• Tidak ada hasil yang ditemukan

S SOS 1005927 Chapter2

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "S SOS 1005927 Chapter2"

Copied!
30
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

A. ORIENTASI PEKERJAAN

Setiap manusia memerlukan alat untuk memenuhi kebutuhan hidupnya, dalam hal ini untuk memenuhi kebutuhan hidupnya manusia memerlukan pekerjaan. Pekerjaan digunakan sebagai alat atau media untuk mencukupi kebutuhan hidup seorang individu. Pekerjaan merupakan aktivitas yang dilakukan

individu untuk memenuhi tugas-tugasnya dan mendapatkan imbalan atas apa yang sudah dilakukan.

Menurut Pusat Bahasa Departemen Pendidikan Nasional (2002, hlm. 803), “orientasi adalah 1) peninjauan untuk menentukan sikap (arah, tempat, dsb) yang tepat dan benar; 2) pandangan yang mendasari pikiran, perhatian atau kecenderungan.” Sementara itu Cascio (dalam Sedarmayanti, 2010, hlm. 114) mengemukakan bahwa “orientasi adalah pengakraban dan penyesuaian dengan situasi atau lingkungan.”

Menurut Pusat Bahasa Departemen Pendidikan Nasional (2002, hlm. 554), pekerjaan adalah 1) barang apa yang dilakukan (diperbuat, dikerjakan, dsb); tugas kewajiban; hasil bekerja; perbuatan: 2) pencaharian; yang dijadikan pokok penghidupan; sesuatu yang dilakukan untuk mendapat nafkah: 3) hal bekerjanya sesuatu.

Orientasi pekerjaan dapat diartikan sebagai sikap, pandangan dan

kecenderungan seseorang terhadap suatu pekerjaan. Orientasi pekerjaan dipengaruhi oleh realitas kondisi fisik dan sosial yang terjadi di lingkunganya. Kondisi ini berupa keadaan alam, pengetahuan yang dimiliki manusia, dan kemajuan teknologi yang dimiliki penduduk pada suatu wilayah dalam kurun waktu tertentu.

(2)

lahan semakin sempit. Sempitnya lahan mengurangi sarana produksi petani sebagai sumber pendapatan, hasil pertanian menjadi rendah yang menyebabkan pendapatan petani juga semakin rendah. Dengan penghasilan yang rendah sedangkan kebutuhan semakin naik, masyarakat melakukan perubahan orientasi pekerjaan sebagai upaya untuk mendapatkan penghasilan yang lebih tinggi dan dapat memenuhi segala kebutuhan hidupnya.

B. PERUBAHAN ORIENTASI PEKERJAAN

Orientasi pekerjaan seseorang dipengaruhi oleh berbagai hal, salah satunya adalah lingkungan. Pekerjaan masyarakat di wilayah pedesaan pada umumnya masih berorientasi pada sektor pertanian, hal ini dipengaruhi oleh kondisi alam di pedesaan yang umumnya memiliki lahan yang subur dan dipengaruhi oleh lingkungan masyarakat yang mayoritas bekerja sebagai petani secara turun temurun. Namun pada saat ini daerah pedesaan cenderung mengarah pada perubahan orientasi pekerjaan dari sektor pertanian ke non pertanian. Pekerjaan di luar sektor pertanian saat ini sudah mulai menjadi pekerjaan utama dan tumpuan masyarakat dalam memenuhi kebutuhan hidupnya. Hal ini terjadi karena pesatnya pembangunan dan alih fungsi lahan yang menyebabkan perubahan kondisi alam di pedesaan.

Perubahan lingkungan yang terjadi di pedesaan akibat adanya pembangunan dan alih fungsi lahan dapat menyebabkan perubahan sosial dan perubahan kebudayaan sesuai dengan pendapat Adimiharji (dalam Mulyawan, 2006, hlm. 23) yang mengemukakan mengenai:

(3)

Jadi kondisi lingkungan sangat berperan penting dalam menentukan pola kehidupan manusia, termasuk pekerjaan sebagai sarana untuk memenuhi kebutuhan hidup. Setiap kondisi fisik dan perubahan yang terjadi pada lingkungan akan berpengaruh terhadap pekerjaan di suatu wilayah karena manusia melakukan penyesuaian dalam menentukan pekerjaan dengan memperhatikan sumber daya dan kondisi geografi wilayah tersebut. Demikian pula yang dilakukan masyarakat pedesaan yang mengalami alih fungsi lahan. Mereka melakukan perubahan orientasi pekerjaan sebagai upaya adaptasi dan memperoleh penghasilan untuk dapat tetap memenuhi kebutuhan hidupnya.

Dapat disimpulkan bahwa perubahan orientasi pekerjaan adalah berubahnya sikap, pandangan dan kecenderungan seseorang terhadap suatu pekerjaan. Perubahan orientasi pekerjaan dapat terjadi secara sukarela maupun terpaksa karena adanya dorongan dari berbagai faktor.

C. FAKTOR-FAKTOR YANG MEMENGARUHI PERUBAHAN

ORIENTASI PEKERJAAN

Perubahan orientasi pekerjaan tidak terlepas dari pengaruh faktor-faktor yang beragam. Faktor-faktor yang memengaruhi perubahan orientasi pekerjaan adalah sebagai berikut:

1. Usia/Umur

(4)

tinggi. Generasi muda tidak terpaku dengan pekerjaan turun-temurun, mereka bahkan memiliki keinginan untuk merubah nasib dan memiliki pekerjaan yang lebih baik dari generasi tua. Sedangkan generasi tua cenderung tidak memiliki pilihan pekerjaan yang beragam karena keterbatasan tenaga dan sikap yang biasanya tertutup dengan perubahan. Sehingga biasanya generasi tua terpaku pada pekerjaan turun-temurun yang telah diwariskan dari pendahulu mereka.

2. Jenis Kelamin

Jenis kelamin dibedakan menjadi laki-laki dan perempuan. Secara kodrati

terdapat perbedaan antara laki-laki dan perempuan. Perbedaan ini menyangkut kemampuan secara fisik dan mental yang dimiliki oleh laki-laki maupun perempuan. Rolina (2013, hlm. 13) mengemukakan bahwa:

Laki-laki cenderung memiliki orientasi perubahan mata pencaharian yang lebih beragam dibanding wanita. Karena melihat tenaga yang mereka punya. Laki-laki dan wanita cenderung memiliki pemilihan mata pencaharian yang berbeda. Biasanya wanita lebih memilih jenis mata pencaharian yang lebih mengutamakan ketelitian.

