• Tidak ada hasil yang ditemukan

Penyelesaian Kredit Bermasalah Dengan Jaminan Surat Keputusan Pegawai Negeri Sipil Terhadap Pegawai Negeri Sipil yang Dipecat (Studi Pada PT. Bank Aceh Cabang Kota Sabang)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Penyelesaian Kredit Bermasalah Dengan Jaminan Surat Keputusan Pegawai Negeri Sipil Terhadap Pegawai Negeri Sipil yang Dipecat (Studi Pada PT. Bank Aceh Cabang Kota Sabang)"

Copied!
53
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

PELAKSANAAN EKSEKUSI ATAS KREDIT BERMASALAH DENGAN MENGGUNAKAN SURAT KEPUTUSAN

PEGAWAI NEGERI SIPIL

A. Pengetian Lembaga Perbankan dan Fungsinya dalam Penyaluran Kredit

1. Pengertian Lembaga Perbankan dan Fungsinya

Lembaga perbankan mempunyai peranan yang sangat penting dalam

menunjang dan meningkatkan taraf hidup masyarakat terutama dalam bidang

perkreditan. Fungsi bank di bidang perkreditan diperlukan adanya persyaratan pada

perjanjian kredit, karena pada dasarnya sumber dana yang disalurkan berasal dari

masyarakat atau tabungan masyarakat. Budi Untung mengatakan bahwa pada

dasarnya usaha perbankan merupakan suatu usaha simpan-pinjam demi dan untuk

kepentingan pihak ketiga tanpa memperhatikan bentuk hukumnya apakah perorangan

ataukah badan hukum (rechtperson).41

Ditinjau dari segi etimologi dapat ditelaah pendapat Poerwadarminta dalam

kamus umum Bahasa Indonesia : ”Bank adalah yayasan keuangan yang mengurus

simpan-pinjam, pinjam meminjam uang. Perbankan adalah segala sesuatu mengenai

bank”.42 Jadi bank merupakan perusahaan yang bergerak dalam bidang keuangan, artinya perbankan selalu berkaitan dalam bidang keuangan, sehingga berbicara

mengenai bank tidak terlepas dari masalah keuangan.

41Budi Untung,Kredit Perbankan Di Indonesia, Andi, Yogyakarta,2005, hal 13

(2)

Aktivitas perbankan yang pertama adalah menghimpun dana masyarakat luas,

yang dikenal dengan istilah di dunia perbankan kegiatan menghimpun dana (funding).

Setelah memperoleh dana dalam bentuk simpanan dari masyarakat, maka oleh

perbankan dana tersebut diputarkan kembali atau disalurkan kembali ke masyarakat

dalam bentuk pinjaman atau lebih dikenal dengan istilah kredit (lending). Dalam

pemberian kredit juga dikenakan jasa pinjaman kepada penerima kredit (debitor)

dalam bentuk bunga dan biaya administrasi.

Bank adalah bagian dari sistem keuangan dan sistem pembayaran suatu

negara. Bahkan pada era globalisasi sekarang ini, bank juga telah menjadi bagian dari

sistem keuangan dan sistem pembayaran dunia. Mengingat hal yang demikian itu,

maka begitu suatu bank telah memperoleh izin berdiri dan beroperasi dari otoritas

moneter dari Negara yang bersangkutan, bank tersebut menjadi "milik" masyarakat.43 Oleh karena itu, eksistensinya bukan saja hanya harus dijaga oleh para pemilik bank

itu sendiri dan pengurusnya, tetapi juga oleh masyarakat nasional dan global.

Eksistensi lembaga perbankan sebagai salah satu bentuk lembaga keuangan

mempunyai nilai dan posisi yang strategis dalam kehidupan perekonomian suatu

negara. Kedudukannya bank sebagai perantara pihak-pihak yang mempunyai

kelebihan dana “surplus of funds” dengan pihak-pihak yang kekurangan dan

memerlukan dana “lack of fund” tidak dapat dipisahkan begitu saja seperti sebuah

mata rantai yang tak terpisahkan.

(3)

Pasal 1 butir 2 UU No. 10 Tahun 1998 menyebutkan bahwa “Bank adalah

badan usaha yang menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan dan

menyalurkannya kepada masyarakat dalam bentuk kredit dan atau bentuk-bentuk

lainnya dalam rangka meningkatkan taraf hidup rakyat banyak”. Dalam kaitan dengan

tugas dan fungsi utamanya dapat didefinisikan sebagai suatu badan yang selain tugas

utamanya menghimpun uang dari pihak ketiga, bank adalah juga suatu badan yang

berkedudukan sebagai perantara untuk menyalurkan penawaran dan permintaan

kredit pada waktu yang ditentukan.44

Bank dalam kerangka operasional yang lebih luas selain berkedudukan

sebagai “agent of development” dalam kaitannya dengan kredit yang diberikan bank

juga bertindak sebagai “agent of trust” dalam kaitannya dengan pelayanan atau

jasa-jasa yang diberikan oleh bank baik kepada perorangan ataupun badan hukum.

Pasal 3 UU No.10 Tahun 1998 secara prinsip menjelaskan bahwa fungsi

utama bank adalah sebagai penghimpun dana dan penyalur dana masyarakat. Sesuai

dengan fungsinya yang demikian maka terdapatlah dua hubungan hukum antara bank

dengan nasabah, yaitu hubungan hukum dalam kaitannya bank dengan nasabah

penyimpan dan hubungan hubungan hukum antara bank dan nasabah debitur. Pasal 1

butir 16 dan 18 UU No.10 Tahun 1998 menyebutkan “Penyimpan adalah nasabah

yang menempatkan dananya di bank dalam bentuk simpanan berdasarkan perjanjian

bank dengan nasabah yang bersangkutan. Sedangkan nasabah atau debitur adalah

nasabah yang memperoleh fasilitas kredit atau pembiayaan berdasarkan prinsip

(4)

syari’ah atau yang dipersamakan dengan itu berdasarkan perjanjian bank dengan

nasabah yang bersangkutan.

Bank dalam kaitan dengan fungsinya sebagai pengimpun dana dan penyalur

kredit juga mempunyai fungsi lainnya yaitu sebagai berikut :

a. Mengumpulkan dana yang sementara menganggur untuk dipinjamkan pada pihak lain, atau membeli surat-surat berharga (finacial investment).

b. Mempermudah didalam lalu-lintas pembayaraan uang.

c. Menjamin keamanan uang masyarakat yang sementara tidak digunakan, misalnya menghindari resiko hilang, kebakaran dan lain-lain.

d. Menciptakan kredit (created money deposit), yaitu dengan cara menciptakan deposito yang sewaktu-waktu dapat diuangkan (demand deposit) dari kelebihan cadangannya (excess reserves).45

Berdasarkan uraian tentang fungsi bank, maka dapat dipahami bahwa bank

mempunyai fungsi yang sifatnya multidimensional, karena bank tidak semata-mata

berfungsi sebagai penyimpan dana ataupun pemberi dana namun bank juga berfungsi

sebagaiagent of development dalam kaitannya sebagai salah satu bentuk upaya yang

ditujukan untuk mendukung pelaksanaan pembangunan nasional dalam rangka

meningkatkan pemerataan pembangunan nasional dan hasil-hasilnya maupun

meningkatkan pertumbuhan ekonomi dan stabilitas nasional kearah peningkatan taraf

hidup rakyat banyak.

Kemudian sesuai dengan ketentuan Pasal 1 ayat (2) UU No. 10 Tahun 1998,

Perbankan mempunyai fungsi pokok sebagai finansial intermediasi atau lembaga

perantara keuangan serta mempunyai fungsi tambahan memberikan jasa-jasa lainnya

(5)

dalam lalu lintas pembayaran. Menurut Iswantoro, Bank mempunyai fungsi sebagai

berikut:

a. Mengumpulkan dana yang sementara menganggur untuk dipinjamkan kepada pihak lain atau membeli surat-surat berharga (financial investment);

b. Mempermudah di dalam lalu lintas pembayaran uang;

c. Menjamin keuangan masyarakat yang sementara tidak digunakan;46

d. Menciptakan Kredit (credit money deposit) yaitu dengan cara menciptakan Demand Deposit(Deposit yang dapat diuangkan sewaktuwaktu dari kelebihan cadangan)excess reserves.

Dalam Pasal 4 UU No 10 Tahun 1998 diatur bahwa tujuan bank adalah

menunjang pelaksanaan pembangunan nasional dalam rangka meningkatkan

pemerataan/pertumbuhan ekonomi dan stabilitas nasional kearah peningkatan

kesejahteraan rakyat banyak.

Bank berkaitan dengan fungsinya yang menyalurkan kredit kepada

masyarakat harus mempunyai instrumen yang kuat agar kredit yang telah

dikucurkannya kepada para debiturnya berada dalam posisi yangsecured. Bank

dalam rangka pengadministrasian dan pengamanan kredit pada awal pemberian kredit

selalu didahului dengan penandatanganan perjanjian kredit oleh dan antara bank dan

debitur. Kata kredit berasal dari bahasa Romawi yaitu “credere” yang artinya

percaya, kredit dapat diartikan juga sebagai pemberian prestasi (misalnya uang,

barang) dengan balas prestasi (kontraprestasi) yang akan terjadi pada waktu yang

akan datang.47

(6)

Dalam kaitannya dengan pemberian kredit dapat dipahami bank adalah

berkedudukan sebagai kreditur yang dengan itikad baiknya mempercayai debitur

dengan meminjamkan sejumlah uang dalam jangka waktu tertentu. Pengertian kredit

menurut UU No.10 Tahun 1998 diartikan sebagai berikut :

Kredit adalah penyediaan uang atau tagihan yang dapat dipersamakan dengan itu, berdasarkan persetujuan atau kesepakatan pinjam-meminjam antara bank dengan pihak lain yang mewajibkan pihak peminjam untuk melunasi utangnya setelah jangka waktu tertentu dengan pemberian bunga.

