dimaserasi dengan 20 ml eter selama 2 jam, lalu disaring. Filtrat diuapkan dalam cawan penguap. Sisa pengupan ditambahkan 20 tetes asam asetat anhidrida dan 1 tetes asam sulfat pekat (pereaksi Liebermann-Burchard), diteteskan pada saat akan mereaksikan sampel uji. Terbentuknya warna biru atau biru hijau menunjukkan adanya steroid, sedangkan warna merah, merah muda atau ungu menunjukkan adanya triterpenoid (Harborne, 1987).

3.7 Pembuatan Ekstrak Etanol Kulit Buah Sawo Manila

(10)

biarkan sekurang-kurangnya selama 3 jam. Pindahkan massa sedikit demi sedikit ke dalam perkolator sambil tiap kali di tekan hati-hati, tuangi cairan penyari secukupnya sampai cairan mulai menetes dan di atas simplisia masih terdapat selapis cairan penyari, perkolator ditutup dan dibiarkan selama 24 jam. Cairan dibiarkan menetes dengan kecepatan 1 ml tiap menit, cairan penyari ditambahkan berulang-ulang secukupnya hingga selalu terdapat selapis cairan penyari diatas simplisia. Perkolasi dihentikan hingga 500 mg perkolat yang keluar terakhir diuapkan tidak meninggalkan sisa. Perkolat yang diperoleh dipekatkan dengan alat penguap rotary evaporator (Depkes RI, a.2000). Bagan pembuatan ekstrak etanol dapat dilihat pada Lampiran 7, halaman 52.

3.7.1 Pembuatan fraksi-fraksi dari ekstrak etanol

Sebanyak 30 g ekstrak etanol dilarutkan dengan 60 ml etanol dan ditambahkan 150 ml air suling, dimasukkan ke dalam corong pisah, ditambahkan 150 ml n-heksana, dikocok, didiamkan sampai lapisan terpisah, pisahkan, diambil lapisan n-heksana dan diuapkan. Lapisan air ditambahkan 150 ml etilasetat, dikocok, didiamkan sampai lapisan terpisah, pisahkan, diambil lapisan etilasetat, diuapkan, selanjutnya diambil fraksi air dan diuapkan. Masing-masing fraksi di uji aktivitas antibakteri. Bagan pembuatan fraksi dapat dilihat pada Lampiran 7, halaman 53.

3.8 Sterilisasi Alat

(11)

3.9 Pembuatan Media

3.9.1 Media nutrient agar (NA)

Komposisi: Lab-Lemco Powder 1 g/L Yeast Extract 2 g/L

Peptone 5 g/L

Sodium Chloride 5 g/L

Agar 15 g/L

Cara pembuatan: Sebanyak 28 g nutrien agar (NA) disuspensikan kedalam air suling 1000 ml, lalu dipanaskan sampai bahan larut sempurna dan disterilkan di dalam autoklaf pada suhu 121oC selama 15 menit (Oxoid, 1982).

3.9.2 Media nutrient broth (NB)

Komposisi: Lab-Lemco Powder 1 g/L Yeast Extract 2 g/L

Peptone 5 g/L

Sodium Chloride 5 g/L

Cara pembuatan : Sebanyak 13 g media nutrient broth (NB) dilarutkan dengan air suling 1000 ml, lalu dipanaskan sampai larut sempurna, kemudian media dimasukkan dalam erlenmeyer steril yang bertutup dan disterilkan dalam autoklaf pada suhu 121oC selama 15 menit (Oxoid, 1982).

3.10 Pembuatan Media Agar Miring

(12)

3.11 Pembuatan Stok Kultur

Biakan bakteri Staphylococcus aureus diambil dengan jarum ose steril lalu diinokulasikan pada permukaan media nutrient agar miring dengan cara menggores, kemudian diinkubasi dalam inkubator pada suhu 35 ± 2°C selama 18-24 jam. Prosedur yang sama juga dilakukan pada biakan bakteri Escherichia coli. Bagan pembuatan stok kultur dapat dilihat pada Lampiran 7, halaman 54.

3.12 Penyiapan Inokulum Bakteri

Koloni bakteri Staphylococcus aureus diambil dari stok kultur menggunakan jarum ose steril kemudian disuspensikan ke dalam 10 ml media nutrient broth steril lalu diinkubasikan pada suhu 35 ± 2°C sampai didapat

kekeruhan dengan transmitan 25% menggunakan alat spektrofotometer UV panjang gelombang 580 nm (Ditjen POM, 1995). Prosedur yang sama juga dilakukan untuk koloni bakteri Escherichia coli. Bagan pembuatan inokulum bakteri dapat dilihat pada Lampiran 7, halaman 54.

