• Tidak ada hasil yang ditemukan

00 Model Multi Pilar Bank Dunia dan Mode

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "00 Model Multi Pilar Bank Dunia dan Mode"

Copied!
13
0
0

Teks penuh

(1)

Meneropong Program Pensiun Indonesia

Oleh: Budi Hananto

1. Pendahuluan

Jaminan sosial merupakan salah satu bentuk perlindungan sosial yang diselenggarakan negara untuk menjamin agar setiap warga negaranya dapat memenuhi kebutuhan dasar hidup yang layak, termasuk didalamnya perlindungan terhadap kemungkinan terjadinya risiko-risiko sosial. Namun menurut Vladimir Rys, mantan Sekretaris Jenderal Internasional Social Security Assosiation (ISSA), tidak ada definisi tentang jaminan sosial yang bisa di terima dan diterapkan secara umum. (Rys, 2011).

Rys mengungkapkan bahwa penjelasan pengertian jaminan sosial yang paling sering digunakan adalah seluruh rangkaian langkah wajib yang dilakukan oleh masyarakat untuk melindungi mereka dan keluarga mereka dari segala akibat yang muncul karena gangguan tak terhindarkan, atau karena berkurangnya penghasilan yang mereka butuhkan utnuk mempertahankan taraf hidup yang layak. Sedangakan keterlibatan negara dalam jaminan sosial adalah mengupayakan sebuah sistem yang dapat menjamin setiap individu dalam masyarakat mendapatkan pemenuhan atas kebutuhan hidup yang layak.

Sistem jaminan sosial di Indonesia sebenarnya telah diperkenalkan sejak tahun 1947 melalui UU No.33 Tahun 1947 tentang Kecelakaan Kerja dan UU No.34 Tahun 1947 tentang Kecelakaan Perang. Pada tahun 1964, melalui Keputusan Menteri Perburuhan No.5 Tahun 1964 lahirlah Yayasan Dana Jaminan Sosial (YDJS) yang berfungsi sebagai badan penyelenggara jaminan sosial pada saat itu yang membayarkan ganti rugi kepada buruh dan keluarganya yang terkena risiko kerja. Penyelenggaraan skema jaminan sosial lainnya seperti pesiun yang dikelola oleh PT Taspen (persero) dan kesehatan yang dikelola PT Askes (persero) baru diatur kemudian pada tahun-tahun berikutnya secara terpisah dan ditujukan hanya untuk segmen yang terbatas.

(2)

diselenggarakan oleh BPJS Kesehatan yang menjalankan program Jaminan Kesehatan dan BPJS Ketenagakerjaan yang menjalankan program Jaminan Kecelakaan Kerja, Jaminan Kematian, Jaminan Hari Tua dan Jaminan Pensiun. Khusus untuk Jaminan Pensiun, baru akan mulai beroperasi pada 1 Juli 2015. Cakupan perlindungan sosial UU SJSN adalah seluruh penduduk Indonesia termasuk pekerja sektor formal maupun informal melalui lima program perlindungan di atas.

Secara umum reformasi jaminan sosial di negara-negara berkembang dimulai sejak akhir abad 20, hanya negara-negara Amerika Latin seperti Peru, Mexico, Argentina, Bolivia, Salvador, Uruguay dan Columbia yang memulainya lebih awal. Di Indonesia sendiri tuntutan reformasi jaminan sosial muncul setelah krisis ekonomi yang melanda pada tahun 1997-1998. Pada aras lain, Bank Dunia telah menerbitkan dua literature penting berkenaan dengan model program pensiun yang digunakan sebagai rujukan dalam melakukan reformasi jaminan sosial oleh banyak negara. Buku pertama berjudul “Averting The Old Age Crisis” diterbitkan tahun 1994 yang menawarkan dan merekomendasikan model pensiun multi pilar kepada seluruh negara di dunia. Buku kedua diterbitkan tahun 2005 berjudul “Old-age Income Support in the 21st Century: an

international perspective on pension reform system and reform”. Buku ini merevisi dan melengkapi model pensiun multi pilar. Buku ini juga menjadi bahan diskusi yang sangat popular diantara para akademisi.