Kebutuhan akan dana yang merupakan salah satu faktor yang sangat penting

dan merupakan darah segar bagi dunia usaha, sehingga dengan demikian untuk

mewujudkan cita-cita tersebut sangat dibutuhkan adanya lembaga penyedia dana

yang dalam hal ini yaitu perbankan. Berkaitan dengan pentingnya dana sebagai modal

dalam dunia usaha tersebut dikatakan oleh Peter Mahmud Marzuki sebagai berikut:

Didalam pengembangan suatu usaha, modal sangat berperan penting dan jasa bank berupa kredit telah merupakan urat nadi bagi para pengusaha. Dalam pemberian kredit perbankan, jaminan merupakan unsur yang sangat penting dan mempunyai peran dalam penentuan analisis kredit.48

Berdasarkan pernyataan tersebut di atas telah menunjukan bahwa bank

memiliki peranan yang sangat penting dalam fungsinya untuk pengembangan suatu

usaha, karena bank adalah merupakan lembaga keuangan yang memiliki modal besar

dan dapat memberikan fasilitas kredit yang memadai. Hal ini disebabkan karena tugas

utama bank adalah menghimpun dana dari masyarakat dan menyalurkannya dalam

bentuk kredit, sehingga sebelum bank memberikan kredit kepada calon debitur

(nasabah) haruslah memiliki keyakinan bahwa debitur memiliki kesanggupan untuk

(7)

melunasi hutangnya serta memegang prinsip kehati-hatian seperti yang ditegaskan

dalam Pasal 8 ayat (1) UU No 10 Tahun 1998 yang didalamnya menyatakan sebagai

berikut:

Dalam memberikan kredit atau pembiayaan berdasarkan prinsip syariah, bank umum wajib mempunyai keyakinan berdasarkan analisis yang mendalam atas itikad dan kemampuan serta kesanggupan nasabah debitur untuk melunasi utangnya atau mengembalikan pembiayaan dimaksud sesuai dengan yang diperjanjikan.49

Adanya lembaga perbankan tersebut tentunya akan dapat mendorong

peningkatan partisipasi masyarakat dalam pembangunan yang bertujuan untuk

mewujudkan masyarakat yang sejahtera, adil dan makmur dalam kehidupan

sehari-harinya. Sehubungan dengan pentingnya peranan bank tersebut oleh Mariam Darus

Badrul Zaman dikatakan bahwa:

Perbankan memiliki peranan yang stategis didalam trilogi pembangunan, karena perbankan adalah suatu wahana yang dapat menghimpun dan menyalurkan dana masyarakat secara efektif dan efesien, yang dengan berasaskan demokrasi ekonomi mendukung pelaksanaan pembangunan nasional dalam rangka meningkatkan pemerataan pembangunan dan hasil-hasilnya, pertumbuhan ekonomi dan stabilitas nasional kearah peningkatan taraf hidup rakyat banyak.50

Penyebab timbulnya kebutuhan masyarakat terhadap perbankan tersebut

disebabkan karena semakin banyaknya orang atau badan-badan usaha untuk

melakukan perjanjian-perjanjian terutama perjanjian kredit, kontrak-kontrak, pinjam

meminjam uang dan kegiatan lainnya yang bertujuan untuk meningkatkan kehidupan

perekonomiannya.

(8)

Banyaknya kebutuhan masyarakat yang melibatkan pihak bank tersebut secara

otomatis akan terwujud adanya suatu hubungan hukum berupa perjanjian kredit

dimana pihak bank berkedudukan sebagai kreditur sedangkan para nasabahnya

berkedudukan sebagai debitur. Hubungan hukum antara bank dengan nasabah

tersebut pada dasarnya adalah merupakan hubungan kontraktual, dan hal tersebut

ditegaskan oleh Setiawan yang mengatakan bahwa “Begitu seorang nasabah menjalin

hubungan dengan bank, maka pada dasarnya terciptalah hubungan kontraktual antara

mereka.”51

Perjanjian kredit dapat dilakukan baik di lingkungan bank maupun non bank.

Yang mana pada prinsipnya perjanjian kredit adalah hubungan hukum antara pihak

pemberi kredit (bank) dengan pihak penerima kredit (debitur) yang diatur dalam suatu

dokumen tertentu.52 Dalam pemberiaan kredit yang dilakukan oleh bank selaku kreditur, bank harus memperhatikan asas-asas perkreditan yang sehat. Sebagaimana

yang dikemukakan oleh Mariam Darus Badzulzaman bahwa ada 12 asas-asas hukum

perdata yang menyangkut perjanjian kredit bank yaitu “Asas kebebasan membuat

perjanjian, Asas Konsensualisme, Asas kepercayaan, Asas kekuatan mengikat, Asas

persamaan hukum, Asas keseimbangan, Asas kepastian hukum, Asas moral, Asas

kepatutan, Asas kebiasaan, Asas perlindungan bagi golongan lemah dan Asas Sistem

terbuka”.53

51Setiawan, Aneka Masalah Hukum dan Hukum Acara Perdata, Alumni, Bandung, 1992, hal 222

52 S.Mantayborbir, Sistem Hukum pengurusan Piutang Negara, Pustaka Bangsa Press, Jakarta, 2004, hal 20

(9)

Selain asas-asas hukum tersebut di dalam perjanjian kredit tersebut yang harus

dilihat adalah kontrak standar dari perjanjian tersebut. Didalam Undang-Undang

Perbankan tidak disebutkan secara jelas dalam bentuk apa perjanjian kredit tersebut

harus dibuat, tetapi hanya disebutkan bahwa perjanjian kredit merupakan kesepakatan

antara bank dengan debitur. Di dalam praktek perbankan selama ini perjanjian kredit

dibuat dengan menggunakan formulir standar tertentu yang telah disediakan oleh

masing-masing bank.

Selanjutnya dalam menyalurkan kredit kepada nasabah, maka bank

mensyaratkan nasabah untuk memenuhi syarat 3 (tiga) “R” yang meliputi :

a. Returns, yaitu : Penilaian atas hasil yang akan dicapai oleh calon nasabah

setelah mendapatkan kredit, apakah hasil tersebut cukup untuk menutup

pinjaman serta sekaligus memungkinkan pula usahanya untuk berkembang

terus.

b. Repayment, yaitu merupakan kelanjutan dari retrun di atas yang kemudian

diperhitungkan kemampuan, jadwal serta jangka waktu pengembalian kredit

tersebut.

c. Risk Bearing Ability, yaitu : untuk mengetahui sejauh mana ketahanan suatu

usaha calon nasabah peminjam dan benda yang dijadikan agunan oleh calon

nasabah peminjam untuk menanggung risiko kegagalan apabila terjadi

sesuatu hal yang tidak diinginkan di kemudian hari.

Di samping itu juga, bank dalam pemberian kredit juga melihat syarat-syarat

(10)

1. Jangka waktu kredit yang diberikan 2. Besarnya bunga yang harus dibayar

3. Jaminan yang wajib diberikan untuk mengamankan pembayaran kembali kredit itu.

4. Bagian penyertaan modal dari debitur itu sendiri.54

Dalam memperoleh kredit, hal yang pertama dilakukan oleh nasabah

peminjam adalah mengajukan permohonan kredit pada bank. Menurut Thomas

Suyatno, permohonan fasilitas kredit mencakup :

1. Permohonan untuk membuat suatu jenis fasilitas kredit.

2. Permohonan tambahan untuk/pembaharuan masa laku kredit yang telah berakhir masa lakunya.

3. Permohonan perpinjaman laku kredit yang telah berakhir masa lakunya. 4. Permohonan-permohonan lainnya untuk perubahan syarat-syarat fasilitas

kredit yang sedang berjalan antara lain penukaran jaminan, perubahan/pengunduran jadwal angsuran dan lain sebagainya.55

Setelah permohonan diajukan, selanjutnya bank menganalisa setiap berkas

permohonan kredit dari nasabah yang terdiri dari :

1. Surat-surat permohonan nasabah yang ditanda tangani secara lengkap dan sah. 2. Daftar isian yang disediakan oleh bank secara sebenarnya dan lengkap diisi

oleh nasabah.

3. Daftar lampiran lainnya yang diperlukan menurut jenis fasilitas kredit.56

Jika permohonan kredit dipenuhi oleh bank yaitu konsultan bank untuk

mengabulkan sebagian atau seluruh permohonan kredit calon debitur, maka untuk

melindungi kepentingan bank dalam pelaksanaan kebutuhan tersebut, menurut

54Subekti, Perkembangan Lembaga-lembaga Jaminan di Indonesia Dewasa ini, BPHN, Bina Cipta, Jakarta, 1989 hal. 17.

55Thomas Suyatno, et. al, Dasar-dasar Perkreditan, PT. Gramedia, Jakarta, 1988 hal. 52.

(11)

Thomas Suyatno biasanya ditegaskan terlebih dahulu syarat-syarat fasilitas kredit

dan prosedur yang harus ditempuh antara lain :

1. Surat penegasan persetujuan permohonan kredit kepada pemohon bank; 2. Pengikatan jaminan

3. Penandatanganan perjanjian kredit; 4. Penandatangan surat askep;

5. Informasi untuk bagian lain; 6. Pembayaran material kredit;

7. Pembayaran provisi kredit ataucomitment fee; 8. Asuransi barang jaminan;

9. Angsuran kredit.57

Berdasarkan uraian tersebut jelaslah bahwa untuk memperoleh kredit pada

Bank Umum, maka calon nasabah peminjam harus memenuhi persyaratan yang

ditentukan. Permohonan dimaksud sesuai dengan persyaratan bank dan juga jenis

kredit.

Berdasarkan uraian tersebut di atas jelaslah bahwa salah satu dari kegiatan

bank adalah menyalurkan dana dengan tingkat suku bunga yang ditawarkan, sebelum

kredit dicairkan pihak bank mesti mengkaji kelayakan nasabah yang menerima kredit

tersebut. Kredit tersebut mempunyai sifat dasar perkembangan kepentingan timbal

balik sehingga mendorong kedua belah pihak untuk mencapai sasaran tertentu yang

jika disertai dengan itikad baik keduanya akan mencapai suatu taraf kesejahteraan

kehidupan yang makmur. Perjanjian kredit pada PT Bank Aceh Cabang Kota Sabang

juga mengikuti ketentuan pemberian kredit pada umumnya di samping juga

pengaturan secara khusus lainnya menurut jenis kredit.

