• Tidak ada hasil yang ditemukan

Komunikasi Politik Propaganda Politik NA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "Komunikasi Politik Propaganda Politik NA"

Copied!
6
0
0

Teks penuh

(1)

Propaganda Politik:

Studi Kasus

Deutsch Uber Alles

Adolf Hitler dari Partai Nazi

By: Dewi Apriani

A. Studi Kasus

Kekalahan Jerman pada Perang Dunia I mengakibatkan Jerman harus membayar rampasan perang sesuai dengan perjanjian Versailles (1919). Hal tersebut menjadikan rakyat Jerman berang dan terhina. Mereka menghendaki pemimpin yang yang kuat dan mampu mengangkat harkat dan martabat Bangsa Jerman. Muncullah Adolf Hitler dari Partai Nazi pada tahun 1930-an membawa propaganda di tengah rakyat Jerman.

Propaganda yang anti-Versailles dan menganggap Jerman di atas segala-galanya (Deutsch Uber Alles) serta didukung militer yang tangguh, memulai kekuasaan Hitler mempraktikan propaganda yang berekspansi hingga luar negeri dengan menguasai Austria (1938), Cekoslowakia dan Polandia (1939). Demi mewujudkan ambisinya, Hitler membentuk Badan Propaganda dan Pencerah Bangsa yang dipimpin Jozef Goebbels. Propaganda yang dilakukan Hitler tidak mempertimbangkan benar tidaknya, objektif atau tidak, baginya yang terpenting adalah tujuannya tercapai.

Gerakan ini juga didukung oleh radio yang pada saat itu sangat efektif membangkitkan emosi massa. Hitler juga pernah mengatakan bahwa Amerika Serikat adalah negara yang penuh dengan koruptor dan tidak memiliki keadilan serta memperoleh kekayaan hanya dari peperangan. Dikatakan pula bahwa politik Amerika tidak sesuai moral dan Presiden Amerika merupakan seorang penghasut, penipu, dan antek bangsa Yahudi yang harus dimusnahkan.

(2)

Nazi meraih pendukung-pendukung fanatik dengan menyusupi media-media sebagai alat propaganda, seperti surat kabar, radio, buku, pamflet, hingga film. Melalui film berjudul

Pertempuran Pomtekin, Nazi meraih dukungan dari pemuda dengan memberikan pesan perjuangan di dalamnya. Partai buruh tersebut meraih keberhasilan melalui keberagaman agenda propaganda dan mendapatkan pendukung fanatik yang kuat mental.

B. Analisis Kasus

Propaganda berasal dari kata “propagate” yang artinya penyebaran, memperbanyak, atau pengembangbiakan. Propaganda sering pula dikaitkan dengan proses komunikasi yang menggunakan teknik menutup atau menyimpangkan informasi dan khalayak menerima pesan nyaris tanpa berpikir kritis. Propaganda didefinisikan sebagi sebuah proses komunikasi yang bersifat subjektif dan dilakukan secara sistematis dan meluas serta cenderung berjalan satu arah dan instruksional1. Propaganda bersifat persuasif dan cenderung menekan daya kritis.

Tidak ada kriteria absolut untuk menentukan apakah sebuah tindakan persuasif adalah propaganda. Sejauh teknik-teknik yang dipakai berkaitan, maka persuasi dan propaganda adalah sama. Hanya saja, apabila ada anggapan bahwa jika sebuah tindakan menguntungkan sumbernya tetapi tidak menguntungkan penerimanya, maka tindakan atau pesan semacam itu bisa disebut sebagai propaganda2. Propaganda lebih mementingkan kepentingan sepihak.

Menurut Gun Gun Heryanto dan Shulhan Rumaru, propaganda politik merupakan kegiatan komunikasi politik yang dilakukan secara terencana dan sistematik dengan menggunakan sugesti (mempermainkan emosi) untuk memengaruhi, membentuk atau membina opini publik. Hal ini dilakukan dengan cara memengaruhi seseorang atau sekelompok orang, khalayak atau komunitas yang lebih besar (bangsa), agar melaksanakan atau menganut suatu ide, atau kegiatan tertentu

1 Arief Adityawan S, Propaganda Pemimpin Politik Indonesia: Mengupas Semiotika Orde Baru Soeharto. (Jakarta: Penerbit Pustaka LP3ES Indonesia, anggota Ikapi, 2008), Cet. 1, h. 45-46.

(3)

dengan kesadarannya sendiri tanpa merasa dipaksa atau terpaksa3. Orang yang melakukan

propaganda disebut propagandis.

Mengacu dari pengertian propaganda di atas, jelas kasus Hitler tersebut merupakan kegiatan propaganda yang bisa dikatakan sangat ekstrim dan tidak bersih. Meski sama-sama menggiring opini publik, propaganda sangat jelas berbeda dengan kampanye. Kampanye sumbernya lebih jelas dibanding propaganda yang cenderung samar-samar. Dalam kasus Hitler, ketika radio menyerukan pesan bahwa mereka akan menyerang Amerika, tentara Amerika ketakutan. Tidak jelas sumbernya dari mana namun Hitler menggunakannya sebagai upaya untuk menjatuhkan mental lawannya. Hitler menghalalkan segala cara demi meraih tujuannya dalam politik kekuasaan.