Laki-laki dianggap memiliki kekuatan fisik yang lebih unggul dan kemampuan yang lebih tinggi dalam bekerja karena memiliki tenaga yang lebih besar. Sedangkan perempuan dianggap memiliki kemampuan fisik yang lebih lemah dibandingkan dengan laki-laki, sehingga pekerjaan perempuan terbatas pada pekerjaan yang menggunakan sedikit tenaga. Karena perbedaan ini laki-laki dan perempuan memiliki orientasi pekerjaan yang berbeda, laki-laki biasanya memilih pekerjaan yang membutuhkan tenaga, sedangkan perempuan mencari pekerjaan yang membutuhkan tenaga yang tidak terlalu besar dan lebih mengutamakan ketelitian.

3. Pendidikan

Pendidikan menurut UU Nomor 20 Tahun 2003 adalah :

(5)

dirinya, masyarakat, bangsa dan negara. www.kemenag.go.id/file/dokumen/UU2003.pdf

Pendidikan berpengaruh terhadap orientasi pekerjaan seseorang karena semakin tinggi pendidikan seseorang, semakin besar peluang orang tersebut untuk mendapatkan pekerjaan dengan penghasilan dan kesejahteraan yang lebih tinggi dan semakin besar kesempatan mereka untuk meninggalkan pekerjaan pada sektor pertanian dan memiliki pekerjaan lain yang dianggap lebih menguntungkan.

4. Keterampilan

Rolina (2013, hlm. 13) mengemukakan bahwa “keterampilan merupakan salah satu faktor yang memengaruhi orientasi perubahan mata pencaharian.”. Keterampilan dapat menjadi modal seseorang sebagai keahlian untuk mengerjakan suatu pekerjaan. Dengan keterampilan yang dimiliki orang dapat berupaya untuk menemukan pekerjaan yang lebih baik atau menghasilkan lebih banyak penghasilan bagi dirinya. Demikian halnya dengan para petani yang terkena dampak alih fungsi lahan, karena sarana produksi yang berkurang dan menyebabkan penghasilan berkurang. Jenis pekerjaan yang mereka pilih biasanya sesuai dengan keterampilan yang mereka punya. Para petani yang memiliki keterampilan di luar pertanian mencari pekerjaan lain yang sesuai dengan keterampilannya, sedangkan mereka yang tidak mempunyai keahlian bertahan sebagai petani atau bahkan menjadi pengangguran.

5. Tingkat Pendapatan

Pendapatan erat kaitannya dengan tingkat kesejahteraan seseorang. Abdullah (dalam Fajarwanto, 2011, hlm. 24) mengemukakan bahwa:

(6)

Manusia yang memiliki pendapatan yang dianggap cukup untuk memenuhi seluruh kebutuhan hidupnya akan bertahan menjalani pekerjaan tersebut. Sedangkan orang yang memiliki pendapatan yang dianggap kecil dan tidak mencukupi kebutuhan hidupnya, akan berupaya untuk merubah orientasi pekerjaan untuk mencari pekerjaan lain yang menawarkan tingkat kesejahteraan yang lebih baik.

6. Luas kepemilikan lahan

Menurut Sayogyo (dalam Rolina, 2013, hlm. 15) luas lahan pertanian

dapat dikelompokkan menjadi tiga, yaitu “golongan petani kecil dengan luas lahan < 0,5 ha, golongan petani menengah dengan luas lahan 0,5 - 1 ha, dan golongan petani besar dengan luas > 1 ha.”

Selanjutnya menurut Tika (dalam Rolina 2013, hlm. 15-16) bahwa status kepemilikan lahan dapat dikelompokkan menjadi lima golongan petani yaitu, “petani pemilik, petani pemilik-penggarap, petani penggarap, penyewa dan buruh tani.”

Adiwilaga (dalam Rolina 2013, hlm. 16) mengemukakan bahwa:

Pada umumnya keluarga petani sebagai unit ekonomi terus berusaha di bidang pertanian untuk bisa memenuhi kebutuhan hidupnya. Sebagian keluarga tanahnya sempit atau tidak mempunyai tanah sama sekali untuk minimal memenuhi kebutuhan keluarga bekerja sebagai buruh tani atau petani penggarap di desanya atau di luar desanya... Jumlah tenaga kerja dalam keluarga petani terus bertambah. Untuk memenuhi kebutuhan hidupnya, sebagian anggota keluarga berusaha apa saja yang bisa memberikan penghasilan. Dari mereka yang tetap berat dan merasa jenuh hingga sedikit merubah mata pencaharian mereka masuk kedalam kelompok pengrajin, pedagang kecil, buruh tani, serta usahawan kecil yang mengolah makanan dan sebagainya.

Jadi dapat disimpulkan bahwa luas kepemilikan lahan memengaruhi orientasi pekerjaan seseorang karena banyaknya pekerja pertanian tidak sebanding

(7)

menjadi pengrajin, pedagang kecil dan pekerjaan pada sektor non pertanian lainnya.

7. Perubahan lingkungan fisik

Lingkungan fisik sangat berpengaruh terhadap jenis pekerjaan masyarakat. Masyarakat yang tinggal di daerah pesisir biasanya memiliki pekerjaan sebagai nelayan, masyarakat yang tinggal di daerah yang tanahnya subur biasanya memiliki pekerjaan sebagai petani. Hal ini sejalan dengan pendapat Krumboltz (dalam Rielalaring, 2014):

Faktor lingkungan yang berpengaruh dalam pengambilan kerja, berupa kesempatan kerja, kesempatan pendidikan dan pelatihan, kebijaksanaan dan prosedur seleksi, imbalan, undang-undang, dan peraturan perburuhan, peristiwa alam, sumber alam, kemajuan teknologi, perubahan dalam organisasi sosial, sumber keluarga, sistem pendidikan, lingkungan tetangga dan masyarakat sekitar, pengalaman belajar. Hal ini menjelaskan bahwa pemilihan pekerjaan dipengaruhi oleh kesempatan kerja, pengetahuan yang dimiliki manusia, kondisi alam, pendapatan dan kemampuan teknologi yang dimiliki penduduk yang mendiami suatu wilayah.

http://rielalaring.wordpress.com/2014/01/16/matriks-perbandingan-teori-pemilihan-karier/

Ketika terjadi perubahan pada lingkungan fisik, maka akan terjadi perubahan orientasi pekerjaan masyarakat di lingkungan tersebut. Hal ini disebabkan karena lingkungan fisik di sekitar masyarakat dianggap sudah tidak mendukung atau tidak cocok lagi untuk dimanfaatkan sebagai lahan produksi untuk suatu pekerjaan. Sehingga masyarakat merubah orientasi pekerjaan mereka sebagai upaya mencari pekerjaan lain untuk memenuhi kebutuhan hidupnya.

8. Teknologi

Yuniarto dan Woro (dalam Fajarwanto, 2011, hlm. 22) mengemukakan bahwa:

(8)

kemewahan hidupnya. Ilmu dan teknologi dapat dipandang sebagai kunci untuk membuka pintu kemajuan, kemakmuan dan kesejahteraan.

