• Tidak ada hasil yang ditemukan

ANALISIS FAKTOR FAKTOR YANG MEMPENGARUHI (4)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "ANALISIS FAKTOR FAKTOR YANG MEMPENGARUHI (4)"

Copied!
42
0
0

Teks penuh

(1)

PROPOSAL

Untuk Memenuhi Salah Satu Persyaratan Mencapai

Derajat Gelar Sarjana Ekonomi

Oleh:

EKO

PRASETYO

NIM: 104 107 05

JURUSAN AKUNTANSI

FAKULTAS EKONOMI

UNIVERSITAS ISLAM DARUL ‘ULUM

LAMONGAN

2014

(2)

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Dalam rangka pembiayaan negara, pajak merupakan salah satu sumber peerimaan negara yang masih bisa ditingkatkan lagi, mengingat subjek dan objek pajaknya yang begitu besar karena mencakup seluruh wilayah republik indonesia.

Setiap negara pasti berupaya untuk menyejahterakan rakyatnya. Hal ini dapat di lihat dari fasilitas – fasilitas yang tersedia yang bertujuan untuk menyejahterakan rakyatnya. Namun yang harus kita ketahui, setiap fasilitas yang tersedia pasti terdapat sumber pendapatan untuk membiayai itu semua. Pendapatan terbesar suatu negara yang dapat kita lihat bahwa salah satunya bersumber dari pajak.

Pajak mempunyai peranan yang sangat penting dalam kehidupan bernegara, khususnya di dalam melanjutkan pembangunan, karena pajak merupakan sumber pendapatan negara untuk membiayai semua pengeluaran negara. Selain itu, pajak digunakan untuk memenuhi kebutuhan nasional, baik berupa barang ataupun jasa.

(3)

jalannya roda pemerintahan dan bernegara, diharapkan masyarakat dapat berperan aktif daa\lam membayar pajak.

Namun dalam era modern ini, acuan yang paling pokok dalam pemungutan pajak adalah dengan mempertimbangkan masalah bukti nyata dan praktisnya pelaksanaan pemungutan pajak. Banyak orang merasa bahwa pemotongan pajak mengakibatkan berkurangnya penghasilan yang mereka terima, sementara dipihak lain tidak ada kontraprestasi (jasa timbale) yang langsung merek rasakan. Oleh karena itu, salah satu cara yang dilakukan oemerintah untuk menngkatkan peranan masyarakat dalam perpajakan adalah dengan melakukan reformasi pajak. Hal ini bertujuan menghapus keruwetan system perpajakan sederhana, mudah, adil, memberikan kepastian hokum dan memberikan fasilitas budgeter, regulated-social pajak, seperti yang terjadi pada pajak bumi dan bangunan. PBB ini merupakan pajak obyekif atau kebendaan, yang dibayar oleh pendapatan wajib pajak dimana tingkat kemampuan wajib pajak akan memperngaruhi tingkat keberhasilan penerimaan pajak.

Jika dilihat dari fungsinya, pajak dibedakan menjadi 2 fungsi yaitu, fungsi budgeter dan fungsi regulatory. Fungsi budgeter pajak berarti pajak dijadikan sebagai alat pemerintah untuk menghimpun dana dari masyarakat untuk berbagai kepentingan pembiayaan Negara. Sedangkan fungsi

(4)

Dalam upaya pemerintah daerah untuk meningkatkan perolehan dana pertimbangan dari pemerintah pusat khususnya bagi hasil pajak dan bukan pajak telah mendekati hasil yang diharapkan. Disamping bagian hasil pajak pusat seperti PBB dan PPh, yang diterima telah cukup besar. Maka sesuai direktur jendral lembaga departemen keuangan tanggal 4 juni 2001, bahwa seluruh penerimaan Negara bukan pajak yang diperoleh dari suatu pelayanan yang kewenangannya telah diserahkan kepada daerah menjadi pendapatan asli daerah (PAD) dan bukan merupakan penerimaan Negara bukan pajak lagi.

Perubahan tersebut dimaksudkan guna meningkatkan pelayanan publik yang pada akhirnya tentu akan bermuara pada peningkatan kesejahteraan masyarakat yang lebih luas. Desentralisasi kewenangan pada dasarnya adalah mendekati fungsi pelayanan pada masyarakat, masyarakat dipermudah dalam memenuhi hak dan kewajiban sebagai masyarakat. Berkenaan dengan PBB. Meskipun memiliki nilai rupiah relatif kecil dibandingkan dengan pajak pusat lainnya, tetapi mempunyai dampak yang luas, sebab hasil penerimaan PBB dikembalikan untuk pembangunan daerah yang bersangkutan. Disamping itu, PBB juga mempunyai wajib pajak yang terbesar dibandingkan pajak – pajak lainnya, penerimaan PBB dari tahun ke tahun terus meningkat dan berpresentase lebih besar dibandingkan dengan presentase kenaikan pajak lain dan APBN.

(5)

telah dilakukan reformasi perpajakan dengan system baru. Hal ini kemungkinan disebabkan karena dengan membayar pajak, kesadaran wajib pajak, pemahaman wajip pajak, kemampuan wajib pajak dan system pemungutan. Pada dasarnya tidak ada masyarakat yang rela untuk membayar pajak. Untuk itu dibutuhkan pemahaman yang cukup baik tentang pajak, sehingga masyarakat akan rela untuk membayar pajak.

