• Tidak ada hasil yang ditemukan

Kemenangan Hollande Agenda Politik Sosia

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "Kemenangan Hollande Agenda Politik Sosia"

Copied!
26
0
0

Teks penuh

(1)

Untuk keperluan pengutipan, silahkan merujuk pada:

Novianto, Arif. (2014) Kemenangan Hollande, Agenda Politik Sosialis dan

Massa Depan Sosialisme di Dunia. In: Pramusinto, Agus. Ed.

Mozaik

(2)

Kemenangan Hollande, Agenda Politik

Sosialis dan Massa Depan Sosialisme di

Dunia

Arif Novianto

i

Pendahuluan

Pada 6 mei 2012 sebuah sejarah baru telah terbentuk di Negara yang terkenal dengan

menara Eifelnya yaitu Prancis. Hal tersebut terjadi dikarenakan kemenangan yang

berhasil ditorehkan oleh Francois Hollande didalam pemilihan presiden Prancis mei itu.

Hollande yang didukung oleh kubu sosialis berhasil menggulingkan incumbent dari

kubu konservatif yaitu Nicolas Sarkozy dengan raihan 51,56 persen suara untuk

Hollande dan hanya 48,44 persen bagi Sarkozy (Koran Jakarta, 09/05/12).

Kemenangan dari Hollande tersebut juga telah mencatatkan dirinya sebagai presiden

kedua dari sayap partai kiri yang pernah memimpin Prancis, setelah pendahulunya

(3)

Kemenangan Hollande tersebut diyakini banyak kalangan didasari atas semakin

meningginya sentiment anti-sarkozy dan merebaknya rasa kekecewaan dari sebagian

besar masyarakat Prancis (terutama kelas pekerja & kaum muda) akibat tak kunjung

berhentinya badai krisis ekonomi yang menerpa berbagai sudut dunia dan termasuk

Prancis didalamnya. Respon yang dilakukan oleh incumbent Sarkozy yang lebih

mengutamakan kebijakan-kebijakan pemotongan subsidi, pengetatan anggaran dan

pemotongan dana pensiun didalam upayanya untuk menyikapi krisis ekonomi tersebut,

telah menimbulkan semakin meningginya kekecewaan dari rakyat Prancis. Karena

kebijakan tersebut dianggap hanya bagian dari politik Sarkozy untuk menyelematkan

para konglomerat-konglomerat kapitalis didalam kehancurannya. Sedangkan

dampaknya adalah mengorbankan kehidupan rakyat kelas menengah-kebawah

semakin larut didalam kesengsaraan dan kemiskinan.

Disaat itulah Hollande datang pada kondisi yang tepat, sebagaimana

digambarkan oleh Marx dan Engels, yang mengungkapkan bahwa munculnya sifat krisis

dari kapitalisme telah menciptakan keharusan akan sosialisme. Sehingga dengan

segudang solusi alternatif sosialis yang ditawarkan oleh Hollande bersama Partai

Sosialis (PS) yang menyokongnya yaitu antara lain dengan kebijakan 75 persen pajak

bagi siapa saja yang memiliki pendapatan di atas 1 juta euro per tahun, menaikan upah

minimum, mempekerjakan lebih dari 60 ribu guru, menurunkan usia pensiun dari 62

menjadi 60 tahun dan menekan angka pengangguran

.

Merupakan Agenda yang

ditawarkannya untuk menyelamatkan Prancis didalam badai krisis ekonomi yang

berkepanjangan, dan telah berhasil menyita perhatian dari masyarakat Prancis. Hingga

berhasil membuatnya memenangkan ajang pemilihan Presiden Prancis pada mei 2012

itu.

Selain itu harapan akan keberhasilan sosialisme di Prancis nantinya yang

kemudian akan menciptakan efek domino dan dapat menyebar di seluruh penjuru

dunia untuk mengikuti kesuksesan sosialisme ini, pasti akan dapat membuat Karl Marx

tersenyum lebar didalam kuburnya. Karena itulah yang pernah dicita-citakan oleh Marx

semasa hidupnya, bahwa rakyat Prancislah yang akan menjadi tonggak awal dari

revolusi sosial didunia, yang kemudian diteruskan oleh Rakyat Jerman dan rakyat

(4)

Akan Tetapi jalan terjal didepan sana belumlah berakhir. Setelah hampir dua

tahun masa kepemimpinannya bersama dengan Jean-Marc Ayrault yang merupakan

Perdana Menteri yang mendapinginya, harapan besar yang tersemat dari rakyat Prancis

kepada pundaknya untuk dapat menyelesaikan problematika yang mendera Prancis itu

mulai semakin memudar. Seperti halnya kekecewaan rakyat Prancis terhadap Sarkozy

pendahulunya, kini kekecewaan tersebut juga mulai menyebar luas terhadap

kepemimpinan dari Francois Hollande tersebut. Kebijakan-kebijakan reformis, moderat

dan reaksioner yang terkesan bertolak belakang dengan keinginan rakyat dan belum

terealisasinya janji-janji politik pada massa kampanyenya telah menumbuhkan rasa

ketidakpercayaan tersendiri di benak massa rakyat.

Tabel 01. Hasil Pemilu 2012 di Perancis:

Sumber: dailymail.co.uk 2012

Itu dapat terlihat bagaimana sejak 10 bulan dalam masa kepemimpinannya,

Hollande yang digadang-gadang sebagai simbol dari perubahan, malahan tidak

memberikan dampak perubahan yang berarti bagi rakyat. Malahan sejak masa

pemerintahannya tersebut, Hollande malahan melakukan pemotongan anggaran senilai

puluhan miliar euro yang merupakan subsidi untuk rakyat, pemecatan massal di

industri otomotif, termasuk penutupan pabrik Aulnay yang turut disetujui oleh Serikat

Birokrasi, dan dilakukannya invasi ke Mali, akibatnya ekonomi Prancis pun terus

mengalami stagnasi, dengan pengangguran melonjak melewati angka 10 persen

(WSWS, 29/03/13). Keadaan tersebutlah yang membuat semakin melebar dan

(5)

Menurunnya kepercayaan terhadap Francois Hollande dan Jean-Marc Ayrault ini

dapat terlihat dari polling yang dilakukan oleh BVA (18/01/13). Dimana 59%

responden menganggap kebijakan yang diambil oleh Hollande adalah keliru sedangkan

hanya 25% responden yang menganggap kebijakan tersebut Konstruktif. Popularitas

dari Hollande pun menurun ke angka 43% , penurunan yang sama juga terjadi pada

popularitas Jean-Marc Ayrault yang hanya 38%. Sedangkan menurut Word Socialist Web

Site (29/03/13) popularitas Hollande bahkan saat ini telah tenggelam ke angka 30

persen, rekor terendah antara presiden Perancis sejak jajak pendapat tersebut pernah

dilakukan. Bahkan Hollande kehilangan dukungan di antara basis pemilih PS yang

merupakan partai utama yang menyokongnya. Akibatnya hanya 30 persen remaja dan

32 persen dari pekerja manual yang sekarang ini masih mendukung tampuk

kepemimpinannya. Keadaan tersebut memberikan tantangan tersendiri bagi Hollande

dan Ayrault didalam mendapatkan legitimasi dari rakyat Prancis dari setiap kebijakan

yang diambil nantinya.

Keadaan yang dialami oleh Hollande dan Partai Sosialis (PS) tersebut selaras

dengan apa yang pernah diungkapkan oleh Kagarlitsky (1999). Bagaimana politik

sosialis mengalami kemunduran justru ketika golongan kiri berhasil mendominasi

pemilihan suara di parlemen dan sekaligus menduduki pemerintahan. Hal tersebut

terjadi karena lemahnya dukungan dari basis rakyat pemilih didalam mendukung

gerakan dari pemerintah yang di satu sisi didalam tekanan oleh hegemoni dari rezim

Kapitalisme global1 yang bersilang idiologis dengan pemerintahan sosialis tersebut.