Kemajuan teknologi memengaruhi manusia dan lingkunganya termasuk orientasi pekerjaan seseorang. Masyarakat yang tidak terpengaruh kemajuan teknologi umumnya menggantungkan hidupnya pada alam. Mereka terbatas pada pekerjaan turun-temurun yang sudah menjadi kebiasaan dari leluhur mereka. Sebaliknya, manusia modern berusaha untuk menaklukan alam demi memenuhi kebutuhan hidupnya. Mereka terbuka pada pekerjaan-pekerjaan lain yang

dianggap lebih mudah, dan dapat mensejahterakan mereka.

9. Pertumbuhan penduduk

Tania (2011, hlm. 15) mengemukakan bahwa:

Pertumbuhan penduduk di pedesaan menyebabkan menurunnya rasio lahan terhadap penduduk. Karena sebagian besar penduduk masih menggantungkan hidupnya pada pertanian. Penurunan rasio ini akan menyebabkan menurunnya rata-rata luas lahan pertanian per petani.

Selanjutnya menurut Soemarwoto (dalam Tania, 2011, hlm. 16):

Tekanan penduduk disebabkan karena lahan pertanian di suatu daerah tidak cukup untuk mendukung kehidupan penduduk pada tingkat yang dianggap layak. Karena itu penduduk berusaha mendapatkan pendapatan tambahan dengan membuka lahan baru atau pergi ke kota.

Hubungan antara pertumbuhan penduduk dan jumlah lahan adalah karena semakin banyak penduduk, maka semakin banyak pula kebutuhan mereka

(9)

Faktor-faktor tersebut berpengaruh terhadap perubahan orientasi pekerjaan masyarakat, karena secara langsung maupun tidak langsung faktor-faktor ini berpengaruh terhadap cara pandang dan sikap individu terhadap suatu pekerjaan, serta dipengaruhi oleh kondisi fisik di lingkungan dimana individu melakukan pekerjaan untuk memenuhi kebutuhan hidupnya.

D. LAHAN

1. Pengertian Lahan

Lahan merupakan sumber daya yang penting bagi manusia, manusia memanfaatkan lahan sebagai tempat hidup, tempat untuk mencari nafkah, dan tempat untuk memenuhi segala kebutuhan hidupnya dengan mengolah dan melakukan pembangunan. Hampir semua pembangunan fisik membutuhkan lahan seperti sektor industri, sektor pertanian, perumahan, transportasi, kehutanan dan pertambangan.

Mubyarto (1991, hlm. 89) mengatakan bahwa :

Dalam pertanian, terutama negara kita, faktor produksi tanah mempunyai kedudukan paling penting. Masyarakat pertanian yang hidupnya bergantung pada tanah sebagai sarana produksi merupakan korban utama dari adanya alih fungsi lahan pertanian menjadi lahan pemukiman, karena tidak dipungkiri dengan adanya alih fungsi lahan pertanian ke lahan pemukiman maka para petani dan buruh tani telah kehilangan sarana produksinya.

Bagi petani, lahan merupakan sumber daya yang vital, petani

menggantungkan tanah sebagai sarana produksi untuk memenuhi kebutuhannya. Jumlah lahan pertanian sangat berpengaruh bagi petani, ketika jumlah lahan pertanian mengalami penyusutan karena pembangunan dan sebagainya, petani merupakan korban utama karena petani kehilangan sarana produksi untuk memenuhi kebutuhan hidupnya.

(10)

kesatuan dari sejumlah sumber daya alam yang tetap dan terbatas yang dapat mengalami kerusakan atau penurunan produktifitas sumber daya alam tersebut.”

FAO (dalam Arsyad, 2012, hlm. 304), lahan (land) diartikan sebagai “lingkungan fisik yang terdiri atas, iklim, relief, tanah, air dan vegetasi serta benda yang ada di atasnya sepanjang berpengaruh terhadap potensi penggunaan lahan.”

Selanjutnya Bintarto (1983, hlm. 14) mengemukakan bahwa :

lahan dapat diartikan sebagai land settlemen yaitu suatu tempat atau daerah dimana penduduk berkumpul dan hidup bersama, dimana mereka dapat menggunakan lingkungan setempat untuk mempertahankan, melangsungkan dan mengembangkan hidupnya.

Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa lahan adalah suatu daerah di permukaan bumi sebagai lingkungan fisik dan kesatuan sumber daya alam yang tetap, terbatas dan dapat mengalami kerusakan atau penurunan yang digunakan sebagai tempat atau daerah untuk hidup, dimana penduduk memanfaatkan lahan untuk mempertahankan, melangsungkan dan mengembangkan hidupnya. Makna lahan dan tanah adalah sama, yaitu sebagai permukaan bumi yang digunakan manusia untuk segala macam kegiatan. Pengertian lahan dan tanah adalah setara dan tidak perlu dipertentangkan. Sebagaimana yang dikemukakan oleh Arsyad (2012, hlm. 304), “lahan mengandung pengertian ruang atau tempat, yang sama dengan makna tanah, yaitu tanah diperlakukan sebagai ruangan di permukaan bumi yang digunakan oleh manusia untuk segala macam kegiatan.”

Selanjutnya menurut Arsyad (2012, hlm. 304-305) :

kata lahan dapat digunakan dalam artian tanah dan sebaliknya, atau dengan kata lain tanah dan lahan mengandung pengertian yang sama. Kedua istilah atau pengertian tersebut tidak perlu dipertentangkan. Kata tanah atau lahan digunakan dalam makna yang setara dengan land.

(11)

dapat mengalami kerusakan atau penurunan kualitas. Lahan atau tanah dapat mengalami kerusakan yang dapat diakibatkan oleh berbagai hal, Riquir (dalam Arsyad, 2012, hlm. 2), mengemukakan bahwa:

Kerusakan tanah dapat terjadi oleh, 1) kehilangan unsur hara dan bahan organik dari daerah perakaran; 2) terakumulasinya garam di daerah perakaran (salinisasi), terkumpulnya atau terungkapnya unsur atau senyawa yang merupakan racun bagi tumbuhan; 3) penjenuhan tanah oleh air (waterlogging); 4) erosi. Kerusakan tanah oleh satu atau lebih proses tersebut menyebabkan berkurangnya kemampuan tanah untuk mendukung pertumbuhan tumbuhan atau menghasilkan barang atau jasa.

Lahan sebagai sumberdaya yang terbatas dan tidak tetap, dapat mengalami penurunan kualitas maupun jumlah yang diakibatkan oleh banyak faktor. Pemanfaatan lahan dapat menyebabkan kualitas lahan menurun yang menyebabkan berkurangnya jumlah barang dan jasa yang dihasilkan. Jumlah lahan juga dapat berkurang karena adanya abrasi atau pengikisan daratan oleh air laut.

