• Tidak ada hasil yang ditemukan

Penggunaan Kitosan Nanopartikel sebagai Adsorbent UntukMenurunkan Kadar Logam Fe, Zn dan Cu Pada Beras Sibolga

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Penggunaan Kitosan Nanopartikel sebagai Adsorbent UntukMenurunkan Kadar Logam Fe, Zn dan Cu Pada Beras Sibolga"

Copied!
20
0
0

Teks penuh

(1)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Beras (Oriza sp)

Beras merupakan butir padi yang telah dibuang kulit luarnya (sekamnya)

yang menjadi dedak kasar. Beras adalah gabah yang bagian kulitnya sudah

dibuang dengan cara digiling dan disosoh menggunakan alat pengupas dan

penggiling serta alat penyosoh. Beras secara biologi adalah bagian biji padi yang

terdiri dari :

aleuron, lapis terluar yang sering kali ikut terbuang dalam proses

pemisahan kulit.

endospermia, tempat sebagian besar pati dan protein beras berada, dan

embrio, yang merupakan calon tanaman baru (dalam beras tidak dapat tumbuh

lagi, kecuali dengan bantuan teknik kultur jaringan). Dalam bahasa sehari-hari

embrio disebut dengan mata beras. (Astawan, 2004).

2.1.1. Komposisi Gizi Beras

Beras merupakan salah satu kebutuhan pokok bagi masyarakat Indonesia.

Beras sebagai bahan makanan mengandung nilai gizi cukup tinggi yaitu

kandungan karbohidrat sebesar 360 kalori, protein sebesar 6,8 gr, dan kandungan

mineral seperti kalsium dan zat besi masing-masing 6 dan 0,8 mg (Astawan,

2004). Bagian gabah yang dapat dimakan adalah kariopsis yang terdiri dari 75%

karbohidrat dan 8% protein pada kadar air 14%. Penyusun lainnya adalah lemak,

serat, dan abu yang terdapat dalam jumlah sedikit. Bagian endosperm atau bagian

gabah yang diperoleh setelah penggilingan yang kemudian disebut beras giling,

mengandung 78% karbohidrat dan 7% protein (Haryadi, 2006).

Sebagian terbesar karbohidrat dalam beras ialah pati dan hanya sebagian kecil

pentosan, selulosa, hemiselulosa, dan gula. Antara 85% hingga 90% dari berat

kering beras berupa pati. Kandungan pentosan berkisar 2,0 – 2,5% dan gula 0,6 –

(2)

fisikokimiawi beras terutama ditentukan oleh sifat-sifat patinya, karena penyusun

utamanya adalah pati (Haryadi, 2006).

Tabel 2.1 Komposisi Gizi Beras Giling (dalam 100 gr bahan)

No. Komposisi Gizi Beras Giling

1. Energi (kal) 360

2. Protein (gr) 6,8

3. Lemak (gr) 0,7

4. Karbohidrat (gr) 78,9

5. Kalsium (mg) 6

6. Fosfor (mg) 140

7. Besi (mg) 0,8

8. Vitamin A (SI) 0

9. Vitamin B1 (mg) 0,12

10 . Vitamin C (mg) 0

Sumber : Departemen Kesehatan RI, 2005

2.1.2. Mutu Beras

Di Indonesia, tingkat mutu didasarkan antara lain pada kesepakatan oleh

sebagian besar pedagang beras. Tingkatan mutu yang berlaku di masyarakat

sangat beragam. Menurut Haryadi (2006), secara umum mutu beras dapat

dikelompokkan menjadi empat yaitu mutu giling, mutu rasa dan mutu tanak, mutu

gizi, mutu berdasar ketampakan dan kemurnian biji.

a. Mutu giling

Mutu giling merupakan salah satu faktor penting yang menentukan mutu

beras. Mutu giling mencakup berbagai ciri, yaitu rendemen beras giling,

rendemen beras kepala, persentase beras pecah dan derajat sosoh beras.

(Balittan Sukamandi, 1987 dalam Damardjati dan Endang Y. Purwani,

(3)

b. Mutu rasa dan mutu tanak

Di Indonesia, mutu tanak belum dijadikan syarat dalam menetapkan mutu

beras. Lain halnya dengan dunia internasional, khususnya di Amerika

Serikat, mutu tanak merupakan salah satu persyaratan terutama dalam

pengolahan beras. Ciri-ciri umum yang memengaruhi mutu tanak ialah

perkembangan volume, kemampuan mengikat air, stabilitas pengalengan

nasi parboiling, lama waktu penanakan dan sifat viskositas pati.

c. Mutu gizi

Beras pecah kulit hanya disenangi oleh sejumlah persentase kecil

konsumen meskipun beras pecah kulit mengandung protein, vitamin,

mineral, dan lipid lebih banyak daripada beras sosoh.

d. Mutu berdasar ketampakan dan kemurnian biji

Ketampakan biji pada umunya ditemukan berdasarkan keburaman

endosperm, yaitu bagian biji yang tampak putih buram, baik pada sisi

dorsal biji, sisi ventral, maupun tengah biji. Keburaman biji menentukan

mutu beras yang dalam persyaratan mutu dikenal sebagai butir mengapur.