Itulah yang dialami oleh Hollande dan PS di Prancis sekarang ini. Bagaimana

dukungan yang kuat dari rakyat akibat badai krisis ekonomi yang telah menistakan

mereka (terutama rakyat pekerja dan anak muda Prancis) menjadikan sosok Hollande

dikaitkan erat sebagai seorang juru selamat. Dengan perkakas ide-ide dan

agenda-agenda sosialis yang digengam oleh Hollande yang dianggap oleh pemilihnya

1

Rezim Kapitalisme global ini adalah perwujudan dari negara kapitalis terutama Amerika Serikat dengan lembaga-lembaga Internasional yang sudah dibentuk (WTO, IMF & Word Bank) yang selalu melakukan intervensi dan tekanan-tekanan terhadap benih-benih munculnya negara sosialis di dunia. Itu karena dengan berdirinya pemerintahan sosialis tersebut dirasa dapat mengancam hegemoni dari rezim kapitalisme global ini. Untuk penjelasan lebih detailnya dapat dilihat dari pe apara Noa Cho sky dala Neo-Imperialisme

(6)

merupakan alternatif ampuh dari kebuntuan krisis Kapitalisme, ternyata yang terjadi

sekarang adalah sebuah angin lalu.

Ide dan gagasan sosialisme ilmiah yang diabaikan oleh Hollande bersama PS dan

sekutunya, seperti PCF (Paratai Komunis Prancis) dan Partai Anti-Kapitalis Baru (NPA)

merupakan pemicu dari kegagalan Hollande didalam menjinakan Krisis ekonomi ini,

selain juga karena adanya dominasi dan intimidasi yang kuat dari rezim neoliberal.

Hollande bersama sekutunya malahan semakin terjerembak didalam kungkungan

kebijakan-kebijakan yang bersifat reformis dan reaksioner, dengan menanggalkan

kebijakan radikal didalam merubah struktur ekonomi-politik masyarakat sebagaimana

yang merupakan bagian dari politik sosialisme.

Sebelum kita melangkah lebih jauh didalam pembahasan ini, agar tidak terjadi

kekaburan dari apa itu maksud agenda politik sosialis. Maka yang dimaksud dengan

agenda politik sosialis didalam pembahasan ini nantinya adalah merupakan suatu

program yang bertujuan untuk mencapai pembangunan kemanusian, redistribusi

kekayaan, penciptaan keadilan, kesejahtraan serta kamakmuran masyarakat dan

dengan tujuan akhirnya adalah penciptaan Negara Sosialisme. Sehingga didalam

menjalankan agendanya harus meninggalkan Neoliberalisme dan juga sistem nan

kapitalistik didalamnya.

Tersingkirnya Agenda Politik Sosialis

Kemenangan yang berhasil diraih oleh Hollande sering dikaitkan dengan kemenangan

dari pendahulunya yang sama-sama diusung oleh koalisi partai kiri yaitu Francois

Mitterrand. Kemenangan yang diraih oleh Mitterrand pada Pemilu 1981 juga didalam

sebuah euphoria yang sama, yaitu harapan akan adanya perubahan besar untuk mencari

sistem alternatif lain dari kapitalisme. Namun kebijakan-kebijakan yang bersifat

moderat dan terkesan terbuka dengan neoliberalisme atau pasar bebas, membuat

Mitterrand tidak mampu membuat perubahan-perubahan yang berarti bagi rakyat

Prancis.

Kini hollande mengalami sebuah dilematika yang sama, karakter dari Hollande

yang merupakan seorang sosialis moderat, tidak revolusioner, dan terbuka terhadap

(7)

pendahulunya tersebut. Harapan yang membumbung tinggi dari para masyarakat

tertindas di dunia terhadap terciptanya Negara sosialis di Prancis hanya akan menjadi

harapan semu, ketika melihat apa yang telah dilakukan oleh Hollande selama sekitar

dua tahun massa kepemimpinannya. Karena sosialisme tak akan pernah bisa dibentuk

hanya dengan melalui penataan-penataan ulang secara gradual sistem Kapitalisme atau

lewat kelembagaan antagonisme kelas (Gorz, 2005: 115). Kebijakan radikal dengan

menghancurkan sistem Kapitalisme yang bersifat kanibalistik ini menjadi sangat

penting didalam menjadi tonggak berdirinya negara sosialis ini.

Mungkin hollande masih mempunyai tiga tahun lagi secara normal

mengemudikan gerbong Negara Prancis ini. Dan boleh saja orang akan mengatakan

bahwa Hollande pasti akan dapat menjalankan janji-janji pada masa kampanyenya dan

membentuk Negara Sosialis Prancis. Tetapi bila melihat landasan pijakan awal yang

dilakukan oleh Hollande setahunan ini2, maka anggapan dari orang-orang itu akan

benar-benar sulit dicapai. Itu karena di tinggalkannya agenda-agenda politik sosialis

yang merupakan sebuah permasalahan yang menjerat bukan hanya Hollande tetapi juga

para politisi-politisi sosialis di dunia setelah mereka berhasil duduk di pemerintahan.

Seperti apa yang telah dilakukan oleh Tony Blair ketika ia memimpin partai New

Labour yang berkuasa di Inggris. Energi baru yang telah ia gelorakan membuat sebuah

dinamika baru dalam politik kiri di Inggris. Tony blair juga berhasil mempengaruhi

massa kelas pekerja serta serikat buruh untuk kembali bergabung dalam Partai New

Labour ini dan harapan besar akan datangnya perubahan yang diperjuangkan oleh

partai New Labour ini menyeruak di benak massa anggota dengan agenda-agenda

politik sosialis yang di bawanya.

Akan tetapi, setelah Tony Blair berhasil meraih kekuasaan sebagai Perdana

Menteri di Inggris pada tahun 1997 sampai 2007, agenda-agenda sosialis tersebut

seolah dia singkirkan. Basis masa pekerja dan serikat pekerja yang mendukungnya pun

sedikit demi sedikit dia tinggalkan. Hasil pemerintahan pun berjalan semakin mundur

2

(8)

kebelakang dan semakin lebih buruk dari pada rezim neoliberal sebelumnya. Seperti

yang digambarkan oleh Alex Callinicos, bahwa:

Dibawah pemerintahan New Labour itu, ketimpangan terus meluas, koifisien gini naik dari 33% pada tahun 1996-1997 menjadi 35% pada tahun 1998-1999,

sebagai tingkat tertinggi sejak masa pemerintahan Thatcher… selama dua tahun

pertama masa kepemimpinan Blair jumlah penduduk dalam rumah tangga yang tergolong miskin naik dari 16,7 menjadi 17,7 persen dari jumlah penduduk. Pendapatan dari 10% orang terkaya meningkat 7,1% dibandingkan hanya 1,9%

peningkatan pendapatan dari 10% penduduk termiskin (2011: 91-92)

Data diatas memperlihatkan bagaimana keberpihakan kebijakan kepada rakyat

pekerja yang merupakan basis utama dari Partai New Labour ini sama sekali tidak

berjalan di bawah pemerintahan Blair bersama Partai New Labour yang mengusungnya

ini. Frame Kebijakan dari Blair yang lebih dipandu oleh ekonomi neolib dan usahanya

untuk memanusiakan kapitalisme itulah yang membuat pemerintahan yang

dipimpinnya mengalami kemunduran seperti itu.

Menurut Kagarlitsky (1999) memandang bahwa pemasalahan mendasar dari

kemunduran tersebut lebih terletak pada mode berpolitik dari golongan kiri yang tidak

meyakini agenda-agenda program yang mereka buat sendiri ketika mereka justru

memegang pemerintahan. Sehingga yang terjadi para politiksi kiri tersebut

meninggalkan agenda-agenda politik sosialis yang pernah mereka tawarkan untuk

dapat mencapai sesuatu perubahan.

