• Tidak ada hasil yang ditemukan

Psikologi Agama dan Psikologi Massa dala

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "Psikologi Agama dan Psikologi Massa dala"

Copied!
23
0
0

Teks penuh

(1)

MAKALAH PSIKOLOGI PENDIDIKAN ISLAM PRESPEKTIF PENDIDIKAN ISLAM

DALAM PSIKOLOGI MASSA DAN PSIKOLOGI AGAMA

M. ANUGRAH ARIFIN 1 5 4 1 4 1 0 0 9

DI AJUKAN UNTUK MEMENUHI TUGAS MATA KULIAH PSIKOLOGI PENDIDIKAN ISLAM

DOSEN PENGAMPU Prof. Dr. H. M.Taufik, M.Ag

PASCASARJANA

(2)

PRESPEKTIF PENDIDIKAN ISLAM

DALAM PSIKOLOGI MASSA DAN PSIKOLOGI AGAMA

A. Konteks Permasalahan

Manusia sebagai subjek sekaligus objek pendidikan terdiri dari elemen Ruhaniyah dan Jasmaniah yang sifatnya labil dan berubah-ubah, terkadang meningkat drastic dan tidak jarang menurun bahkan menjadi buruk. Pendidikan sebagai sebuah proses pengembangan potensi Ruhaniyah maupun jasmaniyah merupakan usaha nyata manusia untuk mengoptimalkan Intelektual, Moral, spiritual, serta kemampuan untuk berinteraksi social. Ki Hajar Dewantara memiliki pandangan bahwa pendidikan pada umumnya memajukan budi pekerti (kekuatan batin), pikiran (intelektual), dan jasmani anak sesuai dengan alam dan masyarakat.1 Aktualisasi nilai-nilai ideal pendidikan seperti yang ditawarkan oleh Ki Hajar Dewantara dan tokoh-tokoh pendidikan yang lain dalam kenyataannya tidaklah mudah bahkan dewasa ini menunjukan hasil yang memprihatinkan. Pendidikan dinegeri ini masih terfokus pada pengembangan Intelektual sehingga menghasilkan sarjana-sarjana yang cerdas namun tak bermoral.

Fakta-fakta menyedihkan tentang kenakalan remaja, tawuran, pergaulan bebas, bulliyying, korupsi, kerumitan birokrasi serta ketidak adilan dalam berbangsa dan bernegara merupakan bukti nyata kesalahan proses dalam dunia pendidikan. Para pakar penddikan telah menyadari kekurangan sentuhan pada aspek Moral, psikis dalam bingkai norma agama dalam pendidikan di Indonesia sehingga muncul gagasan-gasan untuk menginternalisasikan dan mengintegrasikan nilai-nilai moral kejiwaan dan agama dalam pendidikan yang terwujud dalam konsep Islamisasi Ilmu Pengetahuan.

(3)

Hasan Langgulung merespon upaya tersebut dengan berusaha menekankan aspek psikologi dalam pendidikan. Ia mengungkapkan bahwa Dalam pendidikan Islam, dibutuhkan peran psikologi yang mengkaji masalah jiwa, karena subyek didik itu adalah manusia yang memiliki jiwa. Jiwa, jauh sebelum dikembangkan psikologi, telah dibahas dalam khazanah keilmuwan Islam klasik dengan topik ilm nafs.2 Keterkaitan antara dunia pendidikan, psikologi, dan agama terlihat jelas dalam objek ketiga ilmu tersebut yang menekankan pada aspek moral dan pengolahan jiwa, sehingga sangat penting bagi seorang pendidik yang selalu berjibaku dengan banyak orang (massa) untuk mampu menkolaborasikan keilmuan pendidikan dengan Psikologi massa dan psikologi agama, oleh karena itu dalam makalah ini pemakalah akan mencoba mengulas tentang Prespektif pendidikan islam dalam Psiklogi Massa dan Psikologi Agama

B. PEMBAHASAN

1. KONSEP PSIKOLOGI AGAMA a. Pengertian Psikologi

Psikologi berasal dari perkataan Yunani psyche yang artinya jiwa dan logos yang artinya pengetahua n. Jadi secara etimologi, psikologi artinya ilmu yang mempelajari tentang jiwa, baik mengenai macam-macam gejalanya, prosesnya, maupun latar belakangnya.3

Menurut Ahmadi, Ilmu psikologi dapat dikatakan sebagai ilmu pengetahuan yang serba kurang tegas, sebab ilmu ini mengalami perubahan, tumbuh, berkembang untuk mencapai kesempurnaan walaupun ilmu ini sudah merupakan cabang ilmu pengetahuan.

2 Langgulung, Hasan. 1980. Beberapa Pemikiran tentang Pendidikan Islam.Bandung: Al Ma`arif.19

(4)

Kita tidak dapat mengetahui jiwa secara wajar karena sifatnya yang abstrak. Kita hanya dapat mengenal gejala-gejalanya saja. Jiwa adalah sesuatu yang tidak tampak, tidak dapat dilihat oleh panca indera kita. Begitu juga dengan hakikat jiwa, tidak seorang pun dapat mengetahuinya. Manusia dapat mengetahui jiwa seseorang dari tingkah lakunya. Jadi dari tingkah laku itulah orang dapat mengetahui jiwa seseorang. Tingkah laku itu merupakan kenyataan jiwa yang dapat kita hayati dari luar.

Psikologi diartikan ilmu yang mempelajari tingkah laku manusia. Para ahli berbeda pendapat terhadap pengertian psikologi itu sendiri. Hal ini dikarenakan penggunaan atau penekanan yang berbeda.