2. Penggunaan Lahan

Manusia senantiasa menggunakan lahan untuk memenuhi kebutuhannya. Pemanfaatan lahan oleh manusia berupa upaya-upaya yang dilakukan manusia pada lahan untuk memenuhi kebutuhan hidupnya.

Arsyad (2012, hlm. 305) mengemukakan bahwa:

Penggunaan lahan (land use) diartikan sebagai setiap bentuk intervensi (campur tangan) manusia terhadap lahan dalam rangka memenuhi kebutuhan hidupnya baik material maupun spiritual. Penggunaan lahan dapat dikelompokkan ke dalam dua golongan besar yaitu penggunaan lahan pertanian dan penggunaan lahan bukan pertanian. Penggunaan lahan pertanian dibedakan berdasarkan penyediaan air dan komoditas yang diusahakan dan dimanfaatkan atau atas jenis tumbuhan atau tanaman yang terdapat di atas lahan tersebut. Berdasarkan hal ini dikenal macam penggunaan lahan seperti tegalan (pertanian lahan kering atau pertanian pada lahan tidak beririgasi), sawah kebun kopi, kebun karet, padang rumput, hutan produksi, hutan lindung, padang alang-alang dan sebagainya.

(12)

dalam lahan kota atau desa (permukiman), industri, rekreasi, pertambangan, dan sebagainya.”

Pengelompokkan penggunaan lahan pada uraian di atas tidak mempertimbangkan aspek lain dalam penggunaan lahan, seperti skala usaha atau luas tanah yang diusahakan, intensitas penggunaan input, penggunaan tenaga kerja, orientasi pasar, dan sebagainya. Jika faktor-faktor seperti skala usaha atau luas tanah yang diusahakan, intensitas penggunaan input, penggunaan tenaga kerja, orientasi pasar, dan sebagainya dimasukkan, tipe pengunaan lahan menurut

Arsyad (2012, hlm. 305-306) adalah sebagai berikut: a. Ladang;

b. Tanaman semusim campuran, lahan kering permanen, tidak intensif; c. Tanaman semusim campuran, lahan kering permanen, intensif;

d. Sawah gogo rancah (sawah yang pada saat penanaman berupa lahan kering, kemudian tergenangi air setelah cukup hujan);

e. Sawah tadah hujan (tidak beririgasi, air untuk menggenangi tanah berasal dari curah hujan);

f. Sawah beririgasi, satu kali setahun, tidak intensif; g. Sawah beririgasi, dua kali setahun, intensif;

h. Perkebunan rakyat (karet, kopi, atau coklat, jeruk), tidak intensif; i. Perkebunan rakyat, intensif;

j. Perkebunan besar, tidak intensif; k. Perkebunan besar, intensif; l. Hutan produksi, alami;

m. Hutan produksi, tanaman pinus, dan sebagainya; n. Padang pengembalaan, tidak intensif;

o. Padang pengembalaan, intensif; p. Hutan Lindung;

q. Cagar Alam.

Jadi penggunaan lahan merupakan upaya intervensi manusia untuk memanfaatkan lahan demi memenuhi kebutuhanya. Penggunaan lahan dapat dikelompokkan ke dalam dua golongan besar yaitu penggunaan lahan pertanian dan penggunaan lahan bukan pertanian.

3. Sifat-sifat Lahan

(13)

diperkirakan seperti tekstur tanah, struktur tanah, kedalaman tanah, jumlah curah hujan, distribusi hujan, temperatur, drainase tanah, jenis vegetasi, dan sebagainya.”

Selanjutnya menurut Karlen et al (dalam Arsyad, 2012, hlm. 306), “sifat atau perilaku lahan yang menentukan pertumbuhan tanaman/tumbuhan tersebut disebut kualitas tanah (land quality).”

Dapat disimpulkan bahwa sifat-sifat lahan adalah keadaan unsur lahan yang dapat diukur atau diperkirakan yang menentukan pertumbuhan tanaman/tumbuhan.

E. ALIH FUNGSI LAHAN

Alih fungsi lahan pertanian bukanlah masalah baru. Sejalan dengan meningkatnya jumlah penduduk Indonesia dari tahun ke tahun dan meningkatnya pembangunan, semakin meningkat pula kebutuhan akan lahan. Sedangkan jumlah lahan terbatas sehingga mendorong adanya perubahan fungsi lahan.

Harsono (1995, hlm. 13) mengemukakan bahwa:

alih fungsi lahan merupakan kegiatan perubahan penggunaan lahan dari suatu kegiatan yang menjadi kegiatan lainya. Pertambahan penduduk dan peningkatan kebutuhan tanah untuk kegiatan pembangunan telah merubah struktur pemilikan dan penggunaan tanah secara terus menerus. Selain untuk memenuhi kebutuhan industri, alih fungsi tanah pertanian juga terjadi secara cepat untuk memenuhi kebutuhan perumahan dalam jumlah jauh lebih besar.

Selanjutnya Sumaryanto (tt, hlm. 4) mengemukakan bahwa:

Sebagian lahan sawah yang terkonversi itu beralih fungsi menjadi lahan pertanian lahan kering dan sebagian lainnya beralih fungsi ke penggunaan non pertanian untuk memenuhi kebutuhan pemukiman, pengembangan industri, jasa dan sebagainya.

Sihaloho, Dharmawan dan Rusli (2007, hlm. 262-264) dari hasil penelitiannya yang dilakukan di Kelurahan Mulyaharja, mengemukakan

(14)

1. Konversi Gradual-Berpola Sporadis

Pola konversi ini diakibatkan oleh dua faktor penggerak utama yaitu lahan yang tidak/kurang produktif (bermanfaat secara ekonomi) dan keterdesakan ekonomi pelaku konversi;

2. Konversi Sistematik Berpola „enclave’

Konversi sistematik berpola „enclave’ yang dimaksud adalah sehamparan tanah yang terkonversi secara serentak;

3. Konversi Lahan sebagai Respon Atas Pertumbuhan Penduduk (Population growth driven land conversion)

Pertumbuhan penduduk baik secara alami (natural) maupun karena migrasi masuk lebih besar dari keluar. Kebutuhan tempat tinggal akibat pertambahan penduduk mengakibatkan lahan-lahan terkonversi. Konversi yang diakibatkan oleh faktor penggerak utama pertumbuhan penduduk disebut dengan konversi adaptasi demografi;

4. Konversi yang disebabkan oleh Masalah Sosial (Social problem driven land conversion)

Keterdesakan ekonomi dan perubahan kesejahteraan adalah dua faktor utama penggerak melakukan konversi lahan;