(12)

2. Perjanjian Kredit

Perjanjian kredit dapat dilakukan baik di lingkungan bank maupun non bank,

di mana pada prinsipnya perjanjian kredit adalah hubungan hukum antara pihak

pemberi kredit (bank) dengan pihak penerima kredit (debitur) yang diatur dalam suatu

dokumen tertentu.58 Selain 12 asas-asas hukum perdata yang menyangkut perjanjian kredit bank sebagaimana disebutkan sebelumnya menurut Tan Kamello terdapat 3

asas yang merupakan tonggak hukum perjanjian dalam sistem hukum perbankan yang

meliputi asas konsensualisme, asas kebebasan berkontrak dan asas kekuatan

mengikat.59

Selain asas-asas hukum diatas, hal yang sangat penting dalam suatu perjanjian

adalah persoalan kontrak standar dari perjanjian kredit tersebut. Dalam UU No. 10

Tahun 1998 perbankan tidak disebutkan secara jelas dan tegas bahwa dalam bentuk

apa perjanjian kredit harus dibuat.

R. Wirjono Prodjodikoro mendefinisikan bahwa “Perjanjian adalah suatu

perhubungan hukum mengenai harta benda antara dua pihak, dalam mana suatu pihak

berjanji atau dianggap berjanji untuk melakukan sesuatu hal atau untuk tidak

melakukan suatu hal, sedang pihak lain berhak menuntut pelaksanaan janji itu”.60

58Mantayborbir, S., Sistem Hukum pengurusan Piutang Negara, Pustaka Bangsa Press, Jakarta, 2004, hal 20.

59Tan Kammelo, Karakter Hukum Perdata Dalam Fungsi Perbankan Melalui

Hubungan Antara Bank Dengan Nasabah, Pidato pengukuhan Jabatan Guru Besar Tetap dalam Bidang Ilmu Hukum Perdata Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara, Medan, 2006, hal 10

(13)

Secara yuridis ada 2 jenis perjanjian atau pengikatan kredit yang digunakan

oleh bank dalam memberikan kreditnya yaitu61:

1. Perjanjian kredit dibawah tangan atau akta dibawah tangan yaitu perjanjian kredit yang hanya dibuat di antara para pihak yaitu pihak bank dengan debitur tanpa notaris. Tetapi dalam penandatangannya harus hadir saksi karena saksi merupakan salah satu alat bukti pembuatan perkara perdata;

2. Perjanjian/pengikatan kredit yang dibuat oleh dan dihadapan notaris atau dengan kata lain akta autentik yaitu perjanjian kredit yang dibuat oleh bank dengan debitur di hadapan notaris.

Mariam Darus Badrulzaman menyamakan pengertian perjanjian kredit bank

dengan perjanjian pinjam pengganti sebagaimana diatur dalam Pasal 1754

KUHPerdata dengan mengatakan bahwa:

Pinjam pengganti adalah persetujuan dengan mana pihak yang satu memberikan kepada pihak yang lain suatu jumlah tertentu barang-barang yang menghabis karena pemakaian, dengan syarat bahwa pihak belakangan ini akan mengembalikan sejumlah yang sama dari macam dan keadaan yang sama pula.

Konstruksi hukum yang terurai dalam Pasal 1745 tidak mengatur adanya

pengaturan ketentuan tentang bunga karena pengembalian kredit yang disyaratkan

hanyalah sebesar kredit yang telah dikucurkan. Perjanjian merupakan salah satu

sumber perikatan. Dalam KUH Perdata perjanjian kredit dapat diartikan sebagai

perjanjian pendahuluan (overeenkomst) dari penyerahan uang.62 Perjanjian pendahuluan adalah hasil dari kesepakatan “konsensus” antara kreditur/bank dengan

debitur/nasabah. Kesepakatan ini mengandung maksud bahwa diantara pihak yang

bersangkutan, telah tercapai suatu kesesuaian kehendak yang artinya apa yang

61S.Mantayborbir,Op.Cit, hal 176

(14)

dikehendaki oleh dan antara para pihak telah tercapai suatu komitmen yang secara

riilnya dituangkan dalam suatu bentuk perjanjian kredit. Perjanjian kredit merupakan

perjanjian pendahuluan (pactum de contrahendo) karena realisasi perjanjian ini

mendahului perjanjian hutang-piutang (perjanjian pinjam-mengganti), sedang

perjanjian hutang-piutang merupakan pelaksanaan dari perjanjian pendahuluan atau

perjanjian kredit.63

Perjanjian kredit dapat diartikan sebagai perjanjian pendahuluan

(overeenkomst) dari penyerahan uang. Overeenkomst dapat juga diterjemahkan

dengan persetujuan, menurut R. Subekti overeenkomst berasal dari kata

overeenkomen yang artinya setuju atau sepakat. Perjanjian pendahuluan adalah hasil

dari kesepakatan antara kreditur dengan debitur.

Perjanjian menganut asas konsensualitas dalam arti perjanjian itu lahir sejak

adanya kesepakatan dari kedua-belah pihak yang bersangkutan. R. Subekti dan

Achmat Ichsan lebih cenderung mengidentikkan overeenkomst dengan kata

persetujuan sedangkan Utrech menterjemahkan “overeenkomst” dengan perjanjian.64 Dalam perjanjian kredit pihak debitur adalah berkedudukan sebagai pihak

yang menerima pinjaman, menjadi pemilik modal/ uang yang dipinjam dengan

memberi kontraprestasi berupa bunga kepada kreditur selaku pihak yang

meminjamkan modal/uang. Hakekat dari perjanjian kredit adalah perjanjian pinjam

meminjam, sebagaimana yang diatur dalam Pasal 1754 sampai dengan 1769 KUH

(15)

Perdata. Dalam perjanjian pinjam meminjam pihak yang meminjam tidak boleh

meminta kembali barang yang dipinjamkan sebelum jangka waktu yang diperjanjikan

berakhir (Pasal 1759 KUH Perdata) dan pihak peminjam berkewajiban

mengembalikan barang yang dipinjam dalam jumlah dan keadaan yang sama dalam

waktu yang ditentukan (Pasal 1763 KUH Perdata), selain itu peminjam berkewajiban

pula membayar bunga, karena undang-undang memperbolehkan diperjanjikannya

bunga atas peminjaman uang atau lain barang yang menghabis karena pemakaiannya

(Pasal 1765 KUH Perdata).

Hukum perjanjian sebagaimana diatur dalam KUH Perdata menganut asas

konsensualitas, yakni perjanjian itu lahir sejak adanya kesepakatan dari kedua belah

pihak yang bersangkutan. Sejak adanya kata sepakat tersebut maka secara yuridis

formal kreditur dan debitur telah mengikatkan diri untuk melaksanakan suatu prestasi,

yang menurut undang-undang dapat berupa :

1. Menyerahkan suatu barang

2. Melakukan suatu perbuatan

3. Tidak melakukan suatu perbuatan.65

Perikatan itu adalah suatu hubungan hukum, artinya hubungan yang diatur dan

diakui oleh hukum. Dengan demikian dalam perikatan terdapat suatu ikatan antara

pihak yang satu dengan pihak yang lain dalam hal ini antara bank/kreditur dengan

nasabah/debitur yang masing-masing pihak terikat pada hak dan kewajiban.

(16)

Pasal 1313 KUH Perdata mendefinisikan persetujuan sebagai suatu perbuatan

dengan mana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang atau

lebih. Dalam perjanjian, kesepakatan adalah hal yang sangat penting, sebab jika

antara kedua belah pihak ada yang merasa tidak bebas, merasa dirugikan, maka

perjanjian tersebut batal demi hukum.

Pasal 1338 ayat (1) KUH Perdata jelas menyatakan bahwa semua perjanjian

yang dibuat secara sah berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yang membuat.

Kemudian untuk sah pembuatan perjanjian tersebut maka harus berpedoman pada

ketentuan Pasal 1320 KUH Perdata.66 Dalam Pasal 1320 KUHPerdata dinyatakan bahwa untuk sahnya suatu persetujuan-persetujuan diperlukan empat syarat, yaitu:

1. Sepakat mereka yang mengikat dirinya

2. Kecakapan untuk membuat suatu perikatan

3. Suatu hal tertentu

4. Suatu sebab yang halal

Syarat pertama dan kedua dinamakan syarat subyektif dikarenakan mengenai

orang-orang atau para subyek yang mengadakan perjanjian. Suatu perjanjian yang

tidak memenuhi syarat pertama dan kedua diancam dengan syarat batal relatif, selama

perjanjian tersebut belum dibatalkan oleh hakim sehubungan adanya tuntutan

pembatalan dari salah satu pihak maka perjanjian tersebut tetap berlaku mengikat

bagi kedua-belah pihak. Syarat ketiga dan keempat tersebut diatas lebih dikenal

(17)

dengan syarat obyektif karena berkaitan dengan perjanjian itu sendiri. Apabila syarat

pertama dan kedua tidak terpenuhi maka perjanjian tersebut diancam dengan syarat

batal mutlak. Suatu perjanjian yang tidak memenuhi syarat ketiga dan keempat adalah

batal demi hukum karenanya perjanjian yang telah dibuat dinyatakan tidak pernah ada

dan tidak berlaku mengikat bagi para pihak.

Perbedaan antara bentuk perjanjian pinjam meminjam dengan pinjam pakai

dapat dibedakan bahwa apabila antara barang yang dipinjam itu menghabis atau

musnah karena pemakaian, maka bentuk perjanjian itu adalah pinjam meminjam,

sedangkan kalau tidak menghabis atau musnah karena pemakaian bentuk perjanjian

tersebut adalah pinjam pakai.

Pasal 1741 KUH Perdata menjelaskan bahwa dalam perjanjian pinjam pakai,

pihak yang meminjamkan tetap menjadi pemilik barang yang dipinjam dan obyek

barang yang dipinjamkan tidak menghabis atau musnah karena pemakaian,

sedangkan dalam perjanjian pinjam meminjam pihak yang menerima pinjaman

menjadi pemilik barang yang dipinjam, sebagaimana ditegaskan dalam Pasal 1755

KUH Perdata.

Dalam perjanjian kredit, pihak debitur sebagai pihak yang menerima

pinjaman, menjadi pemilik modal/uang yang dipinjam, dengan kontraprestasi berupa

bunga. Perjanjian kredit pada hakekatnya adalah perjanjian pinjam meminjam

sehingga dalam perjanjian kredit berlaku pula asas-asas dari hukum perjanjian.