Berdasarkan permasalahan tersebut diatas maka penulis mengambil judul skripsi ini mengenai “ ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENERIMAAN PAJAK BUMI DAN BANGUNAN

DI KECAMATAN SEKARAN KABUPATEN LAMONGAN. ”

B. Identifikasi Masalah

Identifikasi masalah merupakan proses pengumpulan berbagai hal yang berhubungan dengan masalah penelitian dari sumber masalah. Maka berdasarkan latar belakang masalah di atas dapat diidentifikasi masalah yang dapat mempengaruhi dalam meningkatkan penerimaan Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) di Kecamatan Sekaran Kabupaten Lamongan antara lain :

1. Perilaku fiskus dalam menagih pajak

2. Kesadaran wajib pajak.

3. Efektivitas penarikan pajak.

4. Tingkat ketepatan penyampaian STP.

(6)

C. Batasan Masalah

Agar tidak terjadi pembahasan yang melebar dalam penelitian ini, dan menghindari pembahasan terlalu luas, peneliti hanya membatasi pada masalah-masalah yang berkaitan dengan factor-faktor yang mempengaruhi penerimaan pajak bumi dan bangunan di kecamatan Sekaran kabupaten Lamongan.

D. Rumusan Masalah

Berdasarkan batasan masalah di atas, maka peneliti merumuskan masalah tentang: “ Apakah tingkat kesadaran wajib pajak, Tingkat ketepatan penyampaian STP, dan Sistem Pemungutan berpengaruh terhadap penerimaan Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) di Kecamatan Sekaran Kabupaten Lamongan. “

E. Tujuan Penelitian

(7)

F. Kegunaan penelitian

Manfaat dilakukannya penelitian ini adalah:

1. Bagi Pemerintah Kabupaten Lamongan

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan gambaran tentang

faktor-faktor yang mempengaruhi Penerimaan PBB dan dampaknya terhadap penerimaan daerah di Kabupaten Lamongan, sehingga dapat menjadi bahan

masukan bagi pemerintah Kota Mojokerto dalam mengelola keuangan daerah

dan mencari upaya-upaya dalam meningkatkan penerimaan pajak khususnya

PBB diwilayah Kabupaten Lamongan.

2. Bagi Ilmu Pengetahuan

Dari hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah pengetahuan dan

dapat menerapkan teori yang telah diperoleh selama kuliah untuk

dipraktikan secara langsung dalam kasus yang nyata, dibidang pajak bumi

dan bangunan.

3. Bagi UNISDA

(8)

BAB II

LANDASAN TEORI

1. Teoritisasi Variabel

Menurut Saifuddin Zuhri (2002)Teoritisasi Variabel merupakan teori-teori dan konsep yang mendukung masalah penelitian. Diawali dengan bidang ilmu tertentu kemudian diurai ke hal-hal yang lebih spesifik.

A. Pajak

1) Pengertian Pajak

MenurutMardiasmo (2003:1), “Pajak ialah iuran rakyat kepada kas negara berdasarkan undang-undang (yang dapat dipaksakan) dengan tiada mendapat jasa timbal (kontra-prestasi) yang langsung dapat ditunjukkan dan yang digunakan untuk membayar pengeluaran umum.”

Sedangkan menurut Waluyo dan Wirawan (2002;4), “Pajak adalah iuran kepada negara (yang dapat dipaksakan) yang terutang oleh yang wajib membayarnya menurut peraturan-peraturan dengan tidak mendapat prestasi kembali yang langsung dapat ditunjuk, dan yang gunanya adalah untuk membiayai pengeluaran umum berhubungan dengan tugas negara untuk menyelenggarakan pemerintahan.”

(9)

Menurut Erly Suandy ( 2011 ) terdapat dua fungsi dalam pajak, yaitu fungsi budgetair (sumber keuangan negara) dan fungsi regularen

(pengatur).

a) Fungsi Budgetair (sumber keuangan negara)

Yaitu pajak merupakan salah satu sumber penerimaan pemerintah untuk membiayai pengeluaran, baik pengeluaran rutin maupun pembangunan. Sebagai sumber keuangan negara, pemerintah berupaya memasukan uang sebanyak-banyaknya untuk kas negara. Dalam hal ini pemerintah melakukannya dengan cara ekstensifikasi maupun intensifikasi pemungutan pajak melalui penyempurnaan peraturan sebagai jenis pajak seperti Pajak Penghasilan (PPh), Pajak Ppertambahan Nilai (PPN), dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM), Pajak Bumi dan Bangunan (PBB), dan lain-lain.

b) Fungsi Regularend (Pengatur)

pajak mempunyai fungsi pengatur, artinya pajak sebagai alat untuk mengatur atau melaksanakan kebijakan pemerintah dalam bidang sosial dan ekonomi, serta mencapai tujuan-tujuan tertentu diluar bidang keuangan.

(10)

Menurut Siti Resmi (2013:4) yang mengutip dari R. Santoso Brotodiharjomenyatakan bahwa hukum pajak termasuk hukum publik. Hukum publik merupakan bagian dari tata tertib hukum yang mengatur hubungan antara penguasa dengan warganya.Hukum publikmemuat cara-cara untuk mengatur pemerintahan.

Dan menurut Mardiasmo (2011:4) yang termasuk hukum publik antara lain :

a) Hukum Tata Negara

b) Hukum Pidana

c) Hukum Tata Usaha (administratif),

d) Hukum Pajak

4. Yuridiksi Pemungutan Pajak

Menurut Siti Resmi (2013:10), yurisdiksi pemungutan pajak merupakan salah satu cara pemungutan pajak yang didasarkan pada tempat tinggal seseorang atau berdasarkan kebangsaan seseorang atau berdasarkan sumber di mana penghasilan diperoleh. Yurisdiksi yang dimaksud adalah batas kewenangan yang dapat dilakukan oleh suatu negara dalam memungut pajak terhadap warga negaranya, agar pemungutan tidak berulang-ulang yang bisa memberatkan orang yang dikenakan pajak. Yaitu sebagai berikut:

a) Asas Tempat Tinggal

(11)

atau berdomisili di negara yang bersangkutan atas seluruh penghasilan di manapun diperoleh, tanpa memperhatikan apakah orang yang bertempat tinggal tersebut warga negaranya atau warga negara asing.

b) Asas Kebangsaan

Merupakan suatu asas pemungutan pajak yang didasarkan pada kebangsaan suatu negara. Suatu negara akan memungut pajak kepada setiap orang yang mempunyai kebangsaan atas negara yang bersangkutan sekali pun orang tersebut tidak bertempat tinggal di negara yang bersangkutan.

c) Asas Sumber

Merupakan suatu asas pemungutan pajak yang didasarkan pada sumber atau tempat penghasilan berada.Apabila seuatu sumber penghasilan berada di satu negara, negara tersebut berhak memungut pajak kepada setiap orang yang memperoleh pengahasilan dari tempat atau sumber pengahasilan tersebut berada.

