• Tidak ada hasil yang ditemukan

Kebiasaan Makan Ikan Bilih (Mystacoleucus padangensis Bleeker) di Sungai Naborsahan, Kecamatan Ajibata, Kabupaten Tobasa, Provinsi Sumatera Utara

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Kebiasaan Makan Ikan Bilih (Mystacoleucus padangensis Bleeker) di Sungai Naborsahan, Kecamatan Ajibata, Kabupaten Tobasa, Provinsi Sumatera Utara"

Copied!
10
0
0

Teks penuh

(1)

TINJAUAN PUSTAKA

Sungai

Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 35 Tahun 1991, sungai adalah tempat-tempat dan wadah-wadah serta jaringan pengaliran air mulai dari mata air

sampai muara dengan dibatasi pada kanan kirinya serta sepanjang pengalirannya

oleh garis sempadan.

Sungai biasanya dibagi menjadi daerah hulu, tengah, hilir. Secara

biogeofisik, daerah hulu sungai dicirikan oleh hal-hal sebagai berikut: merupakan

daerah konservasi, mempunyai kerapatan drainase lebih tinggi, merupakan daerah

dengan kemiringan lereng besar, bukan merupakan daerah banjir, pengaturan

pemakaian air ditentukan oleh pola drainase, dan jenis vegetasi umumnya

merupakan tegakan hutan. Sementara daerah hilir sungai dicirikan oleh hal-hal

sebagai berikut: merupakan daerah pemanfaatan, kerapatan drainase lebih kecil,

merupakan daerah kemiringan lereng kecil sampai dengan sangat kecil, pada

beberapa tempat daerah banjir dan jenis vegetasi didominasi dengan tanaman

pertanian. Daerah sungai bagian tengah merupakan daerah transisi dari kedua

karakteristik biogeofisik sungai yang berbeda tersebut di atas (Asdak, 1987).

Adanya perbedaan keterjalan dari topografi aliran sungai menyebabkan

kecepatan arus mulai daerah hulu sampai ke hilir akan bervariasi. Daerah hulu

ditandai dengan kecepatan arus yang tinggi dan kecepatan arus tersebut akan

semakin berkurang pada aliran sungai yang mendekati hilir. Berdasarkan

keberadaan air sungai dapat disebut sebagai sungai permanen yaitu sungai yang

(2)

hujan dan kering pada musim kemarau serta sungai episodik yaitu sungai yang

berair pada saat musim hujan saja (Barus, 2004).

Menurut Suwignyo (1990) dalam Barus (2004) dalam perjalanan mulai

dari hulu sungai hingga hilir sungai, aliran air juga akan berfungsi sebagai alat

transport bagi berbagai jenis substrat, sedimen serta benda maupun zat lain

termasuk berbagai jenis limbah yang dibuang oleh manusia ke dalam badan air.

Mulai dari hulu menuju ke hilir akan terjadi peningkatan volume aliran air,

sementara kecepatan arus akan menurun dan semakain lambat pada aliran air yang

mendekati hilir. Substrat dasar di daerah hulu umumnya merupakan batu-batuan

yang mempunyai diameter yang besar dan akan semakin kecil diameternya pada

daerah hilir. Di daerah hilir/muara substrat umumnya berupa partikel halus berupa

lumpur.

Ikan bilih

Secara sistematik, ikan bilih termasuk ke dalam klasifikasi sebagai

berikut (Saanin, 1968):

Kingdom : Animalia

Filum : Chordata

Kelas : Actinopterygii

Ordo : Cypriniformes

Famili : Cyprinidae

Genus : Mystacoleucus

Species : Mystacoleucus padangensis Bleeker

(3)

Danau Toba, Sumatra Utara dilakukan setelah ahli peneliti perikanan

mempertimbangkan hasil kajian ikan bilih di habitat aslinya, Danau Singkarak

dan hasil kajian yang dilakukan di Danau Toba sebagai kandidat perairan untuk

introduksi ikan bilih. Pada tanggal 03 Januari 2003 sebanyak 2.840 ekor ikan

bilih dengan ukuran panjang total antara 4,1 -5,7 cm dan berat antara 0,9 – 1,5 g

ditebarkan ke dalam Danau Toba. Pada saat sekarang populasi ikan bilih sangat

berkembang di Perairan Danau Toba yang berdampak positif terhadap

peningkatan pendapatan para nelayan di sekitar kawasan ekosistem Danau Toba.

Perkiraan total hasil tangkapan ikan bilih pada tahun 2008 adalah 1.755 ton, yaitu

hampir tiga kali lipat lebih besar dibandingkan hasil tangkapan pada tahun 2005

yang mencapai 653,6 ton dengan total produksi 3,9 milyar rupiah (Kartamihardja

dan Purnomo, 2006).