Meskipun menurut asas-asas dalam hukum perjanjian terdapat kebebasan bagi

(18)

penyusunan perjanjian kredit seolah-olah tidak terdapat kebebasan pada salah satu

pihak. Syarat-syarat perjanjian pemberian kredit dalam suatu perjanjian kredit telah

ditetapkan secara sepihak oleh bank yang dalam hal ini berkedudukan sebagai pihak

pemberi kredit/kreditur sehingga syarat kata sepakat atau kesesuaian pendapat “asas

konsensualisme” yang ditentukan dalam Pasal 1320 untuk sahnya suatu perjanjian

adalah tidak tercapai.

Menurut Wiryono Projodikoro istilah perjanjian memiliki arti sebagai suatu

perhubungan hukum mengenai harta benda antara dua pihak, dalam mana suatu

pihak berjanji atau dianggap berjanji untuk melakukan sesuatu hal atau untuk tidak

melakukan sesuatu hal, sedang pihak lain berhak menuntut pelaksanaan janji itu.67 Selanjutnya mengenai apa yang dimaksud dengan kredit, menurut Vitzhal Rivai

dikatakan bahwa istilah kredit berasal dari bahasa Romawi “credere” yang berarti

“percaya” dan kepercayaan ini adalah merupakan dasar dari setiap perjanjian.68 Sementara itu Edy Putra The’aman mengartikan bahwa Kredit adalah suatu

pemberian prestasi oleh suatu pihak kepada pihak lainya dan prestasi itu akan

dikembalikan lagi pada suatu masa tertentu yang akan datang dengan suatu kontra

prestasi berupa uang.

Menurut Thomas Suyatno, dkk bahwa “seseorang atau sesuatu badan yang

memberikan suatu kredit (kreditor) percaya bahwa penerima kredit (debitor) dimasa

67Wiryono Projodikoro,Asas-asas Hukum Perjanjian, Mandar Maju, Bandung, 2000, hal 4

(19)

mendatang akan sanggup memenuhi segala sesuatu yang telah dijanjikan, dan apa-apa

yang diperjanjikan itu dapat berupa barang, uang atau juga dapat berupa jasa”.69 Unsur-unsur seperti tersebut di atas tertuju pada ruang lingkup kredit dalam

kerangka yang lebih sempit tetapi unsur tersebut merupakan unsur yang asasi.

Sedangkan apabila kredit dalam sektor perbankan yang lebih luas lagi terutama dari

pelaksanaan perkreditan itu sendiri, maka unsur-unsurnya paling tidak di dalamnya

juga meliputi organisasi dan menejemen perkreditan; Dokumen dan administrasi

kredit; Perjanjian Kredit; Agunan; Penyelesaian kredit macet dan unsur-unsur

lainnya.

Dalam perjanjian kredit, pihak debitur sebagai pihak yang menerima

pinjaman, menjadi pemilik modal/uang yang dipinjam, dengan kontraprestasi berupa

bunga. Perjanjian kredit pada hakekatnya adalah perjanjian pinjam meminjam

sehingga dalam perjanjian kredit berlaku pula asas-asas dari hukum perjanjian.

Meskipun menurut asas-asas dalam hukum perjanjian terdapat kebebasan bagi

masing-masing pihak dalam membuat perjanjian, namun kalau dilihat dalam realita

penyusunan perjanjian kredit seolah-olah tidak terdapat kebebasan pada salah satu

pihak. Syarat-syarat perjanjian pemberian kredit dalam suatu perjanjian kredit telah

ditetapkan secara sepihak oleh bank yang dalam hal ini berkedudukan sebagi pihak

pemberi kredit/kreditur sehingga syarat kata sepakat atau kesesuaian pendapat “asas

(20)

konsensualisme” yang ditentukan dalam Pasal 1320 KUH Perdata untuk sahnya suatu

perjanjian adalah tidak tercapai.

Bentuk dan materi perjanjian kredit antara satu bank dengan bank lainnya

tidaklah sama, karena disesuaikan dengan kebutuhan dari masing-masing bank.

Dalam praktek perbankan perjanjian standar sudah bukan merupakan hal yang asing

didengar. Perjanjian standar digunakan karena gerak laju perbankan yang sangat

cepat tidak dapat memungkinkan bagi para pihak untuk berlama-lama

memformulasikan kehendaknya dalam suatu bentuk perjanjian tersendiri.

Perjanjian kredit yang dibuat oleh masing-masing bank adalah tidak selalu

sama karena secara prinsip tidak adanya ketentuan yang mengatur mengenai

standarisasi bentuk perjanjian kredit dalam form baku, namun demikian perlu

diperhatikan adanya hal-hal prinsipiil yang harus selalu ada dan dicermati dalam

setiap perjanjian kredit antara lain sebagai berikut :

1. Perjanjian kredit dapat dibuat secara dibawah tangan (onderhans) saja,

dibawah tangan didaftarkan (warmeker), dibawah tangan yang dilegalisir

ataupun dibuat secara notariil. Bagi kreditur perjanjian tersebut dapat pula

dipakai sebagai alat bukti bahwa debitur telah meminjam uang/berhutang

kepada kreditur.

2. Materi dan hal-hal lain yang menyangkut perjanjian kredit, antara lain:

a. Nomor, tempat, tanggal, bulan dan tahun dibuatnya perjanjian. b. Pihak-pihak dalam perjanjian (komparisi)

c. Persetujuan :

(21)

(2) Persetujuan Komisaris / Rapat Umum Pemegang Saham sesuai dengan ketentuan anggaran dasar (untuk perseroan terbatas).

d. Jumlah, mata uang dan jenis kredit e. Cara penarikan kredit

f. Tingkat suku bunga, provisi, denda, commitment fee g. Biaya-biaya dan pajak yang menjadi tanggungan debitur h. Jangka waktu / jatuh tempo perjanjian kredit

i. Cara pembayaran (hutang pokok dan bunga)

j. Positive covenants dan negative covenants (merupakan lampiran dari perjanjian kredit)

k. Ketentuan kelalaian (events of default) l. Ketentuan pengalihan (assignment)

m. Janji memberikan agunan dari rincian agunan yang diperjanjikan akan diagunkan

n. Asuransi dan klasula yang mewajibkan adanya Banker’s Clause o. Kuasa yang diberikan oleh debitur (kuasa dari pemberi agunan yang

bukan debitur harus dibuat tersendiri) p. Syarat-syarat dan ketentuan lain q. Alamat surat

r. Perubahan / penambahan perjanjian s. Pemilihan domisili hukum

t. Tanda tangan para pihak (notaris dan saksi-saksi, jika perjanjian kredit dibuat secara notariil)

u. Materai

v. Cap perusahaan (jika perlu)

3. Debitur selain harus tunduk pada syarat-syarat yang diatur dalam perjanjian

kredit juga harus tunduk pada syarat- syarat umum pemberian kredit yang

ditetapkan oleh Bank.

4. Selain syarat-syarat tersebut diatas Debitur juga diminta untuk memberikan

representations, warranties dan covenants. Yang dimaksud representations

adalah keterangan-keterangan yang benar yang diberikan oleh debitur guna

pemprosesan pemberian kredit. Adapunwarranties adalah suatu janji, misal

janji bahwa debitur akan melindungi kekayaan perusahaannya atau asset yang

(22)

covenant adalah janji untuk tidak melakukan sesuatu seperti misalnya janji

bahwa debitur tidak akan mengadakan merger dengan perusahaan lain.70 Pada saat belum ditanda-tanganinya perjanjian kredit oleh dan antara bank

dengan debitur maka Legal Officer (LO) bank harus mampu secara detail

memformulasikan segenap hak-hak dan kepentingannya bank selaku kreditur secara

maksimal dalam perjanjian kredit yang akan dibuat. Keahlian LO sebagai drafting

dengan penguasaan materi hukum yang memadai akan dapat melindungi bank atas

segenap hak dan kepentingan bank sebagaimana terurai dalam perjanjian kredit.

Dalam praktek dunia perbankan perjanjian kredit yang dibuat oleh dan antara

debitur sudah diatur tersendiri dalam suatu format perjanjian yang dibuat oleh bank.

Perjanjian standar merupakan suatu perjanjian yang telah dipersiapkan oleh Bank

untuk selanjutnya disodorkan kepada calon debitur dengan syarat-syarat baku dalam

suatu formulir tersendiri yang tidak memberikan kesempatan bagi calon debitur untuk

bernegosiasi mengenai syarat-syarat dan ketentuan-ketentuan yang diatur oleh bank

dalam rangka pemberian kreditnya kepada debitur.

Tujuan bank dengan membuat suatu perjanjian kredit dalam bentuk yang

sudah standart selain ditujukan untuk dapat mengikuti cepatnya gerak laju pemberian

kredit juga diharapkan dapat dipakai sebagai secured instrumen bank atas kredit yang

telah dikucurkan.

(23)

Berdasarkan jenis kredit yang diberikan oleh bank kepada debitur, terdapat

banyak tujuan dan manfaatnya. Bank sebagai salah satu lembaga keuangan selaku

pemberi pinjaman berharap akan memperoleh hasil dari kredit yang diberikan berupa

keuntungan, dimana keuntungan ini diperoleh dengan pemungutan provisi,

administrasi, bunga ataupun biaya-biaya lainnya. Tingkat keamanan bank

sehubungan dengan kredit yang telah diberikan kepada debitur harus benar-benar

terjamin sehingga tujuan untuk memperoleh hasil kredit berupa keuntungan dapat

tercapai tanpa adanya hambatan.

Jenis-jenis kredit dapat dilihat beberapa segi sebagaimana dikemukakan

Muhamad Djumhana, bahwa :

1. Dari segi lembaga pemberi –penerima kredit

2. Dari segi agunan kredit

3. Dari segi dokumen berharga

4. Dari segi besar kecilnya aktivitas usaha

5. Dari segi jangka waktu

6. Dari segi jaminannya.71

Untuk lebih jelasnya mengenai jenis kredit ini dapat dilihat pada uraian

berikut.

1).Dari segi lembaga pemberi–penerima kredit yang menyangkut struktur

pelaksanaan kredit di Indonesia maka jenis kredit ini terdiri dari :

(24)

a. Kredit perbankan kepada masyarakat untuk kegiatan usaha, atau

konsumsi. Kredit itu diberikan oleh pemerintah atau bank swasta kepada

dunia usaha guna membiayai sebagian kebutuhan permodalan atau kredit

dari bank kepada individu untuk membiayai kebutuhan hidup yang berupa

barang ataupun jasa.

b. Kredit likuiditas, yaitu kredit yang diberikan oleh Bank Sentral kepada

bank-bank yang beroperasi di Indonesia, yang selanjutnya digunakan

sebagai dana untuk membiayai kegiatan perkreditannya.

c. Kredit langsung, kredit itu diberikan oleh Bank Indonesia kepada

lembaga pemerintah, atau semi pemerintah.