Pengertian Psikologi menurut para ahli diantaranya :4 1. Menurut Dr. Singgih Dirgagunarsa:

Psikologi adalah ilmu yang memperlajari tentang tingkah laku manusia 2. Plato dan Aristoteles, berpendapat bahwa psikologi ialah ilmu

pengetahuan yangmempelajari tentang hakikat jiwa serta prosesnya sampai akhir

3. John Broadus Watson, memandang psikologi sebagai ilmu pengetahuan yang mempelajari tingkah laku yang tampak dengan menggunakan metode observasi yang objektif terhadap rangsangan dan jawaban.

4. Wilhelm Wundt, seorang tokoh psikologi eksperimental berpendapat bahwa psikologi adalah ilmu pengetahuan yang mempelajari pengalaman-pengalaman yang timbul dalam diri manusia, seperti pikiran, kehendak perasaan panca indra

5. Woodworth dan Marquis berpendapat bahwa Psikologi ialah ilmu pengetahuan yang mempelajari aktivitas individu sejak dari dalam kandungan sampai meninggal dunia dan hubungannya dengan alam sekitar.

(5)

6. Knight dan Knight: “Psychology may be defined as the systematic study of experience and behaviour human and animal, normal and abnormal, individual and social

7. Hilgert: “Psychology may be defined as the science that studies for behaviour of men and other animals

8. Ruch: “Psychology is sometime defined as the study of man, but this definition is too broad. The truth is that psychology is partly biologIcal science and partly a social science, overlapping these two major areas and relating them each other”.

Dari berbagai macam definisi diatas dapat disimpulkan bahwa psikologi adalah ilmu pengetahuan yang mempelajari semua tingkah laku dan perbuatan individu yang mana individu tersebut tidak dapat dilepaskan dari lingkungannya.

b. Pengertian Agama

Berdasarkan sudut pandang kebahasaan, agama dianggap sebagai kata yang berasal dari bahasa sansekerta yang artinya tidak kacau. Agama diambil dari dua akar suku kata, yaitu a yang berarti tidak dan gamayang berarti kacau. Hal itu mengandung pengertian bahwa agama adalah suatu peraturan yang mengatur kehidupan manusia agar tidak kacau.5

Tokoh Ilmu Jiwa Agama W.H. Clark yang dikutip Rusmin Tumanggor, mengatakan bahwa tidak ada yang lebih sukar mencari kata-kata, kecuali menemukan kata-kata yang sepadan untuk membentuk definisi agama yang penuh kegaiban dan misteri serta interpretasi. Ungkapan tersebut sebagai cerminan betapa banyaknya variasi pemahaman manusia serta para ahli tentang agama. Kendati demikian, Rusmin Tumanggor pun mencoba

(6)

memaparkan definisi yang sudah dipaparkan oleh para ilmuwan agama6, yaitu :

a) Cicero, sarjana Romawi abad ke-5 yang menguraikan agama = religio (bahasa Latin) berasal pula dari kata re + leg + io, yang artinya : Leg = mengamati, berkumpul bersama, mengambil atau menghitung. Maka berdasarkan arti yang tersebut, religi bermakna mengamati terus-menerus tanda dari hubungan kedewaan atau ketuhanan atau kesupernaturalan. b) Servitus juga sarjana Romawi mengatakan bahwa religi bukan berasal dari

kata re + leg + io, melainkan dari kata re + lig + io, yang artinya : lig = mengikat. Dari arti ini, religi dipahamkan sebagai suatu hubungan yang erat antara manusia dan mahamanusia seperti dikatakannya “Religion is the relationship between human and super human”.

c) Prof. Dr. Bouquet mendefinisikan agama sebagai hubungan yang tetap antara diri manusia dengan yang bukan manusia yang bersifat suci dan supernatural yang berada dengan sendirinya dan mempunyai kekuasaan absolut yang disebut Tuhan.

d) Drs. Sidi Gazalba mendefinisikan agama sebagai hubungan manusia dengan yang Mahakudus, hubungan yang menyatakan diri dalam bentuk kultus dan sikap hidup berdasarkan doktrin tertentu.

e) Sementara menurut Al-Quran, agama sering disebut dengan ad-din yang artinya hukum, kerajaan, kekuasaan, tuntunan, pembalasan dan kemenangan. Dan arti ini dapat disimpulkan bahwa agama adalah hukum serta i’tibar yang berisi tuntunan cara penyerahan mutlak dari hamba kepada Tuhan Yang Maha Pencipta melalui susunan pengetahuan dalam pikiran, pelahiran sikap serta gerakan tingkah laku, yang didalamnya terakup akhlaqul karimah.

(7)

Ada beberapa ilmuwan lain yang diambil pendapatnya mengenai pengertian agama oleh Rusmin Tumanggor, namun beliau pun memberikan kesimpulan bahwa agama adalah suatu ajaran yang mengandung aturan, hukum, kaidah, historis, i’tibar serta pengetahuan tentang alam, manusia, roh, Tuhan, dan metafisika baik yang datang atau sumbernya dari manasia ataupun dari Tuhan yang dipertuhan oleh manusia tertentu atau masyarakat manusia di lingkungan yang terbatas maupun yang lebih luas.