2.2 Logam

Logam dapat dibagi menjadi dua bagian, yaitu logam esensial dan logam

nonesensial. Logam esensial adalah logam yang sangat membantu dalam proses

fisiologis makhluk hidup dengan jalan membantu kerja enzim atau pembentukan

organ dari makhluk yang bersangkutan, yang termasuk logam esensial adalah seng

(Zn), tembaga (Cu) dan selenium (Se). Logam nonesensial adalah arsen (As),

merkuri (Hg), Cadmium (Cd), Timbal (Pb), Kromium (Cr), dan Aluminium (Al),

tetapi beberapa jenis logam lain yang termasuk kelompok logam esensial dapat

pula bersifat racun bila keberadaannya telah melebihi dari kebutuhan pada proses

(4)

2.2.1 Logam Seng (Zn)

Seng adalah yang paling kurang beracun diantara mikro mineral.Tanda-tanda

kekurangan seng adalah gangguan pertumbuhan dan kematangan seksual. Fungsi

pencernaan terganggu, karena gangguan fungsi fankreas dan kerusakan

permukaan saluran cerna. Jaringan yang banyak mengandung seng adalah bagian

mata, kelenjar prostat, spermatozoa, kulit, rambut dan kuku. Kelebihan seng

disimpan di dalam hati dalam bentuk metalotionein. Lainnya dibawa ke pankreas

dan jaringan tubuh lain. Bentuk simpanan ini akan dibuang bersama sel-sel

dinding usus halus yang umurnya 2-5 hari . Logam seng berperan pula dalam

sintesis dan degradasi kalogen, pembentukan kulit, metabolisme jaringan ikat dan

penyembuhan luka, serta dalam pengembangan fungsi reproduksi laki-laki dan

pembentukan sperma, selain itu sebagai pengangkut sintesis vitamin A,

pembentukan antibodi sel, metabolisme tulang, transpor oksigen, pembentukan

struktur dan fungsi membran serta proses penggumpalan darah

(Almatsier,S.2001). Disamping itu dapat terjadi diare dan gangguan fungsi

kekebalan. Kekurangan seng kronis mengganggu pusat sistem saraf dan fungsi

otak.. Kekurangan seng juga mengganggu fungsi kelenjar tiroid dan laju

metabolisme, gangguan nafsu makan, penurunan ketajaman indra rasa serta

memperlambat penyembuhan luka. Walaupun seng sangat dibutuhkan oleh tubuh

namun konsumsi seng yang berlebihan juga dapat bersifat toksik. Maksimum asupan

harian iron yang diizinkan(Provosional maximum tolerable daily intake/PMDTI) adalah

0.3-1 mg/Kg berat badan. Kelebihan seng mempengaruhi metabolisme kolesterol,

mengubah nilai lipoprotein dan dapat mempercepat timbulnya aterosklerosis.

2.2.2 Logam Besi (Fe)

Zat besi adalah komponen hemoglobin di dalam sel darah merah (eritrosit) yang

tersedia untuk mentransportasikan oksigen ke seluruh tubuh dan dalam bentuk

mioglobin untuk penyimpanan dan penggunaan oksigen di otot. Oksigen dikeluarkan di

jaringan dalam bentuk hemoglobin digunakan untuk metabolime oksidatif. Hemoglobin

mengikat karbondioksida dalam jaringan dan membawanya ke paru-paru dimana dia

(5)

dalam serapan dari diet dan mentransfer ke dalam sirkulasi sistemik, transportasi di

seluruh tubuh dan penyimpanan pada jaringan, serta pengiriman ke situs fungsional

(Geissler dan Singh, 2011). Besi terjadi sebagai konstituen alami dari semua makanan

Besi telah dievaluasi oleh JECFA pada tahun 1983. Asupan maksimum

asupanharian iron yang diizinkan (Provosional maximum tolerable daily intake/PMDTI)

adalah 1-10 mg/Kg berat badan., PMDTI ini ditetapakan untuk mencegah

terjadinyapenimbunan besi dalam tubuh secara berlebihan.

Dosis mematikan besi rata-rata adalah 200-250 mg / kg berat badan, tetapikematian telah

terjadi setelah mengkonsumsi dosis serendah 40 mg / kg berat badan. Otopsi telah

menunjukkan nekrosis hemoragik dan pengelupasan daerah mukosa di perut dengan

ekstensi ke submukosa. Kronis hasil kelebihan zat besi terutama dari kelainan genetik

(hemokromatosis) ditandai dengan penyerapan zat besi meningkat dan penyakit yang

memerlukan transfusi sering. Dewasa sering mengambil suplemenzat besi untuk waktu

yang lama tanpa efek merusak, dan asupan 0,4-1 mg / kg berat badan per hari tidak

mungkin menyebabkan efek samping pada orang sehat (WHO,1996).

Dosis mematikan besi rata-rata adalah 200-250 mg / kg berat badan, tetapi kematian telah

terjadi setelah mengkonsumsi dosis serendah 40 mg / kg berat badan. Otopsi telah

menunjukkan nekrosis hemoragik dan pengelupasan daerah mukosa di perut dengan

ekstensi ke submukosa. Kronis hasil kelebihan zat besi terutama dari kelainan genetik

(hemokromatosis) ditandai dengan penyerapan zat besi meningkat dan penyakit yang

memerlukan transfusi sering. Dewasa sering mengambil suplemen zat besi untuk waktu

yang lama tanpa efek merusak, dan asupan 0,4-1 mg / kg berat badan per hari tidak

(6)

2.2.3 Logam Tembaga (Cu)

logam berat Cu digolongkan kedalam logam berat dipentingkan atau logam berat

esensial, artinya meskipun Cu merupakan logam berat beracun, unsur logam ini

sangat dibutuhkan tubuh meskipun dalam jumlah sedikit. Pada manusia Cu paling

banyak didapatkan dalam hati dan darah. Logam Cu dibutuhkan untuk sistem

enzim oksidatif seperti enzim askorbat oksidase, sistikrom oksidase, polyfenol

oksidase dan lain-lain. Cu juga dibutuhkan manusia sebagai kompleks Cu-protein

yang mempunyai fungsi tertentu dalam pembentukan hemoglobin, kolagen,

pembuluh darah dan myelin otak. Disamping itu, Cu juga terlibat dalam proses

pembentukan energi untuk metabolisme serta dalam aktifitas tirosin

(Heryando.1994)

Tembaga sebagai tembaga sulfat telah dievaluasi oleh JECFA pada tahun 1966,

1970, dan 1982. Maksimum asupan harian yang diizinkan (Provosional maximum

tolerable daily intake/PMDTI) adalah 0,05-0,5 mg / kg berat badan. Logam Cu akan

berbalik menjadi bahan racun untuk manusia bila masuk dalam jumlah berlebihan.