5. Pengelompokan Pajak

(12)

menurut golongan, menurut sifatnya, dan menurut lembaga pemungutnya.

a) Menurut golongannya

Jenis-jenis pajak menurut sifatnya dapat dibagi dua yaitu pajak langsung dan pajak tidak langsung.

1) Pajak langsung

Adalah pajak-pajak yang bebannya harus dipikul sendiri oleh wajib pajak dan tidak dapat dilimpahkan kepada orang lain serta dikenakan secara berulang-ulang pada waktu-waktu tertentu misalnya pajak penghasilan (PPh).

2) Pajak tidak langsung

Adalah pajak yang bebaya dapat dilimpahkan kepada orang lain dan hanya dikenakan pada hal-hal tertentu atau peristiwa-peristiwa tertentu saja, misalnya Pajak Pertambahan Nilai (PPN).

Menurut Siti Resmi (2013:7) untuk menentukan apakah sesuatu termasuk pajak langsung atau tidak langsung dalam arti ekonomis, yaitu dengan cara melihat ketiga unsur yang terdapat dalam kewajiban pemenuhan perpajakannya, antara lain : a) Penanggung jawab pajak, yaitu orang yang secara formal

yuridis diharuskan melunasi pajak.

(13)

c) Pemikul pajak, yaitu orang yang menurut undang-undang harus dibebani pajak.

b) Menurut Sifatnya 1) Pajak subjektif

Adalah jenis pajak yang dikenakan dengan pertama-tama memperhatikan keadaan pribadi Wajib Pajak (sujeknya). Setelah diketahui keadaan subjeknya barulah diperhatikan keadaan objektifnya sesuai gaya pikul apakah dapat dikenakan pajak atau tidak, misalnya pajak pengahasilan.

2) Pajak Objektif

Adalah jenis pajak yang dikenakan dengan pertama-tama memperhatikan / melihat objeknya baik berupa keadaan perbuatan atau peristiwa yang menyebabkan timbulnya kewajiban membayar pajak.Setelah diketahui objeknya barulah dicari subjeknya yang mempunyai hubungan hukum dengan objek yang telak deketahui, misalnya Pajak Pertambahan Nilai (PPN).

c) Menurut lembaga pemungutannya 1) Pajak pusat

(14)

dikumpulkan dan dimasukkan sebagi bagian dari penerimaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN).

2) pajak daerah

adalah jenis pajak yang dipungut oleh pemerintah daerah yang dalam pelaksanaannya sehari-hari dilakukan oleh Dinas Pendapatan Daerah (Dipenda). Hasi dari pemungutan pajak daerah dikumpulkan dan dimasukkan sebagai bagian dari penerimaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD

6. Tata Cara Pemungutan Pajak

a. Stelsel Pajak

Menurut Yusdianto Prabowo (2007:5) dalam bukunya yang berjudul ”Akuntansi Perpajakan Terapan (Rev)” Tata cara pemugutan Pajak yang dilakukan berdasarkan stelsel-stelsel sebagai berikut :

1) Stelsel Nyata (Riel Stelsel)

Stelsel ini menerangkan bahwa pemungutan pajak baru dapat Dilaksanakan pada akhir tahun setelah mengetahui penghasilan sesungguhnya yang diperoleh dalam pajak yang bersangkutan.

2) Stelsel Anggapan (Fictieve Stelsel)

Dalam stelsel ini pemungutan pajak dapat dilakukan pada awal tahun pajak

3) Stelsel Campuran

(15)

kenyataan sehingga menurut stelsel ini akan terjadi perhitungan kembali untuk menentukan masalah lebih atau kekurangan pajak. b. Sistem pemungutan Pajak

Menurut Siti Resmi (2013:11) di dalam pemungutan pajak dikenal beberapa system pemungutan pajak diantaranya adalah

official assessment system, self assessment system, dan withholding

system.

1) Official Assessment System

Adalah suatu sistim pemungutan pajak yang memberi wewenang kepada pemungut pajak (Fiskus) untuk menentukan besarnya pajak yang harus dibayar (pajak yang terutang) oleh seseorang dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.Dalam sistem inimasyarakat (wajib pajak) bersifat pasif dan menunggu dikeluarkannya suatu ketetapan pajak oleh fiskus. Besarnya utang pajak seseorang baru diketahui setelah adanya surat ketetapan pajak.

2) Self Assessment System

(16)

memahami undang-undang perpajakan yang sedang berlaku, dan mempunyai kejujuran yang tinggi, serta menyadari akan arti pentingnya membayar pajak. Oleh karena itu wajib pajak diberi kepercayaan untuk :

a) Menghitung sendiri pajak yang terutang b) Memperhitungkan sendiri pjak yang terutang c) Membayar sendiri jumlah pajak yang terutang d) Melaporkan sendiri jumlah pajak yang terutang, dan e) Mempertanggungjawabkan sendiri pajak yang terutang.

Dengan demikian berhasil atau tidaknya pelaksanaan pemungutan pajak banyak tergantung pada wajib pajak sendiri (peranan penting ada pada wajib pajak).

3) Withholding System

Adalah suatu sistim pemungutan pajak yang memberi wewenang pada pihak ketiga untuk memotong / memungut besarnya pajak yang terutang.Pihak ketiga yang telah ditentukan tersebut selanjutnya menyetor dan melaporkannya kepada fiskus.Pada sistim ini tidak fiskus tidak aktif.Fiskus hanya bertugas mengawasi saja pelaksanaan pemotongan / pemungutan yang dilakukan pihak ketiga.

