• Tidak ada hasil yang ditemukan

Gambaran Peran Pasangan Usia Subur (PUS) yang Memiliki Anak Remaja Terhadap Pendidikan Seks di Keluarahan Sudirejo 1 Kecamatan Medan Kota Tahun 2017 Chapter III VI

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Gambaran Peran Pasangan Usia Subur (PUS) yang Memiliki Anak Remaja Terhadap Pendidikan Seks di Keluarahan Sudirejo 1 Kecamatan Medan Kota Tahun 2017 Chapter III VI"

Copied!
31
0
0

Teks penuh

(1)

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1. Jenis Penelitian

Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif kuantitatif yang bertujuan

untuk menggambarkan peran Pasangan Usia Subur terhadap Pendidikan Seks

Remaja.

3.2. Lokasi dan Waktu Penelitian 3.2.1. Lokasi Penelitian

Dalam penelitian ini peneliti mengambil tempat di Keluarahan Sudirejo 1

Kecamatan Medan Kota di Kota Medan Sumatera Utara.

3.2.2. Waktu Penelitian

Waktu penelitian dilakukan pada Mei 2016 sd selesai.

3.3. Populasi dan Sampel 3.3.1. Populasi

Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh Pasangan Usia Subur yang

berjumlah 427 jiwa.

3.3.2. Sampel

Jumlah keseluruhan pasangan usia subur yang memiliki remaja adalah

427, untuk menggambil sample tehnik yang di gunakan adalah tehnik Cluster

Random Sampling. Dimana teknik ini lebih kepada pengelompokan bukan

perindividu. Maka terlebih dahulu dikelompokkan jumlah pasangan usia subur

(2)

akan masing-masing menggambil perlingkungan atau perkelompok sebanyak 16%

dari setiap masing-masing kelompok (Sudigdo, 1995)

Lingkungan 1 : 59 = 9

Lingkungan 2 : 71 = 11

Lingkungan 3 : 42 = 7

Lingkungan 4 : 28 = 4

Lingkungan 5 : 65 = 10

Lingkungan 6 : 31 = 5

Lingkungan 7 : 44 = 7

Lingkungan 8 : 53 = 8

Lingkungan 9 : 34 = 5

Berdasarkan perhitungan diatas telah didapatkan jumlah sampel penelitian

ini adalah sebanyak 66 sampel.

3.4 Aspek Pengukuran dan Instrumen Penelitian 3.4.1 Aspek Pengukuran

Aspek pengukuran dalam penelitian ini didasarkan pada jawaban

responden terhadap pertanyaan dari kuesioner yang sesuai dengan skor yang telah

ditetapkan. Nilai dijumlahkan dan dikategorikan menjadi 3 (tiga) tingkatan yaitu

(3)

a. Pengukuran Peran Pasangan Usia Subur dalam mengontrol informasi

Peran pasangan usia subur dalam mengontrol informasi diukur melalui 3

pertanyaan, yaitu pertanyaan no 17, 18, dan 19.

Jika responden menjawab Ya diberi nilai 2, jika responden menjawab

Tidak diberi nilai 1. Dari pengukuran diatas diperoleh nilai tertinggi 6.

Berdasarkan jumlah nilai yang ada dapat diklasifikasikan dalan 3 kategori yaitu:

1. Peran pasangan usia subur baik, apabila nilai yang diperoleh 75% dari

nilai tertinggi seluruh pertanyaan.

2. Peran pasangan usia subur sedang, apabila nilai yang diperoleh 45-75%

dari nilai tertinggi seluruh pertanyaan.

3. Peran pasangan usia subur kurang, apabila nilai yang diperoleh 45% dari

nilai tertinggi seluruh pertanyaan.

b. Pengukuran Peran Pasangan Usia Subur dalam memberikan informasi

Peran pasangan usia subur dalam memberikan informasi diukur melalui 13

pertanyaan.

 Untuk pertanyaan no 1 sampai no 6, bila responden menjawab semua pilihan

benar maka diberi nilai 2, apabila responden hanya memilih 1 jawaban yang

dianggap benar, maka diberi nilai 1 dan bila hanya memilih 1 jawaban yang

dianggap benar, maka diberi nilai 0

 Untuk pertanyaan no 7, 9, 10, 11, 13, 23 dan 25 jika responden menjawab Ya

diberi nilai 2, jika responden menjawab Tidak diberi nilai 1

Dari pengukuran diatas diperoleh nilai tertinggi 28. Berdasarkan jumlah

(4)

1. Peran pasangan usia subur baik, apabila nilai yang diperoleh 75%

dari nilai tertinggi seluruh pertanyaan.

2. Peran pasangan usia subur sedang, apabila nilai yang diperoleh

45-75% dari nilai tertinggi seluruh pertanyaan.

3. Peran pasangan usia subur kurang, apabila nilai yang diperoleh 45%

dari nilai tertinggi seluruh pertanyaan.

c. Pengukuran Peran Pasangan Usia Subur dalam menjelaskan bagaimana

cara mengatasi perkembangan seksualitasnya.

Peran pasangan usia subur dalam menjelaskan bagaimana cara mengatasi

perkembangan seksualitasnya. diukur melalui 12 pertanyaan, yaitu pertanyaan no

8, 12, 14, 15, 16, 20, 21, 22, 24, 26, 29 dan 31.