Adolf Hitler meyakini bahwa propaganda merupakan sebuah kendaraan penjualan politik di pasar massa. Hitler juga mengatakan bahwa cara membuat propaganda secara ilmiah adalah salah karena daya tangkap massa yang cenderung terbatas dengan tingkat intelegensia yang kecil dan daya lupa yang besar. Dalam menjalankan agenda propaganda, banyak cara-cara yang dilakukan Hitler. Cara yang dilakukan untuk menarik minat massa di Jerman pada waktu itu adalah melalui kegembiraan. Rakyat dibuatkan pesta jalanan oleh pengikut fanatiik Nazi yang bekerja dengan sukarela. Mereka mengajak para pemuda untuk turut serta dan menyusupi propaganda melalui musik dan diskusi malam.

Propaganda Nazi merupakan propaganda klasik dengan jenis-jenis sebagai berikut4:

1. Propaganda Tulisan

Propaganda melalui perangko, brosur, kartu pos, surat kabar, poster, spanduk, dll. 2. Propaganda Lisan

Melalui pembicaraan atau diskusi dengan kelompok belajar atau mahasiswa, kelompok anggota partai, profesi, dan sebagainya.

3. Propaganda Pengerahan Massa

Meliputi demonstrasi, rapat akbar, rapat umum, karnaval, pawai, dan lainnya. 4. Propaganda Temu Budaya

Termasuk salah satu agenda propaganda Nazi melalui film atau drama untuk rakyat.

3 Gun Gun Heryanto dan Shulhan Rumaru, Komunikasi Politik: Sebuah Pengantar, (Bogor: Penerbit Ghalia Indonesia, 2013), Cet. 1, h.77.

(4)

Menurut pemaparan Gun Gun Heryanto dan Shulhan Rumaru, jenis-jenis propaganda yaitu5:

1. Propaganda Sosial: sasarannya pada suatu cara hidup atau ideologi.

2. Propaganda Politik: melalui imbauan berjangka pendek dan melibatkan pemerintah. 3. Propaganda Agitasi: diisi dengan doktrin dan aksi “cuci otak”.

4. Propaganda Integrasi: menggalang kesesuaian tujuan dalam jangka panjang. 5. Propaganda Vertikal: representasi propaganda satu-kepada-banyak (one to many). 6. Propaganda Horizontal: menggunakan komunikasi interpersonal dan organisasi.

Propaganda di masa Nazi untuk mengeruk pendukung sebanyak-banyaknya sehingga banyak cara dilakukan agar tujuan Hitler tercapai dan keuntungan berada di pihaknya.

Dalam praktik propaganda, Hitler yang pernah mengatakan bahwa Amerika Serikat adalah negara yang penuh dengan koruptor dan tidak memiliki keadilan dan Presiden Amerika seorang penghasut dan penipu merupakan pemberian label buruk yang dalam komunikasi politik propaganda dinamakan Name Calling. Name Calling adalah pemberian label buruk pada gagasan, orang, objek, atau tujuan agar orang menolak tanpa menguji kenyataannya6. Teknik ini

termasuk ke dalam propaganda lisan, di mana propagandis memberi label buruk terhadap lawan melalui ucapannya.

Selain itu, Hitler juga menunjukkan dirinya sebagai pemimpin revolusioner Jerman kepada dunia dan memiliki slogan “Sukses bersama Hitler!”. Hitler mengkonstruk rakyat Jerman melalui sebutan dirinya agar mereka serta-merta menjadi pendukung Hitler dan bergerak menjalankan misi untuk mencapai tujuan. Hal itu merupakan teknik Glittering Generallities, yaitu menggunakan “kata yang baik” untuk melukiskan sesuatu agar mendapat dukungan, tanpa menyelidiki ketepatan asosiasi itu dan membuat orang menyetujui tanpa memeriksanya terlebih dahulu7.

Nazi kerap memunculkan kata-kata retoris yang memengaruhi rakyat Jerman dengan kuat. Kata-kata seperti “Inilah dua musuh berat bangsa Jerman yang merongrong dari dalam” dalam menanggapi ancaman dari dalam yang berasal dari Komunis dan Zionis Yahudi. Nazi melakukan hal demikian untuk memancing rakyat Jerman untuk bergerak dan merapatkan diri di bawah

5 Gun Gun Heryanto dan Shulhan Rumaru, Komunikasi Politik: Sebuah Pengantar, (Bogor: Penerbit Ghalia Indonesia, 2013), Cet. 1, h.81-83.

6 Gun Gun Heryanto dan Shulhan Rumaru, Komunikasi Politik: Sebuah Pengantar, (Bogor: Penerbit Ghalia Indonesia, 2013), Cet. 1, h.84.