Dari lima program perlindungan dalam UU SJSN, tulisan ini hanya akan memfokuskan pada dua program “purnabakti” yakni program pensiun dan program jaminan hari tua. Pada tulisan ini akan melakukan review terhadap latar belakang dan pengembangan jaminan pensiun dan jaminan hari tua di Indonesia dan menggambarkan sistem jaminan hari tua dan jaminan pensiun yang akan dijalankan. Pada bagian lainnya akan membahas “Model Bank Dunia” dan model yang diterapkan dalam UU SJSN.

2. Urgensi Program Pensiun dan Jaminan Hari Tua

(3)

produktif. Sehingga angka rasio ketergantungan Indonesia adalah 51, 3%, artinya 100 orang usia produktif menanggung 51 orang usia tidak produktif. Bonus demografi ini diperkirakan akan mencapai puncaknya antara tahun 2020 sampai 2030 dan berakhir pada tahun 2045. Tanda-tanda berakhirnya bonus demografi adalah populasi akan menua, proporsi populasi usia tidak produktif dibanding populasi penduduk usia produktif dan anak-anak akan semakin tinggi.

Masalah ageing population terutama akan berpengaruh pada program jaminan hari tua dan program pensiun, karenanya dalam rancangannya perhitungan keseimbangan finansial antara kontribusi dan manfaatnya menjadi sangat penting agar dapat memenuhi kewajibannya dalam jangka waktu yang panjang. Salah satu fungsi dari sistem jaminan sosial adalah redistribusi pendapatan antar kelompok, maka secara langsung sistem jaminan sosial akan dipengaruhi oleh komposisi populasi masyarakat yang dilayaninya. Menurut Bank Dunia, situasi di negara berkembang seperti Indonesia akan lebih serius, alasannya adalah pertama 60% populasi lanjut usia berada di negara berkembang dan akan mencapai 80% pada tahun 2050, dan kedua karena negara berkembang memiliki karakter yaitu populasi penduduk menjadi tua sebelum menjadi kaya (World Bank, 2005).

3. Definisi-definisi

Sistem pay-as-you-go (PAYG) adalah sebuah sistem jaminan sosial di mana manfaat jaminan sosial tidak diambil dari sebuah dana yang telah disediakan di masa lampau, sehingga manfaat jaminan sosial untuk para pensiunan yang ada sekarang, plus biaya

(4)

administrasi, diambil dari iuran para pekerja yang bekerja sekarang (ILO,2003). Sistem partially funded pay-as-you-go adalah sebuah sistem yang dibiayai sebagian di muka untuk membayar kewajiban pensiun para pensiunan di masa depan dan pada saat ini sistem ini tidak membayarkan pensiun kepada mereka. Setelah sistem ini menjadi dewasa, barulah dana ini bisa membayarkan kewajiban pensiun dan dapat kembali sebagai sebuah sistem pay-as-you-go yang sebenarnya. (Arifianto, 2004).

Program manfaat pasti adalah sebuah program pensiun di mana pekerja mendapat jaminan akan mendapat suatu manfaat tertentu pada saat mereka pensiun, biasanya berdasarkan atas lama bekerja, umur, dan jumlah gaji terakhir atau rata-rata gaji mereka. Pembayaran manfaat yang dijanjikan dengan segala risiko yang ada pada program ini menjadi tanggungan perusahaan dan/atau pemerintah. Lawan dari program ini adalah program iuran pasti, yaitu sebuah program pensiun di mana hanya jumlah iuran program dan rumus perhitungan manfaat yang telah ditentukan sebelumnya. Manfaat program berkaitan langsung dari jumlah iuran yang dibayarkan ke masing-masing rekening investasi, ditambah dengan hasil investasi rekening tersebut (Arifianto, 2004).

4. Model Bank Dunia

Bank Dunia melalui bukunya yang berjudul “Averting The Old Age Crisis” (1994) dan “Old-age Income Support in the 21st Century:

an international perspective on pension reform system and reform (2005), menawarkan dan merekomendasikan model pensiun multi pilar kepada seluruh negara di dunia. Dalam buku pertama, Bank Dunia menganjurkan pemerintah untuk mengganti skema yang ada dengan sistem tiga pilar yang memisahkan aspek tabungan, redistribusi dan asuransi sosial dan pengelolaannya dilaksanakan oleh lembaga yang berbeda dan menekankan pengelolaan oleh pihak swasta. Berikut tiga pilar menurut Bank Dunia:

1. Sistem kepesertaan wajib yang dibiayai oleh pajak yang dikelola oleh pemerintah. Memberikan jaminan perlindungan pensiun dalam jumlah yang minimum.