Dari pengukuran diatas diperoleh nilai tertinggi 24. Berdasarkan jumlah

nilai yang ada dapat diklasifikasikan dalan 3 kategori yaitu:

1. Peran pasangan usia subur baik, apabila nilai yang diperoleh 75%

dari nilai tertinggi seluruh pertanyaan.

2. Peran pasangan usia subur sedang, apabila nilai yang diperoleh

45-75% dari nilai tertinggi seluruh pertanyaan.

3. Peran pasangan usia subur kurang, apabila nilai yang diperoleh 45%

dari nilai tertinggi seluruh pertanyaan.

3.4.2 Instrumen Penelitian

Instrumen penelitian yang dipakai dalam pengumpulan data berupa

(5)

memiliki anak remaja dalam pemberian pendidikan seks remaja di kelurahan

Sudirejo 1 Kecamatan Medan Kota tahun 2017

3.5 Metode Pengumpulan Data 3.5.1 Sumber Data

a. Data primer

Data primer diperoleh langsung dari responden dengan menggunakan

kuisioner.

b. Data sekunder

Data sekunder diperoleh dari gambaran umum Kelurahan Sudirejo 1, jumlah

penduduk, Jumlah Wanita Usi Subur, Studi Pustaka, dan Internet.

3.6. Defenisi Operasional

1. Peran adalah perbuatan yang diharapkan dari pasangan usia subur di

Kelurahan Sudirejo 1 Kecamatan Medan Kota dalam pemberian

pendidikan seks kepada remaja.

2. Pasangan usia subur adalah semua wanita dan pria yang sudah berstatus

menikah, wanita berumur 15-49 tahun dan pria berumur diatas 15 tahun,

yang ada di Kelurahan Sudirejo 1 Kecamatan Medan Kota.

3. Informasi adalah semua informasi tentang seks berkaitan dengan norma

sosial, ekonomi, hukum dan lain-lain yang dapat diperoleh anak remaja.

(6)

Data yang telah terkumpul kemudian diolah (editing, coding, entry, dan

cleaning data).

1. Editing, yaitu memeriksa kelengkapan, kejelasan makna jawaban,

konsistensi maupun kesalahan antar jawaban pada kuesioner. Apabila

terdapat data yang kurang lengkap dapat langsung diperbaiki di tempat

pengumpulan data.

2. Coding, yaitu memberikan kode-kode (khususnya yang berbentuk

angka/bilangan) untuk memudahkan proses pengolahan data.

3. Entry, yaitu memasukkan data untuk diolah menggunakan computer

apabila data sudah benar dan telah melewati editing dan coding.

4. Cleaning, yaitu membersihkan data dari kesalahan apabila ada dengan

melihat missing data, variasi data dan konsistensi data.

3.7.2. Analisis Data

Data yang telah diolah akan dianalisis secara deskriptif dan disajikan

dalam bentuk table distribusi dan dilanjutkan dengan membahas hasil penelitian

(7)

BAB IV

HASIL PENELITIAN

4.1 Gambaran Umum Lokasi Penelitian 4.1.1 Letak Geografis

Kelurahan Sudirejo 1 merupakan salah satu kelurahan yang ada di

Kecamatan Medan Kota dengan luas wilayah yaitu 89,69 Ha. Kelurahan Sudirejo

1 terdiri dari 9 lingkungan. Jumlah penduduk Kelurahan Sudirejo 1 sebanyak

14.354 jiwa yang terdiri dari penduduk laki-laki sebanyak 7. 105 jiwa dan

penduduk perempuan sebanyak 7.249 jiwa dengan jumlah Kepala Keluarga

sebanyak 2.822.

4.1.2 Batas Wilayah Kelurahan Sudirejo 1

Sebelah Utara berbatasan dengan Kelurahan Teladan Timur.

Sebelah Selatan berbatasan dengan Kelurahan Sudirejo II.

Sebelah Timur berbatasan dengan Kecamatan Medan Denai.

Sebelah Barat berbatasan dengan Kelurahan Teladan Barat.

4.1.3 Fasilitas Kesehatan

Fasilitas Kesehatan di Kelurahan Sudirejo 1 terdiri dari :

Puskesmas : 1

Posyandu : 11

Praktek Bidan Swasta : 5

(8)

4.1.4 Gambaran Penduduk

Tabel. 4.2 Frekuensi Responden Berdasarkan Usia

(9)

5 44-49 tahun 4 12,1 5 15,2

6 50-54 tahun 5 15,2 0 0

7 55-59 tahun 2 6,1 0 0

Total 33 100,0 33 100,0

Berdasarkan tabel 4.2 dapat diketahui bahwa sebagian besar responden

laki-laki berusia 38-43 tahun yaitu sebanyak 14 orang (42,4%) dan responden

perempuan berusia 38-43 tahun yaitu sebanyak 11 orang (33,3%), sedangkan

sebagian kecil responden laki-laki berusia 20-25 tahun yaitu sebanyak 1 orang

(3,0%) dan responden perempuan berusia 44-49 tahun yaitu sebanyak 5 orang

(15,2%).

4.2.2 Pendidikan Responden

Tabel. 4.3 Frekuensi Responden Berdasarkan Pendidikan Terakhir

Pendidikan Frekuensi %

SD 3 4,5

SMP 7 10,6

SMA/Sederajat 39 59,1

Diploma I/II/III 5 7,6

Sarjana/Strata I 12 18,2

Total 66 100,0

Berdasarkan tabel 4.3 dapat diketahui bahwa sebagian besar pendidikan

terakhir responden adalah SMA yaitu sebanyak 39 orang (59,1 %), sedangkan

sebagian kecil responden pendidikan terakhirnya adalah SD yaitu sebanyak 3

orang (4,5%).