(17)

kepercayaan, tanggung jawab kepada wajib pajak untuk menghitung, memperhitungkan, membayar, dan melaporkan sendiri besarnya pajak yang harus dibayar.

7. Berakhirnya Utang Pajak

Menurut Mardiasmo (2013:8) Ada 4 (empat) hal yang mengakibatkan hapusnya (berakhirnya) utang pajak, yaitu antara lain: (a) Pembayaran/pelunasan

Pembayaran pajak dapat dilakukan dengan pemotongan/pemungutan oleh pihak lain, pengkreditan pajak luar negeri, maupun pembayaran sendiri oleh wajib pajak kekantor penerimaan pajak (bank-bank presepsi dan kantor pos)

(b) Kompensasi

Kompensasi dapat diartikan sebagai kompensasi kerugian maupun kompensasi karena kelebihan pembayaran pajak.

(c) Daluwarsa

Telah lewat batas waktu tertentu, jika dalam jangka waktu tertentu, suatu utang pajak tidak ditagih oleh pemungutnya maka utang pajak tersebut dianggap telah lunas/dihapus/beakhir dan tidak dapat ditagih lagi, utang pajak akan daluwarsa setelah melewati waktu 5 (lima) tahun terhitung sejak saat terutangnya pajak atau berakhirnya masa pajak.

(18)

Utang pajak akan hapus apabila Wajib Pajak melakukan pembayaranatas utang pajaknya ke Kas Negara atau tempat lain yang ditunjuk oleh menteri keuangan. Pembayaran pajak hanya dapat dilakukan dengan uang dan bukan dengan bentuk lainnya. Sedangkan Kompensasi adalah suatu cara menghapus utang pajak yang dilakukan dengan cara pemindahan kelebihan pajak pada satu jenis pajak (pada tahun yang sama atau tahun yang berbeda). Selanjutnya daluwarsa utang pajak merupakan suatu cara untuk menghapus utang pajak karena lampaunya waktu penentuan pajak (penerbitan surat ketetapan pajak) maupun karena lampauannya waktu proses penagihan pajak. Daluwarsa utang pajak dimaksudkan agar ada suatu kepastian hukum bagi wajib pajak untuk suatu masa tertentu yang ditentukan undang-undang tidak mempunyai utang pajak. Pasal 13 dan Pasal 22 undang-undang Nomor 16 Tahun 2000 (undang-undang KUP) menyatakan bahwa setelah 5 (lima) tahun. Artinya setelah batas waktu tersebut, wajib pajak tidak lagi mempunyai kewajiban untuk melunasi utang pajak.

8. Surat Ketetapan Pajak

(19)

Tambahan (SKPKBT), Surat Ketetapan Pajak Lebih Bayar (SKPLB),

Surat Ketetapan Pajak Nihil (SKPN). Meliputi antara lain:

a) Surat Tagihan Pajak (STP)

Surat Tagihan Pajak adalah surat yang diterbitkan untuk melakukan tagihan pajak dan atau sangsi administrasi berupa bunga atau denda. Surat Tagihan Pajak diatur dalam Pasal 14 Undang-undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang ketentuan dan tata cara perpajakan sebagaimana telah diubah dengan undang-undang Nomor 16 Tahun 2000 (selanjutnya disebut undang-undang KUP).

b) Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar (SKPKB)

SKPKB adalah surat ketetapan pajak yang diterbitkan untuk menentukan besarnya jumlah pokok pajak, jumlah kredit pajak , jumlah kekurangan pembayaran pokok pajak, besarnya sanksi administrasi, dan jumlah pajak yang masih harus dibayar.SKPKB diatur dalam Pasal 13 Undang-undang KUP yang dapat diterbitkan dalam jangka waktu 5 (lima) tahun sesudah saat terutangnya pajak,

c) Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan (SKPKBT)

SKPKBT adalah surat ketetapan pajak yang diterbitkan untuk menentukan tambahan atas jumlah pajak yang telah ditetapkan dalam SKPKBT. SKPKBT diatur dalam Pasal 15 Undang-undang

d) Surat Ketetapan Pajak Lebih Bayar (SKPLB)

(20)

pajak lebih besar dari pada pajak yang terutang atau tidak seharusnya terutang, SKPLB diatur dalam Pasal 17 Undang-undang KUP.

e) Surat Ketetapan Pajak Nihil (SKPN)

SKPN adalah surat ketetapan pajak yang diterbitkan untuk menentukan jumlah kredit pajak atau pajak tidak terutang dan tidak ada kredit pajak. SKPN di atas dalam Pasal 17 A Undang-undang KUP.

B. Pajak Bumi dan Bangunan (PBB)

1) Pengertian Pajak Bumi dan Bangunan (PBB)

Sesuai dengan ketentuan Undang-undang No. 12 Tahun 1985 tentang Pajak Bumi dan Bangunan sebagaimana telah diubah dengan undang No.12 Tahun 1994 tentang perubahan atas Undang-Undang Pajak Bumi dan Bangunan. Yang mengatakan bahwa Bumi dan Bangunan memberikan keuntungan dan/atau kedudukan sosial ekonomi yang lebih baik bagi orang atau badan yang mempunyai suatu hak atasnya atau memperoleh manfaat dari padanya. Dan oleh karena itu wajar apabila mereka diwajibkan memberikan sebagian dari manfaat atau kenikmatan yang diperolehnya kepada Negara melalui pajak.

(21)

dengan bumi adalah permukaan bumi yang meliputi tanah dan perairan pedalaman serta laut wilayah kabupaten/kota. Sedangkan yang dimaksud dengan bangunan adalah konstruksi teknik yang ditanam atau dilekatkan secara tetap pada tanah dan atau perairan pedalaman dan atau laut.