2). Dari segi tujuan penggunaan kredit, jenis kredit terdiri dari :

a. Kredit konsumtif, yaitu kredit yang diberikan oleh bank pemerintah atau bank

swasta yang diberikan kepada perseorangan untuk membiayai keperluan

konsumsi sehari hari.

b. Kredit produktif :

1) Kredit investasi, kredit yang ditujukan untuk penggunaan sebagai

pembiayaan modal tetap yaitu peralatan produksi, gedung dan

mesin-mesin, juga untuk membiayai rehabilitasi dan ekspansi, yang jangka

waktunya 5 (lima) tahun atau lebih.

2) Kredit eksploitasi, kredit yang ditujukan untuk pembiayaan kebutuhan

(25)

persediaan produk akhir barang dalam proses produksi serta piutang,

dengan jangka waktu kredit yang relatif berlaku pendek.

3) Perpaduan antara kredit konsumtif dengan kredit produktif (semi

konsumtif dan semi produktif).

3).Dari segi dokumen, yaitu kredit yang sangat terikat dengan dokumen berharga

yang memiliki substitusi nilai sejumlah uang, dan dokumen tersebut

merupakan jaminan pokok pemberian kredit. Kredit ini banyak digunakan

oleh orang yang mengadakan transaksi dagang yang berlainan tempat. Jenis

kredit ini terdiri dari :

a. Kredit ekspor, adalah semua bentuk kredit sebagai sumber pembiayaan

bagi usaha ekspor.

b. Kredit impor, adalah kebalikan dari kredit ekspor yaitu semua bentuk

kredit sebagai sumber pembiayaan bagi usaha impor.

4).Dari segi besar kecilnya aktivitas perputaran usaha, yaitu melihat dinamika,

sektor usaha yang digeluti dan aset yang dimiliki maka jenis kredit

dikelompokkan menjadi :

a. Kredit kecil, yaitu kredit yang diberikan kepada pengusaha kecil

b. Kredit menengah, yaitu kredit yang diberikan kepada pengusaha yang

asetnya lebih besar dari pengusaha kecil

c. Kredit besar, yaitu kredit yang diberikan kepada pengusaha yang asetnya

lebih besar dari pengusaha menengah.

(26)

a. Kredit jangka pendek (short term loan), yaitu kredit yang berjangka waktu

maksimum 1 (satu) tahun yang bentuknya dapat berupa rekening koran,

kredit penjualan, kredit pembeli dan kredit wesel.

b. Kredit jangka menengah (medium term loan), yatu kredit yang berjangka

waktu antara 1 (satu) tahun sampai 3 (tiga) tahun.

c. Kredit jangka panjang, yaitu kredit yang berjangka waktu lebih dari tiga

tahun, kredit jangka panjang ini pada umumnya adalah kredit investasi

yang bertujuan menambah modal perusahaan dalam rangka untuk

melaksanakan rehabilitasi, ekspansi, dan pendirian proyek baru.

6). Dari jaminannya, jenis kredit dapat dibedakan :

a. Kredit tanpa jaminan (unsecured loan).

Kredit ini menurut UU No. 10 Tahun 1998 Jo UU No. 7 Tahun 1992

Tentang Perbankan mungkin saja bisa direalisasikan, karena UU

ini tidak secara ketat menentukan bahwa pemberian kredit harus memiliki

jaminan. Hanya disarankan dalam pemberian kredit bank harus

mempunyai keyakinan atas kemampuan dan kesanggupan debitur untuk

melunasi hutangnya dengan yang diperjanjikan.

b. Kredit dengan jaminan (secured loan).

Kredit dengan jaminan yaitu kredit yang diberikan pihak kreditur

mendapatkan jaminan bahwa debitur dapat melunasi hutangnya. Dalam

(27)

selayaknya diwajibkan untuk memberikan jaminan baik jaminan yang

sifatnya kebendaan ataupun jaminan perorangan.

Dalam rangka mencapai tujuan untuk memperoleh hasil kredit yang baik,

maka seluk beluk kegiatan bank untuk menjamin rentabilitas serta penjagaan posisi

likuiditas perlu dilakukan dengan seksama dan integral komprehensif. Tujuan kredit

mencakup jangkauan yang luas, dalam hal ini terdapat 2 (dua) hal pokok yang saling

berkaitan dari kredit adalah :

1. Profibility yaitu tujuan untuk memperoleh hasil dari kredit berupa keuntungan yang diraih dari pemungutan bunga.

2. Safety yaitu keamanan dari prestasi atau fasilitas yang diberikan harus benar-benar terjamin sehingga tujuan profibility dapat benar-benar tercapai tanpa hambatan-hambatan yang berarti.72

Dilain pihak debitur dengan diterimanya kredit dari bank dapat menggunakan

kredit tersebut untuk keperluan pengembangan usahanya, pihak lainnya bank akan

memperoleh keuntungan baik berupa bunga, provisi ataupun biaya-biaya lainnya

yang dipungut bank atas kredit yang diberikan kepada debitur.

Pada awal pemberian kredit maka tujuan pemberian kredit adalah diarahkan

fungsinya untuk merangsang kedua belah pihak melakukan suatu hubungan yang

saling menguntungkan “mutualisme” bagi kedua belah pihak untuk mencapai tujuan

masing-masing. Pihak yang mendapatkan kredit harus bisa menunjukan prestasi yang

lebih tinggi dari kemajuan usahanya itu sendiri, sedangkan pihak yang memberikan

kredit, secara material harus mendapat rentabilitas berdasarkan perhitungan yang

(28)

wajar dari modal yang dijadikan obyek kredit dan secara spiritual mendapatkan

kepuasan dengan dapat membantu pihak lain untuk mencapai kemajuan.

Suatu kredit mencapai fungsinya apabila, secara sosial ekonomis, baik bagi

debitur, kreditur, maupun masyarakat membawa pengaruh yang lebih baik. Bagi

pihak debitur dan kreditur selain mereka memperoleh keuntungan diharapkan dengan

kredit yang telah dikucurkan juga akan mengalami peningkatan kesejahteraan,

sedangkan bagi negara akan memberikan dan atau meningkatkan penerimaan negara

dari sektor pajak.

Kredit dalam kehidupan perekonomian dan perdagangan pada umumnya

mempunyai fungsi :

1. Meningkatkan daya guna uang/modal

2. Meningkatkan daya guna dan peredaran barang 3. Meningkatkan peredaran dan lalulintas uang 4. Meningkatkan kegairahan berusaha

5. Salah satu alat stabilitas ekonomi

6. Kredit sebagai jembatan untuk peningkatan pendapatan nasional.73

Perjanjian kredit dalam kaitan dengan fungsinya sebagai secured instrument

sangat perlu mendapat perhatian khusus dan tersendiri dari para pihak baik oleh bank

sebagai pemberi kredit maupun oleh nasabah sebagai debitur. Pentingnya perjanjian

kredit adalah berkaitan dengan fungsinya yang sangat penting dalam pemberian,

pengelolaan maupun penatalaksanaan kredit itu sendiri. Perjanjian kredit mempunyai

beberapa fungsi, yaitu :

1. Perjanjian kredit berfungsi sebagai perjanjian pokok, artinya perjanjian kredit merupakan sesuatu yang menentukan batal atau tidak batalnya

(29)

perjanjian lain yang mengikutinya, misalnya perjanjian pengikatan jaminan.

2. Perjanjian kredit berfungsi sebagai alat bukti mengenai batasan-batasan hak dan kewajiban diantara kreditur dan debitur

3. Perjanjian kredit berfungsi sebagai alat untuk melakukan monitoring kredit.74

Berdasarkan uraian tersebut di atas dapat dipahami bahwa perjanjian kredit

secara prinsip mempunyai peran yang sangat penting, dominan dan strategis dalam

rangka pengawasan, pengamanan dan atau penatalaksanaan dalam suatu pemberian

kredit.

Dalam relevansinya dengan tertib administrasi pada perjanjian kredit dapat

digunakan sebagai instrumen pengaman “secured instrument” kredit yang telah

dicairkan. Bank dengan perjanjian kredit yang telah dibuat dan ditandatangani para

pihak diharapkan dapat memperoleh payung hukum yang kuat serta ditempatkan pada

posisi yang aman mana kala debitur tidak dapat memenuhi kewajiban hutangnya

kepada bank. Bank harus yakin bahwa segala hak dan kepentigannya telah

terakomodir dalam syarat-syarat dan ketentuan-ketentuan yang telah diatur dalam

perjanjian kredit.

B. Perjanjian Kredit dengan Jaminan Surat Keputusan Pegawai Negeri Sipil

Pada bagian terdahulu telah dijelaskan bahwa dalam praktek perbankan, setiap

bank telah menyediakan formulir atau blanko perjanjian kredit. Formulir tersebut

disodorkan pada setiap pemohon kredit yang isinya tidak diperbincangkan melainkan

74 CH. Gatot Wardoyo, Selintas Klausul-Klausul Perjanjian Kredit Bank, Bank dan

(30)

setelah dibaca oleh pemohon, pihak bank hanya meminta pendapat calon nasabah,

apakah dapat menerima syarat-syarat yang tersebut dalam formulir itu atau tidak.

Sedangkan hal-hal yang kosong di dalam formulir, seperti jumlah pinjaman, besarnya

bunga, tujuan pemakaian kredit, dan jangka waktu kredit adalah hal-hal yang tidak

mungkin diisi sebelum ada persetujuan dari kedua belah pihak.