2. Sistem kepesertaan wajib yang dibiayai oleh tabungan wajib yang dikelola swasta. Memberikan jaminan perlindungan pensiun dan jaminan hari tua pribadi.

(5)

Sistem tiga pilar seperti di atas bertujuan untuk mendiversifikasi risiko yang akan dihadapi peserta, pekerja dan pemberi kerja dapat memilih program pensiun sesuai dengan kebutuhan dan kemampuan mereka masing-masing dan menekankan peranan swasta dalam pengelolaan program jaminan sosial.

Kemudian tahun 2005, Bank Dunia merevisi dan melengkapi sistem tiga pilar tersebut menjadi sitem multi pilar yang lebih fleksibel sebagai respon terhadap kebutuhan dan kondisi yang berbeda dari setiap negara. Berikut multi pilar menurut Bank Dunia:

1. Non contributory “zero pillar”: Sosial pensiun yang dibiayai dan dikelola oleh pemerintah untuk pengentasan kemiskinan dan memberikan perlindungan minimal bagi penduduk usia lajut.

2. A mandatory “first pillar”: Pembiayaan melalui tabungan wajib untuk perlindungan pensiun dengan manfaat pasti yang bisanya menggunakan sistem pay-as-you-go (PYAG) 3. A mandatory “second pillar”: Pembiayaan melaui tabungan

wajib untuk jaminan hari tua dengan iuran pasti.

4. A voluntary “third pillar”: Pilar ini memungkinkan bentuk perlindungan yang bervariasi dalam pembiayaan maupun pemberian manfaat hari tua dan pensiun

5. A non financial “fourh pillar”: Memberikan perlindungan informal, bantuan financial maupun non-finansial, termasuk akses terhadap kesehatan dan perumahan.

5. Jaminan Pensiun dan Jaminan Hari Tua dalam UU SJSN 5.1. Jaminan Pensiun

Prorgam Jaminan Pensiun dalam UU SJSN merupakan sebuah program asuransi sosial tabungan wajib yang diselengarakan oleh pemerintah melalui BPJS Ketenagakerjaan berdasarkan manfaat pasti, yang tujuannya untuk mempertahankan derajat kehidupan yang layak pada saat peserta kehilangan atau berkutang penghasilannya karena memasuki usia pensiun atau mengalami catat total tetap.

(6)

diberikan kepada peserta yang telah memenuhi masa iur 15 tahun, apabila telah mencapai usia pensiun sebelum masa iur 15 tahun maka peserta berhak mendapatkan seluruh akumulasi iurannya ditambah hasil pengembangannya.

Peserta program jaminan pensiun adalah pekerja yang telah membayar iuran dan manfaat pensiun ini akan dibayarkan kepada peseta dengan kondisi sebagia berikut:

1. Pensiun hari tua, diterima setelah pensiun sampai meninggal dunia.

2. Pensiun cacat, diterima peserta cacat akibat kecelakaan atau akibat penyakit sampai dengan meninggal dunia

3. Pensiun janda/duda, diterima janda/duda ahli waris peserta sampai meninggal dunia atau menikah lagi

4. Pensiun anak, diterima anak ahli waris peserta sampai usia 23 tahun, bekerta atau menikah.

5. Pensiun orang tua, diterima orang tua ahli waris peserta lajang sampai batas waktu tertentu.

5.1. Jaminan Hari Tua

Program Jaminan Hari Tua dalam UU SJSN adalah program asuransi sosial tabungan wajib yang diselenggarakan oleh pemerintah melalui BPJS Ketenagakerjaan berdasarkan iuran pasti dengan tujuan menjamin peserta mendapatkan uang tunai apabila memasuki masa pensiun, mengalami cacat total tetap atau meninggal dunia. Peserta jaminan sosial adalah peserta yang membayar iuran.

Manfaat jaminan hari tua berupa uang tunai yang dibayarkan sekaligus pada saat peserta memasuki usia pensiun, meninggal dunia atau mengalai cacat total tetap. Besarnya manfaat yang diterima adalah seluruh akumulasi iuran ang telah disetorkan ditambah hasil pengembangan. Pembayaran manfaat jaminan hari tua dapat diberikan sebagian sampai batas tertentu setelah kepesertaan minimal 10 tahun. Apabila peserta meninggal dunia, ahli warisnya berhak menerima manfaat jaminan hari tua.