Bentuk Cu yang paling beracun adalah debu-debu Cu yang dapat mengakibatkan

kematian pada dosis 3,5 mg/kg. Sedangkan daya racun yang dimiliki oleh garam

klorida terhidrasi (CuCl2.2H2O) akan mengakibatkan kematian pada dosis 9,4

mg/kg. Untuk garam sulfat dalam bentuk terhidrasi (CuSO4.5H2O) daya racun

yang dimilikinya akan mengakibatkan kematian pada dosis 33 mg/kg .Pada

manusia, efek keracunan utama yang ditimbulkan akibat terpapar oleh debu atau

uap logam Cu adalah terjadinya gangguan pada jalur pernafasan sebelah

atas,terjadinya kerusakan atropik pada selaput lendir yang berhubungan dengan

hidung (Heryando.1994).

kaleng yang dilapisi seng . (Sunita.2002).Seng dalam jumlah yang banyak

dapat menyebabkan kematian. Dosis seng yang tinggi juga dapat menghambat

(7)

2.3 Perombakan Bahan Organik dan Biologis

Untuk menentukan kandungan mineral bahan makanan, bahan makanan

dihancurkan atau didekstruksi terlebih dahulu. Cara yang biasa dilakukan yaitu

dengan metode pengabuan kering (dry ashing) dan pengabuan basah (wet

digestion). Pemilihan metode pengabuan tersebut tergantung pada sifat zat

organik dalam bahan, sifat zat anorganik yang ada dalam bahan, mineral yang

akan dianalisa serta sensitivitas yang digunakan (Apriyanto,A.1989).

a. Dekstruksi Basah

Dekstruksi basah yaitu pemanasan sampel (organic atau biologis) dengan adanya

pengoksidasi kuat seperti asam-asam mineral baik tunggal maupun campuran.

Jika dalam sampel dimasukkan zat pengoksidasi, lalu dipanaskan pada

temperature yang cukup tinggi dan jika pemanasan dilakukan secara kontinu pada

waktu yang cukup lama, maka sampel akan teroksidasi sempurna sehingga

meninggalkan berbagai elemen-elemen pada larutan asam dalam bentuk senyawa

anorganik yang sesuai untuk dianalisis (Anderson,R.1987).

Dekstruksi basah pada prinsipnya adalah penggunaan asam nitrat untuk

mendekstruksi zat organik pada suhu rendah dengan maksud mengurangi

kehilangan mineral akibat penguapan. Pada tahap selanjutnya, proses seringkali

berlangsung sangat cepat akibat pengaruh asam perklorat atau hidrat peroksida.

Dekstruksi basah pada umumnya digunakan untuk menganalisa arsen, tembaga,

timah hitam, timah putih, dan seng.

Ada tiga macam cara kerja dekstruksi basah dapat dilakukan, yaitu :

1. Dekstruksi basah menggunakan HNO3 dan H2SO4

2. Dekstruksi basah menggunakan HNO3,H2SO4 dan HClO4

3. Dekstruksi basah menggunakan HNO3,H2SO4 dan H2O2(Apriyanto,A.1989)

b. Dekstruksi Kering

Dekstruksi kering merupakan yang paling umum digunakan dengan cara

membakar habis bagian organik dan meninggalkan residu anorganik sebagai abu

untuk analisis lebih lanjut. (Anderson,R.1987). Pengabuan kering dapat

diterapkan pada hampir semua analisa mineral, kecuali merkuri dan arsen. Cara

ini lebih membutuhkan sedikit ketelitian sehingga mampu menganalisa bahan

(8)

menganalisa kandungan Ca,P dan K akan tetapi kehilangan K dapat terjadi apabila

suhu yang digunakan terlalu tinggi. Oleh karena itu, untuk menganalisa K harus

dihindari pemakaian suhu lebih tinggi dari 480oC. Suhu 450oC tidak dapat

digunakan jika menganalisa kandungan seng (Zn), yang penggunaan suhu yang

terlalu tinggi juga menyebabkan beberapa mineral menjadi tidak larut (misal

timah putih) (Apriyanto,A.1989).

2.4. Kitosan

Kitosan adalah poli-(2-amino-2-deoksi-β(1-4)-D-glukopiranosa) dengan

rumus molekul (C6H11NO4)n yang dapat diperoleh dari deasetilasi kitin (Gambar

2.1). Kitosan juga dijumpai secara alamiah di beberapa organisme (Sugita,2009).

O

NH2 OH

CH2OH

O O

O

NH2 OH

CH2OH

O

n

Gambar 2.4. Struktur Kimia Kitosan

Kitosan merupakan suatu turunan utama dari kitin, dimana untuk

mendapatkan kitosan yang baik tergantung dari kitin yang diperoleh dan kekuatan

suatu alkali serta waktu yang digunakan dalam reaksi deasetilasi (Zakaria, 1995).