(10)

Tabel. 4.4 Frekuensi Responden Berdasarkan Pekerjaan

Pekerjaan Frekuensi %

Wiraswasta 27 40,9

Ibu Rumat Tangga 18 27,3

Pegawai Swasta 11 16,7

PNS 2 3,0

Dan lain-lain 8 12,1

Total 66 100,0

Berdasarkan tabel 4.4 dapat diketahui bahwa sebagian besar responden

bekerja sebagai wiraswasta yaitu sebanyak 27 orang (40,9 %), sedangkan

sebagian kecil responden bekerja sebagai Pegawai Swasta dan PNS yaitu

sebanyak 2 orang (3,0%).

4.2.4 Penghasilan Responden

Tabel. 4.5 Frekuensi Responden Berdasarkan Penghasilan Keluarga

Penghasilan Frekuensi %

≤1.000.000 8 24,2

1.100.000-2.000.000 14 42,4

2.100.000-3.000.000 6 18,2

3.100.000-4.000.000 3 9,1

>4.000.000 2 6,1

Total 33 100,0

Berdasarkan tabel 4.5 dapat diketahui bahwa sebagian besar responden

berpenghasilan 1.000.000-2.000.000 yaitu sebanyak 14 orang (42,4 %),

sedangkan sebagian kecil responden berpenghasilan diatas Rp. 4.000.000 yaitu

(11)

4.3 Gambaran Peran Responden dalam Mengontrol Informasi yang Diperoleh Anak

Tabel. 4.6 Distribusi Frekuensi Peran Responden dalam Mengontrol Informasi yang Diperoleh anak

No Kategori Baik Kurang

N % N %

1 Tahukah anda bahwa anak anda belum/sudah pernah membaca buku/majalah/tabloid/surat

kabar porno atau menonton video porno ?

24 36,4 42 63,6

2 Apakah anda melarang anak anda (secara lisan) menonton TV yang berbau film-film

dewasa?

27 40,9 39 59,1

3 Apakah anda melarang (secara lisan) anak anda mengakses internet yang berbau

pornografi ?

31 47,0 35 53,0

Dari tabel 4.6 diatas dapat diketahui bahwa sebanyak 42 responden

(63,6%) tidak mengetahui bahwa anak belum/sudah pernah membaca

buku/majalah/tabloid/surat kabar porno atau menonton video porno. Sebagian

(12)

menonton film dewasa, begitu pula sebagian besar responden yaitu 35 orang

(53,0%) tidak melarang (secara lisan) anak mengakses internet yang berbau

pornografi.

Tabel. 4.7 Distribusi Frekuensi Peran Responden dalam Mengontrol Informasi yang Diperoleh anak

berperan baik dalam mengontrol informasi yang diperoleh anak sedangkan 39

orang responden (59,1%) kurang berperan dalam mengontrol informasi yang

diperoleh anak. Dapat disimpulkan bahwa sebagian besar responden kurang

berperan dalam mengontrol informasi yang diperoleh anak.

4.4 Gambaran Peran Responden dalam Memberikan Informasi Kepada Anak

Tabel. 4.8 Distribusi Frekuensi Peran Responden dalam Memberikan Informasi

3 Menurut anda apa dampak dari melakukan seks pranikah ?

61 92,4 5 7,6

4 Menurut anda apa efek dari menonton film porno ?

(13)

5 Menurut anda apa saja termasuk kedalam

8 Apakah anda memberikan penjelasan kepada anak anda tentang efek dari menonton film

yang berbau pornografi ?

21 31,8 45 68,2

9 Pernahkan anda menjelaskan tentang perubahan fisik (Perkembangan seksual)

remaja kepada anak ?

46 69,7 20 30,3

10 Pernahkan anda memberikan informasi tentang organ reproduksi dan fungsinya ?

13 19,7 53 80,3

11 Sebagai orang tua apakah bapak/ibu pernah memberikan informasi tentang penyakit

menular seksual ?

16 24,2 50 75,8

12 Apakah anda mengajarkan anak anda untuk tidak menonton film/video untuk mendapatkan

kepuasan seksual ?

13 19,7 53 80,3

13 Apakah anda pernah menjelaskan mengenai dampak perubahan fisik remaja kepada anak ?

32 48,5 34 51,5

Dari tabel 4.8 diatas dapat diketahui bahwa sebagian responden yaitu

sebanyak 34 responden (51,5%) berperan dalam memberikan informasi kepada

anak sedangkan sebagian kecil responden yaitu sebanyak 32 responden (48,5%)

kurang berperan dalam memberikan informasi kepada anak.

(14)

No Kategori Frekuensi %

1 Baik 34 51,5

2 Kurang 32 48,5

Total 66 100,0

Dari tabel 4.9 diatas diketahui sebanyak 34 orang responden (51,5%)

berperan baik dalam memberikan informasi sedangkan 32 orang responden

(48,5%) kurang berperan dalam memberikan informasi. Dapat disimpulkan bahwa

(15)

4.5. Gambaran Peran Responden dalam Menjelaskan Bagaimana Cara Mengatasi Perkembangan Seksualitasnya.

Tabel 4.10 Distribusi Frekuensi Peran Responden dalam Menjelaskan Bagaimana Cara Mengatasi Perkembangan Seksualitasnya.