Program ini merujuk pada pilar ke dua dari model multi pilar yang ditawarkan Bank Dunia.

(7)

Dari perspektif Bank Dunia, penerapan program pension di Indonesia telah mengikuti model multi pilar Bank Dunia, yakni pilar pertama melalui Jaminan Pensiun dengan manfaat pasti dan pilar ke dua melalui Jaminan Hari Tua dengan iuran pasti. Kedua program ini harus dilihat sebagai satu kesatuan dalam perlindungan hari tua, program jaminan pension memberikan jaminan penghasilan bulanan seumur hidup, dan jaminan hari tua memberikan liquiditas saat pension dengan membayarkan manfaatnya secara sekaligus.

Namun pemilihan sistem PAYG yang dikelola oleh pemerintah melalui BPJS Ketenagakerjaan dianggap sebagai pembuatan kebijakan yang terlalu optimis berkaitan dengan demografi dan keadaan makro ekonomi di Indonesia pada masa yang akan datang. Program ini dikhawatirkan akan mengalami kekurangan pendanaan, semestinya pemerintah mengunakan asumsi yang konservatif untu memastiakn keberlanjutan program ini dari sisi keuangan. (World Bank, 2012)

Sistem PAYG dianggap terlalu rentan untuk digunakan di masyarakat yang menuju ageing population. Jika manfaat program terlalu besar maka tingkat iuran juga akan tinggi, sehinga hal ini akan menimbulkan sejumlah persoalan dan penolakan terhadap sistem ini, diantaranya adalah:

- Pengusaha yang tidak mampu membayarkan iuran tenaga kerjanya, akan mengurangi jumlah tenaga kerja dan menggantinya dengan modal.

- Pengusaha akan mengkompensasikan tingginya iuran proram pensiun dengan menaikkan harga produknya, dan ini tentu akan berpengaruh pada daya saing produk dan jasa Indonesia dengan negara lainnya.

- Tingginya tingat iuran dari upah akan langsung mengurangi penghasilan tenaga kerja sehingga selanjutnya mungkin meraka akan menuntut upah yang lebih tinggi.

- Biaya tenaga kerja merupakan penentu penting investasi asing langsung, sehinga akan mengurangi minat investasi

- Nilai manfaat program yang besar dapat menyisihkan program pensiun swasta da produk asuransi swasta lainnya.

Pada aras lainnya, International Labor Organization (ILO) meragukan asumsi dari pengelolaan oleh pihak swasta: “skema pendanaan tidak menawarkan perlindungan ekstra terhadap populasi usia lanjut; skema swasta tidak selalu lebih murah dari asuransi publik, dan mereka tidak selalu lebih efisien dalam menginvenstasikan uang kontributornya ” (Gillion et al., 2000).

(8)

capital market-nya tidak berkembang dan ketidakmampuan masyarakat memahami capital market dengan baik. Stiglitz menambahkan bahwa akun perseorangan (individual account) yang dikelola oleh swasta tidak dapat menyediakan asuransi yang cukup dan menghindari risiko besar seperti inflasi. (Stiglizt, 2004).1

Berseberangan dengan pemikiran Bank Dunia, ILO juga menganggap masalah demografik terlalu dibesar-besarkan oleh Bank Dunia. Menurut ILO desakan untuk melakukan reformasi pada umumnya datang karena konteks globalisasi, termasuk karena kemiskinan, masalah jangkauan asuransi (coverage problem) dan kesulitan keuangan. Alih-alih, menyerahkan program pensiun pada pihak swasta seperti yang ditawarkan Bank Dunia, ILO lebih menekankan pada stabilitas dan reabilitas dari skema asuransi publik (ILO, 2004).

Secara lebih keras Vladimir Rys mengatakan bahwa Bank Dunia merupakan kaki tangan kaum neoliberal yang mencoba melakukan transisi besar untuk menuju sebuah dunia tanpa jaminan sosial. Teori klasik tidak pernah sejalan dengan konsep jaminan sosial, primsip solidaritas sosial yang mendasari seluruh filosofisnya tidak bisa ditampung dalam sebuah doktrin yang didasarkan pada pemenuhan kepentingan diri dan memperbesar keuntungan (Rys, 2011)