Kitosan mengandung unsur nitrogen yang tinggi (sekitar 70 %) dapat mengambil

ion logam yang tinggi. Elektron terpencil pada atom nitrogen dan oksigen pada

gugus amina dapat membentuk ikatan kovalen dengan ion logam berat dan ion

logam peralihan. Gugusan amina pada kitosan juga merupakan tempat pengkhelat

ionlogam perlaihan dan gugus ini bersifat stabil dalam NaOH 50 % walaupun

mencapai temperatur 160oC. Kitosan juga telah digunakan secara luas dalam

(9)

farmasi karena mempunyai kemampuan biodegredasi dan biocompatibility dan

rendah toksitasnya (Muzzarelli, 1977).

2.4.1. Kitosan pada Belangkas

Kitin dan kitosan banyak ditemukan pada arthropoda yaitu krustacea

(kerangka luar udang, kepiting, lobster, belangkas), insekta, arachnida, dan

sebagainya. Belangkas termasuk ordo Xiphosura, terdiri dari hanya empat spesies

yang masih tersisa yaitu Limulus polyphemus, Tachypleus gigas, T. tridentatus,

dan Carcinoscorpius rotundicauda. Belangkas memiliki panjang hingga 60cm,

berekor, sekali bertelur sekitar 20.000 yang diletakkan betina dalam

lubang-lubang pasir yang digalinya di pantai. Belangkas yang hidup di perairan air

tenggara adalah jenis tachypleus gigas.

Pada cangkang belangkas (berbeda dengan kepiting dan krustacea lainnya)

tidak memiliki komponen kalsium pada bahan kitin dan kitosannya. Penelitian

tentang kitin belangkas dilakukan oleh Rutherford dan Dunson (1984) mengenai

permeabilitas film kitin yang diisolasi dari cangkang belangkas Limulus. Isolasi

kitin yang didapatkan dari cangkang belangkas Tachypleus gigas sebanyak 30,2%

(Agusnar et al. 2013).

2.4.2. Sifat Fisika-Kimia Kitosan

Kitosan merupakan padatan amorf yang berwarna putih dengan rotasi

spesifik [α]D11 -3 hingga -10o (padatan konsentrasi asam asetat 2%). Kitosan larut

pada kebanyakan larutan asam organik, pada pH sekitar 4,0 tetapi tidak larut pada

pH lebih besar dari 6,5, juga tidak larut dalam pelarut air, alcohol dan aseton.

Dalam asam mineral HCl dan HNO3, kitosan larut pada konsentrasi 0,15-1,1%,

tetapi tidak larut pada konsentrasi 10%. Kitosan tidak larut dalam H2SO4 pada

berbagai, konsentrasi,sedangkan dalam H3PO4 tidak larut pada konsentrasi 1%

sementara pada konsentrasi 0,1% sedikit larut. Perlu kita ketahui, bahwa kelarutan

kitosan dipengaruhi oleh bobot molekul, derajat deasetilasi dan rotasi spesifiknya

yang beragam tergantung pada sumber dan metode isolasi serta transformasinya

(10)

Kitosan tidak larut dalam air, pelarut-pelarut organik, juga tidak larut

dalam alkali dan asam-asam mineral pada pH di atas 6,5. Dengan adanya

sejumlah asam, maka dapat larut dalam air - metanol, air - etanol, dan campuran

lainnya. Kitosan larut dalam asam formiat dan asam asetat dan menurut Peniston

dalam 20% asam sitrat juga dapat larut. Asam organik lainnya juga tidak dapat

melarutkan kitosan, asam-asam anorganik lainnya pada pH tertentu setelah distirer

dan dipanaskan dan asam sitrat juga dapat melarutkan kitosan.

Kitosan bersifat polikationik yang dapat mengikat lemak dan logam berat

pencemar. Kitosan yang mempunyai gugus amina yaitu adanya unsur N bersifat

sangat reaktif dan bersifat basa (Inoue, 1994 ).Kitosan mempunyai sifat spesifik

yaitu adanya sifat bioaktif, biokompatibel, pengkelat, anti bakteri dan dapat

terbiodegradasi. Kualitas kitosan dapat dilihat dari sifat intrinsiknya, yaitu

kemurniannya, massa molekul, dan derajat deasetilasi. Umumnya kitosan

mempunyai derajat deasetilasi 75-100%. Massa molekul kitosan dan distribusinya

berpengaruh terhadap sifat-sifat fisiko-kimia polisakarida. Derajat deasetilasi dan

massa molekul kitosan hasil deasetilasi kitin pada dasarnya dipengaruhi oleh

konsentrasi alkali/basa, rasio larutan terhadap padatan, suhu dan waktu reaksi,

lingkungan/kondisi reaksi selama deasetilasi. (Ramadhan,L.O.A.N, 2010).

Sedangkan sifat biologi kitosan antara lain (Kaban, 2009):

a. Bersifat biokompatibel (sebagai polimer alami sifatnya tidak mempunyai

akibat samping, tidak beracun, tidak dapat dicerna serta mudah diuraikan

oleh mikroba).

b. Dapat berikatan dengan sel mamalia dan mikroba secara agresif.

c. Mampu meningkatkan pembentukan yang berperan dalam pembentukan

tulang.

d. Bersifat hemostatik, fungistatik, spermisidal, antitumor, antikolesterol.

e. Bersifat sebagai depresan pada system saraf pusat.

