TUGAS TERSTRUKTUR EKONOMI SUMBERDAYA ALAM
Alih Fungsi Lahan Pertanian Menjadi Pemukiman dan Pasar di Desa Gamping Kidul
Oleh:
Fitri Marlinda Sari A1C112003
KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN
FAKULTAS PERTANIAN PURWOKERTO
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang
Umumya manusia bergantung pada keadaan lingkungan disekitarnya, yaitu sumberdaya alam yang dapat menunjang kehidupan sehari-hari. Sumberdaya alam yang utama bagi manusia adalah tanah, air dan udara. Lingkungan yang sehat akan terwujud apabila keadaan manusia dengan lingkungannya dapat terjalin dengan baik.
Keadaan lingkungan saat ini perlu diperhatikan dengan lebih serius, karena ada beberapa faktor yang mempengaruhi kerusakan lingkungan. Faktor – faktor yang mempengaruhi salah satunya adalah mengenai lingkungan hidup, seperti degradasi atau kemerosotan yang terjadi dibeberapa daerah. Secara garis besar, komponen lingkungan dapat dibagi menjadi tiga kelompok, yaitu : 1. Kelompok Biotik (flora dan fauna), 2. Kelompok Abiotik (tanah, air dan udara), 3. Kelompok Kultur (sosial, ekonomi, budaya serta kesehatan masyarakat).
Alih fungsi lahan sawah di Indonesia yang terus berlangsung dan sulit dihindari berdampak serius terhadap penyediaan beras nasional. Lahan pertanian yang semulanya berfungsi sebagai sektor pertanian berubah fungsi menjadi lahan non pertanian, seperti kompleks perumahan, kawasan industri, kawasan perdagangan, kawasan taman kota dan sarana publik dapat menimbulkan dampak negatif secara ekonomi, sosial, dan lingkungan. Bagi ketahanan pangan nasional, konversi lahan sawah merupakan ancaman yang serius, mengingat konversi lahan tersebut sulit dihindari, sementara dampak yang ditimbulkan terhadap masalah pangan bersifat permanen, kumulatif, dan progresif.
Dampak negatif lain akibat konversi lahan sawah merupakan akibat lanjutan dari rusaknya ekosistem sawah. Mengakibatkan pendapatan petani akan semakin sedikit dan akan mengalami kesulitan untuk membiayai kebutuhan sehari-harinya. Pada saat yang sama, terjadi pula perubahan budaya dari masyarakat agraris ke budaya urban. Yang mengakibatkan peningkatan kriminalitas. Oleh karena kriminalitas pada hakekatnya juga merupakan biaya sosial yang harus ditanggung oleh komunitas yang bersangkutan maka hal itu berarti net social benefit turun. Sampai saat ini memang belum ada suatu penelitian yang secara komprehensif mengkaji persoalan ini.
Dalam konversi lahan pertanian terdapat beberapa aturan, antara lain: 1. Peraturan Menteri Dalam Negeri no.5 Tahun 1974 tentang
Ketentuan-ketentuan Mengenai Penyediaan dan Pemberian Tanah untuk Keperluan Perusahaan.
2. Keppres No. 53 Tahun 1989 tentang Kawasan Industri, antara lain ditegaskan bahwa untuk kawasan industri tidak boleh menggunakan tanah sawah dan tanah pertanian subur lainnya. Dalam pelaksanaannya, larangan ini telah diberlakukan pula untuk perumahan, jasa dan lain sebagainya. 3. Keppres No. 33 Tahun 1990 tentang Penggunaan Tanah Kawasan Industri. 4. Keppres No. 55 Tahun 1993 tentang Penyediaan Tanah Untuk
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Utomo dkk (1992) mendefenisikan alih fungsi lahan atau lazimnya disebut sebagai konversi lahan adalah perubahan fungsi sebagian atau seluruh kawasan dari fungsinya semula (seperti yang direncanakan) menjadi fungsi lain yang menjadi dampak negatif (masalah) terhadap lingkungan dan potensi lahan itu sendiri. Alih fungsi lahan berarti perubahan/penyesuaian untuk penggunaan, disebabkan oleh faktor-faktor yang secara garis besar meliputi keperluan untuk memenuhi kebutuhan penduduk yang makin bertambah jumlahnya dan meningkatnya tuntutan akan mutu kehidupan yang lebih baik.