Bentuk badan ikan bilih sangat mirip dengan kerabatnya, ikan genggehek

(Jawa Barat) atau wader (Jawa Tengah dan Timur), yaitu Mystacoleucus marginatus yang banyak terdapat di perairan umum Sumatera, Jawa dan Kalimantan. Ikan ini juga mirip dengan ikan wader cakul (Jawa Tengah dan

Timur), beunteur (Jawa Barat) atau pora-pora (Sumatera Utara), yaitu Pontius binotatus. Oleh karena sejak tahun 1990-an, ikan pora-pora di Danau Toba tidak pernah tertangkap lagi, maka masyarakat sekitar Danau tersebut menyebut ikan

bilih sebagai ikan pora-pora yang sebenarnya adalah ikan bilih terus melekat dan

populer sampai sekarang. (Kartamihardja dan Sarnita, 2008).

Ikan bilih merupakan ikan air tawar yang dapat melakukan Pertumbuhan

dengan cepat. Pertumbuhan tersebut merupakan proses biologis yang komplek

(4)

pertumbuhan digolongkan menjadi dua bagian besar yaitu faktor dalam dan luar.

Faktor dalam umumnya sukar dikontrol, antara lain keturunan, sex, umur, parasit

dan penyakit. Faktor luar yang utama mempengaruhi pertumbuhan ialah makanan,

suhu perairan dan faktor-faktor kimia perairan, antara lain oksigen,

karbondioksida, pH, serta perkembangan populasi ikan bilih yang cepat selain

didukung oleh tersedianya makanan alami terutama fitoplankton dan dentritus

juga tersedianya daerah pemijahan yang banyak tersebar di muara-muara sungai

yang masuk ke danau (Kartamihardja dan Sarnita, 2008).

Menurut Kartamihardja (2009) ada beberapa alasan mengapa ikan bilih

hidup, tumbuh dan berkembang pesat di Danau Toba, yaitu karena:

1. Di danau toba tersedia makanan ikan bilih yang berupa pankton, detritus

dan sisa pakan dari budidaya Keramba Jaring Apung (KJA) yang cukup

melimpah dan belum dimanfaatkan secara optimal oleh ikan lain,

2. Ikan bilih termasuk ikan benthopelogis, yaitu jenis ikan yang dapat memanfaatkan jenis makanan yang berada di dasar perairan (benthik)

maupun di lapisan tengah dan permukaan air (pelagik).

3. Ikan bilih tidak berkompetisi makanan dan ruang dengan ikan lain di

danau Toba seperti ikan mujair, mas, nila dan lainnya.

4. Menggantikan ikan pora-pora yang populasinya sudah menurun/tidak

tertangkap lagi sejak 1990.

5. Tempat hidup ikan bilih 10 kali lebih luas dibanding di Danau Singkarak.

6. Tempat pemijahan ikan bilih yang berupa sungai yang masuk ke Danau

Toba (191 sungai) 30 kali lebih banyak dari sungai yang masuk ke Danau

(5)

Ikan bilih rentan terhadap kepunahan akibat kerusakan habitat dan

eksploitasi yang intensif. Di danau Singkarak sebagai habitat asli, ikan bilih

merupakan hasil tangkapan utama di samping jenis-jenis ikan ekonomis lainnya,

seperti ikan asang (Osteochilus brachynopterus), sasau (Hampala ampalong), dan turik (Cyclocheilichthys de Zwani). Pada tahun 2002, sekitar 90% dari hasil tangkapan nelayan di danau Singkarak adalah ikan bilih (Kartamihardja dan

Sarnita, 2008).

Habitat

Ikan bilih melakukan reproduksi atau pemijahan dengan cara

menyongsong aliran air di sungai yang bermuara di danau. Induk jantan dan

betina beruaya ke arah sungai dengan kecepatan arus air ke arah sungai berkisar

antara 0,3-0,6 m/s dan dangkal dengan kedalama air antara 10-20 cm. Habitat

pemijahan ikan bilih adalah perairan sungai yang jernih dengan suhu air relatif

rendah, berkisar antara 24,0-26,0°C, dan dasar sungai yang berbatu kerikil dan

atau pasir. Dalam hal ini, faktor lingkungan yang mempengaruhi pemijahan ikan

bilih adalah arus air dan substrat dasar. Ikan bilih menuju ke daerah pemijahan

menggunakan orientasi visual dan insting. Sesampainya di habitat pemijahan

tersebut, ikan bilih betina melepaskan telur dan bersamaan dengan itu juga ikan

jantan melepaskan sperma untuk membuahi telur tersebut. Telur ikan bilih yang

telah dibuahi berwarna transparan dan tenggelam berada di dasar sungai untuk

kemudian hanyut terbawa arus air masuk ke danau. (Kartamihardja dan Sarnita,

2008).