(5)

panji-panji partai buruh tersebut. Teknik itu dinamakan Card Stacking, yaitu memilih dengan teliti pernyataan yang akurat dan tidak akurat, logis dan tidak logis untuk membangun suatu kasus8.

Hitler dan Goebbels merupakan arsitek politik yang handal dalam menyusun propaganda. Hitler menyatakan diri berasal dari partai buruh yang membela kaum buruh untuk melakukan perubahan terhadap sistem kepemerintahan Jerman dan berupaya mengenyahkan musuh-musuh yang menindas mereka. Hal itu sebagai upaya propaganda yang disebut Plain Folks, yaitu imbauan yang mengatakan bahwa pembicara berpihak kepada khalayaknya dalam usaha bersama yang kolaboratif dan mengklaim propagandis bahwa mereka milik rakyat9.

Melalui film Rusia berjudul Pertempuran Pomtekin, Nazi berupaya memberikan pesan-pesan perjuangan kepada para pemuda agar semangat juang itu tertanam dalam diri mereka. Jika semangat juang itu telah mereka miliki, maka Nazi akan dengan mudah meyakini rakyat agar ikut serta dan mendukung Partai Nazi untuk membangun revolusi di Jerman. Teknik itu dinamakan Band Wagon, yakni usaha untuk meyakinkan khalayak agar gagasan besarnya bisa diterima dan banyak orang akan turut serta ke dalam gagasan tersebut10.

Kemegahan propaganda yang dilakukan Nazi dan kemampuan Goebbels dalam merekayasa propaganda membuat seorang politikus Inggris, Sir Neville Henderson, berdecak kagum. Pasalnya, di Nuremberg, Goebbels dan Speer mengorganisasi pengerahan massa di sebuah arena dengan pertunjukan malam yang terkenal karena begitu fantastik dan mengesankan. Pertunjukan malam tersebut dilengkapi 150 lampu sorot besar dan sinarnya menyorot hingga radius lebih dari 100 kilometer. Sir Neville Henderson Menyebutnya sebagai katedral cahaya (cathredal of light)11. Hal itu telah mengundang kekaguman dari seorang politikus Inggris yang menyiratkan

keberhasilan agenda propaganda Nazi. Sebutan dari politikus Inggris tersebut dapat dikatakan sebagai Testimonial. Testimonial adalah perkataan manusia yang dihormati atau dibenci bahwa idea tau program/produk adalah baik atau buruk. Testimonial adalah memperoleh ucapan orang

8 Loc. Cit. h.85. 9 Ibid.

10 Gun Gun Heryanto dan Shulhan Rumaru, Komunikasi Politik: Sebuah Pengantar, (Bogor: Penerbit Ghalia Indonesia, 2013), Cet. 1, h.86.

(6)

yang dihormati atau dibenci untuk mempromosikan atau meremehkan suatu maksud. Hal itu guna mengukuhkan dukungan juga menyerang atau melemahkan pihak lawan propagandis12.

Dengan demikian, propaganda adalah sebuah ilmu yang bisa saja menjadi baik atau bahkan menjadi buruk tergantung dari siapa yang menggunakan dan target apa yang sedang diraih. Ini mungkin terjadi karena mengingat propaganda hanya sekadar cara-cara berkomunikasi dan penyebaran pesan kepada orang lain13.

12 Op. Cit.

Referensi

Dokumen terkait

Kedudukan Rencana Strategis Kecamatan Cisitu Tahun 2018- 2023 merupakan penjabaran dari RPJMD Tahun 2018-2023 yang memuat Tujuan, Sasaran, Program, dan Kegiatan

Penelitian ini bertujuan untuk memperoleh protease ekstraseluler bakteri halofilik isolat bittern tambak garam Madura dan menentukan pengaruh garam monovalen (NaCl dan KCl)

Abbrevi- ations: ga: galena, cp: chalcopyrite, sph: sphalerite, fah I: freibergite- tetrahedritess, fah II: secondary tetrahedrite, py: pyrite, plb: polybasite, ac: acanthite,

Dari hasil analisis regresi logistik biner mengenai penggunaan internet oleh mahasiswa program sarjana IPB diketahui bahwa pengguna internet yang

Menurut Harahap (2004:190), Analisis Laporan Keuangan mengurai pos- pos laporan keuangan menjadi unit informasi yang lebih kecil dan melihat hubungannya yang bersifat

Tujuan dari proyek akhir ini adalah memanfaatkan Dialogic D/4PCIU yang merupakan teknologi Computer Telephony Integration (CTI) sebagai interface dengan personal komputer,

Kelebihan teknik ikat celup sebagai upaya daur ulang untuk mengatai masalah limbah pakaian bekas adalah teknik ikat celup bisa dipelajari dengan cepat, alat dan bahan yang

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk memetakan kondisi saat ini (as-is), kondisi yang diharapkan (to- be), tingkat kematangan Tata Kelola TI yang ada di STMIK Kharisma,