BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1.Implementasi Kebijakan
Implementasi kebijakan merupakan suatu proses yang dimana pelaksanaan
kebijakan melakukan suatu aktivitas atau kegiatan, sehingga akan mendapatkan
suatu hasil yang sesuai dengan tujuan dan sasaran kebijakan itu sendiri. Menurut
Ripley dan Franklin (1982) dalam Tangkilisan (2003:19) kebijakan publik adalah
hal-hal yang berhubungan dengan apa yang harus dikerjakan pemerintah
mengenai masalah-masalah yang sedang dihadapinya. Sementara itu, menurut
Dunn dkk (1994) dalam Tangkilisan (2003:19) mengemukakan pengertian
kebijakan yang agak mirip, dimana kebijakan sebagai tindakan, pilihan dan
keputusan baik yang dilakukan oleh pemerintah dalam hal pencapaian tujuan
kebijakan.
Berkualitas atau tidaknya kebijakan bisa diukur dalam lima tingkatan dari
yang terendah sampai yang tinggi (Ali, 2007:74),
1) Informasi, merupakan bentuk komunikasi paling sederhana pembuat rencana
dengan masyarakat. Informasi perencanaan diberikan tetapi tidak ada
kesempatan masyarakat untuk berkomentar apalagi terlibat.
2) Masukan warga, pembuat rencana mengundang warga untuk memberikan
komentar atau masukan agar ikut memecahkan masalah.
3) Konsultasi, terjadi dialog resmi antara perencana dengan masyarakat untuk
4) Perencanaan bersama, keterlibatan warga lebih luas, mulai ada tanggung
jawab terhadap perencanaan dan hasilnya, khususnya jika berkaitan dengan
persoalan yang cukup rumit.
5) Kontrol warga, Merupakan tingkatan tertinggi, biasanya lebih dalam
menghadapi persoalan yang benar-benar rumit.
Berdasarkan penjelasan tokoh tersebut dapat disimpulkan bahwa,
implementasi merupakan suatu proses yang dinamis yang melibatkan secara terus
menerus usaha-usaha untuk mencari apa yang akan dapat dilakukan. Dengan
demikian implementasi mengatur kegiatan-kegiatan yang mengarah pada
penempatan suatu program kedalam tujuan yang diinginkan. Menurut Tangkilisan
(2003:18)ada tiga kegiatan utama yang paling penting dalam implementasi
keputusan, yaitu :
1. Penafsiran, merupakan kegiatan yang menerjemahkan makna program
kedalam pengaturan yang dapat diterima dan dijalankan.
2. Organisasi, merupakan unit atau wadah untuk menempatkan program
kedalam tujuan kebijakan.
3. Penerapan, yang berhubungan dengan perlengkapan rutin bagi pelayanan,
upah, dan lain-lainnya.
Tujuan implementasi kebijakan menurut Wibawa dalam Tangkilisan
(2003:20) adalah untuk menetapkan arah agar tujuan kebijakan publik dapat
direalisasikan sebagai hasil dari kegiatan pemerintah. Ia juga mengutip pendapat
lain bahwa keseluruhan proses penetapan kebijakan baru bisa dimulai apabila
telahdirancang dan juga sejumlah dana telah dialokasikan untuk mewujudkan
tujuan dan sasaran tersebut.
Selanjutnya Ripley dan Franklin (1982) dalam Tangkilisan (2003:21)
menyatakan keberhasilan implementasi kebijakan program ditinjau dari tiga faktor
yaitu :
1. Perspektif kepatuhan (compliance) yang mengukur implementasi dari
kepatuhan terhadap atasan mereka.
2. Keberhasilan implementasi diukur dari kelancaran rutinitas dan tiadanya
persoalan.
3. Implementasi yang berhasil mengarah pada kinerja yang memuaskan semua
pihak terutama kelompok penerima manfaat yang diharapkan.
Sedangkan menurut Peters (1982) dalam Tangkilisan (2003:22)
mengatakan, implementasi kebijakan yang gagal disebabkan beberapa faktor,
yaitu :
1. Kurangnya informasiyang dapat mengakibatkan adanya gambaran yang
kurang tepat pada objek kebijakan maupun kepada para pelaksana dari isi
kebijakan yang akan disahkannya dan hasil-hasil dari kebijakan itu.
2. Masih samarnya isi dan tujuan kebijakan ataupun kurangnya sumberdaya
pembantu.