Sementara Budhy Munawar-Rachman dalam Ensiklpedi Nurcholish Madjid, mengutip pendapat Profesor Mc. Taggart seorang ahli filsafat, Agama merupakan suatu keadaan kejiwaan, ia dapat digambarkan secara paling baik sebagai perasaan yang terletak di atas adanya keyakinan pada keserasian antara diri kita sendiri dan alam raya secara keseluruhan.7 Berbeda dengan Ramayulius yang mendefinisikan Agama sebagai suatu aturan yang menyangkut cara-cara bertingkah laku, berperasaan dan berkeyakinan secara khusus.8

c. Psikologi Agama

Menurut Dzakiah Darajat, Psikologi Agama adalah ilmu yang meneliti pengaruh agama terhadap sikap dan tingkah laku seseorang atau mekanisme yang bekerja dalam diri seseorang yang menyangkut cara berpikir, bersikap, bereaksi, dan bertingkah laku yang tidak dapat dipisahkan dari keyakinannya, karena keyakinan itu masuk dalam konstruksi kepribadiannya.9

Sedangkan menurut Ramayulius, psikologi agama ialah ilmu jiwa yang khusus mengkaji sikap dan tingkah laku seseorang yang timbul dari keyakinan yang dianutnya berdasarkan pendekatan psikologi. Berbeda dengan yang diungkapkan Rusmin Tumanggor mengenai pengertian psikologi agama

7Budy Munawar-Rachman, Ensiklopedi Nurcholish Madjid, (Jakarta : Mizan, cet. I, 2006, Jilid I.).478

(8)

berdasarkan pada kesimpulan yang beliau ambil dari beberapa ilmuwan, psikologi agama adalah ilmu pengetahuan yang membahas pengetahuan, sikap dan perilaku seseorang ketika berinteraksi dengan lingkungannya sehubungan atas keyakinan terhadap ajaran agama yang dianutnya. Memang dari beberapa pendapat para ahli tampaknya ada kesamaan dengan penekanan yang berbeda, namun dalam hal ini, penulis condong terhadap apa yang disampaikan oleh Zakiah Darajat mengenai pengertian tersebut.

d. Sejarah Perkembangan Psikologi Agama

Tidaklah mudah untuk menentukan kapan Psikologi Agama mulai dipelajari. Kita tidak bisa menemukan mengenai Psikologi Agama dalam kitab Agama manapun. Tetapi hubungan antara kejiwaan dengan agama banyak diungkap dalam kitab suci. Dari sini tampaknya, Allah telah memberikan sinyal kepada kita bahwa nantinya akan muncul suatu disiplin ilmu yang khusus mempelajari gejala jiwa yang diakibatkan oleh pengaruh agama dalam diri seseorang.

Perkembangan Psikologi Agama Di Barat

Edwin Diller Starbuck lah yang dianggap sebagai peletak dasar bagi penelitian modern dalam hal psikologi agama. Hal ini tercermin dari dalam bukunya yang berjudul The Psychology of Religion, An Empirical Study of Growth of Religions Counsciousness yang terbit tahun 1899.10Walaupun sebenarnya Starbuck adalah murid dari William James, namun dalam bidang Ilmu Jiwa Agama ia telah melampaui gurunya. Atau dapat dikatakan bahwa perkembangan James karena hasil karya muridnya.

Selain itu, ilmuwan-ilmuwan yang telah ikut andil dalam perkembangan ilmu Psikologi Agama antara lain:

George Albert Coe11

(9)

Beliau menggunakan hipnotis dalam usahanya untuk mencari hubungan antara reaksi-reaksi agamis: dengan watak temperamen. Buku yang berjudul The Spiritual Life terbit pada tahun 1900 menjadi bukti atas karyanya. Selain itu, George Albert Coe juga membuat sebuah buku yang berjudul The Psychology of Religion.

James H. Leuba

Leuba termasuk seorang yang pertama-tama meneliti agama dari segi ilmu jiwa. Leuba dalam penelitiannya menjelaskan phenomena agama dengan cara fisik, misalnya dikemukakannya persamaan antara kefanaan seorang mistik dengan orang-orang yang terkena pengaruh minuman keras. Pendapatnya pernah dimuat di dalam The Monist, vol. XI Januari 1901, dengan judul “Introduction to a Psycological Study of Religion”. Kemudian tahun 1912 diterbitkan buku dengan judul Psycology Study of Religion.

G. Stanley Hall

Stanley Hall juga menggunakan cara-cara yang sama dengan Leuba dalam menerangkan fakta-fakta agamis, yaitu dengan tafsiran materialistis, dimana ia telah berusaha mempelajari perasaan agama terutama mengenai peristiwa konversi pada remaja, dengan menggunakan angka dan statistik.

Dalam penelitiannya terhadap remaja-remaja pada tahun 1904, ditemukannya persesuaian antara pertumbuhan jiwa agama pada tiap individu, dengan pertumbuhan emosi dan kecenderungan terhadap jenis lain. Maka umur dimana jiwa mulai terbuka untuk cinta, maka pada umur itu pulalah timbulnya perasaan-perasaan agama yang ekstrim.

(10)

Karya beliau adalah The Varieties of Religious Experience pada tahun 1900 – 1901, William James memberikan kuliah tentang natural religion di Universitas Edinburgh.

George M. Stratton

Pada tahun 1911 terbit buku Psychology of Religious Life yang ditulis oleh George M. Stratton. Pendapat yang dikemukakannya cukup menarik perhatian, dimana ia berpendapat bahwa sumber agama itu adalah konflik jiwa dalam diri individu.