2.4.3. Pelarut Kitosan

Pelarut yang digunakan dalam penelitian ini adalah pelarut asam asetat 1%

dan pelarut asam laktat 1%. Pelarut terbaik yang digunakan dalam

(11)

asamasetat. Pelarut yang umum digunakan untuk melarutkankitosan adalah asam

asetat dengan konsentrasi 1 – 2 % (Knorr, 1982). Asamasetat adalah cairan tidak

berwarna dengan karakteristik bau yang tajam,berasa asam, serta larut dalam air,

alkohol, dan gliserol. Rumus empirik asamasetat adalah C2H4O2 dan rumus

strukturnya CH3COOH. Asam asetatmempunyai berat molekul 60, titik didih 118

oC, titik beku 16,7 oC, dan dapat digunakaan sebagai penambahan rasa (Dillon,

1992). Rumus struktur (a) asamasetat, (b) asam laktat dapat dilihat pada Gambar

2.

(a) (b)

Gambar 2. Rumus Struktur (a) Asam Asetat dan (b) Asam laktat

Asam laktat atau asam 2-hidroksi propionat merupakan senyawa

nonatsiridan tidak berbau yang diklasifikasikan ke dalam GRAS

(GenerallyRecognized As Safe) sebagai bahan aditif makanan. Asam laktat

mempunyaisifat larut dalam air dan pelarut organik polar tetapi tidak larut dalam

pelarutorganik lainnya.Dalam struktur kimianya, asam laktat merupakan salah

satu molekulterkecil yang memiliki sifat optis aktif yang mempunyai satu atom

karbonkiral sehingga memiliki dua bentuk enantiomer, yaitu L- dan D-laktat.

Sekitar85% kebutuhan asam laktat saat ini adalah untuk aplikasi di bidang

pangandan yang berhubungadengan pangan, antara lain sebagai pengasam

makanan(food acidulan, flavoring agent, pH buffering agent, dan antimicrobial

agent)(Koesnandar, 2004).

Molekul kitosan di dalam larutan asam encer berkekuatan ion

rendahbersifat lebih kompak bila dibandingkan dengan larutan polisakarida

lainnya.Hal ini disebabkan densitas muatan yang tinggi. Namun, dalam

(12)

molekul kitosan terganggu sehingga konformitas menjadi bentuk acak (random

coil).Sifat fleksibel molekul ini yang akan menjadikan kitosan dapat

membentukbaik konformitas kompak maupun memanjang (polisakarida

lainnyaumumnya berbentuk memanjang). Sifat fleksibel kitosan membantu

dayagunanya di dalam berbagai produk (Angka dan Suhartono, 2000).

Kitosan mempunyai gugus fungsionalyaitu gugus amina, sehingga

mempunyai derajat reaksi kimia yang tinggi(Johnson dan Peniston, 1982). Kitin

dan kitosan merupakan senyawa kimia yang mudahmenyesuaikan diri, hidrofilik,

memiliki reaktivitas kimia yang tinggi (karenamengandung gugus OH dan gugus

NH2) untuk ligan yang bervariasi (sebagaibahan pewarna dan penukar ion).

(Muzzarelli, 1997).

2.4.4. Kitosan sebagai Adsorben

Kitosan larut dalam pelarut organik, HCl encer, HNO3 encer, H3PO4 0,5%

dan CH3COOH 1%, tetapi tidak larut dalam basa kuat dan H2SO4. Dalam kondisi

asam berair, gugus amino (-NH2) kitosan akan menangkap H+ dari

lingkungannya, sehingga gugus aminonya terprotonasi menjadi –NH3+. Gugus –

NH3+ inilah yang menyebabkan kitosan bertindak sebagai garam, sehingga dapat

larut dalam air, analog dengan pelarutan garam dapur dalam air. Selain itu muatan

positif –NH3+ dapat dimanfaatkan untuk adsorpsi zat warna anionik (Sugita,2009).

Proses adsorpsi meliputi tiga tahap mekanisme yaitu :

1. Pergerakan molekul-molekul adsorbat menuju permukaan adsorben.

2. Penyebaran molekul-molekul adsorbat kedalam rongga-rongga adsorben.

3. Penarikan molekul-molekul adsorbat oleh permukaan aktif membentuk

ikatan, yang berlangsung sangat cepat (Metcalf, 1979).

Adsorben (untuk adsorpsi fisik) adalah bahan padat dengan luas permukaan yang

besar. Permukaan yang luas ini termasuk karena banyaknya pori yang halus pada

padatan tersebut. Tergantung pada tujuan penggunaannya adsorben dapat berupa

granulat (dengan ukuran butir sebesar beberapa mm) atau serbuk (khusus untuk

(13)

2.4.5. Penggunaan Kitosan Untuk Menurunkan Logam Berat

Metode yang selalu digunakan didalam penanggulangan limbah logam

berat dapat dilakukan antara lain dengan mengatur pH sehingga logam berat itu

mengendap, dengan pengkompleks, dengan melakukan penukar kationik, dan

juga dengan koagulasi dan flokulasi serta adsorbsi (Agusnar, 2010).

Kitosan merupakan biopolimer alam yang bersifat polielektrolit kationik yang

berpotensi tinggi untuk penyerapan logam dan mudah terbiodegredasi serta tidak

beracun (Muzzarelli.1997).

Perubahan pH akan mengakibatkan perubahan daya serap terhadap logam.

