1
BAB 1. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Energi merupakan kebutuhan manusia yang paling dasar dan dalam penggunaannya terus meningkat khususnya energi dari sektor minyak bumi. Indonesia merupakan negara penghasil minyak bumi namun seiring bertambahnya populasi penduduk, ketersediaan minyak bumi semakin menipis. Salah satu usaha untuk mengatasi penggunaan energi minyak bumi adalah diperlukan pengembangan energi khususnya energi terbarukan (renewable energy). Indonesia memiliki banyak potensi energi terbarukan yang dapat dikembangkan seperti energi matahari, energi termal, energi angin, mikrohidro, bioenergi, dll.
Isolator merupakan salah satu peralatan listrik yang berfungsi memisahkan secara elektris dua buah penghantar atau lebih sehingga tidak menimbulkan kebocoran arus atau gradien tinggi berupa lompatan api (flashover). Dilihat dari fungsinya isolator mempunyai fungsi sebagai penyangga (solid support), pengisi (filling media) dan penutup (covering material).
Isolator termal digunakan untuk mengatasi kerugian energi yang terlalu besar akibat perpindahan panas dari sistem ke lingkungan. Kini, selaras dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, telah dihasilkan berbagai jenis bahan isolator termal untuk berbagai keperluan, misalnya pada industri dan bangunan. Penggunaan isolasi termal berkembang tidak hanya untuk menghindari kebocoran panas, tetapi juga untuk mencegah kebakaran, mengontrol temperatur, meningkatkan produksi dan menciptakan kondisi kerja yang aman dan lebih baik.
2
1.2 Tujuan
1. Untuk mengetahui suhu awal es batu secara perhitungan. 2. Untuk mengetahui kinerja bahan penyimpan panas.
1.3 Manfaat
3
BAB 2. DASAR TEORI
2.1 Prinsip Perpindahan Kalor
Perpindahan kalor terjadi dari suatu fluida yang temperatur lebih tinggi kepada fluida yang temperaturya lebih rendah. Kalor yang dipindahkan diantara kedua fluida itu, besarnya sangat tergantung pada kecepatan aliran fluida, arah alirannya, sifat-sifat fisik fluida, kondisi permukaan, dan luas bidang perpindahan panas serta beda temperatur diantara kedua fluida. ada 3 macam mekanisme perpindahan kalor, yaitu:
1. Secara molekuler, yang disebut dengan perpindahan kalor konduksi. 2. Secara aliran yang disebut dengan perpindahan kalor konveksi
3. Secara gelombang elektromagnet yang disebut dengan perpindahan kalor radiasi.
Dimana masing-masing sistem memiliki ciri atau karakter tertentu sesuai dengan prosesnya. Dalam suatu peristiwa, tiga cara perpindahan kalor tersebut dapat terjadi secara bersamaan.
2.2 Perpindahan Kalor
4 Hal ini disebabkan karena pada waktu proses perpindahan itu berlangsung, sistem tidak berada dalam keadaan seimbang. Ilmu perpindahan kalor melengkapi hukum pertama dan kedua termodinamika, yaitu dengan memberikan beberapa kaidah percobaan yang dapat dimanfaatkan untuk menentukan perpindahan energi. Sebagaimana juga dalam ilmu termodinamika, kaidah-kaidah percobaan yang digunakan dalam masalah perpindahan kalor cukup sederhana, dan dapat dengan mudah dikembangkan sehingga mencakup berbagai ragam situasi praktis.
a) Perpindahan Kalor Konduksi
5 karet, plastik, kaca dan sebagainya. Zat yang sulit menghantarkan kalor ini disebut dengan isolator.
b) Perpindahan Kalor Radiasi
Perpindahan kalor radiasi adalah perpindahan tenaga oleh penjalaran (rambatan) foton yang tak terorganisir. Setiap benda yang terus memancarkan foton-foton secara serampangan di dalam arah dan waktu, dan tenaga netto yang dipindahkan oleh foton-foton ini diperhitungkan sebagai kalor. Bila foton-foton ini berada di dalam jangkauan panjang gelombang 0.38 sampai 0.76 µm, maka foton-foton tersebut mempengaruhi mata kita sebagai sinar cahaya yang tampak (dapat dilihat). Bertentangan dengan itu, maka setiap tenaga foton yang terorganisir, seperti transmissi radio, dapat diidentifikasikan secara mikroskopik dan tak dipandang sebagai kalor.