James B. Pratt

Perkembangan Ilmu Jiwa Agama semakin maju, terutama dengan terbitnya buku The Religious Conciousness pada tahun 1920 oleh James B. Pratt. Kendatipun Pratt sebagai guru besar dalam ilmu filsafat, namun ia pernah mengadakan suatu riset secara empiris ilmiah dalam bidang Ilmu Jiwa Agama, ketika menjadi mahasiswa pada Universitas Harvard.

Rudolf Otto

Di Jerman terbit pula buku Das Heilige oleh Rudolf Otto yang kemudian diterjemahkan ke dalam bahasa Inggris tahun 1923. Yang terpokok dalam buku tersebut adalah pengalaman-pengalaman psikologis dari pengertian tentang kesucian, yang diambilnya sebagai pokok dalam hal ini adalah sembahyang. Pierre Bovet

Bovet adalah seorang rektor di Akademi “J.J. Rousseou”. Beliau telah mengadakan penelitian dan hasilnya dibukukan dengan judul Le Sentimen Religieux et la Psychologie de l’Enfant. Bovet menyimpulkan bahwa agama anak-anak tidak berbeda dari agama orang dewasa.

R.H. Thouless

(11)

penelitian ilmiah akan menghilangkan keyakinan beragama; ia berpendapat sebaliknya, dimana penelitian secara ilmiah akan dapat menjadi sandaran yang kuat bagi agama.

Sante de Sanctis

Dia adalah guru besar pada Universita Roma, dimana ia mengumpulkan pendapat-pendapat lama dan yang baru, dengan menyimpulkan penelitian dan diskusi-diskusi yang telah lalu dan kemudian menjadikannya sebagai titik permulaan bagi penyelidikan yang baru. Dalam bukunya Religious Conversion dia menggunakan teori yang dikemukakan oleh Fluornoy, dan menjauhi peristiwa konversi bersama atau masyarakat seluruhnya, karena hal tersebut merupakan fakta sosial yang kompleks dan ia juga menghindari penelitian terhadap tokoh-tokoh agama seperti dilakukan oleh william James.

Sigmund Freud Dalam penelitian terhadap agama, perhatian Freud banyak tertumpah kepada aspek-aspek sosial dari agama itu.

Karl R. Stolz dengan bukunya The Psychology of Religious Living yang terbit tahun 1937

Paul E. Johnson dengan bukunya Psychologi of Religion terbit tahun 1945. Gordon W. Allport

dengan bukunya The Individual and His Religion terbit tahun 1950.

Elizabert B. Harlock dengan bukunya Child Development terbit tahun 1942. Selain ilmuwan-ilmuwan tersebut, ternyata sejak tahun lima puluhan sudah muncul gerakan Psikologi Islam. Gerakan tersebut didorong oleh tuntutan real untuk mengatasi krisis yang dihadapi umat manusia. Gerakan ini hanyalah satu bagian dari suatu gerakan menyeluruh yang berusaha menentang dan menunjukkan alternatif lain terhadap konsepsi manusia.12

Perkembangan Psikologi Agama Di Timur

(12)

Tampaknya, benih-benih Psikologi Agama sudah muncul di negara-negara Islam (baca: Timur). Hal ini ditandai dengan adanya karya-karya Ilmiyah keislaman yang membahas tentang jiwa manusia kaitannya dengan Agama (Islam). Adapun ilmuwan tersebut antara lain :

Ibnu Arabi

Filsafat mistis Ibnu Arabi telah diuraikan butir-butir kajian kejiwaan yang tidak jauh berbeda dengan yang dikaji dalam psikologi modern. Selain itu, psikologi empiris, sifat-sifat dan fungsi-fungsi jiwa dan teori tentang mimpi yang dibahas oleh Ibnu Arabi pun dibahas oleh Sigmund Freud.

Abu Hamid al-Ghazali

Dalam bukunya Ihya Ulm al-Din dan al-Munqiz Minal Dhalal al-Ghazali membahas seputar pengaruh ajaran agama terhadap kehidupan keagamaan.

Ibnu Sina

Dalam bukunya al-Syifa, Ibnu Sina mengatakan bahwa kebahagiaan itu integral dengan akhlak. Kebahagiaan akan diperolehnya bila seseorang mampu memilih yang baik dan menyingkirkan yang tidak baik.

Al-Razi

Bukunya yang berjudul al-Thib al-Ruhany Al-Razi menguraikan perihal pengobatan dan penawaran kejiwaan.

Dr. Abdul Mun’im Abdul Aziz al-Maligy

Bukunya Tatawwur ay-Syu’ur Addiniy Inda al-Tiflwal Murahiq.

Dari para ilmuwan tersebut,, tampak bahwa ilmuwan muslim masa silam telah banyak menyinggung bahasan tentang psikologi agama dan kesehatan mental. Sayangnya kajian Timur belum mendapat perhatian yang seksama.

(13)

ketimbang menekuni pengetahuan seperti Psikologi agama. Hal tersebut didukung dengan munculnya tulisan-tulisan dari sejumlah ilmuwan Islam setelah terbebas dari penjajahan Barat.

Contohnya pada tahun 1955, Al-Malighy telah berhasil menulis buku yang berjudul Tatawwur ay-Syu’ur Addiniy Inda al-Tiflwal Murahiq. Buku tersebut membahas tentang perkembangan rasa agama pada anak-anak dan remaja. Selain itu, Al-Malighy kembali menerbitkan bukunya yang membahas tentang Psikologi ang berjudul Al-Nurnuwu Al-Nafsy yang terbit tahun 1957. Buku selanjutnya yang muncul adalah Rub al-Din, al-Islamy karya Afif Abd al-Fatah tahun 1956 disusul karya Musthafa fahmi, At-Shihah Al-Nafsyah tahun 1963.