Ditinggalkannya agenda politik sosialis oleh para politiksi kiri ketika mereka

telah berhasil menduduki kursi parlemen dan pemerintahan ini dikarenakan ada dua

hal yang saling berkaitan melatarbelakanginya. Pertama, adalah adanya dominasi kuat

dari neoliberalisme baik di Internal maupun eksternal pemerintahan yang diduduki.

Dominasi yang kuat dari neolib ini, secara langsung telah membuat para politiksi

sosialis tidak memiliki ruang gerak dan hanya diberi pilihan-pilihan yang bertentangan

dengan agenda-agenda sosialis yang pernah mereka tawarkan. Sehingga ketika mereka

tidak memiliki jiwa radikal dan revolusioner yang didukung oleh basis massa yang kuat,

(9)

Dominasi neoliberalisme di lingkungan eksternal pemeritahan sebuah Negara

terbentuk lewat dorongan yang kuat dari lembaga-lembaga atau institusi-institusi

Internasional, seperti Word Bank, WTO, IMF, Kesepakatan-kesepakatan antar kawasan

dan kekuatan Negara Neoliberal3 -seperti national endowment for Democracy nya AS

dan kekuatan Kapitalis Negara lainnya- (Harvey, 2009: 107-117). Sedangkan dominasi

neolib di Internal pemerintahan Negara mendapat sokongan dari para

konglomerat-konglomerat Kapitalis, lewat berbagai intervensi yang mereka lakukan dan juga

sokongan dari lembaga-lembaga Negara yang belum dikuasai oleh para politiksi sosialis.

Keadaan seperti inilah yang dialami oleh Hollande saat ini. Usulannya tentang

kebijakan 75 persen pajak bagi siapa saja yang memiliki pendapatan di atas 1 juta euro

per tahun, segera ditolak oleh Dewan Konstitusi Prancis pada 29 Deseber 2012.

Kebijakan tersebut dianggap oleh Dewan Konstitusi Prancis Inkonstitusional, karena

alasan teknis bahwa pajak 75 persen tersebut diterapkan pada individu, dan karena itu

tidak sesuai dengan hukum yang mengatur pajak penghasilan yang dikenakan pada

rumah tangga dan juga karena dianggap melanggar prinsip kesetaraan kontribusi 4

(WSWS, 03/01/13). Padahal kebijakan tersebut dapat memberikan sumbangsih yang

besar bagi rakyat pekerja dan kelas menengah-kebawah yang merupakan pihak yang

paling menderita akibat krisis ekonomi. Kebijakan tersebut juga akan membuat para

konglomerat yang memiliki andil besar dalam dalam menciptakan krisis tersebut, agar

dapat menyumbangkan bagian yang adil mereka kepada rakyat. Tetapi penolakan dari

Dewan Konstitusi Prancis tersebut telah membuat kebijakan revolusioner dan radikal

Hollande pasti akan sulit terlaksana.

Kedua, adanya ilusi demokrasi borjuis terhadap kesadaran massa. Kemenangan

yang diraih oleh para politisi sosialis didalam bingkai ajang kontestasi politik dibawah

naungan Demokrasi borjuis, dapat disebut kemenangan yang bersifat semu. Seperti apa

yang pernah diungkapkan oleh Marx dan Engels dalam kata pengantar Communist

3

Secara teoritis Harvey mengartikulasikan Negara neoliberal sebagai Negara yang lebih mementingkan hak milik pribadi individu, aturan hukum dan pranata-pranata pasar bebas dan perdagangan bebas. Tapi pada perjalanannya Negara neoliberal ini sering menyimpang dari ortodoksi neoliberal itu sendiri demi tujuan pragmatis dan oportunis.

4Prinsip kesataraan kontribusi ini adalah tidak adanya separasi antara yang miskin dan yang kaya, keduanya

(10)

Manifesto mereka pada tahun 1872 (Gorz, 2005: 120-121), bahwa pemilihan umum

memang memberikan suara untuk memerintah, namun bukan untuk menjalankan

pemerintahan dan pemilihan umum hanya menghasilkan jumlah perhitungan kertas

surat suara yang dianggap aspirasi individual dari pemilih. Ini artinya, tak peduli

bagaimanapun tunggalnya aspirasi pemilihan para pemilih, mereka tetap tidak akan

terorganisir dan menjadi satu kesatuan dalam perjuangan bersama.

Menurut Daniel Schugurensky (2004) itu terjadi karena adanya deficit democracy

didalam demokrasi bojuis itu. Yang membuat proses dari demokrasi perwakilan

berjalan tidak berkelanjutan. Hal tersebut terjadi karena demokrasi perwakilan yang

diselenggarakan lima tahunan sekali hanya benar-benar terjadi ketika pemilih berada

didalam kotak suara untuk memberikan hak pilih mereka, dan setelah itu para pemilih

melakukan kegiatan mereka seperti hari-hari biasa. Keadaan tersebutlah yang

merupakan problematika didalam demokrasi borjuis tersebut, yang menurut Andre

Gorz mengungkapkan bahwa:

Jadi Pemilu tak lebih dari miftifikasi yang diciptakan oleh demokrasi borjuis. Pemilihan umum dirancang sedemikian rupa untuk melanggengkan tercerai berainya dan terpisah-pisahnya individu-individu serta mencegah kekuasaan

kolektif dari masyarakat…….. Ringkasnya kemenangan dalam Pemilu tidaklah membuahkan kekuatan….. Ketidakberdayaan inilah yang merupakan salah satu sebab terbentuknya mayoritas konserfatif ditubuh kekuasaan, kecuali pada massa krisis yang cukup parah (2005: 121)

Melihat kenyataan dari demokrasi borjuis yang demikian, membuat para

politiksi sosialis seolah berjalan sendirian. Sokongan dan dorongan massa pemilih

mereka agar para politiksi ini dapat menjalankan agenda-agenda atau

program-program sosialis mereka seperti sebuah ilusi semata. Para basis massa pemilih tidak

melakukan tindakan lebih lanjut setelah proses Pemilu selesai sebagai akibat adanya

defisit democracy. Mereka seolah membiarkan para politiksi sosialis ini bertarung

sendiri melawan kekuatan besar oligarki borjuis yang terbentuk sebelumnya. Harusnya

dukungan, dorongan maupun mobilisasi massa ke jalan-jalan untuk mendukung

kebijakan radikal seperti yang terjadi di Venezuela ketika pemerintahan Hugo Chavez

berusaha dikudeta oleh pihak militer pada tahun 2002 menjadi sangat penting didalam

(11)

Itu karena seperti yang diungkapkan oleh Alex Callinicos (2011: 194-195) bahwa

untuk dapat melampaui kapitalisme sangat memerlukan perubahan masyarakat secara

revolusioner. Dan perubahan masyararakat secara revolusioner didalam banyak kasus5

sangat sulit terbentuk didalam dinamika pemilihan umum dibawah sistem demokrasi

borjuis ini. Karena untuk dapat menciptakan masyarakat yang revolusioner ini

diperlukan transformasi masyarakat secara sadar, sistematis dan teroganisir.

Sedangkan didalam kerangka demokrasi borjuis, transformasi tersebut hanyalah bagian

dari ilusi dan sulit untuk terjadi.

Akibatnya para politiksi sosialis seperti halnya Hollande ini mengalami sebuah

dilematika ketika dihadapkan dengan dominasi yang kuat dari neoliberalisme di

lingkungan pemerintahannya. Keadaan tersebutlah yang membuat adanya tendensi

ditinggalkannya agenda-agenda politik sosialis tersebut. Untuk kemudian berganti

wujud menjadi kebijakan-kebijakan kompromis yang bersifat reformis, moderat dan

reaksioner, yang dalam hal ini tidak akan membahayakan kelompok borjuasi di Negara

tersebut dan mudah sekali untuk ditundukan.