c) Perpindahan Kalor Konveksi
6
2.3 Nilai Tahanan Termal
Adapun suatu ukuran ketahanan suatu benda dalam menghambat laju aliran kalor, nilai tahanan termal suatu bahan merupakan perbandingan antara ketebalan suatu bahan terhadap kondukstivitas termal bahan tersebut persatuan luas permukaan bahan tersebut. Untuk mengetahui tahanan termal suatu dinding konduksi dapat dituliskan:
Qcond, wall = � � � −�� �
Maka tahanan termalnya menjadi: Rwall = �
� � °�/�
Dimana:
L = tebal dinding (m)
7
BAB 3. METODOLOGI PENELITIAN
2.1 Waktu dan Tempat
Praktikum ini dilaksanakan pada hari Rabu, 14 Maret 2018 bertempat di Workshop TET (Teknik Energi Terbarukan) Politeknik Negeri Jember.
2.2 Alat dan Bahan
Alat yang digunakan adalah termos es, termometer digital, timbangan digital, palu, dan pengaduk. Bahan yang digunakan adalah air, es batu, dan garam dapur.
2.3 Prosedur Kerja
1. Menyiapkan alat dan bahan yang akan digunakan.
2. Menimbang termos tanpa air menggunakan timbangan digital. 3. Mengisi termos dengan air dan menimbangnya kembali. 4. Mengukur suhu air tersebut dengan termometer digital.
5. Memecahkan es batu kemudian memasukkannya ke dalam termos berisi air dan diaduk.
6. Mengukur kembali suhu air yang di campur dengan es batu. 7. Menambahkan garam ke dalam es batu.
9
4.3 Analis Data
Setiap permukaan yang memiliki temperatur yang lebih tinggi (lebih panas) bila dibandingkan temperatur sekitarnya akan mengalami pelepasan kalor (kehilangan panas atau heat loss), sehingga menaikkan temperatur lingkungan menjadi lebih tinggi. Banyaknya panas yang hilang ini tergantung pada banyak faktor, tapi temperatur permukaan dan ukurannya merupakan faktor yang sangat dominan. Untuk mengurangi perpindahan panas ini digunakan isolator termal. Dengan memberikan sebuah lapisan isolator (insulation) pada sebuah permukaan panas akan mengurangi temperatur permukaan secara keseluruhan. Dengan adanya isolasi panas pada permukaan panas yang memiliki luasan permukaan yang besar (seperti pada pipa dan bejana), pengaruh relative dari pengurangan temperatur permukaan tersebut akan lebih besar dampaknya dan panas yang hilang akan berkurang. Situasi yang serupa juga berlaku pada permukaan yang bertemperatur lebih rendah dari sekitarnya. Semakin rendah penahanan temperatur dan semakin tinggi tekanan kompaksi akan semakin tinggi konduktifitas termalnya. Kerugian energi yang terjadi dapat dikurangi dengan memberikan lapisan isolator panas yang praktis dan ekonomis pada permukaan yang memiliki beda temperatur yang besar dengan sekitarnya.
10
BAB 5. PENUTUP
5.1 Kesimpulan
1. Suhu awal es batu secara perhitungan terdapat 5,7 °C. Suhu tersebut semakin menurun ketika ditambahkan garam dapur (-14 °C).
2. Termos es tidak memilki kendala pada saat pengujian sehingga dapat dikatan termos es (bahan penyimpan panas) memiliki kinerja yang baik.
5.2 Saran
11
DAFTAR PUSTAKA
Ali dan Rakhmat Kurniawan. 2013. Kaji Eksperimental Konduktivitas Termal Isolator dari Serbuk Batang Kelapa Sawit. Jurnal Desiminasi Teknologi, Volume 1, Nomor 1, Januari 2013, Hal 59-68. Solo: Program Studi Teknik
Mesin UTP.
Burlian, Firmansyah dan Indaka Khoirullah. 2014. Pengaruh Variasi Ketebalan Isolator terhadap Laju Kalor dan Penurunan Temperatur pada Permukaan Dinding Tungku Biomassa. Seminar Nasional Mesin dan Industri (SNMI9) 2014. Bali: Jurusan Teknik Mesin, Fakultas Teknik, Universitas Sriwijaya. Mulyanef, dkk. 2012. Kaji Eksperimental untuk Meningkatkan Performasi