7. Tantangan dan Problem 7.1. Sektor Informal

Program Jaminan Pensiun menurut UU SJSN hanya ditujukan untuk pekerja penerima upah atau sektor formal saja, sedangkan bukan penerima upah atau sektor informal tidak bisa mengikuti program ini. Padahal kebutuhan pekerja sebenarnya sama saja, mereka memerlukan jaminan penghasilan ketika memasuki usia tidak produktif. Hal ini cukup mengherankan mengingat pada kenyataanya bahwa tenaga kerja pada sektor informal justru lebih banyak dibandingkan dengan sektor formal. Mengingat perubahan struktur demografi Indonesia yang menunjukkan jumlah usia produktif yang terus meningkat, dan jika pemerintah gagal menyediakan lapangan kerja yang cukup besar, maka akan semakin banyak tenaga kerja masuk ke dalam sector informal.

(9)

ditengah teknologi informasi yang semakin cangging dan meluas pemanfaatannya. Namun persoalan pemungutan iuran dan kepatuhan ini merupakan kendala terbesarnya, hal ini berkaitan juga dengan faktor ekonomi.

Secara ekonomi masyarakat, tingkat pendapatan upah para pekerja informal relatif rendah dan mereka perlu uang tunai untuk kebutuhan konsumsi sehari-hari. Mereka harus mempertahankan keseharian mereka dan tidak memiliki kemampuan yang cukup untuk menabung bagi hari tua mereka. Para pekerja sektor informal terutama pekerja musiman biasanya relatif masih muda dan sangat fleksibel, mereka selalu berpikir bahwa masa pensiun mereka masih jauh.

7.2. Jumlah Kepesertaan dan Penegakan Hukum

Jumlah kepesertaan dalam program jaminan sosial merupakan tantangan yang cukup berat jika kita melihat dari tingkat iuran dari upah dari keseluruhan program, karena seluruh program kepesertaannya bersifat wajib. Peraturan Pemerintah yang mengatur besaran iuran samai tulisan ini di buat memang belum diterbitkan. Maka dalam tulisan ini saya menggunakan asumsi bahwa tingkat iuran yang harus dibayarkan untuk keseluruhan program jaminan sosial sesuai dengan undang-undang sebelumnya dan draft usulan Peraturan Pemerintah mengenai iuran, yakni:

- Jaminan Kesehatan : 4,5% dari upah (lajang dan berkeluarga iuran sama)

- Jaminan Kecelakaan Kerja : 0,24% dari upah (dengan kategori risiko paling rendah)

- Jaminan Kematian : 0,3% dari upah - Jaminan Hari Tua : 5,7 % dari upah - Jaminan Pensun : 6 % dari upah

Total : 16,74 % dari upah

Dengan tingkat iuran dari upah yang lebih tinggi dari sebelumnya yakni sekitar 12,7% maka dapat dipastikan akan ada penolakan atau paling tidak penghindaran dari perusahaan untuk mendaftarkan tenaga kerjanya ke dalam program jaminan sosial. Sebagai gambaran, sampai dengan Juni 2013 jumlah peserta Jamsostek sector formal mencapai 29,6 juta tenaga kerja, jumlah tersebut sangat kecil disbanding potensinya yang mencapai 41 juta untuk tenaga formal dan 69 juta untuk tenaga informal.2

Rendahnya jumlah kepesertaan dalam program Jamsostek ini dikarenakan lemahnya law enforcement dari aparat pemerintah yang terkait dengan bidang ketenagakerjaan maupun aparat penegak hukum lainnya, selain dari sosialisasi yang kurang gencar.

(10)

kerja. Mengapa sejumlah tenaga kerja dan pemberi kerja menolak berpartisipasi pada sistem pensiun dasar ini? Dari sisi pemberi kerja, mereka tidak medaftarkan tenaga kerja dan menolak pastisipasi untuk menghindari besarnya iuran bagi tenaga kerjanya. Dari sisi tenaga kerja, sejumlah tenaga kerja tidak menyadari pentingnya menjadi peserta jaminan sosial. Biasanya mereka lebih memilih untuk mendapatkan uang tunai secara langsung. Terutama tenaga kerja dengan upah yang rendah akan menolak menjadi peserta jaminan sosial karena adanya pemotongan upah untuk iuran jamian sosial. Pengurangan jumlah upah tiap bulannya dianggap menjadi beban bagi mereka.