Adapun ciri-ciri perjanjian baku adalah sebagai berikut :

1. Isi atau syarat yang diperjanjikan telah ditetapkan secara sepihak ;

2. Masyarakat sama sekali tidak dapat menentukan isi atau syarat yang diperjanjikan ;

3. Masyarakat terdorong oleh kebutuhan terpaksa menerima isi atau syarat yang diperjanjikan, sehingga apabila kemudian akan mengadakan perubahan isi atau syarat tersebut sama sekali tidak bisa;

4. Isi atau syarat yang diperjanjikan telah dipersiapkan terlebih dahulu.75

Perjanjian kredit ini mengandung kelemahan terutama dihubungkan dengan

Pasal 1320 jo 1338 KUH Perdata, karena dalam perjanjian kredit tidak mengandung

adanya kesepakatan dalam arti luas dari kedua belah pihak, melainkan hanya sepihak.

Sedangkan pihak pemohon dalam memberi kesepakatannya hanya fiktif belaka.

Dengan demikian perjanjian kredit tidak hanya mengandung kelemahan tetapi

sekaligus menyimpang dari asas-asas yang terkandung dalam Pasal 1320 jo 1338

KUH Perdata.

Terlepas dari kelemahan dari penyimpangan Pasal 1320 jo 1338 KUH

Perdata, kita harus menerima keadaan tersebut sebagai kenyataan. Sebab di satu segi,

timbulnya perjanjian (standart) kredit tidak dilatar belakangi oleh kaum ekonomi

(31)

kuat, tetapi oleh kemauan pemerintah untuk membantu dan merangsang pertumbuhan

pengusaha ekonomi lewat bantuan kredit. Sedangkan disisi lain, pemberian atau

pelepasan kredit tanpa disertai adanya persyaratan yang ketat akan mengakibatkan

terbukanya risiko yang besar bagi kelangsungan usaha bank dan pada akhirnya akan

melumpuhkan tujuan yang terkandung dalam penyaluran atau pemberian kredit itu

sendiri.

Penyaluran kredit kepada masyarakat oleh bank sering terbentur kepada

ketiadaan jaminan berupa agunan yang dimiliki oleh calon debitor. Menghadapi

kendala ketiadaan jaminan tersebut, bank sebagai penyalur dana menyikapi dengan

mengadakan penawaran kepada pegawai negeri sipil berupa penawaran kredit dengan

tanpa penyertaan agunan.

Selanjutnya mengenai jaminan kredit dilihat dari fungsinya dibedakan

menjadi dua, yaitu :

1. Jaminan yang didasarkan atas keyakinan bank terhadap karakter dan kemampuan nasabah/debitor untuk membayar kembali kreditnya, dengan dana yang berasal dari usaha yanng dibiayai kredit, yang tercermin dalam cash low nasabah/debitor atau yang lebih dikenal dengan first way out. Untuk memperoleh keyakinan tersebut, bank harus melakukan analisis dan evaluasi atas watak/karakter, kemampuan, modal serta prospek debitor;

2. Jaminan yang didasarkan atas likuiditas agunan/second way out apabila dikemudian hari first way out tidak dapat digunakan sebagai alat pembayaran kembali kredit.76

Sedangkan berdasarkan sumber pendanaannya, agunan kredit dibedakan

menjadi agunan pokok dan agunan tambahan, yaitu :

(32)

1. Agunan Pokok

Pada penjelasan Pasal 8 UU No 10 Tahun 1998, tersirat bahwa agunan pokok

adalah agunan yang pengadaannya bersumber/dibiayai dari dana kredit bank.

Agunan ini dapat berupa barang, proyek (tanah dan bangunan, mesin-mesin,

persediaan dagang/hak tagih, dan lain-lain). Agunan kredit dapat hanya berupa

agunan pokok tersebut apabila berdasarkan aspek-aspek lain dalam jaminan

utama (watak, kemampuan, modal dan prospek), diperoleh keyakinan atas

kemampuan debitor untuk mengembalikan hutangnya.

2. Agunan Tambahan

Anggunan tambahan dimaksud adalah agunan yang tidak termasuk di dalam

batasan agunan pokok tersebut diatas. Misalnya surat berharga, surat rekta,

garansi risiko, jaminan pemerintah, lembaga penjamin dan lain-lain.

PT. Bank Aceh termasuk dalam hal ini Cabang Kota Sabang menunjukkan

bahwa dari berbagai macam kredit yang ditawarkan oleh bank tersebut kepada

masyarakat, bank tersebut memiliki penawaran suatu kredit dengan tanpa penyertaan

agunan. Penawaran kredit tersebut untuk keperluan konsumsi (konsumtif). Para calon

debitor tidak dihadapkan kepada syarat-syarat yang dapat memberatkan misalkan

agunan yang masih menjadi kendala utama di dalam penyaluran kredit. Pada kredit

ini untuk calon debitor yang mempunyai profesi sebagai Pegawai Negeri Sipil dengan

wilayah tugas dan pengabdian cukup menyertakan Surat Keputusan Pengangkatan

Pegawai Negeri Sipil sebagai jaminan. Hal ini juga dilakukan oleh PT Bank Aceh

(33)

Dalam kredit ini berlaku jaminan umum seperti yang terdapat dalam Pasal

1131 KUH Perdata, pihak bank sudah merasa cukup yakin dengan kredibilitas calon

debitornya. Hal ini juga disebutkan pula dalam penjelasan Pasal 8 ayat (1) UU No 10

Tahun 1998 bahwa ”...jaminan pemberian kredit atau pembiayaan berdasarkan

Prinsip Syariah dalam arti keyakinan atas kemampuan dan kesanggupan nasabah

debitor untuk melunasi kewajibannya sesuai dengan yang diperjanjikan merupakan

faktor penting yang harus diperhatikan oleh bank”.

Menurut Soebekti, KUH Perdata mengenal tiga macam barang yaitu barang

bergerak, barang tetap, dan barang tak bertubuh (dimana dimaksudkan piutang,

penagihan atau claim).77 Pada Pasal 509 Buku II bagian ke empat KUH Perdata disebutkan bahwa barang bergerak adalah Barang bergerak karena sifatnya adalah

barang yang dapat berpindah sendiri atau dipindahkan”.

Menurut Pasal 1150 KUH Perdata Buku II Titel 20 KUH Perdata, lembaga

jaminan yang menyertai benda bergerak adalah gadai, yaitu :

Gadai adalah suatu hak yang diperoleh kreditor atas suatu barang bergerak, yang diserahkan kepadanya oleh debitor, atau oleh kuasanya sebagai jaminan atas utangnya, dan yang memberi wewenang kepada kreditor untuk mengambil pelunasan piutangnya dari barang itu dengan mendahului kreditor-kreditor lain, dengan pengecualian biaya penjualan sebagai pelaksana putusan atas tuntutan mengenai pemilikan atau penguasaan, dan biaya penyelamatan barang itu yang diserahkan sebagai gadai dan yang harus didahulukan.

Gadai merupakan jaminan dengan menguasai bendanya dan bagi kreditor

akan lebih aman karena mengingat pada benda bergerak mudah dipindahtangankan

dalam arti dijual lelang jika debitor wanprestasi, walaupun mudah untuk berubah

(34)

nilainya. Hal ini jika dihubungkan dengan Surat Keputusan Pengangkatan Pegawai

Negeri Sipil tidak termasuk di dalam benda bergerak dan bukan merupakan sebagai

obyek gadai.

Ditinjau dari obyek jaminan fidusia juga tidak termasuk didalamnya. Menurut

Purwahid Patrik yang mengatakan bahwa “benda yang menjadi obyek jaminan

fidusia adalah benda yang dapat dimiliki dan dialihkan hak kepemilikannya, baik

benda itu berwujud maupun tidak berwujud, terdaftar atu tidak terdaftar, bergerak

maupun tidak bergerak yang tidak dapat dibebani hak tanggungan atau hipotik”.78 Apabila ditelaah penjelasan di atas jelaslah bahwa Surat Keputusan

Pengangkatan Pegawai Negeri Sipil bukan merupakan obyek jaminan fidusia, karena

dari pengertian barang yang dapat dialihkan hak kepemilikannya adalah barang

tersebut dapat dialihkan dalam bentuk jual beli, hibah, maupun diwariskan dan dijual

melalui lelang.

Bentuk jaminan yang lain adalah penanggungan (Borgtocht), dalam kaitannya

dengan perjanjian kredit ini tidak terdapat unsur penanggungan didalamnya, karena

tidak terdapat pihak ketiga sebagai penjamin dari piutang tersebut. Pada perjanjian

kredit ini bendahara hanya sebagai pihak yang diberi kuasa atas pemotongan gaji dan

pembayaran kepada pihak bank sebagai pembayaran utang bukan sebagai pihak

penanggung.

(35)

Berdasarkan uraian tersebut di atas, jelas bahwa perjanjian kredit dengan

menggunakan Surat Keputusan Pengangkatan Pegawai Negeri Sipil tidak terdapat

lembaga jaminan yang menyertainya. Karena menurut KUH Perdata tidak dapat

digolongkan sebagai benda yaitu barang bergerak, barang tidak berwujud dan

berwujud, serta barang tidak bergerak.

Bank lebih menekankan unsur kepercayaan untuk memberikan kredit dengan

jaminan Surat Keputusan Pegawai Negeri Sipil. Dari unsur tersebut dapat diketahui

bahwa pihak bank tetap memakai prinsip kehati-hatian dan prinsip mengenal nasabah,

dimana juga debitor sebagai Pegawai Negeri Sipil selalu menjaga dan tidak merusak

kredibilitasnya.

Syarat dan tata cara tersebut diatas adalah penerapan prinsip mengenal

nasabah (know your customer principles) sesuai dengan Peraturan Bank Indonesia

Nomor 3/10/PBI/2001 tentang Penerapan Prinsip Mengenal Nasabah. Penerapan

prinsip mengenal nasabah yang dilakukan oleh PT. Bank Aceh Cabang Kota Sabang

sesuai ketentuan Pasal 2 ayat (2) huruf a dan b Peraturan Bank Indonesia Nomor

3/10/PBI/2001 yang tidak menentukan secara spesifik mengenai tata cara penerapan

prinsip tersebut. Dalam menerapkan Prinsip Mengenal Nasabah sebagaimana

dimaksud dalam Peraturan Bank Indonesia, Bank Wajib menetapkan :

a. kebijakan penerimaan nasabah;

b. kebijakan dan prosedur dalam mengidentifikasi nasabah.79

(36)

Berdasarkan ketentuan tersebut, dapat diketahui bahwa setiap bank umum

termasuk PT. Bank Aceh Cabang Kota Sabang dapat menetapkan kebijakan yang

akan ditetapkannya dalam prinsip mengenal nasabah asalkan dari kebijakan yang

ditetapkannya tersebut dapat diperoleh keyakinan terhadap kemampuan nasabah

untuk melunasi hutangnya. Prinsip tersebut dapat dilakukan dengan sistem penilaian

terhadap watak, kemampuan, modal, dan prospek usaha dari nasabah debitor tersebut

dikenal dengan istilah The 5C’s of Credit Analysis yang merupakan ukuran

kemampuan penerima kredit (debitor) untuk mengembalikan pinjamannya, yaitu :

1. Watak (Character), yang dimaksud dengan watak disini adalah kepribadian, moral, dan kejujuran pemohon kredit. Apakah ia dapat memenuhi kewajibannya dengan baik, yang timbul dari persetujuan kredit yang akan diadakan. Hal ini menyangkut sampai sejauh mana kebenaran dari keterangan-keterangan yang diberikan pemohon tentang data-data kepribadian, seperti asal usul kehidupan pribadi, apakah pemohon seorang yang royal, keadaan masa lalunya, apakah pernah terlibat didalam black list dan sebagaimana informasi dan referensi antara bank, juga dibutukan.

