• Tidak ada hasil yang ditemukan

Refleksi dan Rekomendasi untuk Studi Fil

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "Refleksi dan Rekomendasi untuk Studi Fil"

Copied!
5
0
0

Teks penuh

(1)

1

Refleksi & Rekomendasi untuk

Studi Filsafat Indonesia di Masa Mendatang:

Delapan Bulan setelah Simposium Internasional Filsafat Indonesia 2014

Ferry Hidayat

I

Pada

tanggal 19-20 September 2014 lalu, orang Indonesia bolehlah berbangga hati. Pada tanggal itu kita menyelenggarakan simposium internasional perdana yang dihadiri para filosof profesional dari seantero bagian Indonesia dan bagian dunia. Terlebih lagi bagi Sekolah Tinggi Filsafat (STF) Drijarkara Jakarta, yang di hari yang sama menerima penghargaan MURI (Museum Rekor Indonesia) sebagai sekolah filsafat yang paling pertama berdiri di Indonesia dan sebagai penyelenggara Simposium Internasional Filsafat Indonesia pertama di dunia.

Akan tetapi, setelah delapan bulan berjalan, upaya ‘mencari sosok Filsafat Indonesia’

yang diawalinya tidak akan membuahkan satu hasil pun apabila pencarian sosok itu tidak diikuti dengan mempertimbangkan satu hal: pemanfaatan maksimal dan pengkajian mendalam atas manuskrip-manuskrip filosofis klasik yang tersimpan di museum-museum nasional, kantor arsip nasional, universitas-universitas Hindu Bali dan Buddhist yang tersebar di semua wilayah Indonesia yang selama ini masih terabaikan dalam kajian filosofis di jurusan filsafat kampus-kampus kita.

II

Dalam

khazanah intelektual kita, kita masih sangat kurang memproduksi kajian

filologis atas manuskrip-manuskrip filosofis klasik kita, sehingga ada kesan bahwa kajian filosofis kita kontemporer sungguh membuang jauh-jauh manuskrip-manuskrip tersebut, kecuali dalam porsi yang amat sedikit. Kesimpulan saya ini berdasarkan bukti bahwa dari 35 (tiga puluh lima) disertasi S-3 di Jurusan Filsafat, Fakultas Ilmu Budaya, Universitas Indonesia, yang mengkaji teks filosofis secara filologis hanyalah 1 (satu) disertasi saja, itupun hanya mengenai Serat Wedhatama.1 Kajian filologis atas

Ditulis tanggal 8 Mei 2015.

1 Toeti Heraty Noerhadi, Berpijak Pada Filsafat: Kumpulan Sinopsis Disertasi Program Pascasarjana Filsafat

(2)

2

naskah filosofis kuno kita, ironisnya, justru marak dalam fakultas-fakultas sastra kita, dan bukannya filsafat.

Kita masih memerlukan banyak filosof profesional di kampus-kampus ternama yang mengerjakan kajian filologis terhadap manuskrip klasik filsafat kita sebagaimana yang dilakukan oleh Soewito Santoso (1975) terhadap karya Mpu Tantular berjudul Sutasoma, atau oleh P.J. Zoetmulder atas naskah-naskah filosofis Serat-Serat dan Suluk-Suluk dalam tradisi Jawa Kuno, sehingga menghasilkan buku Pantheïsme en Monisme in de Javaansche Soeloek-Litteratuur (1998).

Sungguh perlu diingat bahwa kita memiliki banyak sekali manuskrip-manuskrip filosofis yang menunggu jamahan-jamahan tangan kita. Kita memiliki naskah-naskah filosofis Vedanta Hindu dalam naskah-naskah daun lontara di Bali dan di keraton-keraton Jawa. Kita memiliki naskah-naskah Buddhist berbahasa Pali dan Sanskrit di universitas-universitas Buddhist kita. Kita memiliki naskah-naskah filosofis karya filosof agung kita di era kejayaan Sriwijaya, yakni Dharmakirti, yang sungguh amat bernilai filosofis tinggi, utamanya di bidang filsafat logika dan epistemologi, yang hingga saat ini tersimpan penuh debu, dikunyahi dan ditelan kutu-kutu, di Museum Sriwijaya di Palembang.

Semua manuskrip filosofis klasik tersebut, apabila tidak juga dijamah oleh tangan-tangan kita, dilewatkan untuk dikaji, atau yang paling menyedihkan, dibuang di ‘keranjang sampah kultural’ kita sendiri, maka sungguh merugilah khazanah filsafat kita. Kerugian yang paling parah ialah kita akan kehilangan khazanah filosofis klasik dari memori peradaban kita sendiri!

Dalam penemuan akan Filsafat Indonesia, sebagaimana yang dilakukan oleh para rekan filosof di Simposium Internasional Filsafat Indonesia 2014 yang lalu, tidaklah akan akar-akar filosofis kita berhasil ditemukan, apabila naskah-naskah filosofis klasik dari khazanah Vedanta Hindu dan Buddhist tidak diterjemahkan secara filologis dan sengaja dibuang dari ingatan historis kita yang terlalu sangat kontemporer.