5. Konversi “Tanpa Beban”

Satu faktor penggerak utama dari pola konversi tanpa beban adalah keinginan untuk mengubah nasib hidup yang lebih baik dari keadaan saat ini dan ingin ke luar dari kampung atau kelurahan. Pola konversi tanpa beban ini lebih pada warga yang menjual tanahnya sekaligus ke luar dari sektor pertanian ke non-pertanian;

6. Konversi Adaptasi Agraris

Pola konversi adaptasi agraris terjadi karena keterdesakan ekonomi dan keinginan untuk berubah dari warga. Dikatakan berpola adaptasi agraris jika warga yang memiliki tanah yang relatif kurang produktif (kelas 2-5) ingin meningkatkan hasil pertaniannya dengan cara menjual tanah yang kurang produktif dan membeli tanah yang relatif lebih bagus (kelas 1-2), paling tidak ada perubahan kualitas;

7. Konversi Multi Bentuk atau Tanpa Pola

Konversi multi bentuk ini merupakan konversi yang diakibatkan berbagai faktor. Namun, secara khusus faktor yang dimaksud adalah faktor peruntukkan untuk perkantoran, sekolah, koperasi, perdagangan. Termasuk sistem waris yang tidak spesifik dijelaskan dalam konversi adaptasi demografi.

Faktor penggerak utama dari ketujuh tipologi tersebut di atas dapat dilihat dalam tabel berikut ini:

Tabel 2.1. Pola Konversi Lahan

Pola Konversi Lahan Faktor Penggerak Utama

(15)

Konversi Gradual-Berpola

enclave’ Tawaran keinginan alih fungsi lahan pihak pemodal dan Konversi Lahan sebagai

Respon Atas Pertumbuhan Penduduk (Population growth driven land conversion)

Kebutuhan tempat tinggal dan pertambahan penduduk baik karena pertambahan penduduk alami

Konversi “Tanpa Beban” Keinginan untuk berubah dan ingin

ke luar dari kampung dan atau kelurahan

Konversi Adaptasi Agraris Keterdesakan ekonomi dan keinginan untuk berubah

Konversi Multi Bentuk atau Tanpa Pola

Semua faktor termasuk kebutuhan pihak tertentu

Jadi alih fungsi lahan dapat dilakukan berdasarkan dorongan atau motif yang berbeda dengan tujuan utama yaitu untuk memenuhi kebutuhan hidup manusia. Setiap kegiatan alih fungi lahan memiliki peruntukkan yang berbeda sesuai dengan tujuan dari adanya alih fungsi lahan seperti untuk pemukiman, pertanian, fasilitas umum dan sebagainya.

Perubahan alih fungsi lahan dapat diikuti dengan membandingkan peta tata guna lahan dari beberapa tahun. Berdasarkan informasi yang didapat dari peta tata guna lahan tersebut dapat diketahui pertambahan jumlah desa, pertambahan luas daerah pemukiman dan berkurangnya daerah pertanian dan hutan sebagai akibat meningkatnya kebutuhan penduduk terhadap lahan.

(16)

Pertumbuhan penduduk menjadi salah satu faktor penyebab terjadinya alih fungsi lahan. Berdasarkan publikasi Badan Pusat Statistik (2010), pada tahun 2010 jumlah penduduk Indonesia mencapai 237.641.326 jiwa dengan laju pertumbuhan 1,49%. Peningkatan jumlah penduduk dapat disebabkan oleh beberapa faktor, menurut Lembaga Demografi FEUI (2007, hlm. 113) “migrasi merupakan salah satu dari ketiga faktor dasar yang memengaruhi pertumbuhan penduduk, sedangkan faktor lain adalah kelahiran dan kematian.”

Selanjutnya Koentjaraningrat (2004, hlm. 377) mengemukakan bahwa : Memang negara Indonesia, merupakan salah satu di antara sejumlah negara di dunia yang jumlah penduduknya itu paling besar. ... Laju kenaikan penduduk di Indonesia adalah salah satu di antara yang paling cepat di dunia.

Jumlah penduduk yang meningkat secara pesat berbanding lurus dengan kebutuhannya terhadap lahan baik untuk kebutuhan infrastruktur seperti perumahan, jalan, industri, perkantoran dan bangunan lain menyebabkan kebutuhan akan lahan meningkat. Sementara itu lahan merupakan sumber daya yang terbatas dimana jumlah lahan adalah tetap bahkan cenderung berkurang karena abrasi sehingga menyebabkan persaingan dalam pemanfaatan lahan.

F. FAKTOR-FAKTOR PENYEBAB ALIH FUNGSI LAHAN

Alih fungsi lahan merupakan kegiatan perubahan penggunaan lahan dari suatu kegiatan menjadi kegiatan lainnya. Hal ini terjadi karena terbatasnya luas

lahan untuk memenuhi suatu kebutuhan sehingga menyebabkan berkurangnya luas lahan yang lain. Penggunaan lahan oleh masyarakat berubah dari waktu ke waktu sejalan dengan meningkatnya kebutuhan masyarakat terhadap lahan tersebut.

Soemarwoto (dalam Fajarwanto, 2011, hlm. 20-21) mengemukakan bahwa:

(17)

penduduk yang besar akan lahan ini diperbesar oleh bertambah luasnya lahan pertanian yang digunakan untuk keperluan lain, misalnya pemukiman, jalan dan pabrik.

Menurut Sihaloho (dalam Agustin, 2014, hlm. 3) faktor-faktor yang memengaruhi konversi lahan dapat dibagi menjadi dua kategori yaitu:

1. Faktor pada aras makro: meliputi pertumbuhan industri, pertumbuhan pemukiman, pertumbuhan penduduk, intervesi pemerintahan dan marginalisasi ekonomi;

2. Faktor pada aras mikro: meliputi pola nafkah rumah tangga (struktur ekonomi rumah tangga), kesejahteraan rumah tangga (orientasi nilai ekonomi rumah tangga), strategi bertahan hidup rumah tangga (tindakan ekonomi rumah tangga).

Berdasarkan pendapat di atas dapat diketahui bahwa meningkatnya pertumbuhan penduduk dan kebutuhan dalam memenuhi kebutuhan hidup merupakan faktor yang memengaruhi terjadinya konversi atau alih fungsi lahan.

Selanjutnya Yuniarto dan Woro (dalam Fajarwanto, 2011, hlm. 21-22) mengemukakan beberapa faktor yang memengaruhi perubahan penggunaan lahan yaitu:

1. Faktor Alamiah

Penggunaan di suatu wilayah dipengaruhi oleh faktor alamiah di wilayah tersebut. Manusia mengolah lahan dengan komposisi penggunaan lahan sesuai dengan kebutuhan untuk kelangsungan hidup, baik yang menyangkut kondisi iklim, tanah, topografi, maupun morfologi suatu wilayah. Dari beberapa faktor alamiah di atas akan dibahas di bawah ini:

a. Faktor Iklim

Pola dan persebaran tanaman akan dipengaruhi oleh beberapa unsur iklim seperti suhu, curah hujan dan kelembaban udara. Manusia dalam membudidayakan tanaman produksinya, cenderung memilih daerah yang cocok untuk tanaman agar tumbuh optimal.

b. Faktor Geologi dan Tanah

Kondisi batuan suatu daerah akan memengaruhi keadaaan tanah di daerah tersebut. Faktor tanah erat kaitannya dengan aktivitas pertanian. Kondisi tanah yang subur cenderung banyak dimanfaatkan untuk produksi pertanian.