Telur-telur tersebut akan menetas di danau sekitar 19 jam setelah dibuahi

(6)

dewasa. Populasi ikan bilih memijah setiap hari sepanjang tahun, mulai dari sore

hari sampai dengan pagi hari. Puncak pemijahan ikan bilih terjadi pada pagi hari

mulai jam 5.00 sampai 9.00, seperti diperlihatkan dengan banyaknya telur yang

dilepaskan. Pemijahan ikan bersifat parsial, yakni telur yang telah matang kelamin

tidak dikeluarkan sekaligus tetapi hanya sebagian saja dalam satu periode

pemijahannya. Jumlah telur yang dikeluarkan (fekunditas) ikan bilih berkisar

antara 3.654-14.561 butir telur dengan rata-rata 7.580 butir per induk

(Kartamihardja, 2008).

Seperti halnya di danau Singkarak, ikan bilih yang sudah matang kelamin

secara naluri beruaya menyongsong air yang masuk danau (masuk ke sungai yang

bermuara di danau Toba) yang kondisi airnya jernih, berarus, dasar perairannya

berbatu kerikil dan atau pasir. Induk-induk ikan tersebut mulai masuk sungai pada

sore hari secara bergerombol untuk kemudian memijah di bagian sungai. Puncak

pemjahan terjadi pada malam hari menjelang pagi, sekitar jam 3 sarnpai 5 pagi.

Telur yang transparan hasil pemijahan yang telah dibuahi akan bergerak terbawa

arus air masuk ke danau dan menetas disana, larva serta benihnya tumbuh di

danau sampai dewasa (Kartamihardja dan Purnomo, 2006).

Kebiasaan makanan

Kebiasaan makanan merupakan jenis-jenis makanan yang selalu di makan

ikan ketika ikan itu makan, jenis-jenis makanan itu terdapat dalam jumlah banyak

di dalam lambung dan usus ikan dan hampir semua makanan ikan di dalam

populasi memakan jenis makanan tersebut. Secara alami semua individu ikan

ketika mengawali hidupnya untuk mengambil makanannya sendiri dari alam

(7)

yang paling kecil ukurannya yang ada di perairan. Individu larva ikan pertama

kalinya mengambil makanan dari perairan bukan memilih jenis makanan yang

dimakan, tetapi memilih makanan yang dimakan sesuai dengan bukaan mulutnya

(Pulungan dkk, 2007).

Secara anatomis struktur alat pencernaan ikan berkaitan dengan bentuk

tubuh, kebiasaan makanan yaitu saluran pencernaan yang meliputi mulut yang

berfungsi untuk masuknya makanan yang sesuai dengan bukaan mulutnya, rongga

mulut yang berfungsi sebagai penyeleksi makanan yang dimakan oleh ikan, faring

yang berfungsi sebagai penyaringa makanan, esophagus yang berfungsi dalam

proses penelanan makanan dan lambung yang berfungsi untuk menampung dan

mencerna makanan (Affandi, 2002).

Berdasarkan perangkat yang digunakan pencernaan pada hewan air terjadi

secara mekanik dan kimiawi, secara mekanik menggunakan taring misalnya untuk

menggigit, beberapa hewan air juga menggunakan gigi untuk menggigit dan

mengoyak pakan. Sebayak 85% ikan teleostei memiliki lambung yang digunakan

untuk pencernaan mekanik, secara kimiawi dapat melibatkan enzim sebagai

katalisator untuk mempercepat prosesnya (Khairuzzuhdi, 2006).

Jenis makanan alami yang dimakan ikan sangat beragam, tergantung pada

jenis ikan, tingkat umur dan lingkungan habitat dimana individu spesies ikan itu

berada. Fitoplankton dari jenis diatome adalah jenis makanan alami awal ketika

individu mengawali hidupnya, akan tetapi setela individu ikan itu mencapai usia

dewasa maka jenis makanan alami yang dimakan akan berubah sesuai dengan

kebiasaan makanan yang dimakan oleh induknya. Faktor yang menentukan suatu

(8)

ketersediaan makanan, warna makanan, dan selera ikan terhadap makanan.

Jumlah makanan yang dibutuhkan oleh suatu jenis ikan tergantung pada macam

makanan, kebiasaan makanan, kelimpahan makanan, suhu air, dan kondisi umum

dari ikan yang bersangkutan. Serta jenis-jenis makanan yang dimakan oleh suatu

spesies ikan biasanya tergantung pada umur ikan, tempat, dan waktu (Pulungan

dkk, 2007).