No Kategori Baik Kurang

N % n %

1 Apakah anda pernah memberikan pengertian kepada anak anda untuk tidak berpacaran saat

masih sekolah ?

34 51,5 32 48,5

2 Apakah anda mengawasi anak anda saat keluar rumah ? (waktu, tempat dan teman) ?

51 77,3 15 22,7

3 Sebagai orang tua apakah anda menasehati dan membatasi anak dalam bergaul dengan lawan

jenis ?

47 71,2 19 28,8

4 Sebagai orang tua apakah anda mengetahui bahwa anak anda belum pernah/sudah/sedang

berpacaran ?

23 34,8 43 65,2

5 Jika ya, tahukan anda bahwa anak anda blm/sudah pernah melakukan ciuman (tangan,

kening,pipi, ataupun bibir) ?

20 30,3 46 69,7

6 Apakah anda melarang (secara lisan) anak perempuan menggunakan pakaian minim/tipis

saat berada diluar rumah ? tidak berhubungan seksual sebelum menikah ?

51 77,3 5 22,7

(16)

anak anda cara-cara mengatasi perkembangan

seksualitasnya ?

11 Apakah Anda pernah mengajarkan anak anda untuk menjaga bagian tubuh tertentu agar tidak

disentuh/diraba orang lain (Mis, payudara,

paha, dll) ?

52 78,9 14 21,1

12 Apakah anda mengajarkan anak anda untuk menolak ajakan berhubungan seksual dari

pacarnya ?

14 21,2 52 78,8

Dari tabel 4.10 diatas dapat diketahui bahwa sebagian besar responden

yaitu 43 orang (65,2%) tidak mengetahui bahwa anak belum/sudah/sedang

berpacaran. Sebagian besar yaitu sebanyak 46 orang (69,7%) tidak mengetahui

bahwa anak belum/sudah berciuman. Sebagian besar yaitu sebanyak 41 orang

(62,1%) tidak pernah mengamati dan memberi solusi pada anak ketika memiliki

masalah seksualitas. Sebagian besar yaitu sebanyak 53 orang responden (80,3%)

tidak mengetahui bahwa anak belum/sudah melakukan onani/masturbasi.

Sebagian besar responden yaitu sebanyak 43 orang (65,2%) tidak

memberitahukan kepada anaknya cara-cara mengatasi perkembangan seksualnya.

Sebagian besar responden yaitu sebanyak 52 orang responden (78,8%) tidak

mengajarkan anak untuk menolak ajakan berhubungan seksual dari pacarnya.

Tabel 4.11 Distribusi Kategori Peran Responden dalam Menjelaskan Bagaimana Cara Anak Mengatasi Perkembangan Seksualitasnya.

No Kategori Frekuensi %

1 Baik 34 51,5

2 Kurang 32 48,5

(17)

Dari tabel 4.11 diatas diketahui sebanyak 34 orang responden (51,5%)

berperan baik dalam menjelaskan cara mengatasi perkembangan seksualnya

sedangkan 32 orang responden (48,5%) kurang berperan dalam menjelaskan cara

mengatasi perkembangan seksualnya. Dapat disimpulkan bahwa sebagian besar

responden berperan dalam menjelaskan bagaimana cara anak mengatasi

(18)

BAB V PEMBAHASAN

5.1 Karateristik Responden

Dari hasil penelitian yang dilakukan pada 66 pasangan usia subur dapat

diketahui bahwa sebagian besar responden laki-laki berumur 38-43 tahun yaitu

sebanyak 14 orang (42,4%) dan sebagian besar responden perempuan berumur

38-43 tahun yaitu sebanyak 11 orang (33,3%). Sebagian kecil responden laki-laki

berumur 20-25 yaitu sebanyak 1 orang (3,0%) dan sebagian kecil responden

perempuan berumur 26-31 tahun dan 44-49 tahun yaitu sebanyak 5 orang

(15,1%). Menurut Notoatmodjo (2003), semakin tua umur seseorang semakin

lebih bijaksana dan semakin banyak informasi yang dapat menambah

pengetahuannya serta proses-proses perkembangan mentalnya juga bertambah

baik.

Pendidikan menurut Undang-undang Repubilk Indonesia nomor 20 tahun

2003 pasal 13, menyatakan: “ pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk

mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara

aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual

keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecedasan, akhlak mulia, serta

keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara”. Pada tabel

4.3 dapat dilihat bahwa lebih dari setengahnya responden berpendidikan terakhir

SMA sederajat yaitu sebanyak 39 orang (59,1%), sisanya DI/II/II sebanyak 5

(19)

yang hanya tamat SD yaitu sebanyak 3 orang (4,5%) dan SMP yaitu sebanyak 7

orang (10,6%).

Untuk pekerjaan responden, lebih dari setengahnya responden adalah

wiraswasta yaitu sebanyak 27 orang (40,9%) kemudian sisanya adalah ibu rumah

tangga yaitu sebanyak 18 orang (27,3%), pegawai swasta sebanyak 11 orang

(16,7%), PNS sebanyak 2 orang (3,0%) dan yang memiliki pekerjaan-pekerjaan

lain sebanyak 8 orang (12,1%). Pekerjaan secara umum adalah sebagai sebuah

kegiatan aktif yang dilakukan oleh manusia. Pekerjaan merupakan suatu kegiatan

aktifitas seseorang untuk memperoleh penghasilan guna memenuhi kebutuhan

hidupnya sehari-hari.