III

Kita

harus bercermin pada tradisi filosofis negeri lain, bukannya untuk meniru buta atau kagum buta dan silau akan kemegahannya, tapi untuk menyontoh betapa mereka amat apresiasi terhadap tradisi kefilsafatan yang mereka miliki. Kita ambil sebagai contoh tradisi filsafat Barat/Eropa. Filsafat Barat/Eropa dapat dikatakan bermula dari upaya keras Plato (427-347 SM). Ia menyalin filsafat yang dipelajarinya dari Sokrates, gurunya. Plato membukukan semua filsafat yang dikuasainya, mengajarkannya dalam satu lembaga pendidikan yang disebut Academy, mewariskan semua buku-buku filsafatnya kepada murid-muridnya, yang termasuk Aristoteles.2 Setelah Plato meninggal

dunia, buku-buku filsafatnya terus dipelajari, diajarkan, diwariskan, dan dikomentari

(3)

3

oleh murid-murid generasi kedua (the Middle Academy) dan murid-murid generasi ketiga (the New Academy).3 Dari murid-murid generasi ketiga, buku-buku filsafat Plato dan

komentar-komentarnya diwariskan kepada filosof-filosof Platonisme Pertengahan (Middle Platonism), seperti Eudorus dari Aleksandria (25 SM), Plutarch dari Chaeronea (45-100 M), Albinus (200 M), Apuleius (125 M), Atticus (176 M), Celsus (200 M), dan Maximus dari Tyre (180 M).4 Dari filosof Platonisme Pertengahan, buku-buku filsafat

Plato dan komentar-komentarnya diwariskan lagi ke filosof-filosof Neo-platonisme, seperti Plotinus (204-270 M), Porphyry dari Tyre (232-301 M), Iamblichus (330 M), Aedesius, Plutarch dari Athena (431 M), Syrianus (430 M), Proclus (410-485 M), Damascius (520 M), Simplicius (600 M), Hypatia (415 M), Asclepiodotus dari Aleksandria (500 M), Ammonius (517 M), Ioannes Philoponus, Olympiodorus (495/505 M), dan Chalcidius (400 M).5

Begitu Emperor Justinian menutup Academy di Athena pada tahun 529 M, lalu menyita dan membakar buku-buku Plato beserta komentar-komentarnya, lalu mengusir filosof-filosof yang mengajar di dalamnya, seperti Damascius dan Simplicius, maka semua buku-buku Plato pun musnah, hilang dari sejarah.6 Damascius dan Simplicius akhirnya

pergi ke Persia, dan diterima oleh Raja Khusraw Anushirwan (578 M).7 Mereka

mengajarkan filsafat Plato kepada orang Persia. Buku-buku Plato dan komentar-komentarnya juga diselamatkan oleh filosof-filosof Neo-platonisme Islam, seperti al-Farabi (950 M) dan Ibnu Sina (1037 M), yang pernah mempelajarinya dari orang Persia, lalu membawanya ke Baghdad.8 Dari filosof-filosof Neo-platonisme Islam, buku-buku

Plato dan komentar-komentarnya kembali diwariskan ke negeri Barat.

Sementara filosof-filosof platonisme di Athena bernasib sial, filosof-filosof Neo-platonisme di Aleksandria berhasil menyelamatkan buku-buku Plato dari kemusnahan, bahkan Emperor Heraclius, pengganti Emperor Justinian, membolehkan mereka mengajarkannya di universitas-universitas Katolik.9 Sejak itu Bapak-Bapak Gereja

menyelamatkan buku-buku Plato dan mengkajinya serta mengomentarinya. Sekali lagi buku-buku Plato diselamatkan oleh tokoh-tokoh Gereja seperti Clement dari Aleksandria (150-217 M), Origen dari Aleksandria (185-254 M), Eusebius dari Kaisarea (265-340 M), Ambrose (339-397 M), Aurelius Augustine (354-430 M), Theodoretus dari Kirus (386-485 M), Dionysius The Pseudo-Areopagite (500 M), Boethius (480-525 M),

8 Majid Fakhry, A History of Islamic Philosophy, New York: Columbia University Press, 2004, hal. 111-166

(4)

4

Abelard (1079-1142 M), Bonaventure (1221-1274 M), Thomas Aquinas (1225-1274 M), Meister Eckhart (1260-1327 M), dan Iohannes Tauler (1300-1361 M).10

Setelah masa kekuasaan Bapak-Bapak Gereje mulai redup dan digantikan dengan masa Reformasi dan masa Kebangkitan (Renaissance), buku-buku Plato dan komentar-komentarnya terus dikaji dan diwariskan kepada filosof-filosof seperti Lorenzo Valla (1406-1457 M),11 Nicholas dari Cusa (1401-1464 M), Marsilio Ficino (1433-1499 M),

Paracelsus (1493-1541 M), Jacob Boehme (1575-1624 M),12 dan Pico della Mirandola

(1463-1494 M).13

Coba perhatikan: antara masa Plato menulis karya-karyanya di abad 4 SM dan masa Marsilio Ficino di abad 15 M terentang 1800 tahun lamanya (18 abad) dan berjarak beribu-ribu mil jauhnya, tapi karya-karya Plato masih juga diapresiasi, dikaji, dibincang, dianut, tapi juga dikritik, diperbarui, diperbaiki, hingga muncul Neoplatonisme-Neoplatonisme baru di abad ini. Sengaja cerita pewarisan karya Platonik tadi diceritakan secara panjang-lebar di sini, sekadar untuk menyontohkan betapa orang Barat/Eropa mencintai tradisi filosofis mereka.