Dimana konsentrasi logam terserap makin tinggi dengan naiknya pH. Daya serap

juga semakin tinggi dengan pada larutan kitosan 10 ml sedangkan volume

dinaikkan daya serap menurun dimana pH yang digunakan untuk tiap-tiap

penambahan adalah sama yaitu pH 9, dimana pada kondisi ini kitosan mampu

menetralkan menjadi flok yang terbentuk secara sempurna dan pada akhirnya

bersamasama mengendap. Untuk mengetahui besarnya penyerapan kadar

logam-logam berat dilakukan dengan pengukuran adsorbsi larutan dengan menggunakan

Spektrofotometer serapan atom (SSA). Hasil serapan yang diperoleh kemudian

diolah dengan menggunakan metode least square, (Agusnar,2010)

2.5 Kitosan Nano Partikel

Nano kitosan yaitu kitosan yang memiliki pertikel yang berbentuk padat

denganukuran sekitar 10 – 1000 nm. Kitosan dalam bentuk nanopartikel ini pun

bersifatnetral, tidak toksik, dan memiliki stabilitas yang konstan. Nanopartikel

inidigunakan dalam berbagai aplikasi yang sangat tidak invasive. Dalam

sistempengantaran obat, nanopartikel berperan sebagai pembawa (carrier) dengan

caramelarutkan, menjebak, mengenkapsulasi, atau menempelkan obat di

dalammatriksnya. Baru-baru ini, nanopartikel yang berasal dari bahan

polimerdigunakan sebagai sistem pengantaran obat yang potensial karena

kemampuan penyebarannya di dalam organ tubuh selama waktu tertentu, dan

kemampuannyauntuk mengantarkan protein atau peptida (Mohanraj,

(14)

You Shan Szeto dan Zhigang Hu untuk menyiapkan nanopartikeldimana kitosan

dilarutkan dalam asam lemah kemudian ditambahkan larutan yang bersifat basa

seperti amoniak, natrium hidroksida atau kalium hidroksida kemudian distirer

dengan kecepatan 300 rpm sehingga diperoleh gel kitosan putih dan dibilas

dengan aquades sampai netral kemudian ditempatkan pada ultrasonicbath untuk

memecah partikel gel kitosan menjadi lebih kecil (Szeto, 2007).Sebagian ahli juga

mencoba metode lain untuk menyiapkan kitosan nanodengan menambahkan

larutan tripoliposfat kedalam larutan kitosan sehingga diperoleh emulsi kitosan

sambil distirer dengan kecepatan 1200 rpm kemudianemulsi di buat pH 3,5

dengan menambahkan asam asetat hasilnya akan berupasuspensi kitosan (Cheung,

2008).

2.6 Natrium Tripolifosfat

Na Tripolifosfat dengan rumus molekul Na5P3O10 dan memiliki bobot

molekul 368 g mol . Na tr polifosfat dibuat denganmemanaskan campuran

dinatrium fosfat (Na5P3O10) dan sesuai dengan persamaan berikut :

Na2HPO4+ NaH2PO4 → Na5P3O10 + H2O

Na-Tripolifosfat digunakan untuk surfaktan, larutan buffer, bahan pengemulsi

(emulsifier), dan hidrolisis lemak. Selain itu, na-tripolifospat juga sering

digunakan untuk peanut silang pada pembuatan membrane kitosan. Penggunaan

tripolifosfat sebagai ikat silang telah dilakukan oleh Hu et all, (2006) dalam

pembuatan nanopartikel kitosan tertaut silang (Sugita, 2009).

2.7 Ultrasonikasi

Spektum suara (sonic) yang memiliki frekuensi sangat tinggi disebut

ultrasonik, Rentang frekuensi ultrasonic yaitu 20 kHz-10 MHz. Ultrasonik dibagi

menadi tiga golongan utama: Frekuensi rendah (20-100 kHz). Frekuensi

menengah (100 kHz – 1 MHz), dan frekuensi tinggi (1-10 MHz). Ultrasonik

dengan frekuensi 20 kHz -1 MHz banyak digunakan dalam bidang kimia yang

(15)

Metode ultrasonik adalah metode yang menggunakan gelombang

ultrasonic yaitu gelombang akustik dengan frekuensi lebih besar dari 16-20kHz

(Suslick, 1988). Ultrasonik bersifat non-destructive dan non-invasive sehingga

dapat dengan mudah diadaptasikan keberbagai aplikasi (McClements, 1995.

Menutrut kuldiloke (2002), salah satu manfaat metode ekstraksi ultrasonik adalah

untuk mempercepat proses ektraksi. Dinding sel dari bahan dipecah dengan

getaran ultrasonik diatas 1 MHz banyak digunakan dalam bidang kedokteran

seperti pencitraan, analisis aliran darah, kedokteran gigi, sedot lemak, ablasi

tumor, dan penghancuran batu ginjal (Mason,1990).

Proses degradasi bergantung kepada berat molekoul, yaitu molekul dengan

rantai panjang lebih utama dihilangkan dan polidipersitas polimer berubah.

Dengan demikian degradasi dapat digunakan sebagai proses tambahan sebagai

parameter dalam mengontrol distribusi berat molekul, produk utama degradasi

diperoleh ketika bahan redikal yang timbul dari kerusakan ikatan homolitik

sepanjang rantai (Tabata,1980).

Degradasi (yang berarti pemutusan ikatan rantai panjang yang disebabkan

oleh pembelahan dan tidak tentu pada perubahan kimia) dari rantai polimer dalam

larutan yang memiliki intensitas tinggi. Proses degradasi lebih cepat dengan berat

molekul lebih rendah pada temperature yang lebih rendah dalam larutan dengan

pelarut yang memiliki volatilitas yang lebih rendah juga. Sonikasi pada suhu yang

lebih tinggi atau dalam pelarut yang mudah menguap menghasilkan uap lebih

banyak masuk kegelembung dan terjadi penurunan pelunakan sehingga tingkat

kekerasannya berkurang. Dalam larutan encer rantai polimer tidak terjerat dan

bebas untuk bergerak dalam daerah aliran sekitar gelembung. Degradasi lebih

efesien pada intensitas ultrasonic yang lebih tinggi karena semakin banyak jumlah

gelembung dengan jari-jari yang lebih besar (Suslick,1999).