(18)

Topografi berpengaruh pada corak yang beragam pada penggunaan lahan. Topografi yang relatif landai atau datar cenderung berkembang pemukiman dan pertanian serta jaringan transportasi, karena morfologi yang landai memudahkan untuk beraktivitas.

2. Faktor Sosial

Dalam memenuhi kebutuhan hidup, manusia tidak dapat melepaskan diri dari pemanfaatan sumber daya alam tergantung tingkat pendidikan, keterampilan atau keahlian, mata pencaharian dan penggunaan teknologi serta adat-istiadat yang berlaku di daerah yang bersangkutan. Di bawah ini akan dibahas faktor-faktor tersebut:

a. Tingkat Pendidikan dan Keterampilan

Tingkat pendidikan dan keterampilan akan menentukan jenis pekerjaan, sedangkan pertumbuhan dan kepadatan penduduk menjadi pendorong terjadinya perubahan penggunaan lahan sesuai dengan kebutuhan. b. Mata Pencaharian

Adanya perubahan jenis mata pencaharian ini dimungkinkan karena terjadinya perubahan ruang yang terjadi berupa lahan pertanian berubah menjadi lahan non pertanian. Sehingga diperlukan upaya penyesuaian terhadap kondisi yang ada saat ini.

c. Teknologi

Ilmu dan teknologi bertanggung jawab atas terjadinya perubahan pada relasi manusia dengan lingkunganya. Manusia primitif dengan kemampuan dan alat yang serba terbatas hidupnya banyak bergantung dari kemurahan alam. Sebaliknya, manusia modern berusaha sekuat-kuatnya untuk menaklukan alam dan mengatur lebih lanjut alam tersebut demi kemewahan hidupnya. Ilmu dan teknologi dapat dipandang sebagai kunci untuk membuka pintu kemajuan, kemakmuan dan kesejahteraan.

Jadi alih fungsi lahan dapat disebabkan oleh berbagai faktor diantaranya dapat disebabkan oleh pertumbuhan penduduk yang terus meningkat dan

dorongan untuk memenuhi kebutuhan hidup. Selain itu alih fungsi lahan juga dapat disebabkan oleh faktor iklim, geologi tanah, topografi, tingkat pendidikan dan keterampilan, mata penaharian dan teknologi.

G. DAMPAK ALIH FUNGSI LAHAN

(19)

hiburan, olah raga, transportasi dan sebagainya. Bahkan alih fungsi lahan dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat dengan dibangunnya perusahaan-perusahaan atau pabrik-pabrik yang bisa menyediakan lapangan pekerjaan bagi masyarakat.

Namun, alih fungsi lahan secara besar-besaran dapat mengakibatkan dampak negatif. Alih fungsi lahan dapat menyebabkan terjadinya perubahan pada lingkungan fisik dan lingkungan sosial. Sumaatmadja (dalam Sudiana, 2012, hlm. 20) mengemukakan bahwa:

Pergeseran fungsi tata guna lahan tanpa memperhatikan kondisi geografis yang meliputi segala faktor fisik dengan daya dukungnya dalam jangka panjang akan membawa dampak negatif terhadap lahan dan lingkungan bersangkutan yang akhirnya pada kegiatan manusia itu sendiri.

Selanjutnya Fajarwanto (2011, hlm. 22-23) mengemukakan bahwa:

Perubahan lingkungan yang terjadi sebagai akibat alih fungsi lahan pertanian menjadi lahan pemukiman berupa berkurangnya lahan hijau yang menyebabkan permukaan yang kedap air bertambah, sehingga makin sedikit air yang meresap ke dalam tanah. Rendahnya penambahan air tanah melalui infiltrasi pada musim hujan akan menyebabkan menurunnya pasokan air pada musim kemarau, sementara kebutuhan air irigasi pada musim kemarau meningkat. Dampaknya selain menurunnya luas daerah layanan irigasi, menurunnya intensitas tanaman bahkan dapat menyebabkan kekeringan. Kondisi demikian dapat berdampak terhadap penurunan produksi pangan secara nasional.

Dalam penelitian Marlina (2009) di Desa Padalarang dalam kurun waktu 1998-2007 perubahan penggunaan lahan terjadi sangat cepat. Sebagian besar penggunaan lahan pertanian berubah menjadi pemukiman, sehingga berakibat pada debit air limpasan permukaan di daerah penelitian. Air limpasan (Run Off) dapat diartikan sebagai air yang dalam perjalanannya menuju saluran berada di atas permukaan tanah. Lahan pertanian yang berubah menjadi pemukiman diantaranya tegalan, sawah irigasi dan kebun. Debit limpasan bertambah dalam

(20)

limpasan penggunaan lahan pertanian dan pemukiman bertambah 1.085.873.607 m3. Apabila dihitung setiap tahunnya debit limpasan permukaan bertambah sebesar 108.587.360,7 m3/tahun. Meningkatnya debit air limpasan permukaan dapat merugikan manusia sendiri, karena akan memengaruhi cadangan air dan erosi akan sering terjadi.

Sihaloho (dalam Agustin, 2014, hlm. 4) menjelaskan bahwa konversi lahan berimplikasi pada perubahan struktur agraria. Adapun perubahan yang terjadi, yaitu:

1. Perubahan pola penguasaan lahan. Perubahan yang terjadi akibat konversi yaitu terjadinya perubahan penguasaan tanah. Petani pemilik berubah menjadi penggarap dan penggarap berubah menjadi buruh tani. Implikasi dari perubahan ini adalah buruh tani sulit untuk mendapatkan lahan dan terjadi proses marginalisasi;

2. Perubahan pola penggunaan lahan. Konversi lahan menyebabkan pergeseran tenaga kerja dalam pemanfaatan sumber agraria. Konversi lahan pertanian menyebabkan perubahan pada pemanfaatan tanah dengan intensitas pertanian yang makin tinggi;

3. Perubahan pola hubungan agraria. Tanah yang semakin terbatas menyebabkan berubahnya sistem pembagian hasil, demikian juga munculnya sistem tanah baru, yaitu sistem sewa dan jual gadai;

4. Perubahan pola nafkah agraria. Keterbatasan lahan pertanian dan keterdesakan ekonomi rumah tangga menyebabkan pergeseran mata pencaharian dari pertanian menjadi non pertanian;

5. Perubahan sosial dan komunitas. Konversi lahan menyebabkan kemunduran kemampuan ekonomi (pendapatan yang semakin menurun).