Menurut Kustiawan (1997), alih fungsi lahan berarti alih fungsi atau mutasi lahan secara umum menyangkut transformasi dalam pengalokasian sumberdaya lahan dari satu penggunaan ke penggunaan lainnya. Sejalan dengan itu Sinaga (2006), mengartikan alih fungsi lahan sebagai transformasi dalam bentuk pengalokasian sumberdaya lahan dari satu penggunaan ke penggunaan lainnya, namun secara terminology dalam kajian land economic, pengertiannya terutama difokuskan pada proses dialih fungsikannya lahan dari lahan pertanian ke bentuk penggunaan lainnya, khususnya dalam sektor industri. Menurut Zarmawis Ismail (2000:8), ”Sebagaimana diketahui, bahwa problema kemiskinan bersifat multi dimensional, karena pada umumnya kondisi kemiskinan selain berhubungan dengan persoalan-persoalan struktural (seperti ketersediaan sarana dan prasarana) dan ekonomi, juga berkaitan dengan masalah-masalah non ekonomi, seperti masalah sosio-kultural”.
mengedepankan pada manfaat lingkungan dan sosial, bukan semata ekonomi (Sitorus, 2001).
Sihaloho (2004) membagi konversi lahan kedalam tujuh pola atau tipologi, yaitu:
1. Konversi gradual berpola sporadis dipengaruhi oleh dua faktor utama yaitu lahan yang kurang/tidak produktif dan terdesakan ekonomi pelaku konversi.
2. Konversi sistematik berpola ‘enclave’ dikarenakan lahan kurang produktif, sehingga konversi dilakukan secara serempak untuk meningkatkan nilai tambah.
3. Konversi lahan sebagai respon atas pertumbuhan penduduk (population growth driven land conversion), lebih lanjut disebut konversi adaptasi demografi, dimana dengan meningkatnya pertumbuhan penduduk, lahan terkonversi untuk memenuhi kebutuhan tempat tinggal.
A. Konversi yang disebabkan oleh masalah social (social problem driven land conversion), disebabkan oleh dua faktor yakni keterdesakan ekonomi dan perubahan kesejahteraan.
B. Konversi tanpa beban, dipengaruhi oleh faktor keinginan untuk mengubah hidup yang lebih baik dari keadaan saat ini dan ingin keluar dari kampong.
i. Konversi adaptasi agraris, disebabkan karena keterdesakan ekonomi dan keinginan untuk berubah dari masyarakat dengan tujuan meningkatkan hasil pertanian.
ii. Konversi multi bentuk atau tanpa bentuk, konversi dipengaruhi oleh berbagai faktor, khususnya faktor peruntukan untuk perkantoran, sekolah, koperasi, perdagangan, termasuk sistem waris yang tidak dijelaskan dalam konversi demografi.
BAB III PEMBAHASAN
Menurut Kustiawan (1997), alih fungsi lahan berarti alih fungsi atau mutasi lahan secara umum menyangkut transformasi dalam pengalokasian sumberdaya lahan dari satu penggunaan ke penggunaan lainnya. Dapat diartikan pula, alih fungsi lahan adalah perubahan penggunaan lahan. Pembangunan yang dilakukan dengan maksud memenuhi kebutuhan masyarakat (Pemukiman, Pasar dan Pertokoan dan Sarana Pendidikan) ternyata tidak membawa dampak positif saja, dampak negative yang ditimbulkan dari perluasan lahan pemukiman dan pembangunan sarana umum adalah berkurangnya lahan pertanian, khususnya areal persawahan. Pembangunan dapat menggambarkan kemajuan suatu daerah, selama tidak mengganggu ekosistem disekitarnya. Di Desa Gamping Kidul, telah ada alih fungsi lahan sejak tahun 2007.
Luas lahan pertanian di Desa Gamping Kidul sekitar 40 ha. Pada tahun 2007 hingga tahun 2011 tercatat lahan pertanian yang mulai mengalami penyempitan akibat alih fungsi lahan. Sekitar 60% lahan pertanian beralih fungsi menjadi lahan pemukiman, penyebab terjadinya alih fungsi lahan ini adalah peningkatan jumlah penduduk. Kemudian 5% lahan pertanian dialih fungsikan untuk pasar dan sarana pendidikan, saat ini sekitar 35% lahan pertanian yang masih diupayakan oleh masyarakat untuk bercocok tanam.