3. Kurangnya dukungan dalam pelaksanaan kebijakan.
4. Tidak adanya pembangian potensi para aktor implementasi dan juga
mengenai organisasi pelaksanaan dalam kaitannya dengan tuga dan
Dengan adanya kebijakan baruyang dikeluarkan pemerintah terkait
Undang-Undang No 6 Tahun 2014 tentang Desa yang didalamnya memuat
pengaturan desa yang disesuaikan dengan asal usul dan kondisi sosial budaya
masyarakat, partisipasi, otonomi asli, demokratisasi, dan pemberdayaan
masyarakat yang menjadi prinsip dasar sebagai landasan pemikiran dalam
mengatur desa di Indonesia, yang dalam pengimplementasiannya Undang-Undang
No 6 Tahun 2014 tentang Desa diharapkan mampu mendorong gerakan dan
partisipasi masyarakat desa untuk mengembangkan potensi dan aset desa untuk
kesejahteraan bersama, memperkuat masyarakat desa sebagai subjek
pembangunan, memajukan perekonomian masyarakat desa serta mengatasi
kesenjangan pembangunan nasional, meningkatkan pelayanan publik bagi
masyarakat desa guna mempercepat kesejahteraan umum,dan membentuk
pemerintahan desa yang profesional, efisien, efektif, terbuka dan bertanggung
jawab.
2.2. Teori Pembangunan
Menurut Rostow dalam Hatu (2013:15-17) pembangunan merupakan
proses yang bergerak secara linier, dari masyarakat terbelakang menuju
masyarakat maju dan modern. Masyarakat modern menurut Rostow berada dalam
tahap konsumsi tinggi dengan pertumbuhan ekonomi yang tinggi, sedangkan
masyarakat tradisional mengalami hanya sedikit perubahan baik di bidang
ekonomi maupun sosial budaya.Menurut Rostow ada lima tahapan dalam proses
1. Masyarakat tradisional, pada tahap ini ilmu pengetahuan dan teknologi belum
berkembang. Dengan demikian, penguasaan masyarakat terhadap ilmu
pengetahuan juga sangat terbatas, sehingga pemikirannya lebih dipengaruhi
oleh kekuatan-kekuatan diluar kekuasaan manusia. Akibatnya, produktivitas
sangat terbatas. Masyarakat bersifat statis sehingga perubahan sosial berjalan
sangat lambat.
2. Prakondisi lepas landas, pada tahap ini perubahan mulai terjadi dengan
pengaruh eksternal, misalnya ikut campur tangannya masyarakat yang lebih
maju. Ide-ide pembaruan mulai masuk, masyarakat mulai berkembang dan
bergerak menuju tahap prakondisi untuk lepas landas. Pada tahap ini,
kegiatan-kegiatan peningkatan produktivitas berkembang secara signifikan.
Kondisi sosial-politik semakin stabil dan dikendalikan oleh pemerintah pusat
yang kuat.
3. Lepas landas, periode ini ditandai dengan berkurangnya hambatan-hambatan
yang menghalangi proses pertumbuhan ekonomi. Sektor industri mulai
berkembang dan terjadinya perkembangan teknologi pertanian. Usaha
pertanian bukan sekedar untuk tujuan konsumtif, tetapi juga bermotif
komersil untuk memperoleh keuntungan. Pengembangan sektor pertanian
mutlak dilakukan pada tahap ini karena sangat diperlukan untuk mendukung
sektor industri dan proses modernisasi.
4. Bergerak ke kedewasaan, pada tahap ini penerapan teknologi modern mulai
terjadi di seluruh sektor ekonomi. Tahap ini ditandai dengan proses kemajuan
5. Era konsumsi masa yang tinggi, pada tahap ini pendapatan masyarakat terus
meningkat. Pembangunan sudah merupakan sebuah proses yang
berkesinambungan dan mampu menopang kemajuan secara berkelanjutan.
Ada beberapa makna yang terkait dalam pembangunan. Pertama,
pembangunan mangandung makna proses. Ada tahapan-tahapan atau proses yang
harus dilalui ketika pembangunan tersebut dilakukan. Kedua, pembangunan
mangandung arti perubahan menuju arah yang lebih baik. Ada pertambahan nilai
(value) dan guna (utility) dari objek pembanguna atau adanya tujuan dan target
tertentu dalam pelaksanaan pembangunan. Ketiga, terdapat subyek, metode dan
target tertentu dalam pembangunan. Ada subyek yang melakukan pembangunan,
ada rangkaian langkah yang menjadi panduan, dan terdapat objek atau sasaran
pembangunan (Hatu, 2013:7).