3.13 Pembuatan Larutan Uji Ekstrak Etanol, Fraksi n-Heksana, Fraksi Etilasetat dan Fraksi Air Kulit Buah Sawo Manila dengan Berbagai Konsentrasi

(13)

3.14 Pengujian Aktivitas Antibakteri Secara In Vitro

Sebanyak 0,1 ml inokulum (Staphylococcus aureus) dimasukkan ke dalam cawan petri steril, setelah itu dituang media Nutrient Agar (NA) yang telah dicairkan sebanyak 15 ml dengan suhu 45-50°C dihomogenkan sampai media dan bakteri tercampur rata, kemudian dibiarkan sampai media memadat. Cakram kertas yang telah direndam dengan ekstrak/fraksi dengan berbagai konsentrasi dan pelarut DMSO sebagai blanko diletakkan pada media yang telah padat, kemudian diinkubasi dalam inkubator pada suhu 35 ± 2°C selama 18-24 jam. Diameter daerah hambat di sekitar larutan penguji diukur dengan menggunakan jangka sorong (Ditjen POM, 1995). Prosedur yang sama juga dilakukan terhadap Escherichia coli. Bagan pengujian aktivitas antibakteri dapat dilihat pada

(14)

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil Identifikasi Tumbuhan

Hasil identifikasi tumbuhan yang dilakukan di Herbarium Bogoriense Bidang Botani Pusat Penelitian dan Pengembangan Biologi–LIPI Bogor, di Cibinong menunjukkan bahwa bahan tumbuhan adalah buah sawo manila, jenis Manilkara zapota (L.) P. Royen, suku Sapotaceae.

4.2 Hasil Karakterisasi Simplisia

4.2.1 Pemeriksaan makroskopik

Hasil pemeriksaan makroskopik morfologi luar kulit buah sawo manila segar yaitu permukaan kulitnya sedikit kasar, panjangnya ± 3 cm dan lebarnya ± 2 cm. Pemeriksaan organoleptis kulit buah sawo manila segar yaitu berwarna coklat muda, rasanya kelat dan agak pahit serta berbau khas. Hasil pemeriksaan makroskopik morfologi luar simplisia kulit buah sawo manila yaitu permukaan kulitnya sedikit kasar, panjangnya ± 2,5 cm dan lebarnya ± 1,5 cm. Pemeriksaan organoleptis simplisia kulit buah sawo manila yaitu kulitnya berwarna coklat tua dan berkeriput, rasanya kelat dan agak pahit serta berbau khas.

4.2.2 Pemeriksaan mikroskopik

Hasil pemeriksaan mikroskopik dari serbuk simplisia kulit buah sawo manila (Manilkara zapota (L.) P. Royen) menunjukkan adanya parenkim berisi sel minyak, serabut sklerenkim dan berkas pembuluh berbentuk spiral.

4.2.3 Hasil pemeriksaan karakteristik serbuk simplisia

(15)

pada Tabel 4.1 berikut.

Tabel 4.1. Data karakterisasi serbuk simplisia kulit buah sawo manila

Berdasarkan tabel di atas diperoleh kadar air sebesar 2,31 %. Kadar air yang diperoleh telah memenuhi persyaratan MMI yakni tidak melebihi 10%. Penetapan kadar air pada simplisia dilakukan untuk mengetahui jumlah air yang terkandung dalam simplisia yang digunakan. Kadar air simplisia ditetapkan untuk menjaga kualitas simplisia karena kadar air berkaitan dengan kemungkinan pertumbuhan jamur/kapang (Depkes RI, b.2000).

Hasil karakterisasi kadar sari larut air diperoleh sebesar 64,48 % dan kadar sari larut dalam etanol diperoleh sebesar 59,60 %. Penetapan kadar sari dapat dilihat bahwa kadar sari yang larut dalam air lebih tinggi daripada kadar sari yang larut dalam etanol, hal ini menunjukkan bahwa senyawa yang terlarut dalam air lebih besar daripada senyawa yang terlarut dalam etanol. Senyawa-senyawa yang dapat larut dalam air adalah glikosida, tanin dan flavonoid sedangkan senyawa-senyawa yang dapat larut dalam etanol adalah glikosida, steroid/triterpenoid dan flavonoid (Depkes RI, b.2000).

Hasil karakterisasi kadar abu total diperoleh sebesar 6,32% dan kadar abu yang tidak larut asam diperoleh sebesar 0,49%. Penetapan kadar abu total dilakukan untuk memberikan gambaran kandungan mineral internal dan eksternal dari proses awal sampai terbentuknya ekstrak sedangkan penetapan kadar abu

No. Jenis karakterisasi Kadar (%)

1. Penetapan kadar air 2,31

2. Penetapan kadar sari larut air 64,48

3. Penetapan kadar sari larut etanol 59,60

4. Penetapan kadar abu 6,32

(16)

tidak larut dalam asam dilakukan untuk mengetahui kadar senyawa yang tidak larut dalam asam, misalnya silika dan pasir (Depkes RI, b.2000).