Di Desa Gamping Kidul, saat ini telah ada pembangunan pasar dan diberi nama Pasar Gamping. Dibangun diatas tanah kurang lebih 1 ha, tanah itu dibeli oleh pemerintah daerah, diharapkan pasar tersebut membantu masyarakat dalam menambah penghasilan. Selain pembangunan pasar, alih fungsi lahan di Desa Gamping Kidul dilakukan pula alih fungsi sebanyak 60% lahan pertanian di alih fungsikan untuk pemukiman penduduk. Tanah yang dialih fungsikan berasal dari tanah milik sendiri ataupun membeli milik orang lain.
dialih fungsikan, karena tempatnya strategis. Sedangkan sekitar 3,5% lahan pertanian di alih fungsikan untuk sarana pendidikan. Contohnya adalah Stikes Ahmad Yani.
Adapun penyebab dari alih fungsi lahan adalah sebagai berikut: A. Pertambahan jumlah penduduk
Akibat dari jumlah penduduk yang semakin meningkat, maka menyebabkan bertambahnya pula kebutuhan papan atau rumah. Harga tanah yang semakin mahal, membuat masyarakat enggan membeli, dengan demikian mereka memanfaatkan lahan sawah untuk membangun perumahan. Sekitar 60 % lahan pertanian (2007 – 2011) digunakan untuk perumahan.
Masyarakat dari luar pulau jawa yang kemudian berdomisili di Gamping Kidul, lalu membeli tanah warga yang kebetulan membutuhkan uang, hal ini juga salah satu penyebab dari alih fungsi lahan.
B. Kebijakan Pemerintah
Alih fungsi lahan yang dilakukan pemerintah dengn tujuan membantu perekonomian masyarakat dengan mendirikan sebuh pasar sebagai tempat tukar menukar barang dengan cara membeli lahan dari warga.
C. Pendirian Tempat Pemenuh Kebutuhan Masyarakat
Banyak usaha yang dilakukan oleh masyarakat dalam memenuhi kebutuhan hidup, salah satunya dengan membangun pertokoan yang menjual berbagai kebutuhan masyarakat. Pertokoan yang dibangun diatas tanah bekas lahan pertanian kini memang telah banyak dilakukan.
D. Peningkatan Sumberdaya Manusia
Dengan adanya alih fungsi lahan pertanian menjadi lahan non pertanian komponen penyusun ekosistem sawah, seperti, tikus, katak, ular, belalang, semut dll. Pemukiman yang berada di tengah areal sawah atau pun berdekatan dengan sawah menyebabkan salah satu komponen penyusun ekosistem menjadi hilang ataupun berkurang.
Sebagai contoh ular, habitatnya disawah, tetapi karena sawahanya dekat dengan pemukiman, ular tersebut merasa kehidupannya menjadi terancam, sehingga ia mencari tempat lain yang lebih aman untuk dia hidup. Tak jarang ular sawah masuk ke pemukiman warga. Komponen penyusun sawah hanya sedikit, jadi jika salah satu komponen mengalami perubahan , maka komponen yang lain pun akan meresponnya. Dengan berkurangnya ular, bisa jadi populasi tikus meningkat. Keseimbangan ekosistempun menjadi terganggu. Semakin sedikit komponen penyusun ekosistem, maka lingkungannya semakin tidak stabil.
2. Limbah yang Mencemari Lingkungan
Alih fungsi lahan ini disebabkan oleh meningkatnya jumlah penduduk. Keterkaitan antara bertambahnya jumlah penduduk dengan berkurangnya lahan pertanian memang tidak dapat dipungkiri lagi. Semakin banyak jumlah penduduk, maka kebutuhan papan atau rumah akan semakin banyak.
mati. Hilangnya organisme dipermukaan air sawah seperti decomposer dalam satu ekosistem berdampak pada kesuburan tanah maupun rantai makanan. Sampah – sampah yang ada akan lama terurai menyebabkan kesuburan tanah menurun dan berdampak pada menurunnya produktivitas padi. Hilangnya salah satu komponen dalam penyusun rantai makanan tersebut akan berdampak pada jaring – jaring makanan maupun ekosistem, karena tak ada decomposer maka jasad tumbuhan maupun hewan yang mati tidak akan menjadi pupuk untuk tanaman.