Alih fungsi lahan tidak hanya berdampak terhadap perubahan lingkungan fisik karena perubahan penggunaan lahan, tetapi juga perubahan kondisi sosial bahkan perubahan sosial yang terjadi pada masyarakat karena berubahnya kondisi alam, kegiatan, sumber penghasilan dan perubahan kondisi ekonomi.

(21)

Dampak sosial alih fungsi lahan berupa masalah yang disebabkan oleh faktor ekonomi seperti kemiskinan dan pengangguran. Alih fungsi lahan berarti menyusutnya sarana produksi petani yang menyebabkan berkurang pula pendapatan petani, sehingga petani mengalami kesulitan dalam memenuhi kebutuhan hidupnya. Untuk memenuhi kebutuhannya kemudian petani melakukan perubahan orientasi pekerjaan.

Masyarakat yang pada mulanya bekerja sebagai petani akan mengandalkan pekerjaan pada sektor lain untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Sebagian

masyarakat yang memiliki keahlian akan bekerja pada pekerjaan lain di luar sektor pertanian, seperti sektor industri atau jasa, sementara mereka yang tidak memiliki keahlian lain akan menjadi pengangguran. Kemiskinan dan pengangguran jika dibiarkan dapat memicu masalah sosial lain seperti kejahatan, peperangan dan pelanggaran terhadap norma masyarakat.

Hal lain yang dapat menjadi masalah adalah tingginya tingkat urbanisasi. Menurut Dirdjosisworo (dalam Naszir, 2008, hlm. 51) “urbanisasi berasal dari kata urban (kota) yang berarti mengalirnya penduduk dari desa ke kota dalam wilayah suatu Negara tertentu, sehingga terjadilah pemusatan penduduk di kota-kota besar.”

Meningkatnya alih fungsi lahan menyebabkan banyak penduduk desa yang pergi ke kota karena di kota banyak didirikan pusat-pusat industri yang dapat menyerap tenaga kerja. Hal inilah yang mendorong terjadinya urbanisasi yang menyebabkan ledakan jumlah penduduk di kota. Hal ini seperti pendapat Dwyer, Sing dan Suharso (dalam Naszir, 2008, hlm. 69) berpendapat sama yaitu “sebab dari perpindahan penduduk desa ke kota adalah karena kekurangan tanah dan rendahnya pendidikan atau motivasi ekonomi.”

Selain itu Hauser, dkk (dalam Naszir, 2008, hlm. 70) mengemukakan

faktor-faktor yang memengaruhi urbanisasi yaitu :

(22)

2. Kegiatan produksi untuk ekspor terpusat di kawasan kota. 3. Pertambahan alami yang tinggi di pedesaan;

4. Susunan kelembagaan yang membatasi daya serap pedesaan, seperti: sistem pemilikan tanah, kebijakan harga dan pajak yang bersifat menganak-emaskan penduduk perkotaan;

5. Layanan pemerintah yang lebih berat pada perkotaan;

6. Kelembagaan (inertia) faktor negatif yang menahan penduduk tetap tinggal di pedesaan;

7. Kebijakan perpindahan penduduk oleh pemerintah dengan tujuan mengurangi arus penduduk dari pedesaan ke perkotaan.

Dampak urbanisasi terhadap masalah perkotaan menurut Naszir (2008, hlm. 91-94) :

1. Melonjaknya jumlah penduduk

Perpindahan penduduk ke perkotaan menyebabkan meningkatnya jumlah penduduk di perkotaan. Jumlah penduduk yang besar di kota menambah masalah baru terutama kepadatan penduduk akan berpengaruh pada sanitasi lingkungan, pemukiman kumuh, kriminalitas dan lain sebagainya.

2. Menjamurnya sektor informal

Sektor informal timbul sebagai produk perekonomian kota dan adanya urbanisasi. Kegiatan sektor informal ini dapat disebutkan seperti, pedagang kaki lima, penjual surat kabar, pedagang rokok di perempatan jalan yang strategis, dan sebagainya. Mereka yang terjun ke dalam kegiatan sektor informal ini sebagian besar tidak dibekali keterampilan dan bekal yang cukup, oleh karena itu untuk mencukupi kebutuhan hidup dan mempertahankan kehadirannya mereka terjun ke dalam kegiatan sektor informal. Sektor informal didefinisikan sebagai kegiatan ekonomi yang bersifat marginal (kecil-kecilan) yang mempunyai beberapa ciri seperti kegiatan yang tidak teratur, tidak tersentuh peraturan, bermodal kecil dan bersifat harian, tempat tidak tetap, berdiri sendiri, berlaku di kalangan masyarakat berpenghasilan rendah, tidak memerlukan keahlian dan keterampilan khusus, lingkungan kecil/keluarga, dan tidak mengenal sistem perbankan, pembukuan maupun perkreditan.

3. Kemerosotan lingkungan kota

(23)

menjadi indikator kemerosotan lingkungan akibat tingginya jumlah penduduk di perkotaan akibat urbanisasi.

4. Timbulnya pengangguran, gelandangan dan kriminalitas

Urbanisasi yang mengakibatkan kepadatan dan konsentrasi penduduk yang berlebihan di perkotaan dapat menimbulkan berbagai masalah kebutuhan pokok seperti makanan, lapangan kerja, perumahan, pendidikan dan lain sebagainya. Dahulu di desa-desa tidak dikenal adanya masalah pengangguran dan gelandangan atau sifatnya sangat kecil sekali dan merupakan pengecualian, tetapi sekarang jumlahnya sudah mulai meningkat dan memacu mereka untuk pergi ke kota. Gejala pengangguran, gelandangan, dan kriminalitas di daerah perkotaan sering disebutkan karena produk urbanisasi yang sangat diperhitungkan sebagai indikator masalah dalam pembangunan kota. Alih fungsi lahan dapat menyebabkan pengangguran di desa oleh karena itu mereka bermigrasi ke kota, umumnya mereka yang merupakan pekerja kasar atau petani dengan latar belakang pendidikan yang rendah tidak mudah dalam mencari pekerjaan yang layak sesuai harapan hidup yang layak. Akibatnya mereka asal bekerja untuk mempertahankan hidup di kota, hal ini mendorong timbulnya gelandangan dan kejahatan-kejahatan di kota-kota.