Pekerjaan juga berkaitan dengan pendapatan. Dalam kamus besar bahasa

Indonesia pendapatan adalah hasil kerja (usaha dan sebagainya). Semakin tinggi

penghasilan maka semakin tinggi kemampuan seseorang untuk memenuhi

kebutuhan, khususnya kesehatan. Penghasilan yang tinggi memudahkan seseorang

dalam memperoleh pelayanan dan infromasi-informasi tentang kesehatan.

Sebagian besar pasangan usia subur berpenghasilan 1.100.000-2.000.000 yaitu

sebanyak 14 orang (42,4%). Hanya sebagian kecil responden yang berpenghasilan

diatas Rp. 4.000.000 yaitu sebanyak 2 orang (6,1%)

5.2 Peran Pasangan Usia Subur dalam dalam Mengontrol Informasi yang Diperoleh Anak

Dari hasil penelitian pada tabel 4.6 diketahui bahwa sebanyak 42 orang

responden (63,6%) tidak mengetahui bahwa anaknya belum/sudah membaca

(20)

sebanyak 39 orang (59,1%) melarang anaknya menonton tv yang berbau

pornografi dan sebanyak 35 orang responden (53,0%) melarang anak mengakses

internet berbau pornografi. Berdasarkan tabel 4.7 Dapat disimpulkan bahwa peran

pasangan usia subur dalam mengontrol informasi yang diperoleh anak berada

pada kategori kurang, yaitu sebanyak 39 orang (59,1%). Hal ini disebabkan oleh

sebagian responden menganggap anaknya sudah mengerti bahwa menonton video

porno atau hal-hal berbau pornografi lainnya adalah tidak baik. Hal ini sesuai

dengan pendapat lestari (2007) Pada umumnya orang tua beranggapan anak akan

mengetahui sendiri tentang seks apabila mereka telah besar dan dewasa.

Beberapa responden menganggap anaknya belum pernah mengakses

hal-hal berbau pornografi tetapi yang terjadi adalah sebaliknya. Berdasarkan

penelitian yang dilakukan kepada anak remaja dari responden, diketahui bahwa

anak sudah pernah mengakses atau menonton video porno dan merahasiakannya

dari orang tua karena takut orang tuanya marah.

Banyak terjadi ketidakpahaman remaja tentang seks dan kesehatan

reproduksi. Di lingkungan sosial masyarakat, seks hanya ditawarkan sebatas

komoditi, seperti media-media yang menyajikan hal-hal yang bersiat pornografi,

seperti vcd, majalah, internet bahkan tanyangan televisi (Irianto 2014). Para ahli

menyatakan bahwa aktifitas seksual pada anak yang belum dewasa selalu

memunculkan dua kemungkinan pemicu; pengalaman dan melihat. Hal ini berarti

anak-anak yang menyimpang secara seksual sering melihat adegan seks tanpa

penjelasan ilmiah yang selalu membangkitkan birahi dan mengakibatkan

(21)

dijalankan, pasangan usia subur haruslah memberikan kontrol yang tepat agar

remaja tidak memiliki kesempatan dan akses terhadap film atau video porno.

Sebagian besar responden sudah melarang anaknya menonton film porno

dan mengakses internet yang berbau pornografi tetapi tidak mengetahui anaknya

sudah/belum membaca buku/majalah dan menonton tv. Dari hasil penelitian yang

dilakukan pada remaja responden diketahui, meskipun sudah dilarang oleh orang

tua remaja tetap menonton film porno karena kurangnya kedekatan kepada orang

tua sehingga remaja cenderung mengabaikan larangan orang tua ditambah remaja

mendapat pengaruh dari lingkungan teman sebayanya. Hal ini sejalan dengan

penelitian Apriyanthi (2011) yaitu kontrol orang tua tidak menjadi acuan remaja

dalam berprilaku, dibutuhkan komunikasi dan kedekatan antara orang tua dan

anak.

5.3 Peran Pasangan Usia Subur dalam Memberikan Informasi Kepada Anak

Dari hasil penelitian pada tabel 4.8 diketahui bahwa sebagian besar

responden yaitu sebanyak 58 orang (87,9%) sudah mengetahui perkembangan

seksual yang terjadi pada remaja dan sebanyak 61 orang responden (92,4%) sudah

mengetahui dampak seks pranikah. Sebanyak 47 orang responden (71,2%) sudah

pernah menjelaskan tentang perubahan fisik kepada anaknya. Berdasarkan hasil

penelitian pada tabel 4.9 Dapat disimpulkan bahwa peran pasangan usia subur

dalam memberikan informasi kepada anak berada pada kategori baik, yaitu

(22)

Diketahui bahwa responden tetap memberikan informasi mengenai

seksualitas kepada anak meskipun informasi tersebut dapat diperoleh anak di

sekolah. Pasangan usia subur mengatakan bahwa mereka dapat mengawali

pembicaraan dengan memberikan informasi-informasi ringan untuk kemudian

berlanjut kepada diskusi-diskusi mengenai permasalahan-permasalahan yang

dialami anaknya. Hal ini selaras dengan penelitian yang dilakukan oleh Lestari

(2015) yaitu penyampaian pendidikan seks dapat dilakukan dengan sharing.