3. Berkurangnya Penghasilan Petani
Lahan yang dibeli dan dijadikan perumahan atau sarana pemenuh kebutuhan yang lain otomatis membuat sempit lahan petani. Sehingga pendapatan atau hasil panen menurun. Saat pendapatan petani menurun, berakibat terhadap sulitnya memenuhi kebutuhan hidup yang semakin tinggi dan semakin mahal, hal ini berdampak buruk juga terhadap ekosistem manusia. Kebutuhan hidup yang sangat vital adalah pangan, jika pangan tak tercukupi maka manusia disuatu tempat akan memanfaatkan apa saja yang dapat dimakan. Suasana saling berebut pangan akan terjadi jika tak ada penanganan atau alternative lain. Jika hal ini berlanjut, maka ekosistem manusia dapat terancam kepunahan.
4. Ketersedian bahan pangan menurun
Dengan berkurangnya lahan pertanian, hasil panen akan menurun dan menyebabkan produksi pangan disuatu daerah atau wilayah berkurang. Jika dibiarkan terus menerus maka impor bahan pangan akan semakin tinggi. Berkurangnya ketersedian pangan juga berhubungan atau berkaitan dengan ekosistem manusia.
habis dapat menyebabkan perang antar negara, karena merebutkan bahan pangan yang sangat dibutuhkan (Irawan, 2005).
Selain dampak negative diatas, adapula dampak positif yang ditimbulkan dari alih fungsi lahan, antara lain: Dengan adanya pertambahan jumlah penduduk, maka suatu daerah akan menjadi lebih ramai dan cenderung lebih cepat berkembang. Pembangunan yang dilakukan disuatu daerah menggambarkan tentang kemajuan daerah tersebut, semakin banyak tempat pemenuh kebutuhan (toko) dan pasar, maka memudahkan masyarakat sekitar dalam memenuhi kebutuhan hidup dan dapat menambah lapangan kerja. Pendidikan pun tak kalah penting dengan sarana infrastruktur lainnya, sehingga semakin banyak sekolah dan universitas, maka sumberdaya manusianya pun semakin berkualitas. Sehingga perkembangan teknologi dan penanganan lingkungan hidup dapat berjalan beriringan.
Upaya penanganan tentang pencemaran lingkungan hidup yang dilakukan oleh pemerintah yang bekerjasama dengan dinas terkait dalam menangani perusakan lingkungan hidup dinilai kurang optimal, karena alih fungsi lahan semakin tahun semakin bertambah. Dari tahun 2007 hingga tahun 2011 tercatat hingga 60 % lahan pertanian yang dialih fungsikan. Jika dilihat dari penyebab – penyebabnya, upaya penanggulangan pencemaran lingkungan hidup di Desa Gamping Kidul masih sangat lemah. Pemerintah ingin menyediakan tempat yang baik untuk warga dalam memenuhi kebutuhan hidup, dengan cara pembangunan pasar, tapi hal itu berdampak buruk pada ketersedian lahan pertanian. Saat ini sebaiknya pemerintah bersama dinas maupun instansi terkait melakukan Rencana Tata Ruang dan Wilayah (RTRW), memilih tempat yang kurang baik untuk ditanami (tandus) dan menjadikan tempat itu sebagai areal pemukiman, sementara areal yang subur, dimanfaatkan sebagai tempat bercocok tanam.
1. Membuang sampah pada tempatnya, jangan buang sampah sembarangan, jadi meskipun berada ditengah sawah, tidak membuat kualitas tanah menjadi turun.
2. Membuat aliran air bekas deterjen, agar tidak mencemari lahan pertanian. 3. Meminimalisir alih fungsi lahan, kesadaran dari diri sendiri untuk
membangun rumah tidak di lahan pertanian
4. Memikirkan pertanian jangka panjang, dengan tidak membuat sempit lahan
Keberadaan manusia dibumi sebagai khalifah dituntut untuk menjaga dan melestarikan bumi sesuai dengan tuntunan Al- Quran, tapi karena kreasi manusia dan perkembangan iptek akhirnya membawa manusia pada keserakahan mengeploitasi lingkungan. Sejak awal telah diberi peringatan tentang kerusakan yang disebabkan oleh manusia, hanya saja manusia belum bisa mengendalikan hawa nafsu yang begitu besar, sehingga kerusakan-kerusakan terjadi di mana-mana.