2.8. Particle Size Analyzer (PSA)

Particle size analyzer (PSA) adalah alat yang mampu mengukur partikel

distribusi emulsi, supensi dan bubuk kering. Hal ini dapat dilakukan pada sebagai

(16)

Keunggulannya antara lain:

1. Akurasi dan reproduksibilitas beradah dalam ±1 %

2. Mampu mengukur partikel berkisar 0,02 mm nm sampai 2000 nm

3. Dapat digunakan untuk pengukuran distribusi ukuran partikel

emulsi, suspense, dan bubuk kering (Hossaen,2000).

2.9. Spektrofotometri Serapan Atom (SSA)

Spektrofotometri serapan atom adalah metoda pengukuran kuantitatif

suatu unsur yang terdapat dalam suatu cuplikan berdasarkan penerapan cahaya

pada panjang gelombang tertentu oleh atom – atom bentuk gas dalam keadaan

dasar. telah lama ahli kimia menggunakan pancaran radiasi oleh atom yang

dieksitasikan dalam suatu nyala sebagai alat analisi. fraksi atom – atom yang

tereksitasi berubah secara eksponensial dengan temperatur. tekni ini digunakan

untuk penetapan sejumlah unsur, kebanyakan logam dan sampel yang sangat

beraneka ragam (Walsh , 1955)

2.9.1 Prinsip dan Teori

Spektrofotometri serapan atom didasarkan pada bahwa atom – atom pada

suatu unsur dapat mengabsropsi energi sinar pada panjang gelombang tertentu.

banyak energi sinar yang di absropsi berbanding lurus dengan jumlah atom – atom

unsur yang mengabsropsi. Atom terdiri atas inti atom yang mengandung proton

bermuatan positif dan neutron berupa pertikel netral, dimana inti atom

dikelilingi oleh elektron –elektron bermuatan negatif pada tingkat energi yang

berbeda – beda. Jika energi diabsropsi oleh atom, maka elektron yang berada di

kulit terluar ( electron valensi ) akan tereksitasi dan bergerak dari keadaan dasar

atau tingkat energi yang terendah kekeadan tereksitasi dengan tingkat energi yang

terendah. Jumlah energi yang dibutuhkan untuk memindahkan elektron ke tingkat

energi tertentu dikenal sebagai potensial eksitasi untuk tingkat energi tersebut

(17)

2.9.2 Instrumentasi

Untuk keperluan analisis kuantitatif dengan spektrofotometer serapan

atom, maka sampel harus dalam bentuk larutan. Untuk menyiapkan larutan,

sampel harus diperlukan sedemikian rupa yang pelaksanaannya tergantung dari

macam dan jenis sampel. Yang penting untuk diingat adalah bahwa larutan yang

akan dianalisis haruslah sangat encer.

Ada beberapa cara untuk melarutkan sampel, yaitu:

• Langsung dilarutkan dengan pelarut yang sesuai

• Sampel dilarutkan dalam suatu asam

• Sampel dilarutkan dalam suatu basa atau dilebur dahulu dengan basa kemudian hasil leburan dilarutkan dengan pelarut yang sesuai

Metode pelarutan apapun yang akan dipilih untuk dilakukan analisis dengan

spektrofotometer serapan atom, yang terpenting adalah bahwa larutan yang

dihasilkan harus jernih, stabil dan tidak mengganggu zat-zat yang akan dianalisis.

Pelarutan juga dimaksudkan untuk destruksi sampel dimana sampel dimana

biasanya digunakan asam-asam seperti asam nitrat pekat (Rohman, 2007)

Komponen penting yang membentuk spektrofotomter serapan atom diperlihatkan

pada gambar 2.5 dibawah ini.

2.9.2 Rangkaian Spektrofotometer Serapan Atom

A B C D E F

Gambar 2.9.2. Rangkaian ringkas Spektrofotometer Serapan Atom

Keterangan Gambar :

A = Lampu Katoda Berongga B = Nyala

C = Monokromator

(18)

E = Amplifier

F = Recorder ( Sony.2009) a. Sumber sinar

Sumber sinar yang lazim dipakai adalah lampu katoda berongga. Lampu ini terdiri

atas tabung kaca tertutup yang mengandung suatu katoda dan anoda (Mulja, 1992)

b. Tempat sampel

Dalam analisis dengan spektofotometri serapan atom, sampel yang akan dianalisis

harus diuraikan menjadi atom-atom netral yang masih dalam keadaan asas. Ada

berbagai macam yang dapat digunakan untuk mengubah suatu sampel menjadi

uap atom-atom yaitu dengan nyala dan tanpa nyala.

1. Nyala (flameless)

Nyala digunakan untuk mengubah sampel yang berupa padatan atau cairan

menjadi bentuk uap atomnya, dan juga berfungsi untuk atomisasi.

2. Tanpa nyala(flameless)

Pengatoman dapat dilakukan dalam tungku dari grafit. Sampel diletakkan dalam

tabung grafit, kemudian tabung tersebut dipanaskan dengan sistem elektris dengan

cara melewatkan arus listrik grafit. Akibat pemanasan ini,maka gas yang akan

dianalisis berubah menjadi atom-atom netral (Rohman, 2007).

c. Monokromator

Monokromator memisahkan,mengisolasi dan mengontrol intensitas dari radiasi

energi yang mencapai detektor (Haswell, 1991).

d. Detektor

Detektor dapat diatur sedemikian rupa pada nilai frekuensi tertentu, sehingga tidak

memberikan respon terhadap nilai emisi yang berasal dari eksitasi

(19)

e. Read Out

Merupakan suatu alat petunjuk atau dapat juga diartikan sebagai sistem beberapa

pencatat hasil (Khopkar, 2007).