8. Usulan

8.2. Memberi Perhatian Lebih Pada Sektor Informal

Melihat kondisi pada sector informal di atas, sangatlah penting bagi Pemerintah untuk memberikan porsi perhatian yang lebih pada sector ini. Dalam UU SJSN tidak secara jelas memberikan perhatian pada sector informal. Beban iuran yang akan ditanggung tenaga kerja sector informal sama dengan tenaga kerja sector formal, padahal pada sector formal beban iuran ditanggung bersama antara tenaga kerja dan pengusaha. Semestinya iuran untuk sector informal lebih rendah, atau alternative lainnya adalah pemerintah memberikan subidi kepada tenaga kerja sector informal. Selain itu, jumlah tenaga kerja informal yang jauh lebih besar dibanding sector formal menjadikan perluasan jangkauan SJSN kepada sector ini menjadi hal yang mendesak.

8.2. Sosialisasi Program Secara Maksimal

Keterlibatan masyarakat secala langsung dalam pelaksanaan SJSN adalah hal yang pasti, melalui kepesertaan dan iuran yang ditarik dari masyarakat. Karenanya sosialisasi program–program SJSN perlu disosialisasikan seluas-luasnya kepada masyarakat. Pemerintah dalam hal ini BPJS sampai saat ini tampaknya belum melakukannya padahal pelaksanaan SJSN sudah akan dimulai 1 Januari 2014 dan peluncuran program jaminan pensiun pada 1 Juli 2015.

(11)

menginginkan dan memilih program yang memberikan keuntungan langsung.

8.3. Penegakan Hukum

Lemahnya penindakan terhadap pelanggaran yang berkaitan dengan jaminan sosial selama ini telah mengakibatkan rendahnya partisipasi perusahaan dan tenaga kerja dalam perlindungan jaminan sosial. Pelanggaran ini terutama dilakukan oleh perusahaan atau pemberi kerja yang tidak mendaftarkan tenaga kerjanya, melaporkan upah tidak sesuai dengan yang diterima tenaga kerja bahkan lebih rendah dari upah minimum kota/kabupaten (UMK).

Melihat hal itu, sangat disayangkan UU SJSN dan UU BPJS hanya memberikan sanksi administratife dan tidak memberikan sanksi yang berat dengan rumusan yang mendetil terhadap pelanggaran ketentuan-ketentuan ini. Selain itu, kewenangan BPJS yang diatur dalam UU BPJS dirasakan masih terlalu lemah kerna hanya sebatas pengawasan dan pemeriksaan kepatuhan, seangkan kewenangan untuk menindak hanya sebatas teguran tertulis dan denda. Diharapkan BPJS mengatur sanksi administratif denda yang cukup memberatkan pelanggarnya, dan yang berkaitan dengan pelayanan public yang akan diatur melaui Peraturan Pemerintah dapat memberikan sanksi yang memiliki pengaruh cukup signifikan seperti pencabutan ijin usaha.

9. Simpulan

Sistem jaminan pensiun manapun seharusnya berfungsi secara berkelanjutan sebagai tabungan, redistribusi dan instrumen asuransi. Menabung berarti mengumpulkan pendapatan selama seseorang dalam masa produktif. Tenaga kerja mengumpulkan uang dalam masa hidup mereka untuk masa tua mereka ketika pendapatan mereka menurun atau tidak ada sama sekali. Redistribusi berkaitan dengan pertukaran pendapatan hidup seseorang dengan yang lainnya, karena bila tenaga kerja dengan pendapatan rendah menabung cukup besar untuk masa tuanya, mereka akan terlepas dari garis kemiskinan yang mereka lalui dalam masa muda. Asuransi melibatkan perlindungan terhadap kemungkinan resesi atau investasi buruk yang menghabiskan tabungan. (World Bank, 1994).

(12)

.

1. Secara lebih mendetil Stiglitz dan rekannya Orzag membongkar mitos-mitos makro ekonomi, mikro ekonomi dan politik ekonomi yang seringkali dimunculkan oleh model multi pilar Bank Dunia melalui tulisannya “Rethinking Pension Reform: Ten Myths about Social Security System” (1999)

2. Sebagai pelaksanaan dari Peraturan Menteri Tenaga Kerja No. PER-24/EM/VI/2006 tentang Panduan Pelaksanaan Program Jaminan Sosial Tenaga Kerja bagi Tenaga Kerja yang Bekerja di Luar Hubungan Kerja Resmi. Peraturan ini menyediakan panduan pelaksana peraturan jaminan sosial untuk diterapkan pada tenaga kerja yang bekerja di luar hubungan industrial. Peraturan didasarkan pada Undang-Undang No. 3 Tahun 1992 tentang Jaminan Sosial Tenaga Kerja dan Undang-Undang No. 13 Tahun 2003 tentang Tenaga Kerja.