2) Dasar Hukum Pajak Bumi dan Bangunan (PBB)

Menurut Mardiasmo (2013:311) peraturan perundang-undangan tentang perpajakan dasar hukum yang berkaitan dengan Pokok Ketetapan PBB dan perhitungan PBB serta hal-hal lain yang bersangkutan dengan hal tersebut diantaranya adalah sebagai berikut : a) Undang-undang Nomor 12 Tahun 1985 sebagaimana telah diubah

dengan Undang-undang nomor 12 Tahun 1994 tentang Pajak Bumi dan Bangunan.

b) KMK No.201/KMK.04/2000 tentang penyesuaian besarnya Nilai Jual Objek Pajak Tidak Kena Pajak (NJOPTKP) sebagai dasar perhitungan Pajak Bumi dan Bangunan.

c) Keputusan Menteri Keuangan Nomor: 523/KMK.04/1998 tentang Penentuan Klasifikasi dan Besarnya Nilai Jual Objek Pajak sebagai Dasar Pengenaan Pajak Bumi dan Bangunan.

(22)

e) Keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor: KEP-251/PJ./2000 tentang Tata Cara Penetapan Besarnya Nilai Jual Kena Pajak Tidak Kena Pajak sebagai Dasar Penghitungan Pajak Bumi dan Bangunan. f) Keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor: KEP-16/PJ.6/1998

tentang pengenaan Pajak Bumi dan Bangunan.

g) Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor: SE-43/PJ.6/2003 tentang penyesuaian besarnya Nilai Jual Objek Kena Pajak Tidak Kena Pajak (NJOPTKP) PBB dan perubahan Nilai Perolehan Objek Pajak Tidak Kena Pajak (NPOPTKP) Bea Perolehan Hak atas Bumi dan Bangunan untuk tahun pajak 2004.

h) Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor: SE-57/PJ.6/1994 tentang penegasan dan penjelasan pembebasan Pajak Bumi dan Bangunan atas Fasilitas Umum dan Sarana Sosial untuk Kawasan Industri dan Real Estate.

3) Subjek Pajak PBB

Menurut Mardiasmo (2013:316) Subjek Pajak dalam PBB dapat berupa Orang Pribadi atau Badan yang secara nyata mempunyai hak atas Bumi, dan atau memperoleh manfaat atas Bumi, dan atau memiliki, menguasai, dan atau memperoleh manfaat atas Bangunan.

(23)

Komanditer, perseroan lainnya, Badan Usaha Milik Negara atau Badan Usaha Milik Daerah dengan nama dan dalam bentuk apapun, firma, kongsi, koperasi, dana pensiun, persekutuan, perkumpulan, yayasan, organisasi massa, organisasi sosial politik, atau organisasi yang sejenis, lembaga, Bentuk Usaha Tetap, dan bentuk badan lainnya.

(24)

menurut Siti Resmi (2008) Beberapa ketentuan khusus mengenai siapa yang menjadi subjek pajak sebagai berikut:

a) Jika suatu subjek pajak memanfaatkan atau menggunakan bumi dan/atau bangunan milik orang lain bukan karena sesuatu hak berdasarkan undang-undang atau bukan karena perjanjian. Objek pajak yang memanfaatkan/menggunakan bumi dan/atau bangunan ditetapkan sebagai Wajib Pajak

b) Suatu subjek pajak yang masih dalam sengketa pemilikan di

pengadilan, maka orang atau badan yang

memanfaatkan/menggunakan objek pajak tersebut ditetapkan sebagai Wajib Pajak.

c) Subjek Pajak yang dalam waktu lama berada diluar wilayah letak objek pajak, sedangkan untuk merawat objek pajak tersebut dikuasakan kepada orang atau badan, maka orang atau badan yang diberi kuasa dapat ditunjuk sebagai Wajib Pajak

4) Objek Pajak PBB

a) Pengertian Objek Pajak

Menurut Mardiasmo (2013:313) dalam bukunya “perpajakan edsi revisi 2011“ objek pajak adalah Bumi dan Bangunan.

(25)

yang diusahakan dan Bangunan adalah konstruksi teknik yang ditanam atau dilekatkan secara tetap pada tanah dan atau perairan.

Pada pasal 3 Undang-undang No.12 tahun 1985 sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang No. 12 tahun 1994 tentang Pajak Bumi dan Bangunan antara lain:

1) Jalan lingkungan yang terletak dalam suatu komplek bangunan seperti hotel, pabrik dan emplasemennya, dan lain-lain yang merupakan satu kesatuan dengan komplek bangunan tersebut 2) Jalan tol

9) Fasilitas lain yang memberi manfaat

b) Klasifikasi Objek Pajak

Mardiasmo (2013:213), Yang dimaksud dengan klasilfikasi bumi dan bangunan adalah pengelompokan bumi dan bengunan menurut nilai jualnya dan digunakan sebagai pedoman, serta untuk memudahkan penghitungan pajak yang terutang.

Dalam menentukan klasifikasi Bumi/tanah perlu diperhatikan factor-faktor sebagai berikut :

1) Letak 2) Peruntukan 3) Pemanfaatan

(26)

Dalam menentukan klasifikasi Bangunan perlu diperhatikan factor-faktor sebagai berikut :

1) Bahan yang digunakan 2) Rekayasa

3) Letak

4) Kondisi lingkungan dan lain-lai c) Pengecualian Objek Pajak

Menurut Mardiasmo (2013:315), objek pajak yang dikecualikan dari pengenaan PBB harus memenuhi syarat-syarat tertentu antara lain :

1) Digunakan semata-mata untuk melayani kepentingan umum di bidang ibadah, sosial, kesehatan, dan kebudayaan nasional yang tidak dimaksudkan untuk memperoleh keuntungan

2) Digunakan untuk kuburan, peninggalan purbakala atau yang sejenis dengan itu

3) Merupakan hutan lindung, hutan suaka alam, hutan wisata, taman nasional, tanah penggembalaan yang dikuasai oleh desa, dan tanah Negara yang belum dibebani oleh suatu hak