Dengan kata lain, Abd al-Mun’im Abd Al-Aziz al-Malighy lah yang memulai langkah awal mengkaji psikologi agama secara utuh dilihat dari karyanya.13

Perkembangan Psikologi Agama Di Indonesia

Di Indonesia, kajian tentang psikologi agama mulai muncul dan diminati orang bahkan telah dimasukkan dalam materi pendidikan di fakultas-fakultas di lingkungan perguruan tinggi agama. Universitas Gajah Mada juga andil dalam peran tersebut. Hal ini ditandai dengan terbitnya jurnal Pemikiran Psikologi Islami KALAM. Selain itu, Universitas Muhamammadiyah Surakarta tahun 1994 mengadakan Symposium Nasional Psikologi Islam.

Zakiah Daradjat tampaknya sangat tertarik mempelajari Psikologi Agama dilihat dari karya-karya ilmiyah yang sudah beliau sumbangkan. Diantara karyanya adalah 1. Ilmu Jiwa Agama, 2. Kesehatan Mental, 3. Remaja, Harapan dan Tantatangan 4. Perawatan Jiwa untuk Anak-anak, 5. Pendidikan Agama dan Kesehatan Mental. 6. Shalat Menjadikan hidup Bermakna (1988), 7. Kebahagiaan, 8. Haji Ibadah yang Unit, 9. Puasa Meningkatkan Kesehatan Mental (1989), 10. Do’a Menunjang Semangat Hidup (1990), 11. Zakat Pembersih Harta dan Jiwa (1991).14

(14)

Adapun Ilmuwan lain yang telah andil dalam perkembangan Ilmu Psikologi Agama di Indonesia adalah Djamaluddin Ancok dan Fuad Nashori Suroso dengan karyanya Psikologi Islami, Solusi Islam atas Problem-Problem Psikologi (1994). Disusul dengan terbitnya buku Integrasi Psikologi dengan Islam, menuju Psikologi Islami (1995).

Selain itu, Abdul Aziz Ayadi dan Ramayulius pun ikut meramaikan perkembangan Psikologi Agama dengan menerbitkan buku Psikologi Agama Kepribadian Muslim Pancasila dan Psikologi Agama. Sukanto Mulyomartono dengan karyanya Nafsiologi, Suatu pendekatan Alternatif atas Psikologi (1986), Zuardin Azzaino dengan karyanya Asas-asas Psikologi Habiyah, Sistem Mekanisme Hubungan antara Ruh dan Jasad (1990). Yahya Jaya dengan karyanya Peranan Taubat dan Maaf dalam Kesehatan mental dan Spiritualisasi Islam dalam Menumbuhkembangkan Kepribadian dan kesehatan Mental. Ahmad Syafe’i Mufid dengan karya yang berjudul Zikir sebagai Pembina Kesehatan Mental. Z. Kasijan yang berjudul Larangan Mendekati Zina dalam al-Qur’an Tinjauan Psikologis. Rahmat Djatmika dengan karya Shalat sebagai Pengendali Mental. Abdul Mujib yang berjudul Fitrah di Kepribadian Islam. Abdul Mujib dan Yusuf Mudzakir dengan judul Nuansa-nuansa Psikologis Islam begitu juga dengan karya Baharuddin yang berjudul Paradigman Psikologi Islam.

2. KONSEP PSIKOLOGI MASSA

a. Pengertian Psikologi Massa

(15)

bencana alam, beramai-ramai menonton orang yang bermain bola, menonton orang yang menjual jamu dan sebagainya.15 Dalam definisi yang lain Massa (mass) atau crowd adalah suatu bentuk kumpulan (collection) individu-individu, dalam kumpulan tersebut tidak terdapat interaksi dan dalam kumpulan tersebut tidak terdapat adanya struktur dan pada umumnya massa berjumlah orang banyak.

Sedangkan jika melihat keterkaitan antara masa dengan Psikologi maka Secara sederhana dapat kita simpulkan bahwa psikologi massa adalah suatu cabang ilmu yang mempelajari gejala-gejala jiwa sekumpulan orang banyak baik yang tampak ataupun tidak tampak. Psikologi massa pada awalnya berkembang lebih dulu daripada psikologi sosial bahkan bisa dianggap sebagai embrio dari psikologi sosial, namun karena tingkat ketertarikan para pakar pada massa itu perkembangan psikologi massa mengalami stagnansi dan saat ini dikategorikan sebagai salah satu cabang dari psikologi sosial.16

b. Klasifikasi Massa

Massa menurut Mennicke (1948) terbagi menjadi massa abstrak dan massa konkrit.

Massa abstrak adalah sekumpulan orang-orang yang didorong oleh adanya pesamaan minat, persamaan perhatian, persamaan kepentingan, persamaan tujuan, tidak adanya struktur yang jelas, tidak terorganisir.

Ciri-ciri massa abstrak :

a. adanya suatu kejadian yang menarik

b. individu mendapat ancaman dan ia membutuhkan perlindungan c. kebutuhan tidak dapat terpenuhi

d. adanya kesamaan minat, perhatian dan kepentingan yang sama

Sementara massa konkrit adalah massa yang mempunyai ciri – ciri sebagai berikut :

15 Imam Moedjiono, Kepemimpinan Dan Keorganisasian, ( UII Press :Yogyakarta, 2002, ) 223

(16)

 Adanya ikatan batin, ini dikarenakan adanya persamaan kehendak, persamaan tujuan, persamaan ide, dan sebagainya.