3. Sumber dari http://kabarbisnis.com/read/2839757

Daftar Pustaka

Arifianto, A. (2004), Reformasi Sistem Jaminan Sosial di Indonesia: Sebuah Analisis Atas Undang-Undang Jaminan Sosial Nasional (RUU Jamsosnas). Jakarta: Lembaga Penelitian Semeru.

Bank Dunia. (2012), Rancangan dan Pembiayaan Manfaat Ketenagakerjaan SJSN, dalam: Catatan Kebijakan SJSN, Edisi 2, Juli 2012

Dewan Jaminan Sosial Nasional (2010) ‘Sistem Jaminan Sosial’ Accessed 12 May 2012 <http://djsn.go.id/4.pdf>

(13)

Gillion, C. (2000). The Development and Reform of Social Security Pensiuns: The Approach of the International Labor Office. International Social Security Review

Gillion, Colin et al.(eds.) (2000): Social security pensiuns. Development and reform, ILO, Geneva

International Labor Organization.(2003) Social Security and Coverage for All: Restructuring the Social SecurityScheme in Indonesia – Issues and Options, Jakarta: International Labor Organization. Orszag Peter R. & Stiglitz Joseph E. (1999), Rethinking Pensiun

Reform: Ten Myths about Social Security Systems, the World Bank, Washington, D.C.

Orszag, P. and Stiglitz, J. (2001). Rethinking pension reform: Ten Myths about Social Security Systems. Dalam: Holzman, R. and Stiglitz, J. eds. New ideas about old age security. Towards sustainable pension systems in the 21st century, Washington D.C., World Bank.

Purwoko, B. (1996) ‘Indonesian social security in transition: An empirical analysis’, International Social Security Review

Shihab, Ahmad Nizar. (2012). Jalan Panjang Mewujudkan Sistem Jaminan Sosial Nasional, Pansus RUU BPJS, Jakarta

Rys, Vladimir (2011). Merumuskan Ulang Jaminan Sosial, PT Pustaka Alvabet, Jakarta

Tim SJSN (2004), ‘Naskah Akademik Sistem Jaminan Sosial Nasional’ (Academic Paper, National Social Security Sistem)

The World Bank.(1994), Averting the Old Age Crisis. Oxford: Oxford UP.

The World Bank.(2005), Old-age income support in 21st Century: an

international perspective on pension reform system and reform. Washington DC.

UU No. 40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional

Referensi

Dokumen terkait

Hal ini berarti bahwa agency cost yang dikeluarkan oleh perusahaan mampu meminimalisir biaya perusahaan maka kinerja perusahaan lebih menunjukkan performa yang

Perlakuan pengelolaan pupuk dengan pupuk organik dan anorganik pada tanaman Jagung Manado Kuning, tidak berpengaruh yang nyata terhadap panjang tongkol, diameter tongkol

Intinya ini agar DNS kita ini selain bisa memberikan layanan DNS untuk domain lokal (rizal.cilsy), namun juga bisa memberikan layanan DNS untuk semua domain di

Informasi di atas hanya menyangkut bahan spesifik yang telah ditentukan dan mungkin tidak berlaku jika bahan tersebut digunakan sebagai campuran dengan bahan lain atau dalam

Gambar 5 menunjukkan peta sebaran kekeringan terparah periode 12 bulanan yang terjadi pada bulan April tahun 1987, terlihat bahwa DAS Ngasinan mayoritas mengalami

Jadwal salat untuk selama-lamanya, jadwal salat abadi, atau jadwal salat sepanjang masa (yang dihitung untuk suatu daerah dan bukan berdasarkan dari koreksian daerah dari jadwal

Dengan tingkat kepadatan penduduk yang tinggi tanpa diimbangi dengan penyebaran penduduk yang merata maka akan terjadi suatu ledakan penduduk di daerah-daerah tertentu terutama di

Implementasi konsep merupakan suatu bentuk penerapan konsep pada media- media yang sudah ditentukan, dalam hal penciptaan motif batik sebagai ikon kabupaten Lumajang ini media