Kebijakan Reformis, Moderat dan Reaksioner

Ditinggalkannya agenda-agenda politik sosialis oleh para Politiksi kiri yang sudah

berhasil memasuki pemerintahan didalam kontek Demokrasi Pemilihan Umum, telah

menjadikan terjeratnya para Politiksi kiri tersebut didalam dinamika kebijakan yang

lebih condong kearah kebijakan reformis, moderat dan reaksioner. Beralih haluannya

orientasi kebijakan tersebut, bersinggungan dengan desakan besar dari rezim

neo-liberalis yang tidak mau kekuasaannya diruntuhkan oleh agenda-egenda politik dari

sosialisme. Itu terjadi karena bertentangannya dua arus besar idiologi neoliberalisme

dan sosialisme ini.

5

(12)

Artinya membiarkan Politik Sosialisme dengan tegak berdiri sama artinya

dengan mengubur sistem neoliberalisme dan kapitalisme dari dunia ini. Sehingga

organ-organ berdirinya kapitalisme dan neo-liberalisme tersebut tidak mungkin

menyerahkan begitu saja kekuasaan dan sumber daya yang mereka miliki. Berbagai

bentuk perlawanan, intervensi, dan pukulan demi pukulan pasti akan terus mereka

layangkan untuk menggagalkan berdirinya Negara Sosialisme tersebut. Karena ketika

Negara Sosialisme tersebut berhasil berdiri dengan pencapaian-pencapaian kemajuan

yang luar biasa membanggakan, maka efek dominonya pasti akan memukul balik

kekuatan kapitalisme dan neoliberalisme itu sendiri. Sehingga tidak mengherankan

ketika ada suatu pengkucilan atau bahkan embargo dan intervensi terhadap

Negara-negara seperti kuba dan Venezuela yang berusaha tetap menerapkan agenda-agenda

sosialisme di bawah bayang-bayang kekuatan besar kapitalisme yang menguasai dunia

sekarang ini.

Kita dapat berkaca dari apa yang terjadi di Chili pada 11 September (little

September 11 th) tahun 1973. Bagaimana pemerintahan Salvador Allende yang terpilih

secara demokratis dikudeta oleh Pinochet yang mendapatkan dukungan dari

korporasi-korporasi AS, CIA dan Menteri Luar Negeri AS Henry Kissinger (Harvey,

2009: 14-17). Kudeta tersebut dilatarbelakangi gerakan dari pemerintahan Allende

yang mengarah menuju penciptaan Negara sosialis yang telah membuat para elit bisnis

dan Negara neoliberal menjadi terancam. Dengan sangat kejam, kudeta tersebut

merepresi gerakan kiri, gerakan sosial dan membubarkan semua bentuk organisasi

rakyat di Chili. Setelah kudeta berhasil dijalankan oleh Pinochet, maka kereta Negara

Chili pun diarahkan untuk berjalan ke rel Negara neoliberal. Dengan cara membatalkan

semua proses nasionalisasi yang sebelumnya dilakukan oleh Allende, melakukan

privatisasi atas aset-aset publik, derugalasi peraturan yang tak mendukung proses

neoliberalisme, memberi kemudahan arus investasi, dan memperbolehkan

sumber-sumber daya alam untuk dieksploitasi swasta tanpa harus mengikuti regulasi (Harvey,

2009: 15-16).

Sedangkan disisi yang lain, bagi para penganut sosialisme – marxisme murni,

ketika mereka tetap membiarkan sistem kapitalisme dan neoliberalisme berdiri teguh

didunia ini, maka sama artinya membiarkan jerit penindasan, tangis penderitaan dan

(13)

kapitalisme tak akan pernah ada tanpa adanya ketimpangan demi ketimpangan akibat

berbagai eksploitasi dan penindasan yang mengiringinya. Dan lewat ketimpangan itulah

kemiskinan, penderitaan dan kesengsaraan tumbuh subur. Sehingga pendirian Negara

Sosialis menjadi suatu hal yang mutlak untuk dilakukan, untuk kemudian menurut Marx

menuju tahapan akhir dari revolusi sosial yaitu komunisme. Karena hanya dengan

itulah berbagai masalah kemiskinan, penindasan dan kesengsaraan tersebut dapat

teratasi. Maka bagi Trotsky di dalam bukunya Revolusi Permanen (2009), pendirian

Negara sosialisme secara Internasional menjadi hal yang penting, tanpa hal tersebut

rezim kapitalisme dan neoliberalisme akan terus melakukan pukulan demi pukulannya.

Tidak mungkin kelas berkuasa membiarkan kekuasannya diambil oleh kelas lain,

itulah yang dihadapi oleh para politiksi kiri didalam upaya menjalankan agenda-agenda

politik sosialisnya dinegara yang dimana hegemoni dari rezim kapitalis sangat begitu

besar. Dengan adanya tekanan yang besar dari dominasi rezim neoliberalis dan disatu

sisi lemahnya mode berpolitik dari politiksi sosialis serta kurangnya dukungan yang

besar dari basis massa pemilih, telah membuat ditukarnya agenda politik sosialis

menjadi agenda yang lebih condong bersifat ke-tengah. Yaitu agenda yang berusaha

berkompromi dengan dua kekuatan yang saling berlawanan untuk bagaimana dapat

mengamankan kekuasaannya.

Kecendrungan tersebut telah mengarahkan frame kebijakan lebih condong ke

kebijakan yang bersifat reformis, moderat dan reaksioner. Dimana kebijakan-kebijakan

yang dijalankan hanya bersifat relatif dan parsial. Perubahan yang ditimbulkan oleh

kebijakan tersebut hanya menyentuh sisi luar dari masalah yang mengekang para kelas

pekerja selama ini. Akibatnya kebijakan tersebut pun mudah sekali untuk dicerai

beraikan dan diserap oleh sistem kapitalisme yang menindas untuk kemudian

dilakukan konter-reformasi yaitu dengan mengembalikan keadaan seperti semula

kembali. Yaitu keadaan dimana sistem ekonomi kapitalis kembali dijalankan walaupun

didalam keadaan terlonta-lonta. Padahal seperti yang diungkapkan oleh Lennin bahwa

tidak akan ada akhir krisis dari kapitalisme, karena sejak kelahirannya kapitalisme telah

dibayangi oleh berbagai krisis yang menghantuinya. Artinya badai krisis kapan saja

akan pasti terjadi didalam sistem kapitalisme tersebut dan kehidupan dari rakyat

(14)

Berdiri dan dominannya para politiksi sosialis di dalam pemerintahan yang

didahului oleh krisis ekonomi yang parah didalam sistem ekonomi kapitalis pada

akhir-akhir ini, sebenarnya memberikan peluang besar untuk menciptakan trasformasi

sosialis secara mutlak dan menyeluruh. Diterapkannya agenda politik sosialis secara

konsisten dan menyeluruh merupakan salah satu alternatif ampuh untuk menangkal

berbagai krisis ekonomi. Dan hal tersebut tidak mungkin dapat dilakukan dengan

kebijakan reformis dan reaksioner. Karena kebijakan reformis, moderat dan reaksioner

tersebut pada kenyataannya sering ditunggangi oleh kelompok borjuis-kanan. Seperti

apa yang pernah diungkapkan oleh IMT (International Marxist Tendency), bahwa:

Mereka telah mencampakkan perspektif transformasi sosialis. Perbedaannya adalah bahwa kaum sayap kanan melayani Kapital dengan antusias dan tanpa ragu-ragu, sementara kaum reformis percaya bahwa kita bisa memanusiawikan kapitalisme. Mereka ingin menambahkan sesendok gula ke obat yang pahit. Tetapi kehidupan telah mempersiapkan pelajaran yang pahit bagi reformisme kiri. Apapun maksud mereka, kaum reformis kiri pada kenyataannya menjadi perisai bagi kaum reformis sayap kanan (Militan, 01/10/12).

