PEMANFAATAN LAHAN
EKS TAMBANG DALAM
KAWASAN HUTAN UNTUK
USAHA PETERNAKAN
PERTAMBANGAN DIDALAM
KAWASAN HUTAN
Kegiatan pertambangan didalam kawasan hutan
dilaksanakan melalui mekanisme Ijin Pinjam
Pakai Kawasan Hutan (IPPKH).
IPPKH dapat dilakukan pada kawasan Hutan
Produksi dan Hutan Lindung.
REKLAMASI HUTAN
Penataan lahan (reklamasi)
Back filling, recounturing, spreding top soil
Pengendalian erosi dan sedimentasi
Teknik sipil (saluran pembuangan air, dam penahan, terasering, oil
chapter)
Revegetasi atau penanaman pohon
cover crop, tanaman pioneer (fast growing), tanaman asli.
Pengembalian areal IPPKH dilakukan setelah penilaian keberhasilan
reklamasi hutan pada areal bekas penggunaan kawasan hutan.
WANATERNAK
(Silvopasture)
Dalam ilmu kehutanan dikenal program wanaternak atau
silvopasture
yaitu kombinasi antara sektor kehutanan dengan sektor peternakan.
Tujuan program wanaternak
(silvopasture)
ini adalah untuk
meningkatkan kesejahteraan masyarakat sekitar hutan melalui usaha
peternakan dan dalam skala luas bertujuan untuk mencukupi
kebutuhan pangan terutama daging serta mengurangi ketergantungan
import daging.
Program wanaternak
(silvopasture)
telah dikenal sejak lama dan telah
dilakukan oleh sektor kehutanan, namun pelaksanaannya belum
maksimal karena belum adanya konsep yang jelas.
Contoh pelaksanaan wanaternak
(silvopasture)
dilakukan oleh Dephut
Program wanaternak dipilih oleh Departemen
Kehutanan
karena
sesuai
dengan
skema
pemanfaatan lahan hutan secara sinergis dengan
sektor peternakan dan pengelolaan hutan secara
lestari melalui pemanfaatan hasil hutan non kayu
(daun sebagai pakan ternak).
Wanaternak dapat dirumuskan sebagai sistem
PERMASALAHAN
Pada areal bekas tambang batubara melalui IPPKH
belum dapat dilakukan kegiatan peternakan mengingat
adanya kewajiban perusahaan untuk melakukan dan
menjamin keberhasilan revegetasi sampai dengan
berakhirnya pinjam pakai kawasan hutan.
Jenis tanaman penutup (cover crop) dan tanaman
pioner yang digunakan oleh perusahaan tambang
ditujukan untuk mengembalikan kondisi tanah yang
layak untuk ditanami tanaman keras (endemik).
PELUANG
Program wanaternak (
silvopasture
) dapat dilakukan
pada areal bekas tambang yang berada diluar
kawasan hutan (APL/KBNK). Lahan bekas tambang
diluar kawasan hutan di Kaltim cukup luas.
Pola penanaman (revegetasi) pada areal bekas
tambang menggunakan kombinasi/tumpangsari antara
tanaman keras dengan tanaman penghasil pangan
atau pakan ternak (
food security
) dengan komposisi
60% - 40%.
STRATEGI
Pelaksanaan program wanaternak (silvopasture)
dapat berjalan dengan baik apabila sudah ada
konsep pengelolaan yang jelas.
Manajemen program wanaternak (silvopasture) harus
mempertimbangkan :
Perencanaan
Dimana akan dikembangkan
Siapa yang mengembangkan
Dijual kemana
Pengaturan
Aturan main (peraturan, kebijakan)
Pihak-pihak terkait
Peningkatan kesejahteraan (pro poor)
Membuka peluang investasi (pro investment)
Mendukung kelestarian wanaternak (sustainable silvo pasture)
Mekanisme pengelolaan melalui kerjasama atau kemitraan
Pengaturan hak dan kewajiban
Pelaksanaan
Penyediaan pakan ternak
Pemeliharaan dan kesehatan ternak
Alokasi lahan tanaman pakan ternak
Penentuan jenis pakan ternak dan penanamannya
Dukungan/sistem pembiayaan
Peningkatan pengetahuan peternak dalam inovasi pakan ternak
Penerapan teknologi bidang peternakan
Pemasaran produk ternak dan turunannya
Tata niaga dan pemasaran yang baik dan benar dengan tetap
Pengawasan
Monitoring dan evaluasi
Periodik dan berjenjang
Hal yang penting dalam pengembangan wanaternak (silvopasture) di Kalimantan Timur adalah :
1. Adanya komitmen yang tinggi untuk pengembangan wanaternak (silvopasture)
dalam rangka pengelolaan hutan untuk pengentasan kemiskinan (forest for poor) dan peningkatan kesejahteraan petani/peternak (pro poor).
2. Penetapan lokasi lahan eks tambang diluar kawasan hutan untuk peternakan ditetapkan berdasarkan sentra produksi yang sudah ditetapkan oleh peternakan.
3. Perlu sinergitas antara Dinas Kehutanan dan Dinas Peternakan guna memenuhi kebutuhan pangan khususnya daging pada tingkat regional dan dalam jangka panjang dapat memberikan kontribusi secara nasional dalam rangka mengurangi tingkat ketergantungan import daging.
4. Pelaksanaan program wanaternak (silvopasture) dipayungi dengan peraturan daerah atau kebijakan yang secara komprehensif mengatur proses perencanaan, pelaksanaan, pengembangan, organisasi, pembiayaan dan partisipasi para pihak.
Mengapa
harus di areal
eks
Hutan Produksi
Hutan Lindung
KEMITRAAN
Pola
Lahan Kritis/
Lahan Terlantar
Silvopasture
Tumpangsari