2.3. Undang-Undang No 6 Tahun 2014 Tentang Desa
Berdasarkan Undang-Undang No 6 Tahun 2014 tentang Desa,
musyawarah desa menjadi hal penting dalam sistem penyelenggaraan
pemerintahan di desa yang melibatkan perangkat-perangkat desa seperti Badan
Permusyawaratan Desa (BPD), pemerintah desa, dan unsur masyarakat desa untuk
memusyawarahkan hal yang bersifat strategis dalam penyelenggaraan
pemeritahan desa yang dilakukan paling kurang sekali dalam setahun. Dalam
Undang-Undang No 6 Tahun 2014 bab V pasal 54 ayat 2, yang dimaksud hal
yang bersifat strategis meliputi; penataan desa, perencanaan desa, kerjasama desa,
rencana investasi yang masuk ke desa, pembentukan BUMDesa, penambahan dan
Desa juga memiliki hak dan kewajiban didalam menyelenggarakan rumah
tangganya, hal ini diatur dalam pasal 67 yaitu desa berhak mengatur dan
mengurus kepentingan masyarakat berdasarkan hak asal usul, adat istiadat, dan
nilai sosial masyarakat desa. Kemudian menetapkan dan mengelola kelembagaan
desa dan berhak untuk mendapatkan sumber pendapatan. Selanjutnya, desa
berkewajiban melindungi dan menjaga persatuan, kesatuan,serta kerukunan
masyarakat desa dalam rangka kerukunan nasional dan keutuhan Negara Kesatuan
Republik Indonesia, meningkatkan kualitas kehidupan masyarakat desa,
mangembangkan kehidupan demokrasi, mengembangkan pemberdayaan
masyarakat desa, memberikan dan meningkatkan pelayanan kepada masyarakat
desa.
Selain desa masyarakat desa juga memiliki hak dan kewajiban yang diatur
dalam pasal 68, yaitu meminta dan mendapatkan informasi dari pemerintah desa
serta mengawasi kegiatan penyelenggaraan pemerintahan desa, pelaksanaan
pembangunan desa, pembinaan kemasyarakatan desa, dan pemberdayaan
masyarakat desa, memperoleh pelayanan yang sama dan adil, menyampaikan
aspirasi, saran, dan pendapat lisan atau tertulis secara bertanggung jawab tentang
kegiatan penyelenggaraan pemerintahan desa, pelaksanaan pembangunan desa,
pembinaan kemasyarakatan desa, dan pemberdayaan masyarakat desa.
Selanjutnya masyarakat desa juga berkewajiban membangun diri dan memelihara
lingkungan desa, mendorong terciptanya kegiatan penyelenggaraan pemerintahan
desa, pelaksanaan pembangunan desa, pembinaan kemasyarakatan desa, dan
pemberdayaan masyarakat desa yang baik, mendorong terciptanya situasi yang
permusyawaratan, permufakatan, kekeluargaan, dan kegotongroyongan di desa,
dan berpartisipasi dalam berbagai kegiatan di desa.
2.4. Pembangunan Desa
Dalam Undang-Undang No 6 Tahun 2014 Tentang Desa pembangunan
desa bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat desa dan kualitas
hidup manusia serta penanggulangan kemiskinan melalui pemenuhan kebutuhan
dasar, pembangunan sarana prasarana desa, pengembangan potensi ekonomi
lokal, serta pemanfaatan sumberdaya alam dan lingkungan secara berkelanjutan
yang mengedepankan kebersamaan, kekeluargaan, dan gotongroyong guna
mewujudkan perdamaian dan keadilan sosial. Pembangunan desa secara umum
merupakan upaya sadar, terarah dan berkesinambungan yang dilakukan
masyarakat beserta pemerintah desa dalam serangkaian kegiatan untuk mencapai
perubahan manuju keadaan yang lebih baik. Peran serta masyarakat dan
pemerintah desa harus berjalan seiringan, saling melengkapi dalam mencapai
tujuan peningkatan pembangunan.Pembangunan desa meliputi tahapan-tahapan
sebagai berikut :
a. Perencanaan
Perencanaan pembangunan desa disesuaikan dan mengacu kepada
perencanaan pembangunan Kabupaten/Kota yang diselenggarakan dengan
mengikutsertakan masyarakat desa melalui musyawarah perencanaan
pembangunan desa yang berkaitan dengan prioritas program, kegiatan dan
kebutuhan desa yang didanai oleh APBD, swadaya masyarakat desa dan/atau
b. Pelaksanaan
Pelaksanaan pembangunan desa dilakukan oleh pemerintah desa dengan
melibatkan seluruh masyarakat desa sesuai dengan rencana kegiatan
pembangunan desa dengan semangat gotong royong. Pelaksanaan
pembangunan desa dilakukan dengan cara memanfaatkan kearifan lokal dan
sumberdaya alam di desa.
c. Pengawasan
Masyarakat desa berhak mendapat informasi mengenai rencana dan
pelaksanaan pembangunan desa. Masyarakat desa dapat melaporkan hasil
pemantauan ataupun keluhan terhadap pelaksanaan pembangunan desa
kepada Badan Permusyawaratan Desa (BPD).