Artinya ditengah badai krisis ekonomi yang begitu parah dan ditengah

pasang-surutnya kondisi kekecewaan dari sebagian besar rakyat. Tanpa diterapkannya

agenda-agenda politik sosialis secara menyeluruh dan konsisten oleh para Politiksi kiri di dalam

pemerintahan, seperti halnya Hollande dan PS. Maka para politiksi kiri tersebut dapat

diibaratkan sedang merangkai bom waktu dengan peralatan kebijakan reformis,

moderat dan reaksioner yang digunakannya. Bom waktu tersebut pun sudah siap

meledak kapan saja untuk menghancurkan mereka sendiri bersama sekutunya.

Ditengah sulutan kekecewaan masa rakyat atas keterpurukan keadaan yang mereka

alami akibat tak kunjung usainya krisis ekonomi, sosial dan politik yan dirasakannya.

Krisis Ekonomi & Keharusan Sosialisme

Berbicara tentang sosialisme ditengah era dominasi dari kapitalisme sekarang ini

banyak dianggap berbagai kalangan sudah tidak lagi relevan. Sosialisme sering

dianggap hanyalah coretan sejarah yang telah usang. Apalagi setelah runtuhnya Uni

(15)

Beberapa negara yang sering dianggap beraliran sosialis saat ini juga tengah

pada masa sulit. China dan Vietnam, negara dengan partai tunggal yang terus bertahan

namun sistem ekonomi malahan menjadi semakin berdasarkan pada pasar kapitalis; di

Korea Utara tetap terjadi pengkultusan personalitas yang totalitarian namun banyak

penduduknya yang hidup dalam kemiskinan dan di kuba muncul keragu-raguan apakah

rezim akan bisa tetap bertahan hidup setelah Castro meninggal (Newman, 2006:

209-209), sedangkan di Venezuela yang tengah menuju ke sosialisme abad-21 kini pun

tengah berada pada konflik akibat serangan dari kaum kanan yang disokong kekuatan

negara neoliberal.

Namun tak dapat dipungkiri gagasan dari sosialisme akan terus hidup dan terus

dicari-cari karena kekuatan analitiknya didalam membongkar kapitalisme. Apalagi

ditengah berbagai simultansi krisis yang menerpa kapitalisme. Mungkin kita tak bisa

membayangkan bagaimana keadaan dunia sekarang ini, ketika gagasan marxisme yang

mengamanatkan sosialisme ilmiah tak pernah muncul. Penderitaan dan kesengsaraan

pasti sangat merajalela dengan menafikan hak-hak dasar dari buruh.

Maka sosialisme kapanpun dan dimanapun tetap relevan dan menjadi bagian

terpenting didalam dinamika perkembangan dunia ini. Karena sosialisme menawarkan

solusi ilmiah yang gemilang (anti-thesis) dari kapitalisme. Sehingga sosialisme akan

tetap menjadi hantu bagi kapitalisme, seperti yang digambarkan Marx dalam kata

penutup didalam karyanya Das Kapital 1 bahwa Lonceng kematian hak milik pribadi kapitalis berdentang, Para penjarah akan dijarah . Walaupun thesis Marx bahwa

kapitalisme akan hancur karena kontradiksi internal yang dialaminya tidak terbukti

sampai saat ini, namun kita dapat terus menyaksikan bagaimana krisis didalam

kapitalisme yang sampai sekarang terus terjadi, yang membuat Marxisme dan

sosialisme akan terus menjadi relevan.

Persaudaraan Kapitalisme dan Krisis

Kapitalisme kini telah mencapai suatu titik terendah dalam masa-masa yang

pernah dihadapinya. Badai krisis ekonomi yang menghantam sebagian besar

(16)

telah menimbulkan pergolakan-pergolakan tersendiri didalamnya. Resep-resep dari

para ekonom kapitalis kelas wahit didalam upaya untuk membendung krisis ekonomi

ini yaitu lewat pemotongan anggaran publik, di satu sisi telah menciptakan

meningginya tingkat kesengsaraan dari para rakyat kecil sehingga menimbulkan

pertentangan dan perlawanan yang hebat dari para buruh serta rakyat kecil sebagai

pihak yang paling dirugikan.

Krisis kapitalisme ini memiliki kemiripan dengan situasi yang ditulis oleh

Trotsky pada tahun 1938. Bahwa yang kita alami sekarang bukanlah siklus krisis

kapitalisme yang biasanya terjadi, tetapi krisis ini merupakan yang lebih dalam dan

lebih serius, sebuah krisis organik sistem kapitalis, yang tidak ada jalan keluar. Kecuali

lebih banyak krisis-krisis lagi di masa depan dan pemotongan yang tajam terhadap

standar kehidupan rakyat.

Pondasi dari sistem kapitalisme memang tak akan pernah dapat dipisahkan dari

adanya krisis. Itu terjadi karena sejak kelahirannya kapitalisme telah membawa cacad

yang serius akibat kontradiksi internal didalamnya, sehingga krisis dan kapitalisme

seolah menjadi dua saudara yang mustahil untuk diseparasikan. Ketidakmampuan

kapitalisme didalam mengekstrasi nilai lebih6 yang cukup dan ketidakmampuan untuk

merealisasikan nilai lebih tersebutlah yang telah menciptakan krisis atau yang menurut

marx disebut sebagai kecenderungan melorotnya tingkat keuntungan .

Sedangkan merujuk pendapat dari Andre Gorz (2005: 35-47) ada dua hal utama

yang menyebabkan terjadinya krisis ekonomi didalam sistem kapitalisme ini. Pertama,

krisis overakumulasi. Krisis ini terjadi ketika pada tahap lanjut, dalam

perkembangannya kapitalisme mulai mengganti tenaga kerja dengan mesin-mesin.

Namun mesin-mesin tersebut memerlukan biaya yang tinggi untuk tetap berproduksi

(membeli, merawat dan memperbarui), sehingga untuk dapat menjaga sirkulasi kapital

maka diperlukan keuntungan yang besar.

Sistem kompetisi didalam gelanggang pasar yang diciptakan oleh kapitalisme,

membuat para kapitalis saling bersaing untuk dapat terus menjual produksinya. Dengan

logika anarkinya, mereka saling merusaha untuk terus menggenjot produksi dengan

6 Nilai lebih ini merupakan sumber keuntungan dari kapitalis yang didasarkan pada eksploitasi buruh. Yaitu

(17)

cara terus membeli mesin-mesin baru yang semakin canggih dengan pembiayaan

semakin mahal pula yang hanya dioperasikan oleh sedikit buruh dengan ketrampilan

semakin rendah.

Hal tersebutlah yang kemudian menciptakan under consumsion semurninya,

yaitu terjadinya kesenjangan yang semakin tajam antara kapasitas produksi (hasil

produksi) dengan daya beli (konsumsi) dari para buruh. Dinamika tersebut yang terus

berlanjut tak pelak menciptakan sebuah over-akumulasi sebagai akibat penumpukan

hasil produksi. Akibatnya produktifitas modal mengalami penyusutan dan keuntungan

semakin menurun. Disitulah krisis terjadi, karena sistem telah lumuh, sirkulasi kapital

porak-poranda, dan kejenuhan pasar semakin meninggi.