Masyarakat Gamping Kidul cenderung kurang menjaga kelestarian lingkungan hidupnya. Hai ini dapat dilihat dari mengalih fungsikan lahan menjadi areal pemukiman yang dampaknya bisa menurunkan hasil panen, pencemaran lingkungan, mengganggu keseimbangan ekosistem, dll. Sebagai contoh perumahan diareal sawah. Kebutuhan rumah yang semakin meningkat (efek dari bertambahnya jumlah penduduk) sementara lahan pemukiman yang tersedia semakin sulit didapatkan, menyebabkan harga tanah mejadi sangat mahal. Mereka yang tak punya biaya untuk membeli tanah di tempat lain, memanfaatkan tanah yang mereka miliki (sawah) sebagai tempat untuk membangun rumah. Ada juga yang sebagian sawahnya diberikan pada anaknya yang telah menikah, dan dimanfaatkan sebagai tempat untuk membangun rumah baru.
kebutuhan yang semakin meningkat, menjadikan manusia melakukan apa saja demi mempertahankan kelangsungan hidupnya. Seperti mementingkan diri sendiri dan tidak memikirkan keadaan di sekitarnya.
BAB IV KESIMPULAN
1. Setelah terjadinya konversi lahan, akan mengakibatkan banyaknya lahan pertanian yang berubah fungsi dan semakin sedikitnya lahan yang dapat digunakan untuk bersawah. Seperti yang terjadi di Desa Gamping Kidul, 60% lahan pertanian beralih fungsi menjadi lahan pemukiman, 5% lahan pertanian dialih fungsikan untuk pasar dan sarana pendidikan, dan sekitar 35% saja lahan pertanian yang masih diupayakan oleh masyarakat untuk bercocok tanam. 2. Penyebab alih fungsi lahan adalah Pertambahan jumlah penduduk, Kebijakan
pemerintah, Pendirian tempat pemenuh kebutuhan masyarakat, dan Peningkatan sumber daya manusia.
3. Dampak negative yang ditimbulkan dari adanya alih fungsi lahan adalah: Ekosistem terganggu, Limbah yang mencemari lingkungan, Berkurangnya Penghasilan petani, Ketersedian bahan pangan menurun.
DAFTAR PUSTAKA
Furi, D.R. 2007. Implikasi Konversi Lahan Terhadap Aksebilitas Lahan dan Kesejahteraan Masyarakat Desa. [Sripsi] Fkultas Pertanian. Bogor: Institut Pertanian Bogor.
Irawan, B. 2005. Konversi Lahan Sawah : Potensi Dampak, Pola
Pemanfaatannya,dan Faktor Determinan.Forum Penelitian Agro Ekonomi Volume 23, Nomor 1, Juni 2005. Pusat Analisis Sosial Ekonomi dan Kebijakan Pertanian. Bogor.
Ismail Z.2000. Penanggulangan Kemiskinan Masyarakat Perkampungan Kumuh Di Yogyakarta: Kasus Kelurahan Keparakan. Jakarta: Puslitbang Ekonomi dan Pembangunan-LIPI (PEP-LIPI).
Kustiawan. 1997. Konversi dan Hilangnya Multifungsi Lahan Sawah. Jakarta: Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian.
Pakpahan, A. Sumaryanto, S. Friyatno. 1994. Analisis Kebijaksanaan Lahan Sawah ke Penggunaan Non Pertanian. Laporan Penelitian Tahun I, Pusat Penelitian Sosial Ekonomi Pertanian – Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian.
Sihaloho, Martua. 2004. Konversi Lahan Pertanian dan Perubahan Struktur Agraria. [Tesis] Fakultas Pascasarjana. Bogor: Institut Pertanian Bogor.
Utomo, M., Eddy Rifai dan Abdulmutalib Thahir. 1992.Pembangunan dan Alih Fungsi Lahan. Lampung: Universitas Lampung.