Sekarang, mari berkaca. Apakah kita orang Indonesia memiliki rasa kecintaan yang meluap-luap dan penuh berahi untuk mewariskan karya-karya filosofis klasik kita, seperti orang Barat dalam cerita tadi? Patut kita hayati sepenuhnya, bahwa khazanah filosofis kita yang klasik semata-mata terdapat dalam tradisi filosofis Buddhist-Hinduist kita, yang sudah ditulis secara masif dalam bentuk manuskrip-manuskrip lontara sejak abad 10 Masehi. Kalau orang Barat memulai sejarah filsafat mereka dengan pembabaran akan diri Plato; kita orang Indonesia sudah seharusnya memulai sejarah filsafat kita dengan pembabaran akan filosof-filosof Buddhist-Hinduist kita, seperti Mpu Tantular, Mpu Kanwa, Mpu Panuluh, Dharmakirti, dan lain semisalnya. Coba bandingkan kita dengan orang Barat. Mereka mempelajari karya-karya Plato sejak abad 3 Sebelum Masehi hingga abad 15 Masehi, bahkan hingga detik ini. Bagaimana dengan kita? Kalau kita masih juga dihinggapi ignorance untuk mempelajari khazanah filsafat Buddhist-Hinduist yang merupakan khazanah klasik kita, maka apatah mungkin kita bisa

‘menemukan sosok Filsafat Indonesia’? Kita akan berada selalu dalam kondisi ‘mencari dan mencari terus sosok Filsafat Indonesia’, sementara orang Barat telah menemukannya di karya-karya Platonik 23 abad yang lalu! Sungguh kita terus saja ketinggalan kereta!

Rekomendasi saya: stoplah mencari dan membual kosong yang bertele-tele, mulai terjemahlah manuskrip-manuskrip klasik kita, pelajarilah dengan obyektif, lalu

10 Tony Lane, The Lion Concise Book of Christian Thought, terj. Indonesia oleh Conny Item-Corputty, Jakarta: BPK Gunung Mulia, 1993, hal. 14-115

11 Alister E. McGrath, The Intellectual Origins of the European Reformation, Blackwell Publishing, 2004, hal. 126

12 Douglas Hedley & Sarah Hutton (eds.), Platonism at the Origins of Modernity: Studies on Platonism and Early

Modern Philosophy, The Netherlands: Springer, 2008, hal. 9-216

(5)

5

rumuskan dan klasifikasikan filsafat itu dengan metode kontemporer, terakhir, tulislah buku lengkap mengenainya. Niscaya proyek penemuan sosok filsafat kita akan segera berhasil! Mari kita tunggu dan songsong Simposium Internasional Filsafat Indonesia di tahun-tahun berikutnya. Lalu, mari kita bertaruh: kalau dalam simposium mendatang nanti masih saja ditemukan lebih banyak pembual daripada pekarya yang sesungguhnya, sosok Filsafat Indonesia yang dicari-cari selama ini tidak akan ditemukan secara riel historis! Bapak Jaya Suprana pun akan menyesal semenyesal-menyesalnya.

Referensi

Dokumen terkait

Pemilikan  tanah  merupakan  hubungan  hukum  antara  subjek  dengan  subjek hak atas tanah.Hak atas tanah yang dimaksud disini adalah hak atas  tanah  baik 

Kesimpulan penelitian ini perilaku personal hygiene yang berhubungan terjadinya infeksi Soil Trasmitted Helminth pada anak sekolah dasar di Desa Candi Kecamatan

Berdasarkan tujuan dan hasil penelitan, maka dapat diambil kesimpulan bahwa Perilaku penghindaran pajak memiliki pengaruh yang signifikan terhadap nilai perusahaan

Proses interaksi antara da`i dan mad`u, dalam komunikasi yang terjadi di dunia maya tentunya telah memenuhi persyaratan sebuah interaksi.. Komunikasi yang terjadi bukan semata hanya

Hasil dari penelitian didapatkan bahwa layout rekomendasi dapat diimplementasikan oleh pihak perusahaan sehingga perusahaan bisa menghemat jarak perpindahan material dan

Pengadilan dapat memberikan keterangan, pertimbangan dan nasehat tentang Hukum kepada Instansi Pemerintah didaerahnya, apabial diminta (Pasal 52 Undang-undang Nomor

Menurut Sund and Trowbridge (1973) dalam metode inkuiri dibagi menjadi tiga, yaitu inkuiri terbimbing (guided inquiry), inkuiry bebas (free inquiry), dan inkuiri bebas

Hasil pengujian variabel keamanan dan kerahasiaan, kesiapan teknologi informasi, persepsi kegunaan dan persepsi kemudahaan secara bersama-sama mempengaruhi minat