Kedua, Krisis Reproduksi. Terjadinya krisis reproduksi didalam kapitalisme ini

terjadi disaat munculnya berbagai kelangkaan akibat bahan baku produksi atau sumber

daya alam yang tak dapat terus diperbaharui. Itu terjadi karena terus dieksplorasi

bahan-bahan baku (sumber daya alam) tersebut untuk terus meningkatkan kapasitas

produksi hingga membuatnya semakin menipis dan akhirnya menciptakan kelangkaan

yaitu guna dapat terhindar dari krisis over-akumulasi.

Akibat kelangkaan yang semakin parah, bukannya keuntungan yang didapatkan

karena menjual hasil produksi yang langka tersebut, namun malahan membuat semakin

terguncangnya kapitalisme itu sendiri. Itu terjadi sebagai akibat dari semakin

meningkatnya biaya untuk proses produksi, karena roda industri mengkonsumsi lebih

banyak untuk kebutuhannya sendiri terhadap barang langka tersebut dari peningkatan

kapasistas produksinya. Maka efisiensi semakin musnah, keseimbangan produksi dan

konsumsi semakin hancur dan produksi semakin tidak berguna.

Bila didanalisis secara mendalam, krisis Eropa pada 2008 lalu adalah bagian dari

krisis over-akumulasi yang dampaknya bersifat multidimensional. Lahirnya krisis

tersebutlah yang mengakibatkan kejatuhan tingkat laba yang berujung pada kenaikan

tingkat produksi dan terus melemahkan tingkat keuntungan. Kenyataan tersebutlah

yang membuat para kapitalis berupaya menghindari kebangkrutan dengan cara

mencari ruang-ruang baru didalam menjalakan akumulasi kapital. Krisis kapitalisme di

tahun 2008 ini juga tak bisa dilepaskan dari krisis sebelumnya, yaitu krisis pada tahun

(18)

penghancuran kapital. Menurut Kliman (2011) cara untuk dapat menghindari timbunan

krisis dimasa depan tersebut adalah dengan cara penghancuran kapital melalui siklus hidup

dari kapitalisme itu sendiri. Cara melakukan penghancuran kapital ini salah satunya dapat

dilakukan dengan jalan perang.

Kemiskinan, pengangguran, kesengsaraan dan penderitaan merupakan luapan

yang tak akan pernah terpisahkan dari kehadirian krisis ekonomi yang disebabkan oleh

kapitalisme ini. Semakin parah dan besar krisis ekonomi yang terjadi, maka efeknya

juga akan semakin menyakitkan dan menciptakan guncangan besar terhadap

krisis-krisis dimensional lainnya. Guncangan yang maha besar tersebut sering diciptakan oleh

para kelas-kelas proletar (pekerja atau buruh). Karena penderitaan yang seribu kali

lebih sakit yang mereka rasakan membuatnya tertekan dan memiliki tendensi untuk

melakukan gerakan protes dan perlawanan. Namun bentuk-bentuk tuntutan dari

gerakan protes dan perlawanan tersebut memiliki ketergantungan terhadap seberapa

besaran kesadaran kelas yang telah mereka miliki dan juga seberapa kuat basis massa

serta serikat atau organisasi yang mengorganisirnya.

Lemahnya tingkat kesadaran kelas (proletar), kepemimpinan yang revolusioner

dan juga basis massa didalam organisasi, juga turut membuat lemahnya

tuntutan-tuntutan yang mereka lakukan. Tuntutan-tuntutan-tuntutannya pun hanya sebatas bersifat

reformis dan reaksioner seperti yang dijelaskan diatas. Sedangkan sebaliknya, ketika

kesadaran kelas itu cukup tinggi yang dibarengi dengan kuatnya organisasi dan

serikat-serikat buruh serta adanya kepemimpinan yang revolusioner yang menaunginya, maka

tuntutan-tuntunnya pun akan lebih bersifat revolusioner dan menyeluruh. Mereka tidak

hanya berhenti didalam kebijakan reformis semata, tetapi akan terus berusaha untuk

mencapai tujuan yang radikal dan revolusioner yang menjadi acuan utamanya, yaitu

dengan cara menghancurkan sistem kapitalisme yang terbukti penuh kontradiksi di

dalamnya dengan sosialisme. Itu terjadi karena mereka sudah tidak lagi percaya dengan

sistem kapitalisme yang menindas dan mengekang, sehingga kemudian mereka

berusaha untuk mengubur sistem itu dalam-dalam dengan cara revolusioner dan

radikal.

Krisis ekonomi yang mulai meletup sejak 2008 lalu, juga telah menciptakan

ketidakstabilan di dalam Pemerintahan dari Negara-negara yang tersambar badai krisis

(19)

rasa ketidak percayaan dan kekecewaan yang terlontar dari rakyat. Timbulnya rasa

kekecewaan tersebut juga telah menimbulkan berbagai protes dan perlawanan yang

kapan saja dapat menjungkalkan pemerintahan dari sebuah Negara.

Didalam konteks ajang kontestasi politik, meledaknya rasa kekecewaan dari

rakyat juga telah menyudutkan para incumbent yang dianggap tidak mampu lagi untuk

menahkodai negaranya mencapai keselamatan di tengah badai krisis ekonomi yang

melanda. Keadaan tersebutlah yang kemudian memberikan kesempatan besar bagi

para politiksi sosialis untuk meraup dukungan massa. Karena agenda-agenda yang

mereka tawarkan mewujudkan tentang alternatif yang gemilang dari Kapitalisme, yaitu

Sosialisme. Dan dengan alternatif tersebutlah dukungan rakyat pasti akan begitu besar.

Akibat dari menggunungnya kekecewaan mereka terhadap kemandulan dari sistem

kapitalisme, yang juga telah menciptakan badai krisis yang mengerikan bagi mereka

terutamanya rakyat kelas pekerja dan kelas menengah-bawah.

Mereka juga mulai tidak percaya lagi terhadap solusi-solusi yang berusaha

ditawarkan oleh para kapitalis. Itu karena dalamnya krisis yang sekarang ini terjadi,

membuat solusi tersebut hanya seperti sesendok gula di lautan pahitnya kopi. Usaha

tersebut pun hanya akan menuai kesia-sian. Dan hanya akan menciptakan badai krisis

yang lebih besar dan besar lagi. Sebagai akibat dari timbunan kontradiksi-kontradiksi

relasi sistem kapitalis yang menumpuk dari tahun ke tahunnya. Hal tersebut pun mulai

diketahui oleh sebagian besar rakyat, sehingga mereka mencoba mencari-cari alternatif

yang ampuh selain dari kapitalisme ini.

Keadaan tersebutlah yang menjadikan adanya peluang yang besar bagi para

politiksi dan juga partai Sosialis untuk merebut kekuasaan di Pemerintahan. Disini yang

lebih penulis maksudkan adalah dalam konteks demokrasi pemilihan umum. Kita dapat

melihat bagaimana keberhasilan Hollande bersama PS yang telah berhasil menguasai

pemerintahan di Prancis. Keberhasilan dari Hollande dan PS tersebut tak dapat

dipungkiri dikarenakan adanya kekecewaan yang besar dari rezim incumbent

sebelumnya yaitu Sarkozy. Kertidak berpihakan kebijakan yang diambil oleh rezim

konservatif tersebut kepada rakyat telah menimbulkan semakin besarnya keksewaan

terhadapnya. Sehingga mereka kemudian menjatuhkan pilihannya kepada Hollande

(20)

Hal tersebut juga pasti akan terjadi pula dinegara-negara lain di dunia ini. Ketika

krisis ekonomi datang, yang kemudian turut berimbas pada ketidakstabilan

sosial-politik, saat itulah sebagian besar dari masyarakat akan mencari alternatif-alternatif

lain untuk dapat memperbaiki kehidupannya. Dan krisis tersebut sebagian besar terjadi

di Negara-negara dengan pondasi Kapitalisme, sehingga alternatif yang dituju tak lain

adalah sosialisme. Disitulah peluang besar bagi kekuatan politik kiri untuk dapat

berkuasa dipemerintahan dan menjalankan agenda-agenda politik sosialisnya. Karena

krisis tersebut menggambarkan sebuah kehancuran yang paling ditakutkan, sehingga

kemudian menurut Marx dan Engels mengatakan bahwa sifat krisis dari kapitalisme

telah menciptakan keharusan akan sosialisme, tidak hanya untuk menghapus

kemiskinan dan ketimpangan, tetapi juga untuk menyingkirkan bencana ekonomi dan

sosial yang endemik dalam sistem kapitalisme.