2. Kemampuan (Capacity), yang dimaksud adalah kemampuan mengendalikan, memimpin, menguasai bidang usahanya, kesungguhan dan melihat perspektif masa depan, sehingga pada akhirnya akan terlihat kemampuan dalam mengembalikan kredit yang disalurkan.

3. Modal (Capital)

Pemohon disyaratkan wajib memiliki modal sendiri dan kredit dari bank berfungsi sebagai tambahan. Untuk melihat penggunaan modal apakah efektif, dilihat laporan keuangan dengan melakukan pengukuran seperti dari segi likuiditas, solvaliditas, rentabilitas dan juga harus dilihat dari sumber mana saja modal yang ada sekarang ini.

4. Jaminan (Collateral)

Merupakan jaminan yang diberikan calon nasabah baik yang bersifat fisik maupun non fisik. Jaminan hendaknya melebihi jumlah kredit yang diberikan dan juga harus diteliti keabsahannya sehingga jika terjadi suatu masalah, maka jaminan yang dititipkan akan dapat dipergunakan secepat mungkin.

5. Kondisi Ekonomi (Condition of Economy)

(37)

yang dibiayai hendaknya benar-benar memiliki prospek yang baik, sehingga kemungkinan kredit tersebut bermasalah relatif kecil.80

Akan tetapi pihak bank tidak memakai C yang keempat dalam kredit ini, yaitu

Collateralkarena tidak ada agunan sama sekali dalam penyaluran kredit ini dan yang

ditonjolkan dari 5C tersebut adalah Character dan Capacity to Repay. Itulah

sebabnya dalam hal ini, bank meminta persyaratan Surat Keputusan Pengangkatan

Peg1awai Negeri Sipil untuk mengetahui pekerjaan dari calon debitor, dan dari surat

tersebut kemudian dapat dinilai kemampuan untuk membayar kembali berdasar

jumlah kredit yang akan dikucurkan dan pokok gaji dari calon debitor tersebut

berdasarkan golongan dan kepangkatan terakhir.

C. Pengertian Eksekusi dan Syarat-syarat Pelaksanaan Eksekusi Jaminan Kredit

Suatu perikatan termasuk perikatan antara bank dan nasabah dalam suatu

perjanjian kredit secara umum dikenal adanya beberapa macam kreditur, seperti

kreditur preferenatauseparatis,kreditur pemegang privilege, dankreditur konkuren.

Adanya tingkatan beberapa kreditur tersebut, sebetulnya bertalian erat dengan

masalah eksekusi atau dalam hal terjadi kepailitan pada diri debitur. Manakala terjadi

kedua peristiwa ini, maka disinilah tingkatan pelbagai kreditur berbicara, dalam arti

menentukan kreditur yang mana yang harus didahulukan terlebih dahulu dalam

pemenuhan haknya.

(38)

Dalam hubungan dibidang perbankan khususnya yang menyangkut adanya

hubungan perjanjian kredit. Adanya hubungan hukum yang disebabkan karena

perjanjian kredit ini antara pihak bank sebagai kreditur dan pihak nasabah sebagai

debitur.

Suatu perikatan di dalamnya mengandung hak kreditur atas pemenuhan

prestasi serta kewajiban debitur untuk berprestasi. Hubungan hukum akan berjalan

lancar bila masing-masing pihak memenuhi kewajibannya. Namun dalam hubungan

hukum yang sudah dapat ditagih (opeisbaar), jika debitur tidak mau memenuhi

prestasi secara sukarela, kreditur mempunyaihak untuk menuntut pemenuhan

piutangnya (hak verhaal, hak eksekusi)terhadap harta kekayaan debitur yang dipakai

sebagai jaminan.81

Hak atas pemenuhan dari kreditur itu dilakukan dengan cara

menjual/mencairkan benda-benda jaminan debitur, dan dari hasil penjualan tadi

dipergunakan untuk melunasi utangnya debitur. Penjualan dari benda-benda tersebut

dapat terjadi melalui penjualan di muka umum karena adanya janji untuk menjual

benda-benda tertentu yang dipakai sebagai jaminan (Pasal 1178 ayat (2) KUH Perdata

untuk Hipotik-Pasal 6 jo. Pasal 20 ayat (1) UU Nomor 4 Tahun 1996 tentang Hak

Tanggungan), atau karena adanya penyitaan terhadap benda tertentu, dan/atau karena

terjadinya kepailitan debitur. Penyitaan dilakukan terhadap benda-benda tertentu dari

debitur, untuk pelunasan piutang kreditur-kreditur tertentu. Sedangkan pada

(39)

kepailitan, penyitaan dilakukan terhadap seluruh harta kekayaan debitur untuk

kepentingan para kreditur bersama.

Agar dapat melaksanakan pemenuhan haknya atas benda-benda tertentu dari

debitur melalui cara eksekusi yang demikian itu, kreditur harus mempunyai alas hak

untuk melakukan eksekusi melalui penyitaan eksekutorial(executorial beslag).

Persyaratan harus adanya titel eksekutorial ini dimaksudkan untuk memberikan

perlindungan bagi debitur terhadap perbuatan yang melampaui batas dari kreditur.

Apabila ditelaah dari segi etimologi pengertian eksekusi menurut kamus

hukum, eksekusi adalah pelaksanaan putusan pengadilan, pelaksanaan putusan hakim

atau pelaksanaan hukuman badan pengadilan, penyitaan dan penjualan barang

seseorang atau lainnya karena berhutang.82 Sedangkan M. Yahya Harahap mengatakan bahwa adalah pelaksanaan secara paksa putusan pengadilan dengan

bantuan kekuatan hukum apabila pihak yang kalah (tereksekusi atau pihak tergugat)

tidak mau menjalankan secara sukarela.83

R. Subekti mengatakan, eksekusi adalah upaya dari pihak yang dimenangkan

dalam putusan guna mendapatkan yang menjadi haknya dengan bantuan kekuatan

hukum, memaksa pihak yang dikalahkan untuk melaksanakan bunyi putusan.84 Selanjutnya menurut Subekti pengertian eksekusi atau pelaksanaan putusan,

mengandung arti bahwa pihak yang dikalahkan tidak mau melaksanakan putusan

82Sudarno,Kamus Hukum, Rineka Cipta, Jakarta, 1992. hal. 114.

83M. Yahya Harahap,Ruang Lingkup Permasalahan Eksekusi Bidang Perdata, PT. Gramedia, Jakarta, 1989, hal . 20

(40)

tersebut secara sukarela, sehingga putusan itu harus dipaksakan padanya dengan

bantuan kekuatan hukum.85 Dengan kekuatan hukum ini dimaksudkan dalam pelaksanaan eksekusi ini dapat melibatkan para penegak hukum seperti pada polisi,

kalau perlu polisi militer (Angkatan Bersenjata).

Menurut Retnowulan Sutantio dan Iskandar Oeripkartawinata: Eksekusi

adalah upaya paksa yang dilakukan terhadap pihak yang kalah yang tidak mau secara

sukarela menjalankan putusan pengadilan, dan bila perlu dengan bantuan kekuatan

hukum.”86 Sudikno Mertokusumo mengatakan, pelaksanaan putusan hakim atau eksekusi pada hakekatnya tidak lain ialah realisasi dari pada kewajiban pihak yang

bersangkutan untuk memenuhi prestasi yang tercantum dalam putusan tersebut.87 Dari pendapat para ahli tersebut pada prinsipnya, hanya putusan yang berkekuatan

hukum tetap (in kracht van gewijsde) yaitu putusan yang sudah tidak mungkin lagi

dilawan dengan upaya hukum seperti verzet, banding dan kasasi yang dapat

dilaksanakan putusannya.

Apabila dikaitkan dengan perjanjian kredit maka eksekusi dimaksud

merupakan salah satu upaya untuk menyelesaikan kredit macet (kredit bermasalah)

yang dilakukan oleh pihak bank baik bank pemerintah maupun bank swasta terhadap

debiturnya adalah dengan menggunakan penyelesaian internal maupun secara

eksternal. Sebagai langkah awal pihak bank tidak akan menyebarluaskan,

85Ibid. hal 13.

86Retno Wulan Sutantio dan Iskandar Oeripkartawinata, Penelitian tentang Perlindungan

Hukum Eksekusi Jaminan Kredit, Badan Pembina Hukum Nasional Departemen Kehakiman, Jakarta, 1995, hal 20.

(41)

memberitahukan ataupun melaporkan kepada pihak lain tentang adanya tunggakan

kredit dari debitur tersebut. Hal ini dilakukan dalam usaha bank untuk penyelesaian

kredit macet tersebut dan untuk menjaga nama baik para pihak terutama debitur.

Dari pihak bank juga sangat mempengaruhi tingkat kesehatan suatu bank

apabila bank tersebut banyak terjadi kredit bermasalah maka bank bank itu termasuk

dalam katagori bank yang tidak sehat. Dan dalam dunia perbankan hal ini sangat

dihindari karena menyangkut kredibilitas usaha suatu bank.