4) Digunakan oleh perwakilan diplomatik, konsulat berdasarkan asas perlakuan timbal balik

5) Digunakan oleh badan atau perwakilan organisasi internasional yang ditentukan oleh menteri keuangan

(27)

Menurut Mardiasmo (2013:317-318) Nilai Jual Kena Pajak (NJKP) merupakan jumlah tertentu yang digunakan sebagai dasar penghitungan PBB. Nilai Jual Kena Pajak dihitung dari suatu persentase tertentu (assessment value) dari nilai jual sebenarnya. Nilai jual sebenarnya merupakan Nilai Jual Objek Pajak setelah dikurangi dengan Nilai Jual Objek Pajak Tidak Kena Pajak. Dasar Penghitungan Pajaknya adalah Nilai Jual Kena Pajak (NJKP) yang ditetapkan serendah-rendahnya 20% (dua puluh persen) dan setinggi-tingginya 100% (seratus Persen) dari Nilai Jual Objek Pajak.

Besarnya persentase Nilai Jual Kena Pajak ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah Nomor 46 Tahun 2000 Tanggal 26 Juni 2000 yang diberlakukan mulai tahun pajak 2001 yaitu:

1. Sebesar 40% (empat puluh persen) dari Nilai Jual Objek Pajak

2. Sebesar 20% (dua puluh persen) dari Nilai Jual Objek Pajak (NJOP) a. Objek Pajak pertambangan

b. Objek Pajak lainnya yang apabila Nilai Jual Objek Pajaknya (NJOP) kurang dari Rp. 1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah)

(28)

Kena Pajak (NJOPTKP), untuk besarnya NJOPTKP ditetapkan oleh masing-masing Kabupaten/Kota dengan besar setinggi-tingginya Rp. 12.000.000,00 (dua belas juta rupiah) untuk setiap wajib pajak. Apabila seorang wajib pajak mempunyai beberapa Objek Pajak, maka yang diberikan NJOPTKP hanya salah satu Objek Pajak yang nilainya terbesar, sedangkan Objek Pajak lainnya dikenakan secara penuh tanpa dikurangi NJOPTKP.

6) Tata Cara Pembayaran dan Penyetoran

Dalam buku bahasan Siti Resmi (2008) tata cara pembayaran dan penyetoran dijelaskan dalam beberapa tahap yaitu:

a) Pajak yang terutang berdasarkan Surat Pemberitahuan Pajak Terutang (SPPT) harus dilunasi selambat-lambatnya 6 (enam) bulan sejak tanggal diterimanya Surat Pemberitahuan Pajak Terutang oleh Wajib Pajak.

b) Pajak yang terutang berdasarkan Surat Ketetapan Pajak (SKP) harus dilunasi selambat-lambatnya 1 (satu) bulan sejak tanggal diterimanya Surat Ketetapan Pajak (SKP) oleh Wajib Pajak.

c) Pajak yang terutang pada saat jatuh tempo pembayaran tidak dibayar atau kurang dibayar, dikenakan dendan administrasi sebesar 2% ( dua persen) per bulan dari jumlah yang tidak atau kurang dibayar, yang dihitung dari saat jatuh tempo sampai dengan hari pembayaran untuk jangka waktu paling lama 24 (dua puluh empat) bulan, bagian dari bulan dihitung satu bulan penuh.

(29)

Tagihan Pajak (STP) dan harus dilunasi selambat-lambatnya 1 (satu) bulan sejak tanggal diterimanya STP oleh Wajib Pajak.

e) Jumlah pajak yang terutang berdasarkan STP yang tidak dibayar pada waktunya ditagih dengan Surat Paksa.

f) Menteri Keuangan dapat melimpahkan kewenangan penagihan pajak kepada Gubernur Kepala Daerah Tingkat I dan/atau Walikota Kepala Daerah Tingkat II.

7) Tahun Pajak, Saat, dan Tempat yang Menentukan Pajak Terutang

a. Tahun pajak adalah jangka waktu 1 (satu) takwim. Jangka waktu satu takwim adalah dari 1 januari sampai dengan 31 desember.

b. Saat yang menentukan pajak yang terutang adalah menurut keadaan objek pajak pada tanggal 1 januari.

Contoh:

1. Objek pajak pada tanggal 1 januari 2005 berupa tanah dan bangunan. Pada tanggal 10 januari 2005 bangunannya terbakar, maka pajak yang terutang tetap berdasarkan keadaan objek pajak pada tanggal 1 januari 2005, yaitu keadaan sebelum bangunan tersebut terbakar.

2. Objek pajak pada tanggal 1 januari 2005 berupa sebidang tanah tanpa bangunan diatasnya. Pada tanggal 20 agustus 2005 dilakukan pendataan, ternyata diatas tanah tersebut telah berdiri suatu bangunan, maka pajak yang terutang untuk tahun 2005 tetap dikenakan berdasarkan keadaan tanggal 1 januari 2005. Sedangkan bangunannya baru akan dikenakan pada tahun 2006. c. Tempat pajak yang terutang:

(30)

2. Untuk daerah lainnya, di wilayah Kabupaten Daerah tingkat II atau Kotamadya Daerah Tingkat II.

3. Untuk daerah Batam adalah di wilayah Provinsi Daerah Tingkat I Riau.

C. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Penerimaan Pajak Bumi dan

Bangunan (PBB)

1. Kesadaran Wajib Pajak

Menurut Jatmiko (2006) menjelaskan bahwa kesadaran adalah keadaan mengetahui atau mengerti. Sedangkan Irianto (2005) dalam Widayati dan Nurlis (2010) menguraikan beberapa bentuk kesadaran membayar pajak yang mendorong wajib pajak untuk membayar pajak antara lain:

(a) Kesadaran bahwa pajak merupakan bentuk partisipasi dalam menunjang pembangunan negara. Dengan menyadari hal ini, wajib pajak mau membayar pajak karena merasa tidak dirugikan dari pemungutan pajak yang dilakukan.