Dalam pengelompokkan ikan berdasarkan kepada makanannya, ada ikan

sebagai pemakan plankton, pemakan tanaman, pemakan dasar, pemakan detritus,

ikan buas dan ikan pemakan campuran. Kemudian karena cara mengambil dan

mendapatkan makanannya bervariasi maka jenis makanan yang dimakan oleh

setiap spesies ikan juga bervariasi. Sehingga dapat digolongkan menjadi ikan

karnivor yaitu pemakan daging, herbivor pemakan tumbuhan dan omnivor

pemakan segalanya (Effendie, 1997)

Menurut Effendie (1997) besarnya populasi ikan dalam suatu perairan

antara lain ditentukan oleh makanan yang tersedia. Dari makanan ini ada beberapa

faktor yang berhubungan dengan populasi tersebut yaitu jumlah dan kualitas

makanan yang tersedia, mudahnya tersedia makanan dan lama masa pengambilan

makanan oleh ikandalam populasi tertentu. Makanan tersebut akan mempengaruhi

pertumbuhan, kematangan bagi tiap-tiap individu ikan serta keberhasilan

hidupnya (survival). Adanya makanan dalam perairan juga ditentukan oleh kondisi abiotik lingkungan seperti suhu, cahaya, ruang dan luas permukaan.

Apabila satu spesies ikan telah diketahui secara umum kebiasaan makanannya,

tetapi ketika diambil dari perairan tertentu terdapat kelainan dalam lambungnya,

(9)

Dengan demikian penilaian kesukaan ikan terhadap makanannya menjadi sangat

relatif. Beberapa faktor yang diperhatikan adalah faktor penyebaran organisme

sebagai makanan ikan, faktor ketersediaan makanan, faktor pilihan dari ikan itu

sendiri serta faktor-faktor fisik yang mempengaruhi perairan.

Kartamihardja dan Sarnita (2008) menyatakan bahwa makanan utama

ikan bilih di habitat aslinya Danau Singkarak adalah detritus dan zooplankton

sedangkan di perairan Danau Toba makanan utama ikan bilih adalah detritus dan

fitoplankton serta makanan tambahannya adalah zooplankton dan seresah..

Selanjutnya mereka menyatakan bahwa makanan utama ikan bilih di kedua

perairan tersebut hampir sama hanya sedikit berbeda dalam persentase

komposisinya.

Menurut (Kartamihardja dan Purnomo, 2006) Pada dasarnya makanan

ikan bilih di kedua perairan tersebut hampir sama, hanya sedikit berbeda dalam

prosentase komposisinya saja. Hal ini menunjukkan bahwa ikan bilih yang

diintroduksikan dapat memanfaatkan kelimpahan makanan alami yang tersedia di

danau Toba yang selama ini belum banyak dimanfaatkan oleh jenis ikan lain yang

ada di danau tersebut. Dengan demikian, ikan bilih di Danau Toba telah dapat

mengisi relung (niche) makanan yang kosong.

Kelimpahan fitoplankton di Danau Toba sebagai makanan ikan bilih

mengalami peningkatan Peningkatan kesuburan perairan terutama sebagai hasil

beban masukan unsur hara dari kegiatan budidaya ikan intensif dalam keramba

jaring apung diduga menjadi penyebab meningkatnya kelimpahan fitoplankton.

Disarnping fitoplankton, terdapat juga perifiton dimana ke dua kelornpok

(10)

kelompok sumberdaya pakan ini belum dimanfaatkan secara optimal oleh

populasi ikan yang ada karena jenis ikan pemakan plankton yang hidup di zona

iimnetik danau hampir tidak ada. Sebelum tahun 1985, jenis ikan pemakan

plankton yang populasinya masih tinggi adalah ikan pora-pora. Narnun setelah itu,

keberadaan populasi ikan pora-pora tersebut menurun dan sudah jarang tertangkap

Referensi

Dokumen terkait

Dalam penulisan ilmiah ini, penulis membuat sebuah game sederhana dengan menggunakan program aplikasi Macromedia Flash MX 2004, dengan tujuan membantu bagi para gamer agar tidak

Electronic commerce merupakan konsep dari pemasaran global yang di gambarkan sebagai proses jual beli barang atau jasa pada dunia online atau pertukaran informasi melalui

[r]

Sistem penelitian dengan memanfaatkan penurunan intensitas cahaya yang digunakan untuk mendeteksi keretakan spesimen komposit yang di dalamnya terdapat serat optik.. Keretakan

Berdasarkan latar belakang dan perumusan masalah di atas, maka tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah untuk mengetahui apakah feedback negatif

[r]

Tujuan umum dalam penelitian ini adalah menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi kunjungan ibu yang memiliki bayi atau balita ke Posyandu Tarap guna

Misalnya : tangan membuat tulisan. Sesungguhnya tangan itu hanya suatu benda/alat-sarana yang digerakkan untuk membuat tulisan. Tangan bisa bergerak dan menulis karena