D. Pelaksanaan Eksekusi Atas Kredit Bermasalah Dengan Menggunakan Surat Keputusan Pegawai Negeri Sipil

Sebagaimana dijelaskan pada bagian sebelumnya bahwa kredit bank yang

dalam penyalurannya digunakan agunan yang dijadikan jaminan kredit. Dalam

praktek jaminan tersebut dapat berupa jaminan benda bergerak yang diikat dengan

jaminan fidusia, jaminan benda tetap/tidak bergerak yang diikat dengan hak

tanggungan juga jaminan berupa SK Pegawai Negeri Sipil yang dalam perkembangan

perbankan dilihat pada sisi ekonomis pada surat tersebut sehingga menjadikannya

dapat diterima sebagai jaminan kredit.

Dalam menghadapi praktek perkreditan di dunia perbankan calon nasabah

pada umumnya tidak dapat berbuat lain selain menyetujui berbagai persyaratan yang

diajukan bank, sebab bila ia tidak menyetujui berarti permohonan kreditnya gagal

atau kredit ditolak, sedangkan ia sangat membutuhkan kredit tersebut. Adanya

agunan yang dijadikan sebagai jaminan kredit menunjukkan adanya perubahan pasar

(42)

belakangi oleh kondisi dalam sektor riil masih belum mampu beroperasi secara

normal. Pihak perbankan menilai kredit komsumtif dengan tanpa mensyaratkan

agunan sebagai jaminan kreditnya tersebut layak dikucurkan dan salah satunya

dikhususkan pada segmen tertentu yaitu Pegawai Negeri Sipil termasuk dalam hal ini

yang dilakukan oleh PT. Bank Aceh dalam lingkup pemerintahan daerah Kota

Sabang. Dalam hal ini pihak PT. Bank Aceh menyalurkan kredit kepada Pegawai

Negeri Sipil di lingkungan Satuan Kerja Pemerintah Daerah (SKPD) Kota Sabang

khususnya pada Dinas Pendidikan Kota Sabang yang ditemukan banyak penyaluran

kredit tanpa agunan tetapi hanya menggunakan SK Pegawai Negeri Sipil.

Risiko kredit tanpa agunan dalam prakteknya tetap tidak dapat dianggap

enteng, secara komulatif tingkat risikonya tetap tinggi, apalagi persyaratannya sangat

sederhana dan umumnya tanpa agunan sama sekali (agunan menurut pengertian UU

No. 10 Tahun 1998 tentang Perbankan), walaupun dalam prakteknya tetap

dimintakan ”jaminan”, namun jaminan tersebut bukan merupakan barang, baik

barang bergerak maupun tidak bergerak, contohnya adalah dengan jaminan Surat

Keputusan Pengangkatan Pegawai Negeri Sipil. Terlebih lagi dengan kondisi

perekonomian dan keamanan yang sangat mempengaruhinya, sebagai contoh dengan

adanya dampak kenaikan Bahan Bakar Minyak (BBM) dan juga dampak dari isu

adanya kenaikan Tarif Dasar Listrik (TDL). Hal inilah yang menimbulkan kendala di

dalam upaya debitor untuk melunasi hutangnya dan jika di kemudian hari terjadi

permasalahan dalam pengembalian kredit atau kredit macet, sehingga hanya jaminan

(43)

kredit yang disalurkannya. Kondisi seperti ini juga terjadi dalam masyarakat Kota

Sabang, di mana kondisi perekonomian dalam masyarakat mempengaruhi status

kredit yang disalurkan termasuk yang menggunakan Surat Keputusan Pengangkatan

Pegawai Negeri Sipil.88

Dalam praktek perbankan apabila hak dan kewajiban para pihak berjalan baik

dan debitur melunasinya sesuai dengan yang diperjanjikan dalam perjanjian kredit,

maka hubungan usaha antara bank sebagai kreditur dan nasabah sebagai debitur akan

berakhir sesuai dengan perjanjian. Namun dalam prakteknya pemberian kredit

termasuk kredit bagi PNS khususnya pada SKPD Dinas Pendidikan Kota Sabang juga

mengandung risiko, yaitu kegagalan pelunasan sehingga menyebabkan terjadinya

kredit bermasalah. Kredit yang bermasalah tentunya akan menyebabkan kerugian

terhadap kreditur, bila hal tersebut terjadi maka tindakan yang dilakukan oleh kreditur

adalah berupa eksekusi terhadap objek jaminan, padahal kredit hanya diberikan atas

dasar SK Pegawai Negeri Sipil.89

Permasalahan ini tentunya merupakan permasalahan yang tidak terpisahkan

dengan lembaga jaminan yang akan menjamin ketertiban pengembalian kredit secara

cepat dan pasti. Oleh karena itu, sudah seharusnya jika pemberi dan penerima kredit

serta pihak lain yang terkait mendapatkan perlindungan hukum melalui suatu

88T. Nasrullah, Pimpinan PT. Bank Aceh Cabang Kota Sabang Wawancaratanggal 18 Juli 2016 di Sabang

(44)

lembaga hukum jaminan yang kuat dan memberikan kepastian hukum bagi semua

pihak yang berkepentingan.90

Apabila ditelaah secara umum penyelesaian yang dilakukan terhadap kredit

yang bermasalah pihak bank tentunya menempuh prosedur penyelesaian kredit

bermasalah sesuai dengan ketentuan Bank Indonesia. Iswadi Staf Legal Officer PT.

Bank Aceh Cabang Kota Sabang mengatakan bahwa penyelesaian kredit bermasalah

PT. Bank Aceh Cabang Kota Sabang lebih menekankan pendekatan persuasif dengan

langkah-langkah sebagai berikut :

a. Penjadwalan kembali hutang (rescheduling), yaitu perubahan syarat kredit

yang menyangkut jadwal pembayaran dan atau jangka waktunya.

b. Persyaratan Kembali (reconditioning), yaitu perubahan syarat- syarat kredit

yang tidak terbatas pada perubahan jadwal pembayaran, Jangka waktu atau

persyaratan lainnya sepanjang tidak menyangkut perubahan maksimum saldo

kredit.

c. Penataan kembali (restructuring), yaitu perubahan syarat- syarat kredit berupa

penambahan dana bank dan atau konversi seluruh atau sebagian tunggakan

bunga menjadi pokok kredit baru dan atau konvensi seluruh atau sebagian dari

kredit menjadi pernyertaan dalam perusahaan yang disertai dengan

penjadwalan kembali atau persyaratan kembali.

(45)

Kemudian hasil penelitian menunjukkan bahwa tindakan PT. Bank Aceh

Cabang Kota Sabang jika debitornya tidak memenuhi kewajiban dalam suatu

perjanjian kredit diambil langkah-langkah :

1. Musyawarah dengan pihak debitor, di mana debitur dikunjungi atau di

undang ke kantor Cabang;

2. Memberikan kesempatan kepada debitor untuk membayar secara

angsuran;

3. Memberi kelonggaran waktu untuk membayar hutang;

4. Menagih dengan memberi pernyataan (pernyataan dengan sangat), agar

debitor segera memenuhi kewajibannya;

5. Pernyataan dengan pembenahan bunga kredit yang disetor.

Atas dasar dari langkah yang diambil tersebut terkadang pihak bank

menghadapi kendala dalam menyelesaikan kredit bermasalah, yaitu:

1. Debitor dipindahkan/mutasi ke kota/propinsi lain;

2. Debitor diberhentikan dengan tidak hormat;

3. Debitor Meninggal dunia.

Terhadap debitur yang diberhentikan dengan tidak hormat dari jabatannya

yang kemudian terjadi kredit bermasalah atau macet, maka bagian penyelamatan

kredit dengan persetujuan dari pemimpin PT. Bank Aceh Cabang Kota Sabang akan

(46)

a. Akan memberikan peringatan tertulis kepada debitor sebanyak 3 kali

berturut-turut. Apabila tidak diperoleh tanggapan pihak bank akan mendatangi si

debitor untuk menanyakan itikad baik dari debitor untuk melunasi utangnya.

b. Apabila si debitor tetap nakal dan tidak mempunyai itikad baik untuk melunasi

utangnya maka PT. Bank Aceh Cabang Kota Sabang menyerahkannya ke

jalur hukum. Jalur hukum yang akan ditempuh oleh pihak PT. Bank Aceh

Cabang Kota Sabang, antara lain adalah :91 1) Melalui Badan Peradilan

Dalam mengatasi kredit macet kreditur dapat menempuh jalur hukum

melalui pengajuan gugatan perdata kepada pengadilan. Peradilan yang

dapat menyelesaikan dan menangani kredit bermasalah, yaitu peradilan

umum melalui gugatan perdata, dan peradilan niaga melalui gugatan

kepailitan.

Menurut pendapat Muhamad Djumhana, ketentuan HIR Pasal 195

apabila sudah ditetapkan keputusan pengadilan yang mempunyai

kekuatan hukum untuk dilaksanakan tetapi debitor tetap tidak melunasi

hutangnya, maka pelaksanaan keputusan tersebut dilaksanakan atas dasar

perintah dan dengan pimpinan Ketua Pengadilan Negeri yang memeriksa

gugatannya pada tingkat pertama. Atas perintah Ketua Pengadilan

tersebut dilakukan penyitaan harta kekayaan debitor, untuk kemudian

Referensi

Dokumen terkait

Tujuan penelitian ini untuk mengetahui dan menganalisis apakah Return On Asset (ROA), Earnings Per Share (EPS) dan Debt to Equity Ratio (DER) berpengaruh secara simultan dan

Hasil temuan pada penelitian ini adalah a) Kepanitiaan PPDB di SD Muhammadiyah Program Khusus Boyolali merupakan SDM yang terlatih, b) Alur pelaksanaan PPDB di SD

Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan sebelumnya, maka perlu dilakukan penelitian untuk meningkatkan karakter tanggung jawab siswa kelas III semester 2 SD 1

IMPLEMENTASI DAN EVALUASI KEPERAWATAN DIAGNOSA

This Supplement supplements and amends the section entitled “Portfolio Management—The Advisor—Investment Committee of the Advisor” by deleting in its entirety the fifth paragraph,

Teknik Prosedural Keperawatan Konsep dan Aplikasi Kebutuhan..

investment income for such month (“Distribution Shortfall”), Colony NorthStar FV will purchase shares required in order to cover the Distribution Shortfall up to an amount equal to

berkurang atau tidak ada sehingga terjadi nekrosis jaringan otak. Adanya gangguan peredaran darah ke otak dapat menimbulkan jejas.. atau cedera pada otak melalui