Sebagian responden tidak pernah memberikan informasi atau pengetahuan

kepada anaknya karena menganggap informasi seperti penyakit menular seksual,

anatomi fisiologi organ reproduksi manusia dan perubahan fisik remaja sudah

didapatkan anak di sekolah, selain itu responden merasa malu saat membicarakan

seks kepada anaknya terutama saat membicarakan mengenai organ reproduksi.

Hal ini sesuai dengan pendapat Irianto (2014) yaitu sikap-sikap yang ditampilkan

orang tua cenderung tertutup dalam menghadapi pertanyaan-pertanyaan yang

menyangkut masalah seks, dan menganggap tabu bagi anak-anak untuk

mengetahui masalah seks.

Sebagai remaja, sesuai dengan perkembangan hormonalnya, emosi mulai

berkembang. Minat menjadi luas, demikian pula terhadap masalah-masalah seks.

Rasa ingin tahu ini mendorong anak untuk berusaha mencari infromasi di dalam

lingkungannya (Irianto, 2014). Oleh karena itu, hal yang paling membahayakan

adalah bila informasi yang diterima anak berasal dari sumber yang kurang tepat

sehingga akhirnya remaja menginterpretasikannya dengan salah (Kusmiran,

2011). Disinilah pasangan usia subur berperan sebagai orang tua dalam

(23)

Sebagian responden merasa tidak percaya diri untuk memberikan

informasi tentang penyakit menular seksual dan anatomi fisiologi organ

reproduksi karena menganggap belum memiliki pengetahuan yang memadai. Hal

ini sesuai dengan pendapat Michail (2006) bahwa seorang pendidik seks harus

mempunyai wawasan tertentu misalnya, bagaimana mendapatkan kehamilan dan

bagaimana mencegahnya dan Wuryani (2008) bahwa pengetahuan yang

menyeluruh tentang seksualitas menjadi syarat yang sangat penting untuk menjadi

pendidik untuk anak-anak dan pentingnya pengetahuan tentang seks dapat

mengajarkan anak laki-laki dan perempuan tentang fakta-fakta serta nilai-nilai

moral yang menyertainya, yang harus digabungkan dengan informasi yang benar

tentang seks.

5.4 Peran Responden dalam menjelaskan bagaimana cara mengatasi perkembangan seksualitasnya.

Berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa sebagian besar pasangan usia

subur yaitu sebanyak 51 orang (77,3%) mengawasi pergaulan anaknya. Sebagian

besar mengawasi anaknya saat pergi keluar rumah dengan menanyakan

pertanyaan seperti “dengan siapa ?” dan “pergi kemana ?” serta memberi batasan

waktu. Beberapa orang tua bahkan mengaharuskan anaknya membawa temannya

kerumah untuk melihat teman anaknya secara langsung. Hal ini sesuai dengan

pendapat Kusmiran (2011) yaitu orang tua harus memperhatikan lingkungan dan

pergaulan anak karena kedua hal ini ikut membentuk kepribadian anak. Meskipun

orang tua menerapkan disiplin yang ketat dalam mendidik anak di rumahnya, akan

(24)

orang tuapun akan merasa kesulitan dalam mengarahkan pembentukan

kepribadian yang positif dan konstruktif.

Pada masa pubertas terjadi perubahan yang besar pada remaja, yaitu

meningkatnya hormon seksualitas dan mulai berkembangnya organ-organ seksual

serta organ-organ reproduksi remaja. Terjadinya perubahan fisik pada masa

pubertas turut mempengaruhi perkembangan emosi anak di usia ini. Mereka mulai

bertanya banyak hal yang berbeda dengan apa yang selama ini dipahaminya. Anak

di usia ini sering memberikan kritikan, yang sering diwujudkan dalam bentuk

pembangkangan ataupun pembantahan. Tidak hanya itu, mereka mulai memiliki

idola baru dan mereka lebih senang bergaul dengan kelompok yang dianggap

sesuai dengan kesenangannya (Irianto,2014)

Pendidikan yang diterapkan orang tua sejak dini dapat berlalu begitu saja

jika anak berada dalam pergaulan yang salah. Pada kondisi ini, mereka

membutuhkan pertolongan dari orang tuanya. Jika para orang tua dapat secara arif

dan bijaksana menyikapi permasalahan yang dialami oleh anak-anak dan

lingkungan sekitarnya terhadap masalah seks ini, arti seks itu sendiri akan berubah

menjadi sangat indah dan berarti bagi kelangsungan hidup manusia (Dianawati,

2006).

Berdasarkan hasil penelitian, sebagian kecil, yaitu sebanyak 23 orang

(34,8) mengetahui apakah anaknya belum/sudah/sedang berpacaran sedangkan

sisanya tidak tahu. Beberapa orang tua menganggap diri mereka mengetahui

secara pasti apakah anaknya belum/sudah/sedang berpacaran, tetapi pada

(25)

remaja dari responden diketahui, banyak remaja yang berpacaran tanpa

sepengetahuan orang tuanya. Hanifah (2002) mengatakan bahwa pacaran

dianggap sebagai pintu masuk hubungan yang lebih dalam lagi, yaitu hubungan

seksual sebagai wujud kedekatan antara dua orang yang sedang jatuh cinta.