 Adanya persamaan norma, ini dikarenakan mereka memiliki peraturan sendiri, kebiasaan sendiri dan sebagainya.

 Mempunyai struktur yang jelas, di dalamnya telah ada pimpinan tertentu.

Antara massa abstrak dan massa konkrit kadang-kadang memiliki hubungan dalam arti bahwa massa abstrak dapat berkembang atau berubah menjadi konkrit, dan sebaliknya massa konkrit bisa berubah ke massa abstrak. Tetapi ada kalangan massa abstrak bubar tanpa adanya bekas. Apa yang dikemukakan oleh Gustave Le Bon dengan massa dapat disamakan dengan massa abstrak yang dikemukakan oleh Mennicke, massa seperti ini sifatnya temporer, dalam arti bahwa massa itu dalam waktu yang singkat akan bubar.17

c. Sifat-Sifat Massa

Menurut Gustave le Ban, massa itu mempunyai sifat-sifat psikologi tersendiri. Orang yang bergabung dalam suatu massa akan berbuat sesuatu, yang perbuatan tersebut tidak akan dilakukan bila individu itu tidak berada dalam suatu massa. Sehingga massa itu akan mempunyai daya melarutkan individu dalam suatu massa, malarutkan individu dalam jiwa massa. Sedangkan menurut Allport (Lih Lindzey, 1959) sekalipun kurang dapat menyetujui tentang collective mind, tetapi dapat mamahami tentang pemikiran adanya kesamaan (conformity), tidak hanya dalam hal berfikir dan kepercayaan, tetapi juga dalam hal kepercayaan (feeling) dan dalam perbuatan yang menampak (overt behaviour). Di samping sifat-sifat yang telah disebukan di atas massa itu masih mempunyai sifat-sifat antara lain, yaitu:

a. Impulsif, ini beratti massa itu akan mudah memberikan respons terhadap rangsang atau stimulus yang diterimanya. Karena sifat impulsifnya ini, maka

(17)

massa itu ingin bertindak cepat sebagai reaksi terhadap stimulus yang diterimanya.

b. Mudah sekali tersinggung. Karena massa itu mudah sekali tersinggung, maka untuk membangkitkan daya gerak massa diperlukan stimuli yang dapat menyinggung perassan massa yang bersangkutan.

c. Sugestibel, ini berarti bahwa massa itu dapat mudah menerima sugesti dati luar.

d. Tidak rasional, karena massa itu sugestibel, maka massa itu dalam berindak tidak rasional, dan mudah dibawa oleh sentimen-sentimen.

e. Adanya social facilitation (F. Allport) yaitu adanya suatu penguatan aktivitas, yang disebabkan karena adanya aktivitas individu lain. Perbuatan individu lain dapat merangsang/ menguatkan perbuatan individu lain yang trgabung dalam massa itu. Menurut Tarde disebut imitation, sedangkan menurut Sighele disebut sugestion, dan menurut Gustave Le Bon sebagai Contagionandsuggestion, dan dalam suasana ini terdapat suasana hipnotik (Lih. Lindzey, 1959)18

3. PSIKOLOGI AGAMA DAN MASSA DALAM BINGKAI PENDIDIKAN ISLAM

Islam sebagai sebuah agama memuat tiga pokok tuntunan yaitu Aqidah (Doktrin), Ibadah (Ritual), dan Akhlak/Muamalat. Ketiga hal tersebut dapat di ilustrasikan seperti sebuah Pohon yang kokoh dimana Aqidah menjadi akarnya; jika akar baik dan sehat maka pohon keimanan akan mampu tumbuh menjulang tinggi dan kokoh. Ibadah merupakan wujud kesalehan individual yang dapat diumpamakan seperti batang sebuah pohon serta Akhlak al-karimah diumpamakan seperti buah dari aqidah/keimanan dan ibadah yang baik sehingga mampu terwujud dalam kehidupan sehari-hari dalam bentuk kesalehan dan

(18)

kemanfaatan social. Ilustrasi seperti ini Allah ungkapkan dalam Al-quran surat

“Tidakkah kamu perhatikan bagaimana Allah telah membuat perumpamaan kalimat yang baik seperti pohon yang baik, akarnya teguh dan cabangnya (menjulang) ke langit. Pohon itu memberikan buahnya pada Setiap musim dengan seizin Tuhannya. Allah membuat perumpamaan-perumpamaan itu untuk manusia supaya mereka selalu ingat.”

Hasan langulung memberikan definisi Pendidikan Islam sebagai suatu proses spiritual , akhlak intelektual , dan sosial yang berusaha membimbing manusia dan memberinya nilai-nilai , prinsip-prinsip dan teladan ideal dalam kehidupan yang bertujuan mempersiapkan kehidupan dunia akhirat.19 Dalam definisi tersebut dapat kita pahami bahawa Islam memandang pendidikan sebagai sebuah proses membentuk manusia yang paripurna/insanul kamil yang tidak hanya pandai dalam segi kognitif tapi juga mampu mengamalkan nilai-nilai Al-Quran dan As-Sunnah sebagai sumber tujuan pendidikan (Tarbiyah) Islam. Rasulullah SAW mengisyaratkan tujuan pendidikan Islam adalah untuk kesempurnaan akhlak dan perbaikan moral peserta didik beliau bersabda.