2.4.1. Pembangunan Desa di Bidang Sosial
Pembangunan sosial menurut Midgley (1997) sebagai suatu proses
perubahan sosial yang terencana, yang dirancang untuk meningkatkan taraf hidup
masyarakat sebagai suatu keutuhan, dimana pembangunan ini dilakukan untuk
saling melengkapi dengan dinamika proses pembangunan ekonomi begitu pula
sebaliknya pembangunan ekonomi tidak berarti tanpa diiringi dengan
pembangunan sosial secara menyeluruh
Menurut Midgley (1997) ada 3 strategi untuk mewujudkan pembangunan
sosial dalam upaya meningkatkan kualitas hidup massyarakat, yaitu :
1) Pembangunan Sosial melalui Individu (social development by inddividuals),
di mana strategi ini bertujuan untuk membangun kemampuan
dalam memenuhi kebutuhannya. Pendekatan ini lebihmengarah pada
pendekatan individualis atau 'perusahaan'(individualist or enterprise
approach).
2) Pembangunan Sosial melalui Komunitas (Social Development by
Communitites), di mana dalam strategi ini masyarakat secara bersama-sama
mengembangkan komunitas localnya.Pendekatan ini lebih dikenal dengan
nama pendekatankomununitarian (communitarian approach).
3) Pembangunan Sosial melalui pemerintah (Social Development by
Government), di mana lembaga-lembaga dalam organisasi pemerintahan
melakukan atau menjalankan pembangunan social. Pendekatan ini lebih
dikenal dengan namapendekatan statis (statist approach).
Pembangunan desa di bidang sosial dalam penelitian ini lebih berfokus
pada penguatan kapasitas individu melalui pelatihan-pelatihan yang bertujuan
untuk meningkatkan kemampan (skill), sehingga mayarakat desa mampu bersaing
di dunia pekerjaan dan dapat memanfaatkan kemampuan tersebut dalam
kehidupan sehari-hari. Selain itu, melalui peningkatan pengorganisasian
kelembagaan desa guna mendukung kemajuan desa. Peningkatan
pengorganisasian kelembagaan desa dapat dilihat dari keaktifan kelembagaan desa
dalam menjalankan tugas dan program kerjanya pada masyarakat yang akan
mampu mendorong kemajuan suatu desa, terutama Sumber Daya Masyarakat
2.4.2. Pembangunan Desa di Bidang Ekonomi
Pembangunan desa di bidang ekonomi bertujuan untuk meningkatkan
kemakmuran dan kesejahteraan masyarakat desa. Menurut Nugraha (2009)
pembangunan dibidang ekonomi dapat dilakukan dengan :
1) Bantuan Modal
Salah satu aspek permasalahan yang dihadapi masyarakat umumnya
adalah permodalan. Lambanya akumulasi kapital di usaha mikro, kecil, dan
menengah, merupakan salah satu penyebab lambanya laju perkembangan usaha
dan rendahnya surplus usaha disektor usaha mikro, kecil, dan menengah. Oleh
sebab itu tidak salah, kalaupemecahan masalah melalui bantuan modal ini penting
dan memang harus dilakukan.
2) Bantuan Pembangunan Sarana dan Prasarana
Usaha mendorong produktivitas dan mendorong tumbuhnya usaha, tidak
akan memiliki arti penting bagi masyarakat, kalau hasil produksinya tidak dapat
dipasarkan atau kalaupun dapat dijual tetapi dengan harga yang amat rendah. Oleh
sebab itu komponen penting dalam usaha pemberdayaan masyarakat di bidang
ekonomi adalah pembangunan sarana prasarana produksi dan pemasaran.