Persoalannya, banyak remaja kurang terampil dalam berpacaran sehingga mudah

tergelincir dan terlibat dalam perilaku seksual yang tidak semestinya dilakukan

remaja yang belum menikah (Subiyanto, 2007).

Perilaku seksual pada remaja berpacaran misalnya dengan berbagai

perilaku seksual seperti ciuman dan sentuhan-sentuhan seks yang pada dasarnya

adalah keinginan untuk menikmati dan memuaskan dorongan seksual (Mu‟tadin,

2002). Dorongan seksual yang meningkat dan rasa ingin tahu yang besar tentang

seksualitas seringkali membawa remaja yang sedang berada dalam posisi rentan

terhadap kasus-kasus ”keterlanjuran”. Masalah-masalah ”keterlanjuran” akibat

seksualitas pada remaja dapat berupa perilaku seksual pranikah yang dapat

mengakibatkan kehamilan pranikah dan penularan penyakit seksual (Prihartini,

2002).

Berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa sebagian besar orang tua

tidak mengetahui apakah anaknya sudah/belum pernah ciuman, hanya sebanyak

20 orang (30,3%) yang mengetahui dengan pasti. Berdasarkan hasil wawacara

dengan remaja responden diketahui bahwa beberapa anak hanya memberitahu

bahwa mereka sudah pernah berpacaran tapi tidak memberitahu orang tua bahwa

(26)

Begitu pula dengan perilaku seks lainya, yaitu onani atau masturbasi.

Berdasarkan hasil penelitian pada tabel 4.10 diketahui hanya sebanyak 13 orang

(19,7%) pasangan usia subur yang mengetahui apakah anaknya sudah/belum

pernah melakukan onani atau masturbasi. Sebagian orang tua mengalami

kekhawatiran terhadap perilaku seksual anaknya, terutama remaja laki-laki, tetapi

malu untuk mencari tahu.

Berdasarkan Kinsey dalam johan (1994), sampai usia 20 tahun 92% dari

pria dan 33% dari wanita sudah pernah melakukan masturbasi atau onani. Yang

paling banyak melakukan masturbasi adalah remaja (khususnya pria) yang berada

di antara usia 16 sampai 20 tahun. Remaja melakukan dianggap wajar karena pada

usia ini remaja mengalami perkembangan dan dorongan seksual yang luar biasa

besar. Tetapi remaja yang suka melakukan masturbasi biasanya akan ketagihan.

Masturbasi yang dilakukan secara berlebihan atau menggunakan alat-alat tertentu

bisa berakibat lecet yang kemudian dapat mengakibatkan infeksi atau juga

keadaan infertil sementara (dimana produksi sperma semakin lama semakin

berkurang karena dipaksa terus-menerus dikeluarkan) (Kusmiran, 2011). Selain

itu, masturbasi memupuk sikap yang mengartikan seksualitas dari segi

biologis-fisis semata (Johan, 2006)

Dari hasil penelitian pada tabel 4.10 diketahui bahwa sebagian besar

pasangan usia subur yaitu 52 orang responden (78,8 %) tidak pernah mengajarkan

anaknya untuk menolak ajakan berhubungan seksual dari pacar kepada anaknya,

khususnya remaja perempuan. Hanya sebagian kecil yaitu sebanyak 14 orang

(21,2%) yang pernah mengajarkan anaknya. Padahal, kemampuan dan

(27)

Dengan demikian, dia dapat melawan tekanan yang datang dari lingkungan

pergaulan dan pasangannya (Dianawati, 2006)

Berdasarkan Dianawati (2006) karena kebutuhan seseorang untuk

mencintai dan dicintai, seseorang harus rela melakukan apa saja terhadap

pasangannya, tanpa memikirkan resiko yang nantinya dihadapinya. Akibatnya,

dengan alasan “cinta harus rela menyerahkan segalanya”, seorang perempuan

tidak dapat menolak ajakan pacarnya. Disini pasangan usia subur berperan untuk

membantu anaknya menolak ajakan tersebut.

Dari hasil penelitian pada tabel 4.10 diketahui bahwa sebagian besar

responden yaitu 34 orang (51,5%) telah memberikan pengertian kepada anaknya

untuk tidak berpacaran saat masih sekolah, sebanyak 51 orang responden (77,3%)

mengawasi anaknya saat keluar rumah dan sebanyak 47 orang responden (71,2%)

menasehati dan membatasi anak dalam bergaul dengan lawan jenis. Sebagian

besar responden yaitu sebanyak 52 orang (78,8%) melarang anak untuk

menggunakan pakaian minim/tipis saat keluar rumah. Sebanyak 51 orang

responden (77,3%) mengajarkan anaknya untuk tidak berhubungan seksual

sebelum menikah dan sebanyak 52 orang responden (78,9%) mengajarkan

anaknya untuk menjaga tubuhnya. Berdasarkan hasil penelitian pada tabel 4.13

dapat disimpulkan bahwa peran orang tua dalam menjelaskan bagaimana cara

mengatasi perkembangan seksualitasnya berada pada kategori baik, yaitu

sebanyak 34 orang (51,5%).