4.3 Hasil Skrining Fitokimia

Hasil skrining fitokimia terhadap simplisia, ekstrak etanol, fraksi n-heksana, fraksi etilasetat dan fraksi air kulit buah sawo manila (Manilkara zapota (L.) P. Royen) dapat dilihat pada Tabel 4.2 sebagai berikut.

Tabel 4.2 Hasil skrining fitokimia kulit buah sawo manila

No. Skrining Serbuk

Keterangan: (+) positif : mengandung golongan senyawa (-) negatif : tidak mengandung golongan senyawa

(17)

cairan hal ini menunjukkan adanya glikosida. Penambahan serbuk Mg, asam klorida pekat dan amil alkohol kemudian dibiarkan memisah memberikan warna kuning jingga hal ini menunjukkan adanya senyawa flavonoid. Penambahan FeCl3 1% memberikan warna hijau kebiruan yang menunjukkan adanya senyawa tanin. Fraksi air yang ditambahkan pereaksi Molish dan asam sulfat pekat, terbentuk cincin berwarna ungu pada batas cairan hal ini menunjukkan adanya glikosida. Penambahan serbuk Mg, asam klorida pekat dan amil alkohol kemudian dibiarkan memisah memberikan warna kuning jingga hal ini menunjukkan adanya senyawa flavonoid.

4.4 Hasil Ekstraksi Kulit Buah Sawo Manila

Hasil perkolasi 300 g serbuk kulit buah sawo manila (Manilkara zapota (L.) P. Royen) dengan pelarut etanol 96% yaitu sebanyak 85 g, kemudian dilakukan fraksinasi dari 30 g ekstrak etanol diperoleh hasil fraksi n-heksana 0,78 g, fraksi etilasetat 0,92 g dan fraksi air 24,47 g.

4.5 Hasil Uji Aktivitas Antibakteri Ekstrak Etanol, Fraksi n-Heksana, Fraksi Etilasetat dan Fraksi Air Kulit Buah Sawo Manila terhadap Bakteri Staphylococcus aureus dan Escherichia coli

(18)

Escherichia coli dapat dilihat pada Tabel 4.3 dan Tabel 4.4 berikut.

Tabel 4.3 Hasil pengukuran diameter daerah hambatan pertumbuhan bakteri Staphylococcus aureus

No. Konsentrasi Diameter daerah hambat (mm)*

(mg/ml) Ekstrak Fraksi Fraksi Fraksi

Tabel 4.4 Hasil pengukuran diameter daerah hambatan pertumbuhan bakteri Escherichia coli

No. Konsentrasi Diameter daerah hambat (mm)*

(mg/ml) Ekstrak Fraksi Fraksi Fraksi

Keterangan: (*) = Hasil rata-rata tiga kali pengukuran (-) = Tidak ada hambatan

Blanko = DMSO

Berdasarkan Farmakope Indonesia (1995), batas daerah hambatan yang efektif adalah dengan diameter lebih kurang dari 14 mm sampai 16 mm. Tabel 4.3 dan 4.4 di atas menunjukkan bahwa ekstrak etanol memberikan diameter daerah hambat yang efektif terhadap Staphylococcus aureus yang diperoleh pada konsentrasi 50 mg/ml dengan diameter daerah hambat 14,41 mm sedangkan pada Escherichia coli diameter daerah hambat yang efektif pada konsentrasi 100 mg/ml

(19)

mg/ml dengan diameter daerah hambat 15,48 mm sedangkan pada Escherichia coli diameter daerah hambat yang efektif pada konsentrasi 100 mg/ml dengan

diameter 15,11 mm. Fraksi air memberikan diameter daerah hambat yang efektif terhadap bakteri Staphylococcus aureus pada konsentrasi 200 mg/ml dengan diameter daerah hambat 15,01 mm sedangkan pada Escherichia coli memberikan diameter daerah hambat yang kurang efektif yang diperoleh pada konsentrasi 500 mg/ml dengan diameter 10,03 mm. Fraksi n-heksana memberikan diameter daerah hambat yang efektif pada Staphylococcus aureus yang diperoleh pada konsentrasi 400 mg/ml dengan diameter daerah hambat 14,76 mm sedangkan pada Escherichia coli memberikan diameter daerah hambat yang kurang efektif yang

diperoleh pada konsentrasi 500 mg/ml dengan diameter 9,03 mm.