(31)

(c) Kesadaran bahwa pajak ditetapkan dengan Undang-undang dan dapat dipaksakan. Wajib pajak akan membayar karena pembayaran pajak disadari memiliki landasan hukum yang kuat dan merupakan kewajiban mutlak setiap warga negara.

Menurut Jatmiko (2006), Sumarso (1998) menyatakan bahwa kesadaran perpajakan masyarakat yang rendah seringkali menjadi salah satu sebab banyaknya potensi pajak yang tidak dapat dijaring. Masih dalam Jatmiko (2006), Larche (1980) juga mengemukakan bahwa kesadaran perpajakan seringkali menjadi kendala dalam masalah pengumpulan pajak dari masyarakat. Sedangkan Suyatmin, 2004 dalam Jatmiko (2006), Secara empiris juga telah dibuktikan bahwa makin tinggi kesadaraan perpajakan wajib pajak maka akan makin tinggi tingkat kepatuhan wajib pajak.

2. Kepatuhan Wajib Pajak

a) Pengertian Kepatuhan Pajak

(32)

Kepatuhan wajib pajak dikemukakan oleh Norman D. Nowak (Moh.Zain: 2004) sebagai “Suatu iklim kepatuhan dan kesadaran pemenuhan kewajiban perpajakan,tercermin dalam situasi dimana: (1) Wajib Pajak paham atau berusaha untuk memahami semua

ketentuan peraturan perundang - undangan perpajakan. (2) Mengisi formulir pajak dengan lengkap dan jelas. (3) Menghitung jumlah pajak yang terutang dengan benar. (4) Membayar pajak yang terutang dengan tepat waktu.

Sedangkan menurut Chaizi Nasucha, kepatuhan Wajib Pajak dapat diidentifikasi dari:

(1) Kepatuhan Wajib Pajak dalam mendaftarkan diri.

(2) Kepatuhan untuk menyetorkan kembali Surat Pemberitahuan (SPT).

(3) Kepatuhan dalam perhitungan dan pembayaran pajak terutang. (4) Kepatuhan dalam pembayarn tunggakan.

(33)

Kemudian merujuk pada kriteria Wajib Pajak Patuh menurut Keputusan Menteri Keuangan No.544/KMK.04 /2000 wajib pajak patuh adalah sebagai berikut.

(1) Tepat waktu dalam menyampaikan SPT untuk semua jenis pajak dalam dua tahun terakhir.

(2) Tidak mempunyai tunggakan pajak untuk semua jenis pajak, kecuali telah memperoleh izin untuk mengangsur atau menunda pembayaran pajak.

(3) Tidak pernah dijatuhi hukuman karena melakukan tindak pidana di bidang perpajakan dalam jangka waktu 10 tahun terakhir. (4) Dalam 2 tahun terakhir menyelenggarakan pembukuan dan dalam

hal terhadap wajib pajak pernah dilakukan pemeriksaan, koreksi pada pemeriksaan yang terakhir untuk tiap-tiap jenis pajak yang terutang paling banyak 5% .

(5) Wajib pajak yang laporan keuangannya untuk dua tahun terakhir diaudit oleh akuntan publik dengan pendapat wajar tanpa pengecualian atau pendapat dengan pengecualian sepanjang tidak memengaruhi laba rugi fiskal.

(34)

b) Faktor Kepatuhan Wajib Pajak

Masalah kepatuhan Wajib Pajak merupakan masalah penting diseluruh dunia, baik bagi negara maju maupun dinegara berkembang. Karena jika wajib pajak tidak patuh maka akan menimbulkan keinginan untuk melakukan tindakan penghindaran, pengelakan, penyelundupan, dan pelalaian pajak. Yang pada akhirnya tindakan tersebut akan mengakibatkan pajak negara akan berkurang. Kepatuan Wajib pajak dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu Kondisi perpajakan suatu negara, Pelayanan pada wajib pajak, Penegakan hukum perpajakan (sanksi pajak), Pemeriksaan pajak, Tarif pajak, Kesadaran wajib pajak.(Rahayu,2010)

3. Kepatuhan Wajib Pajak

2. Kerangka Konseptual

(35)

Kerangka konseptual yang baik menurut sugiyono (2008) meliputi poin-poin sebagi berikut :

a. Variabel-variabel penelitian yang akan diteliti harus jelas.

b. Kerangka konseptual haruslah menjelaskan hubungan antara variable-variabel yang akan diteliti da nada teori yang melandasi.

c. Disajikan dalam bentuk diagram, sehingga masalah penelitian yang akan dicari jawabannya mudah dipahami.

Berdasarkan uraian di atas peneliti menyajikan kerangka konseptual sebagai berikut

Gambar 2.1 : Kerangka Pemikiran

Keterangan : Dari daftar diatas dijelaskan bahwa tingkat kesadaran Wajib Pajak, tingkat ketepatan penyampaian STP, dan sistem pemungutan yang dilakukan pihak fiskus akan dapat mempengaruhi peningkatan penerimaan Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) didaerah Kecamatan Sekaran Kabupaten Lamongan.

Penerimaan PBB

kesadaran wajib pajak

Tingkat ketepatan penyampaian STP

(36)

3. Hipotesis Penelitian

Menurut Sugiyono (2012), Hipotesis adalah kesimpulan sementara yang masih harus diuji keberadaannya melalui penelitian, sebagaimana yang dikemukakan oleh bahwa hipotesis dapat diartikan sebagai jawaban yang bersifat sementara terhadap penelitian sampai terbuka melalui data yang terkumpul.

Berdasarkan uraian diatas peneliti hipotesis penelitian ini adalah antara lain : Ho : Tidak ada pengaruh antara tingkat kesadaran wajib pajak, tingkat

ketepatan penyampaian STP, dan Sistem Pemungutan dengan penerimaan Pajak Bumi dan Bangunan (PBB)

H1 : ada pengaruh yang kuat antara tingkat kesadaran wajib pajak, tingkat ketepatan penyampaian STP, dan Sistem Pemungutan dengan penerimaan Pajak Bumi dan Bangunan (PBB)

4. Penelitian Terdahulu

(37)

Datar dalam merealisasikan pemungutan maupun dari segi administrasi pengelolaan yang cukup menggembirakan.