Belajar dari Sosialisme Abad-21

Akhir sejarah dari sosialisme dan gerakan kiri sebagaimana klaim Francis

Fukuyama (1992) setelah runtuhnya tembok berlin dan bubarnya Uni Soviet pada

kenyataannya bersifat ahistoris bahkan utopis. Perjuangan dibawah panji-panji

Sosialisme abad-21 yang diusung oleh Hugo Chavez di Venezuela dengan revolusi

bolivariannya telah membuktikan kepada dunia bahwa sosialisme masih tetap relevan

tidak hanya dilevel teoritis tetapi juga didalam ranah praksis. Selain itu semakin

memperlihatkan bahwa ada sebuah alternatif lain dari sistem kapitalisme ini yaitu

sosialisme.

Semenjak Chavez memimpin di tahun 1999 setelah memenangkan pemilu

elektoral secara demokratis, Chavez telah berhasil menciptakan pencapaian-pencapaian

pembangunan kemanusiaan dan solidaritas kebersamaan yang begitu penting di

Venezuela. Sebagaimana dipaparkan oleh Salim Lamrani (Venezuelanalysis, 9/03/13)7

dengan kampanye melek huruf yang dinamai dengan Mission Robinson I, telah membuat

sekitar 1,5 juta penduduk Venezuela dapat belajar membaca & menulis serta berhasil

meningkatkan angka partisipasi peserta didik menjadi 93,2% ditahun 2011. Angka

kemiskinan pun berkurang dari 42,8% di tahun 1999 menjadi 26,5% ditahun 2011

7 Dalam pemaparan tentang pencapaian-pencapaian yang berhasil dicapai oleh Venezuela dibawah

(21)

sedangkan angka kemiskinan ekstrim ditahun yang sama juga menurun dari 16,6%

menjadi 7%.

Angka indeks Gini atau indeks ketimpangan kepemilikan di Venezuela selama

diperintah oleh Chavez pun menurun menjadi 0,39 ditahun 2011 setelah sebelumnya

ditahun 1999 mencapai 0,46 dan menurut data dari UNDP merupakan terendah di

Amerika latin. Didalam ranah pertanian, dengan kebijakan reformasi agraria yang di

implementasikan telah berhasil mendistribusikan 3 juta hektar tanah kepada para

petani kecil dan buruh tani. Alhasil pemerintah Venezuela berhasil meningkatkan

produksi pangan hingga 71% serta tingkat konsumsi hingga 81% sejak 1999.

Sementara dibidang ekonomi dan energi, pemerintah Venezuela sejak tahun

1999 berhasil membentuk 50 ribu koperasi disemua sektor ekonomi sebagai topangan

kehidupan rakyat. Tingkat pengangguran pun menurun dari 15,2% pada tahun 1998

hingga 6,4% pada tahun 2012, dengan penciptaan lebih dari 4 juta lapangan kerja.

Nasionalisasi perusahaan minyak PDVSA serta sektor listrik dan telekomunikasi yaitu

CANTV & Electricidad de Caracas telah berhasil mengakhiri monopoli dari pihak swasta

dan memungkinkan mencapai kedaulatan energi.

Pada tahun 2012 tingkat pertumbuhan ekonomi Venezuela mencapai 5,5%

dengan GDP per kapita meningkat dari 4,100 dollar pada tahun 1999 menjadi 10,81%

pada tahun 2011. Selain itu menurut laporan tahunan Word Happiness di tahun 2012,

Venezuela menjadi negara terbahagia diseluruh benua Amerika Selatan setelah Costa

Rica. Setelah keluar dari keanggotaan IMF dan Word Bank karena telah berhasil

melunasi hutang-hutangnya, Venezuela kemudian membentuk Petrocaribe pada tahun

2005 yang memungkinkan 18 negara di Amerika Latin & Caribia atau 90 juta orang

untuk menikmati pasokan energi melalui subsidi 40% – 60%. Melalui kerjasamanya

dengan Kuba pada tahun 2004 dibentuklah ALBA (Alliance for the People of Our

America) yang merupakan aliansi inklusif yang saling menguntungkan yang terdiri dari

8 negara. Selain itu juga membentuk CELAC (Komunitas negara-negara amerika latin &

karibia) pada tahun 2011 untuk melawan pendiktean dari Amerika Serikat dan juga

sebagai lembaga tandingan IMF serta Word Bank.

Berbagai pencapaian yang telah berhasil dicapai oleh Venezuela melalui proyek

(22)

intervensi bahkan kudeta pun dilancarkan oleh rezim Kapitalisme global seperti yang

telah dipaparkan diatas untuk menumbangkan negara sosialis Venezuela ini. Seperti

kudeta pada tahun 2002 yang berhasil digagalkan oleh Chavez dengan gerakan

kesadaran rakyat Venezuela. Menurut Eva Golinger (2007, hal. 23), kudeta tersebut

merupakan upaya yang sistematis yang mencakup setidaknya sejumlah strategi berikut

ini:

 Isolasi Chávez dari komunitas internasional

 Meningkatkan ketegangan antara pemerintah, partai politik, dan masyarakat sipil

 Membentuk, mengembangkan dan mendanai gerakan anti-Chávez

 Manipulasi media massa untuk mengembangkan narasi yang konfrontatif dan terhadap Revolusi Bolivarian dan merusak citranya

 Ancaman langsung terhadap pemerintah Venezuela

Kebijakan radikal yang telah dijalankan oleh rezim Bolivarian di Venezuela dan

melalui dukungan basis massa yang kuat, terbukti telah mampu untuk menciptakan

transformasi pencapaian yang begitu penting didalam pembangunan kemanusian.

Artinya terciptanya negara sosialis tersebut bukanlah sebuah proses yang dapat

dibangun dengan perkakas kebijakan reformis, moderat dan reaksioner. Dan para

eksponen gerakan kiri diseluruh penjuru dunia termasuk Perancis dan Indonesia

harusnya dapat belajar dari apa yang dilakukan oleh Venezuela didalam upaya

mencapai Sosialisme abad-21 dengan meninggalkan sistem Kapitalisme yang secara

imanen erat dengan krisis didalamnya.

Kesimpulan

Tidak terlaksananya agenda-agenda politik sosialis yang pernah ditawarkannya

pada saat masa kampanye dan semakin memburuknya kondisi ekonomi, sosial dan

politik di Prancis merupakan penyebab hilangnya kepercayaan rakyat terhadap

(23)

dan reaksioner yang berarti telah di singkirkannya agenda-agenda sosialis yang pernah

ditawarkannya membuat Hollande semakin tidak berdaya menghadapi guncangan

krisis dan dampak akibatnya, seperti pengangguran dan kemiskinan. Dominasi yang

kuat dari neoliberalisme secara langsung juga telah membuat Hollande tidak berdaya.

Apalagi ditambah dengan lemahnya dukungan yang kuat dari basis masa dan karakter

hollande yang memang bersifat moderat dan tidak revolusioner.

Setelah dua-tahun masa kepemimpinannya kini, Hollande dan PS beserta

sekutunya dapat diibaratkan telah merangkai bom waktu dibalik kebijakan-kebijakan

yang diambilnya. Bom waktu tersebut telah siap kapan saja untuk meledak dan

menghancurkan pemerintahan hollande serta hanya tinggal menunggu pemicu

utamanya saja. Melihat kenyataan awal pada masa kepemimpinan Hollande tersebut,

harapan yang besar akan berdirinya Negara Sosialis Prancis hanya menjadi harapan

yang semu.