قلخلا مراكم ممتل تثعب امنإ “

Hanya saja aku diutus untuk menyempurnakan Akhlak Mulia ”

Akhlak adalah karakter baik yang muncul dari hati secara tiba-tiba tanpa direkayasa dan mampu dibentuk melalui pendidikan. Disinilah letak uregensi Psikologi Agama dan psikologi Massa dalam pendidikan Islam. Hasan Langgulung mengungkapkan bahwa Setidaknya ada tiga poin pokok pemikiran

(19)

pendidikan Islam dalam perspektif psikologi diantaranya perkembangan potensi individu, masalah belajar, dan pembinaan mental.

1. Perkembangan Potensi Individu

Adanya sebuah proses belajar yang merupakan gejala dari pendidikan, dalam pandangan Hasan Langgulung adalah proses penggarapan potensi individu sebanyak-banyaknya. Di dalam dirinya manusia menyimpan segudang potensi yang perlu diwujudkan atau diaktualisasi dalam kehidupan bermasyarakat. Hasan Langgulung memetakan tiga kategori potensi manusia, yakni aspek kognitif, psikologis, dan jasmaniah.20 Ketiga aspek inilah dalam proses perkembangan mengalami tiga tahap, yakni asimilasi, akomodasi, dan keseimbangan. Hasan Langgulung mencoba memperkaya dengan nilai-nilai Islam di dalam teori psikologi barat. Semisalnya di dalam al-Qur`an, ada beberapa ayat yang disinyalir berkaitan dengan permasalahan perkembangan potensi manusia. Misalnya,

Quran Surat al-Hajj [22]: 5, Allah SWT berfirman:

        segumpal daging yang sempurna kejadiannya dan yang tidak sempurna, agar Kami jelaskan kepada kamu dan Kami tetapkan dalam rahim, apa yang Kami kehendaki sampai waktu yang sudah ditentukan, kemudian Kami keluarkan kamu sebagai bayi, kemudian (dengan berangsur- angsur) kamu sampailah kepada kedewasaan, dan di antara kamu ada yang diwafatkan dan (adapula) di antara kamu yang dipanjangkan umurnya sampai pikun, supaya Dia tidak mengetahui

(20)

lagi sesuatupun yang dahulunya telah diketahuinya. dan kamu Lihat bumi ini kering, kemudian apabila telah Kami turunkan air di atasnya, hiduplah bumi itu dan suburlah dan menumbuhkan berbagai macam tumbuh-tumbuhan yang indah.

Ayat di atas dan beberapa ayat yang serupa seperti QS al-Mu`minûn [23]: 12-16, al- Mu`min [40]: 67, QS al-Qashash [28]:14, mencoba menjelaskan perkembangan manusia dari masa ke masa. Selain itu, Hasan Langgulung dengan meminjam konsepnya al-Ghazali (1058 – 1111), menjelaskan adanya potensi internal kejiwaan seperti hati (qalb), ruh (al-rūh), jiwa (an-nafs), dan akal (`aql). Kesemua potensi tersebut lewat proses pendidikan akan mengalami proses pembinaan dan pengarahan untuk bisa diaktualisasikan secara positif dalam kehidupan sehari-hari, sehingga bisa terbentuk kepribadian yang bermoral. Lanjut Hasan Langgulung, setidaknya dalam konsep Islam bisa melewati dengan dua langkah, yakni proses “pembersihan atau takhliyah” dari sifat-sifat tercela dan diikuti dengan proses “menghiasi atau tahliyah” dengan sifat-sifat terpuji.

2. Masalah belajar

Belajar merupakan proses yang dilakukan oleh individu untuk memperoleh perubahan perilaku secara keseluruhan, sebagai hasil dari pengalaman individu itu sendiri dalam berinteraksi dengan lingkungannya. Belajar menurut Hasan Langgulung adalah sebuah gejala dalam proses pendidikan. Tujuan dari belajar pun adalah senada dengan tujuan dari pendidikan, di mana individu bisa mengaktualisasikan segala potensi yang dimiliki dalam kehidupan sehari-hari.21 Dalam pandangan hasan langgulung dan beberapa ahli yang lain belajar merupakan salah satu wadah dalam perubahan karakter individu. Terjadinya perubahan karakter individu yang positif akan mengarahkan individu untuk bisa mengaktualisasikan sejumlah kekayaan potensi dalam kehidupan sehari-hari. Belajar juga merupakan sebuah aktivitas yang menghubungkan gejala pendidikan dengan psikologi. Hasan Langgulung dalam membahas masalah

(21)

belajar, ia mengemukakan gagasan tentang teori proses belajar sosial. Sedangkan dalam diskursus para psikolog Barat, mereka juga mengemukakan adanya teori belajar. Setidaknya ada tiga teori besar dalam belajar ala psikolog Barat, di antaranya, teori behavioristik dan derivasinya, teori kognitif dan derivasinya, serta teori humanistik.

Teori belajar behavioristik, Hasan Langgulung menamakannya dengan istilah “teori asosiasi”. Teori ini melibatkan sebuah rangsangan dalam mempengaruhi, di mana munculnya sebuah respons dari individu dan pertautan (connection) antara rangsangan dengan respons, atau sering disebut pertautan S-R. Sedangkan teori kognitif, Hasan Langgulung menamakannya dengan istilah “teori lapangan”.

Dalam prespektif pendidikan islam, psikologi massa dan psikologi agama secara khusus sangat berpengaruh tehadap masalah belajar siswa yang berkaitan dengan membentuk/ mengolah dan membiasakan kejiwaan sekumpulan siswa (massa siswa) dalam sebuah lembaga agar menjadi manusia yang berkarakter dan berkpribadian paripurna.