Riko (2009) penelitian tentang ”ANALISIS FACTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KEBERHASILAN PEMUNGUTAN PAJAK BUMI DAN BANGUNAN UNTUK MENINGKATKAN PENERIMAAN PAJAK” dilakukan di Kantor Pelayanan PBB Kota Padang. Dalam penelitiannya ditemukan bahwa faktor yang mempengaruhi keberhasilan pemungutan pajak ialah pemindahan sistem. Yaitu, dari official assessment menjadi self assessment dikarenakan sistem tersebut dapat meningkatkan kesadaran wajib pajak untuk lebih bersifat aktif dalam memenuhi kewajiban perpajakannya.

(38)

paling berpengaruh dalam keberhasilan pemungutan PBB ialah kesadaran perpajakan dari wajib pajak merupakan variabel yang paling signifikan berpengaruh terhadap keberhasilan penerimaan PBB

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Pendekatan Penelitian

(39)

dengan cara deskripsi dalam bentuk kata-kata dan bahasa, pada suatu konteks khusus yang alamiah dan dengan memanfaatkan berbagai metode ilmiah (Moleong, 2007:6).

Adapun jenis pendekatan penelitian ini adalah deskriptif. Penelitian deskriptif yaitu penelitian yang berusaha untuk menuturkan pemecahan masalah yang ada sekarang berdasarkan data-data.

Jenis penelitian deskriptif kualitatif yang digunakan pada penelitian ini dimaksudkan untuk memperoleh informasi mengenai factor-faktor yang mempengaruhi penerimaan Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) di Kecamatan Sekaran Kabupaten Lamongan secara mendalam dan komprehensif. Selain itu, dengan pendekatan kualitatif diharapkan juga dapat diungkapkan situasi dan permasalahan-permasalahan yang dihadapi dalam kegiatan penarikan Pajak Bumi dan Bangunan.

Alasan peneliti memilih pendekatan kualitatif karena hal ini berkaitan dengan konsep judul dan rumusan masalah yang dikemukakan pada pendahuluan yang mengarah pada objek penelitian.

B. Subyek Penelitian

Dalam penentuan sabyek penelitian ini, peneliti menggunakan istilah populasi dan sampel.

1. Populasi

(40)

keseluruhan cakupan daerah, subyek dan atau karakter atas obyek yang akan diteliti dan dikenai generalisasi dinamakan). Adapun yang menjadi populasi Wajib Pajak Bumi dan Bangunan yang ada di Wilayah Kecaman Sekaran Kabupaten Lamongan.

2. Sampel

Untuk menentukan besarnya sampel yang akan diambil, Arikunto Suharsimi (1992:102) mengemukakan pendapat bahwa: “apabila subyeknya kurang dari 100, lebih baik diambil semua sehingga penelitian merupakan penelitian populasi. selanjutnya jika jumlah sabyeknya besar dapat diambil antara 10% - 15% atau 20% - 25% atau lebih”. Jumlah karyawan pada PT. Tetra Kimia Mulya Mojokerto. Sebagaimana data yang diperoleh sebanyak 40 orang. dalam hal ini peneliti mengambil 100% dari sampel yang ada, yakni sebanyak 40 orang.

C. Jenis dan Sumber Data

D. Instrumen Penelitian

E. Difinisi Operasional Variabel

(41)

DAFTAR PUSTAKA

Resmi, Siti. 2013. Perpajakan Teori dan Kasus. Jakarta: Salemba Empat.

Mardiasmo. 2013. Perpajakan. Edisi Revisi Tahun 2013, Yogyakarta: Yogyakarta Andi.

(42)

Fakultas Ekonomi Unisda, 2013. Pedoman Penyusunan Skripsi. Unisda Press: Lamongan.

Zuhri, Saifudin. 2001. Metodologi Penelitian. Lamongan: Unsida Press.

Rahayu, Siti Kurnia. 2010. Perpajakan Indonesia. Edisi Pertama, Yogyakarta: Graha Ilmu.

Referensi

Dokumen terkait

Bus TransJakarta koridor 8 memiliki pintu yang terletak lebih tinggi dibanding bus lain sehingga hanya dapat dinaiki dari halte khusus busway (juga dikenal dengan sebutan

(shell) dan jarak maksimum penegar cincinnya (inner ring stiffener) , dengan pemodelan ''metode elemen hingga'' menggunakan MSC. Nastran for Windows Version 4.5. Dari

Peti kemas hewan ternak model 1 hasil modifikasi dari peti kemas general cargo kondisi 80-85% yang didesain bisa dioperasikan di atas kapal 2 in 1 , dengan cara

Sebagai kegiatan penutup, guru memimpin diskusi kelas dan membantu siswa dalam membuat kesimpulan besar tentang kegiatan-kegiatan pembelajaran yang telah dilakukan pada

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan, maka disimpulkan bahwa terdapat hubungan yang positif signifikan antara konsep diri dan penyesuaian diri dengan

Nama : Muh. Menyatakan dengan sesungguhnya dan penuh kesadaran bahwa skripsi ini benar adalah hasil karya sendiri. Jika dikemudian hari terbukti bahwa ia merupakan

év augustus havában Ganz és Társa budapesti czégnél mint gépészmérnök alkalmaztattam, azon czélból, hogy az elektrotechnikai iparágat ezen czégnél bevezessem, ahol

22 22/2007 Perubahan Atas Keputusan Bupati Sidoarjo Nomor 22 Tahun 2001 Tentang Petunjuk Pelaksanaan Peraturan Daerah Kabupaten Sidoarjo Nomor 2 Tahun 2001Tentang