Aktivitas antibakteri yang didapatkan dari ekstrak etanol merupakan aktivitas antibakteri terkuat dalam menghambat pertumbuhan bakteri Staphylococcus aureus dan Escherichia coli karena kandungan senyawa metabolit

sekunder yang terdapat dalam ekstrak etanol kulit buah sawo manila adalah golongan senyawa yang memiliki aktivitas antibakteri yang kuat yaitu flavonoid, glikosida, tanin dan steroid/triterpenoid.

(20)

Hasil penelitian menunjukkan bahwa pada bakteri Staphylococcus aureus memberikan diameter hambat lebih besar dibandingkan dengan bakteri Escherichia coli. Menurut Volk (1992), perbedaan diameter daerah hambat pada

bakteri gram positif dengan bakteri gram negatif tersebut terjadi karena kedua bakteri uji tersebut memilki komposisi dan struktur dinding sel yang berbeda sehingga mengakibatkan bakteri gram positif lebih rentan terhadap senyawa-senyawa kimia dibandingkan gram negatif. Struktur dinding sel bakteri gram positif lebih sederhana, yaitu berlapis tunggal dengan kandungan lipid yang rendah (1 - 4%) sehingga memudahkan bahan bioaktif masuk ke dalam sel. Struktur dinding sel bakteri gram negatif lebih kompleks, yaitu berlapis tiga terdiri dari lapisan luar lipoprotein, lapisan tengah lipopolisakarida yang berperan sebagai penghalang masuknya bahan bioaktif antibakteri dan lapisan dalam berupa peptidoglikan dengan kandungan lipid tinggi (11 - 12%).

(21)
(22)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

a. Hasil pemeriksaan makroskopik morfologi luar kulit buah sawo manila segar yaitu permukaan kulitnya sedikit kasar, panjangnya ± 3 cm dan lebarnya ± 2 cm. Pemeriksaan organoleptis kulit buah sawo manila segar yaitu berwarna coklat muda, rasanya kelat dan agak pahit serta berbau khas. Hasil pemeriksaan makroskopik morfologi luar simplisia kulit buah sawo manila yaitu permukaan kulitnya sedikit kasar, panjangnya ± 2,5 cm dan lebarnya ± 1,5 cm. Pemeriksaan organoleptis simplisia kulit buah sawo manila yaitu kulitnya berwarna coklat tua dan berkeriput, rasanya kelat dan agak pahit serta berbau khas. Hasil pemeriksaan mikroskopik serbuk simplisia kulit buah sawo manila memperlihatkan adanya parenkim berisi sel minyak, serabut sklerenkim dan berkas pembuluh berbentuk spiral. Hasil karakterisasi simplisia diperoleh kadar air sebesar 2,31%, kadar sari larut air sebesar 64,48%, kadar sari larut etanol sebesar 59,60%, kadar abu total sebesar 6,32% dan kadar abu yang tidak larut asam sebesar 0,49%.

b. Hasil skrining fitokimia menunjukkan bahwa simplisia dan ekstrak etanol kulit buah sawo manila mengandung golongan senyawa kimia flavonoid, glikosida, tanin dan steroid/triterpenoid; fraksi n-heksana mengandung senyawa steroid/triterpenoid; fraksi etilasetat mengandung senyawa flavonoid, glikosida dan tanin; fraksi air mengandung senyawa flavonoid dan glikosida.

(23)

5.2 Saran

Gambar

Tabel 4.1. Data karakterisasi serbuk simplisia kulit buah sawo manila
Tabel 4.2 Hasil skrining fitokimia kulit buah sawo manila
Tabel 4.3 Hasil pengukuran diameter daerah hambatan pertumbuhan bakteri Staphylococcus aureus

Referensi

Dokumen terkait

Groups of 10 infected eels were exposed to the different chemicals in aquaria without any water exchange and the mean infection category was determined 24 h after the initial

Walaupun asumsi yang digunakan dalam mengestimasi nilai kini arus kas yang diharapkan dari aset yang tercermin dalam laporan keuangan konsolidasian dianggap telah sesuai dan

In this paper, we regard the point cloud registration as a stochastic system and the global registration as the process that recursively estimates the rigid transformation

2D architectural plans of the ground floor, first floor and second floor of the Building (figure 1) were used as input data for the creation and analysis on the 3D network, while

This paper proposed a coded sequence pattern for automatic matching of LiDAR point data, the methods including SIFT features, Otsu segmentation and Fast

We present the annual cycle of solar radiation, radiant power values of vertical walls with different orientation and look for the ratio of energy production

Ketika aset dari entitas anak dinyatakan sebesar nilai revaluasi atau nilai wajar dan akumulasi keuntungan atau kerugian yang telah diakui sebagai pendapatan komprehensif

Kami mengucapkan terima kasih kepada Peserta yang telah mengikuti dengan baik tahapan pelelangan sederhana pascakualifikasi melalui electronic procurement (e-proc) untuk paket