3. Kesehatan Mental dalam Pendidikan Islam

Pendidikan Islam merupakan konsep pendidikan yang berlandaskan pada sumber al-Qur`an dan as-Sunnah. Tentunya dalam pendidikan Islam ada tujuan yang diharapkan, yakni membentuk kepribadian yang utama. Dalam membentuk kepribadian utama, ada faktor yang sangat penting, salah satunya mempunyai jiwa yang sehat, di mana dalam kajian psikologi sering dinamakan kesehatan mental (mentalhealty) sehingga terlahirlah salah satu cabang disiplin ilmu psikologi yakni psikologi kepribadian atau psikologi syakhsiyah.22 Kesehatan

mental menurut Hasan Langgulung adalah membentuk taraf kepribadian individu dalam kehidupan yang baik, dan membentuk kondisi psikis yang sehat dengan

(22)

ditandai terhindarnya dari penyakit mental. Sedangkan menurut Zakiah Daradjat, bentuk mental yang sehat adalah keterhindaran dari gangguan penyakit jiwa, mampu menyelaraskan keserasian fungsi jiwa, merasa dirinya berharga, serta bisa mengoptimalkan potensi yang ada dalam diri.23

Al- Ghazali (1059 - 1111) dalam pendapatnya mengistilahkan kesehatan jiwa dengan tazkiyah an-nafs atau penyucian jiwa. Selain itu, sebagaimana dalam penjelasan Hasan Langgulung, sumbangan kesehatan mental dalam pendidikan Islam, bisa berdampak pada pengembangan kemampuan berfikir kreatif atau kecakapan kognitif, kerelaan diri atau kecakapan afektif, dan pengembangan dimensi spiritual individu.

C. KESIMPULAN

Psikologi Agama adalah ilmu yang meneliti pengaruh agama terhadap sikap dan tingkah laku seseorang atau mekanisme yang bekerja dalam diri seseorang yang menyangkut cara berpikir, bersikap, bereaksi, dan bertingkah laku yang tidak dapat dipisahkan dari keyakinannya, karena keyakinan itu masuk dalam konstruksi kepribadiannya. Psikologi massa adalah suatu cabang ilmu yang mempelajari gejala-gejala jiwa sekumpulan orang banyak baik yang tampak ataupun tidak tampak. Pendidikan Islam memandang kedua cabang ilmu Psikologi tersebut sebagai salah satu penunjang penting untuk mewujudkan akhlak al-karimah sebagai tujuan pedidikan islam dimana menurut Hasan Langgulung keterkaitan antara keduanya dengan pendidikan islam setidaknya tergambambarkan dalam tiga aspek yaitu perkembangan potensi individu, masalah belajar, dan pembinaan mental (Mental healty)

DAFTAR PUSTAKA

Ahmadi, Abu, Psikologi Umum, Jakarta : Rineka Cipta, 2009 Cet. V

(23)

Daradjat, Zakiah, Ilmu Jiwa Agama, Jakarta : Bulan Bintang, 2010 cet. 17.

Kahmad, Dadang, M.Si. Sosiologi Agama, Bandung : PT. Remaja Rosda Karya, Cet. II, 2002.

Mubarok, Achmad, Dr., Jiwa dalam Al-Quran, Jakarta : Paramadina, 2000, cet. I Munawar-Rachman, Budy, Ensiklopedi Nurcholish Madjid, Jakarta : Mizan, cet. I,

2006, Jilid I.

Ramayulis, Prof. Dr., Psikologi Agama, Jakarta : Kalam Mulia, cet. Kesepuluh, 2002 Tumanggor, Rusmin Prof. Dr., M.A., Ilmu Jiwa Agama, The Psychology of Religion,

Jakarta : Kencana prenadamedia Group. Cet. I, 2014.

Imam Moedjiono, Kepemimpinan Dan Keorganisasian, ( UII Press :Yogyakarta, 2002, )

Arishanti, Kiara Inata. 2005. Handout Psikologi Kelompok. Universitas Gunadarma : Depok.

Rahmat, Jalaluddin, Psikologi Komunikasi, Remaja Karya, Bandung, 1986.

Referensi

Dokumen terkait

Sebuah skala Likert digunakan untuk mengukur tiga dimensi pemahaman epistemologis, yakni pandangan tentang (a) apakah otoritas di sebuah bidang bisa dipercaya

Diduga terjadi korelasi yang tinggi antara karakteristik-karakteristik tenaga kerja, sehingga analisis hubungan antara karakteristik tenaga kerja terhadap produksi tanaman

Artikel ini bertujuan untuk mengkaji faktor-faktor penyebab terjadinya pembiayaan bermasalah di Bank Muamalat Indonesia (BMI) Banda Aceh dan kebijakan yang diambil untuk

Rincian biaya kegiatan non fisik yang telah dikeluarkan oleh Posko Kabupaten Kepulauan Talaud setelah melakukan kegiatan-kegiatan fisik (seperti yang tertulis diatas) sesuai

Dari gambar di atas terlihat model smart greenhouse pada ruangan greenhouse terdapat sensor DHT22 yang digunakan untuk mendeteksi suhu dan kelembapan pada ruangan

Berkaitan dengan pengaruh kemiskinan kultural terhadap feminisasi kemiskinan, International Labour Office (2004) menyatakan bahwa kaum wanita miskin lebih

😬 Di mana para Penguasa yg ngaku2 Agama Islam,gak marah dan tersinggun @sunartoct RT Terima kasih pd Abu Janda sangat berani mengatakan bahwa teroris itu agama