Tetapi sosialisme tidak akan pernah hancur hanya karena kegagalan yang

pernah dilakukan oleh para Politiksi sosialis di dalam menjalankan pemerintahan.

Kegagalan yang dilakukan oleh para Politiksi Sosialis yang memegang kekuasaan

tersebut adalah kegagalan akibat tidak dijalankannya agenda politik sosialis secara

menyeluruh dan konsisten. Dan bukan merupakan kegagalan dari sosialisme sebagai

sebuah Idiologi anti-thesis dari Kapitalisme. Para kamerad sosialis pun harus dapat

belajar dari sejarah kegagalan yang pernah dilakukan oleh para politiksi sosialis di

pemerintahan tersebut untuk menciptakan tatanan dunia yang egaliter.

Kelahiran kapitalisme yang tak bisa dihindarkan dari bayangan hantu krisis,

membuat kapitalisme seperti sedang berada dipinggiran jurang kehancuran. Sehingga

selama pasang surut krisis sistem kapitalis yang semakin terus membesar setiap

kemunculannya terjadi, maka selama itu pulalah gagasan sosialisme akan terus mencuat

dan tumbuh. Dengan demikian, maka masa depan sosialisme masih terang benderang

disana ketika kekuatan-kekuatan kiri dengan cita-cita sosialisnya mampu untuk

bergerak dan mengabil alih kekuasaan Pemerintahan. Untuk kemudian menerapkan

agenda-agenda politik sosialis secara menyeluruh dan konsisten.

Bagi Indonesia, seluruh eksponen gerakan kiri yang mencita-citakan sosialisme

(24)

terpenting adalah belajar dari keberhasilan Hugo Chavez di Venezuela. Sistem

Kapitalisme yang dikembangkan oleh Indonesia selama berdirinya pemerintahan orde

baru sampai sekarang ini telah terbukti menistakan rakyat. Angka ketimpangan yang

termanifestasikan pada indeks Gini pun mengalami peningkatan hingga mencapai 0,41.

Selain itu berbagai fenomena land grabbing atau accumulation by dispossession secara

marak tetap terjadi hingga telah menyingkirkan rakyat dari ruang-ruang kehidupan

mereka. Sosialisme adalah jawaban dari krisis yang dihadirkan oleh Kapitalisme di

Indonesia ini, karena Sosialisme adalah sistem yang mengutamakan pembangunan

kemanusian dan solidaritas kebersamaan.

Daftar Pustaka: Buku:

- Callinicos, alex. 2011. Sembilan Thesis Anti-Kapitalis: kritik anti-kapitalis terhadap keruntuhan ekonomi global. Yogyakarta: CV. Multi Solusindo

- Fakih, mansour. 2003. Bebas dari Neoliberalisme. Yogyakarta: Insist Press.

- Golinger, E., 2007. Bush versus Chávez. New York: Monthly Review.

- Gorz, andre. 2005. Sosialisme & Revolusi. Yogyakarta: Resist Book.

- Gorz, andre. 2005. Anarki Kapitalisme. Yogyakarta: Resist Book.

- Harvey, david. 2010. Imperialisme Bari: Genealogi dan Logika Kapitalisme Kontenporer. Yogyakarta: Resist Book.

- Harvey, david. 2009. Neoliberalisme dan Restorasi Kelas Kapitalis. Yogyakarta: Resist Book.

- Kargalitsky, boris. 1999. New Realism, New Barbarism: Socialist Theory in the Era

of Globalization. Pluto Press: London.

- Lebowitz, Michael A. 2009. Sosialisme Sekarang Juga. Yogyakarta: Resist Book.

- Marx, karl. 2004. Kapital 1: Sebuah Kritik Ekonomi Politik Proses Produksi

Kapitalis. -: Hasta Mitra.

- Newman, Michael. 2006. Sosialisme Abad 21: Jalan Alternatif Atas Neoliberalisme.

(25)

- Polanyi, karl. 2003. Transformasi Besar: Asal-usul Politik & Ekonomi Zaman

Sekarang. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

- Renton, Dave. 2009. Membongkar Akar Krisis Global. Yogyakarta: Resist Book.

- Trotsky, leon. 2009. Revolusi Permanen. Yogyakarta: Resist Book.

- Trotsky, leon. 2010. Revolusi Yang Dikhianati. Yogyakarta: Resist Book.

Web Site:

- Lamrani, salim. 9 Maret 2013. 50 Truths about Hugo Chavez and the Bolivarian

Revolution. http://venezuelanalysis.com/analysis/8133 diakses pada 09 mei 2013 - Schugurensky, Daniel. 29 Arpil 2004. Participatory Budget: A Tool for

Democratizing Democracy, Toronto Metro Hall, ,

http://fcis.oise.utoronto.ca/~daniel_schugurensky/lclp/PB_DS_talk_04-04.pdf

diakses pada 04 April 2013.

- Koran Jakarta. 08 Mei 2012. Francois Hollande Terpilih Jadi Presiden.

koran-jakarta.com/index.php/detail/view01/90399 diakses pada 29 maret 2013.

- Militan Indonesia. 29 Desember 2012. Perspektif Politik Dunia 2012.

http://www.militanindonesia.org/militan/dokumen-perspektif/8380-perspektif-politik-dunia-2012.html diakses pada 02 April 2013.

- Word Socialist Web Site. 29 maret 2013. French President Hollande pledges

austerity, war in prime time TV interview.

http://www.wsws.org/en/articles/2013/03/29/holl-m29.html diakses tanggal

01 April 2013.

- Word Socialist Web Site. 03 Januari 2013. French Constitutional Council strikes down Hollande’s 75 percent tax on the ric.

http://www.wsws.org/en/articles/2013/01/03/fran-j03.html diakses tanggal

(26)

iArif Novianto

Dilahirkan di Pati pada 29 Januari 1992. Saat ini masih aktif sebagai mahasiswa di jurusan

Manajemen dan Kebijakan Publik Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik – Universitas Gadjah Mada

(UGM). Berbagai tulisannya telah menghiasi sejumlah media massa, juga merupakan kontributor situs www.indoprogress.com

Gambar

Tabel 01. Hasil Pemilu 2012 di Perancis:

Referensi

Dokumen terkait

Berdasarkan pemaparan di atas, maka penulis tertarik untuk melakukan penelitian lebih mendalam terkait permasalahan yang sedang terjadi dengan judul penelitian yaitu

Dalam sistem ini setiap pelanggan yang datang mula-mula akan mengamati panjang antrian, lalu dia memilih untuk dilayani pelayan dengan antrian lebih pendek di

Agen PengawasMobile akan meng create agen Messanger untuk mengirimkan pesan kepada AgenPengawas di komputer bagian produksi yang isi pesannya adalah telah terjadi perubahan data

Komunikasi yang dilakukan oleh Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kabupaten Semarang dalam rangka mewujudkan tertib administrasi dan menumbuhkan kesadaran

Simpulan penelitian ini sebagai berikut: (1) Ada perbedaan pengaruh yang signifikan antara latihan dengan metode keseluruhan individu dan metode keseluruhan

Unsur kerumitan ( complexity ), dalam karya ini berupa dua bagian yaitu dudukan dan badan lampu yang dikombinasikan menjadi satu kesatuan yang utuh dan

Dari hasil pengujian diperoleh kesimpulan bahwa kesesuaian model analisis untuk motivasi, kebiasaan belajar dan lingkungan belajar berpengaruh signifikan terhadap prestasi

Puji syukur senantiasa tercurahkan atas kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan hidayahnya serta menganugerahkan nikmat dan karunianya kepada penulis