2.9.4 Gangguan Pada SSA dan Cara Mengatasinya

Gangguan nyata pada SSA adalah seringkali didapatkan suatu harga yang

tidak sesuai dengan konsentrasi sampel yang ditentukan. Penyebab dari gangguan

ini adalah faktor matriks sampel dan faktor kimia karena adanya gangguan

molekuler yang bersifat radiasi.

Sampel dalam bentuk molekul karena disosiasi yang tidak sempurna akan

cenderung mengabsorpsi radiasi dari sumber radiasi. Demikian juga terjadinya

ionisasi atom akan menjadi kesalahan pada SSA oleh karena spektrum radiasi oleh

ion jauh berbeda denga spektrum absorpsi atom netral yang memang akan

ditentukan. Ada beberapa usaha untuk mengurangi gangguan kimia pada SSA

yaitu dengan cara:

1. Menaikkan temperatur nyala agar mempermudah penguraian untuk itu

dipakai gas pembakar campuran C2H2 + N2O yang memberikan nyala

dengan temperatur yang tinggi.

2. Menambahkan elemen pengikat gugus atom penyangga, sehingga terikat

kuat akan tetapi atom yang ditentukan bebas sebagai atom netral. Misalnya

penentuan logam yang terikat sebagai garam, dengan penambahan logam

yang lainnya akan terjadi ikatan lebih kuat dengan anion pengganggu.

3. Pengeluaran unsur pengganggu dari matriks sampel dengan cara eksitasi

(Mulja, 1995).

2.10. FTIR (Fourier Transform Infra Red)

Pancaran infra merah pada umumnya mengacu pada bagian spektrum

elektromagnetik yang terletak di antara daerah tampak dan daerah gelombang

mikro. Sebagian besar kegunaannya terbatas di daerah antara 4000 cm-1 dan 666

(20)

dekat, 14290-4000 cm-1 (0,7-2,5 µm) dan daerah infra merah jauh, 700-200 cm-1

(14,3-50 µm) (Silverstein, 1967).

Salah satu hasil kemajuan instrumentasi IR adalah pemrosesan data

seperti Fourier Transform Infra Red (FTIR). Teknik ini memberikan informasi

dalam hal kimia, seperti struktur dan konformasional pada polimer dan

polipaduan, perubahan induksi tekanan dan reaksi kimia. Dalam teknik ini

padatan diuji dengan cara merefleksikan sinar infra merah yang melalui tempat

kristal sehingga terjadi kontak dengan permukaan cuplikan. Sensitivitas FTIR

adalah 80-200 kali lebih tinggi dari instrumentasi dispersi standar karena

resolusinya lebih tinggi (Kroschwitz, 1990).

Teknik pengoperasian FTIR berbeda dengan spektrofotometer infra

merah. Pada FTIR digunakan suatu interferometer Michelson sebagai pengganti

monokromator yang terletak di depan monokromator. Interferometer ini akan

memberikan sinyal ke detektor sesuai dengan intensitas frekuensi vibrasi molekul

yang berupa interferogram (Bassler, 1986).

Interferogram juga memberikan informasi yang berdasarkan pada

intensitas spektrum dari setiap frekuensi. Informasi yang keluar dari detektor

diubah secara digital dalam komputer dan ditransformasikan sebagai domain,

tiap-tiap satuan frekuensi dipilih dari interferogram yang lengkap (fourier transform).

Kemudian sinyal itu diubah menjadi spektrum IR sederhana. Spektrofotometer

FTIR digunakan untuk :

1. Mendeteksi sinyal lemah.

2. Menganalisis sampel dengan konsentrasi rendah.

Gambar

Tabel 2.1 Komposisi Gizi Beras Giling (dalam 100 gr bahan)
Gambar 2.4. Struktur Kimia Kitosan
Gambar 2. Rumus Struktur (a) Asam Asetat dan (b) Asam laktat
Gambar 2.9.2. Rangkaian ringkas Spektrofotometer Serapan Atom

Referensi

Dokumen terkait

Saya sangat senang mengikuti les gratis di sini. Bisa membantu mengerjakan PR.. hanya matematika, ada baca Al-Qur‟an terus guru bercerita. Ada permainannya jadi tidak

Untuk membuktikan apakah ada perbedaan kinerja yang signifikan atau tidak antara saham syariah dan konvensional maka akan dibandingkan hasil perhitungan return saham

Dalam proses pengisian formulir yang menjadi syarat untuk mendapatkan Kartu Keluarga (KK), dan apabila ada yang di rubah di dalam Kartu Keluarga harus melengkapi

AND ITS RATINGS AFFILIATES ("MIS") ARE MOODY'S CURRENT OPINIONS OF THE RELATIVE FUTURE CREDIT RISK OF ENTITIES, CREDIT COMMITMENTS, OR DEBT OR DEBT-LIKE SECURITIES, AND

Disimpulkan bahwa, pemberian infusa daun sirih merah tidak berpengaruh terhadap kadar SGPT darah hewan uji dan juga tidak menimbulkan kerusakan pada organ hati.. Kata kunci :

3.1.2 Aproksimasi Persamaan forced KdV dan Kondisi Awal Menggunakan Jaringan RBF Metode jaringan RBF yang digunakan untuk mengaproksimasi persamaan forced KdV adalah metode

Yang menjadi kendala lainnya dalam penerapan eksekusi hukuman mati untuk memberantas tindak pidana narkoba ini dari segi budaya hukum (Budaya hukum disini adalah kebiasaan

Peran suami dalam membuat keputusan di keluarga yang sangat dominan membuat wanita tidak berdaya untuk memutuskan perawatan dirinya termasuk melakukan skrining kanker