Diketahui bahwa orang tua khususnya pria(ayah) tidak dapat

(28)

waktu. Hal ini sejalan dengan penelitian Erni (2013) yaitu kesibukan orang tua

dalam mencari nafkah untuk memenuhi kebutuhan keluarga menjadi faktor

yang mempengaruhi kecenderungan orang tua tidak memberikan seks pada

anak remaja. Sebagian lagi menganggap bahwa mengurus anak-anaknya adalah

pekerjaan wanita(ibu) sedangkan pria(ayah) hanya bertanggung jawab untuk

mencari nafkah bagi keluarga. Sedangkan beberapa responden yang mencoba

melakukan pendekatan kepada anaknya mengatakan bahwa anak cenderung

tertutup dari orang tua sehingga sulit untuk membantu anak dalam mengatasi

(29)

BAB VI

KESIMPULAN DAN SARAN

6.1 Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian peran pasangan subur yang memiliki remaja

terhadap pendidikan di kelurahan Sudirejo-1 terhadap 66 responden maka dapat

ditarik kesimpulan sebagai berikut :

1. Karateristik responden dimana variabel umur responden terbanyak adalah

38-43 tahun, sebagian besar responden berpendidikan terakhir SMA

sederajat, sebagian besar resonden bekerja sebagai wiraswasta dan

sebagian besar tidak berpenghasilan.

2. Peran pasangan usia subur dalam mengontrol informasi yang diperoleh

anak berada pada kategori kurang. Pasangan usia subur tidak pernah

memberi kontrol berupa larangan secara lisan atau langsung untuk

mengkaseks hal-hal berbau pornografi pada anaknya karena menganggap

anaknya sudah mengerti bahwa menonton video porno atau hal-hal berbau

pornografi lainnya adalah tidak baik.

3. Peran pasangan usia subur dalam memberi informasi kepada anaknya

berada pada kategori baik. Pasangan usia subur memiliki pengetahuan

yang baik mengenai pendidikan seks dan memberikan informasi tersebut

kepada anaknya.

4. Peran pasangan usia subur dalam membantu anak mengatasi

(30)

pasangan usia subur berdiskusi dan menasehati anaknya saat menghadapi

permasalahan-permasalahan seksualitasnya.

5. Peran pasangan usia subur dalam memberikan pendidikan seks kepada

anaknya remajanya berada pada kategori “kurang”. Hal ini disebabkan

oleh pasangan usia subur yang masih malu untuk memberikan pendidikan

seks karena masih menganggap bahwa membicarakan seks dengan

anaknya adalah hal yang tabu, Pekerjaan pasangan usia subur yang

mengakibatkan berkurangnya waktu untuk memberikan informasi dan

pengawasan kepada remaja dan penghasilan rendah yang mengakibatkan

pasangan usia subur tidak memiliki akses untuk memperoleh informasi

mengenai pendidikan seks.

6.2 Saran

1. Diharapkan kepada Kepada orangtua untuk mau mengubah paragdigma

tentang pentingnya informasi terkait pendidikan seks secara dini serta

resiko atau bahayanya yang selama ini dianggap tabu, bertindak tegas

dalam membina keluarga khususnya kepada anak, lebih mendekatkan

diri kepada anak agar tahu perkembangannya dan mengarahkan anak

dengan kegiatan-kegiatan positif di lingkungan sekolah maupun di

lingkungan rumah.

2. Kepada Kelurahan Sudirejo 1 untuk menjalin kerjasama keopada Dinas

Kesehatan, BKKBN Sumatera Utara, Dinas Pendidikan dan

Lembaga-lembaga yang terkait lainnya baik negeri maupun swasta untuk

(31)

bagi Orang tua dan anak remaja yang dilaksanakan di beberapa sekolah di

Gambar

Tabel. 4.2 Frekuensi Responden Berdasarkan Usia
Tabel. 4.3 Frekuensi Responden Berdasarkan Pendidikan Terakhir
Tabel. 4.4 Frekuensi Responden Berdasarkan Pekerjaan
Tabel. 4.6 Distribusi Frekuensi Peran Responden dalam Mengontrol Informasi yang Diperoleh anak
+5

Referensi

Dokumen terkait

a. Manajemen Rumah Sakit... Prosedur Informed Consent di Rumah Sakit Panti Wilasa Dr. Tatalaksana/Prosedur Informed Consent di Rumah Sakit Panti Wilasa Dr. Prosedur Jika

Budaya Islam di Indonesia telah mempengaruhi berbagai aspek kehidupan bangsa Indonesia, namun dalam perkembangannya, pola dasar kebudayaan setempat yang tradisional masih tetap

JUDUL : TELUR NYAMUK WOLBACHIA DI TEGALREJO MEDIA : MINGGU PAGI. TANGGAL : 02

Tingkat Pencemaran Udara CO Akibat Lalu Lintas dengan Model Prediksi Polusi Udara Skala Mikro.. Jurnal Ilmiah

Dari hasil penelitian yang telah dilakukan oleh tim pengembang berdasarkan metode QFD (Quality Function of Deployment), maka tim mengambil keputusan bahwa Konsep

Beberapa komponen penting dalam pemupukan berimbang mendukung teknologi jarwo super yaitu: 1) Pengelolaan hara yang tepat termasuk di dalamnya pemupukan berimbang dengan

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui apakah model pembelajaran Numbered Heads Together efektif dalam meningkatkan hasil belajar siswa kelas V SD 3 Panjunan

PENGARUH MOTIVASI KERJA DAN DUKUNGAN ORGANISASI TERHADAP KINERJA PEGAWAI DENGANi. KEPUASAN KERJA SEBAGAI VARIABEL PADA MODERATING PADA PANITIA