Pembangunan ekonomi pada intinya mengelola seluruh potensi ekonomi
masyarakat, seperti membantu meningkatkan usaha masyarakat dengan pemberian
pinjaman modal untuk pengembangan usaha yang salah satunya bisa dilakukan
melalui Badan Usaha Milik Desa (BUMDes) yang berpengaruh pada munculnya
lapangan kerja baru dan mambantu masyarakat desa dalam peningkatan
ekonominya. Selanjutnya, pembangunan di bidang ekonomi dapat dilakukan
kebutuhan masyarakat yang disepakati bersama melalui musyawarah
pembangunan desa. Pembangunan saran prasarana ini tentunya akan memudahkan
masyarakat dalam melakukan aktivitasnya, seperti memudahkan akses masyarakat
untuk keluar masuk desa, memudahkan masyarakat dalam membawa bibit dan
hasil pertanian, ataupun memudahkan masyarakat dalam melakukan pengurusan
surat menyurat di kantor desa.
2.5. Tipologi Desa
Menurut Syarif (2013) ada tiga klasifikasi desa yang dapat menggambarkan
keberhasilan dari pembangunan desa itu sendiri, sehingga tercapailah tujuan
pembangunan desa menuju keadaan yang lebih baik, yaitu :
1. Desa Swadaya
Desa swadaya merupakan desa yang paling terbelakang dengan budaya
kehidupan yang masih tradisional sangat terkait dengan adat istiadat atau sering
kita sebut sebagai desa tradisional. Desa ini biasanya mempunyai tingkat
kesejahteraan yang rendah, sarana yang minim serta sangat tergantung pada alam.
Pada sisi lain desa swadaya masih tergantung pada sektor ekonomi primer atau
budidaya serta kurang mengoptimalkan potensi alam. Secara umum ciri-ciri desa
swadaya adalah sebagai berikut:
a) Masih tradisional
b) Bersifat subsistence minded (sekedar mencukupi kebutuhan primer)
c) Hasil produksinya rendah
d) Tingkat pendidikan sangat rendah
e) Administrasi pemerintah belum berkembang
Selanjutnya menurut BAPPEDA Sumatera Utara (2008) dalam Syarif
(2013) Desa Swadaya adalah desa yang memiliki ciri-ciri :
a) Sebagian besar kehidupan penduduknya masih bergantung pada alam
b) Hasilnya untuk mencukupi kebutuhan sehari-hari
c) Administrasi desa belum berfungsi dengan baik
d) Lembaga-lembaga desa belum berfungsi dengan baik
e) Tingkat pendidikan dan produktivitas penduduknya masih rendah
f) Belum mampu dalam menyelenggarakan urusan pemerintah sendiri.
2. Desa Swakarya
Desa swakarya merupakan desa telah mengalami perkembangan agak
maju dibandingkan dengan desa swadaya dan ini telah memiliki landasan untuk
berkembang lebih baik serta penduduknya relatif lebih kosmopolit. Secara umum
ciri-ciri desa swakarya adalah sebagai berikut :
a) Hasil produksi selain untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari juga di
jual dan digunakan untuk memenuhi kebutuhan hidup lainnya.
b) Masyarakat sudah melakukan kontak dengan desa lainnya.
Selanjutnya menurut BAPPEDA Sumatera Utara (2008) dalam Syarif
(2013) Desa Swakarya adalah desa yang memiliki ciri-ciri:
a) Sudah mampu menyelengarakan urusan rumah tangga sendiri
b) Lembaga sosial desa dan pemerintahan sudah berfungsi.
c) Administrasi desa sudah berjalan.
d) Adat istiadat mulai longgar.
f) Sudah ada hubungan dengan daerah sekitarnya
3. Desa Swasembada
Desa swasembada merupakan desa yang memiliki kemandirian lebih
dalam segala hal terkait dengan aspek sosial dan ekonominya. Desa ini mulai
berkembang dan maju dengan petani yang tidak terikat pada adat istiadat lagi.
Selain itu sarana dan prasarana telah lengkap namun tidak selengkap kota serta
perekonomian telah mengarah pada industri dan jasa. Perdagangan dan sektor
sekunder telah berkembang sehingga secara umum Desa Swasembada dapat
dicirikan sebagai berikut:
a) Sistem administrasi berjalan denga baik, lembaga sosial sudah berfungsi.
b) Mata pencaharian tidak tergantung hanya pada bidang pertanian saja.
c) Sarana dan prasarananya sudah baik.
Selanjutnya menurut BAPPEDA Sumatera Utara (2008) dalam Syarif
(2013) Desa Swasembada adalah desa yang memiliki ciri-ciri sebagai berikut :
a) Sarana dan prasarana lengkap.
b) Pengelolaan administrasi telah dilaksanakan dengan baik.
c) Pola pikir masyarakat lebih rasional.