5. Masalah pengadaan perumahan

Tingginya arus urbanisasi akibat alih fungsi lahan pertanian menyebabkan masalah perumahan di perkotaan. Berbeda dengan situasi di desa-desa lahan untuk perumahan masih tersedia dengan harga dan pembangunan perumahan relatif murah; rata-rata keluarga dapat mendirikan rumah mereka yang secara kuantitatif perumahan di pedesaan tidak menjadi masalah, hanya dari segi kualitatif mungkin masih membutuhkan pendidikan teknik konstruksi maupun bangunan, yang sudah tentu berbeda dan bertolak belakang masalahnya dengan kondisi di kota-kota. Jumlah penduduk kota yang bertambah akibat arus urbanisasi menyebabkan kebutuhan terhadap perumahan juga meningkat. Sementara jumlah lahan di perkotaan terbatas dan harga lahan serta pembangunanya relatif mahal, sehingga banyak para pendatang di perkotaan mendirikan bangunan-bangunan liar untuk tempat tinggal. Bangunan liar yang didirikan di lahan yang bukan untuk perumahan dan konstruksi seadanya menyebabkan timbulnya perkampungan-perkampungan kumuh di perkotaan.

(24)

alam, kegiatan, sumber penghasilan dan perubahan kondisi ekonomi. Dampak sosial alih fungsi lahan berupa masalah yang disebabkan oleh faktor ekonomi seperti kemiskinan dan pengangguran. Meningkatnya kemiskinan dan pengangguran di desa dapat menyebabkan meningkatnya arus urbanisasi karena masyarakat pindah dan mencari pekerjaan di kota. Tingginya arus urbanisasi dapat menyebabkan berbagai permasalahan di kota diantaranya dapat menyebabkan melonjaknya pertumbuhan penduduk, menjamurnya sektor informal, kemerosotan lingkungan kota, timbul pengangguran, gelandangan dan

kriminalitas serta masalah pengadaan perumahan sehingga menimbulkan lingkungan kumuh di perkotaan.

H. DAERAH PINGGIRAN KOTA

Daerah pinggiran kota sebagai suatu wilayah perluasan kegiatan perkembangan kota dapat menimbulkan berbagai permasalahan yang diakibatkan oleh proses ekspansi kota ke wilayah pinggiran yang dapat menyebabkan perubahan secara fisik seperti perubahan tata guna lahan, demografi, keseimbangan lingkungan, serta kondisi sosial ekonomi. Meningkatnya pemukiman di daerah pinggiran kota merupakan realisasi dari meningkatnya kebutuhan akan ruang di daerah perkotaan.

Giyarsih (dalam Rolina, 2013, hlm. 7) mengemukakan bahwa “daerah pinggiran kota didefinisikan sebagai daerah yang berada dalam proses transisi dari daerah pedesaan menjadi perkotaan.” Selanjutnya Kurtz dan Eicher (dalam Daldjoeni, 1987, hlm. 48) mengemukakan enam definisi rural-urban fringe:

1. Kawasan dimana tata guna lahan rural dan urban saling bertemu dan mendesak di periferi kota;

2. Rural-urban fringe meliputi semua kebutuhan semua sub-urban, kota satelit dan terotorium lain yang terlokasi langsung di luar kota dimana tenaga kerja terlibat di bidang non agraris;

3. Suatu kawasan yang letaknya di luar perbatasan kota yang resmi, tetapi masih ada di dalam jarak melajo (commuting distance);

(25)

5. Suatu kawasan pedesaan yang terbuka, yang dihuni oleh orang-orang yang bekerja di kota;

6. Suatu daerah dimana bertemu mereka yang berpangku jiwa di kota dan di desa.

Daerah pinggiran kota sebagai daerah transisi, daerah ini berada dalam tekanan kegiatan-kegiatan perkotaan yang meningkat yang berdampak pada perubahan lingkungan secara fisik termasuk alih fungsi lahan pertanian ke lahan non pertanian dengan berbagai dampaknya.

I. PENDIDIKAN DAN PERUBAHAN SOSIAL

1. Pendidikan Untuk Perubahan

Pendidikan menurut UU Nomor 20 Tahun 2003 adalah :

Usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual, keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan

dirinya, masyarakat, bangsa dan negara.

www.kemenag.go.id/file/dokumen/UU2003.pdf

Pendidikan disini harus mampu berperan untuk melakukan analisis kebutuhan nilai, pengetahuan dan teknologi untuk dapat mempersiapkan masyarakat agar tercipta Sumber Daya Manusia yang unggul.

Berdasarkan Undang-Undang Sisdiknas Tahun 2003 Pasal 3:

Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga Negara yang demokratis serta bertanggungjawab.

www.academia.edu/4784240/SISTEM_PENDIDIKAN_NASIONAL

(26)

dan peradaban, pengembangan potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga Negara yang demokratis serta bertanggungjawab.

Peserta didik merupakan bagian dari masyarakat. Menurut Setiadi dan Kolip (2011, hlm. 609), “tidak ada masyarakat yang tidak mengalami perubahan, sebab kehidupan sosial adalah dinamis.” Pendidikan harus mampu membekali peserta didiknya sebagai bagian dari masyarakat untuk menjadi generasi yang siap

menghadapi segala bentuk perubahan dan pendidikan harus mampu menjadi agen perubahan, maksudnya pendidikan harus mampu menjadi perantara terhadap adanya perubahan.

Pendidikan sebagai wadah pengembangan kualitas manusia dan segala pengetahuan tentunya menjadi agen penting yang ikut menentukan perubahan sosial masyarakat ke depan. Karena perubahan sosial mengacu pada kualitas masyarakat, sementara kualitas masyarakat tergantung pada kualitas pribadi-pribadi anggotanya maka tentunya lembaga pendidikan memainkan peranan yang cukup signifikan menentukan sebuah perubahan sosial yang mengarah kepada kemajuan.

Proses pendidikan bertujuan untuk menciptakan peserta didik yang memiliki kemampuan dan potensi secara intelektual dan memiliki watak dan akhlak yang terpuji sebagai bagian dari masyarakat. Pendidikan diharapkan mampu untuk menghasilkan generasi muda seperti yang digambarkan dalam Undang-Undang tersebut sehingga dapat membawa perubahan sosial yang positif bagi suatu bangsa di masa depan.

2. Pendidikan Sosiologi Dalam Mengkaji Perubahan Sosial

Pendidikan sosiologi adalah aplikasi prinsip-prinsip sosiologi pada

lembaga pendidikan sebagai unit sosial. Adapun ruang lingkup pendidikan sosiologi menurut Halim (2013) meliputi:

(27)

b. Educational Sociology sebagai pemberi tujuan bagi pendidikan c. Aplikasi sosiologi terhadap problema-problema pendidikan d. Proses pendidikan merupakan proses sosialisasi

e. Pengajaran sosiologi untuk tenaga-tenaga kependidikan dan penelitian pendidikan

f. Peranan pendidikan di masyarakat

g. Pola interaksi sosial di sekolah dan antara sekolah dengan masyarakat h. Ikhtisar berbagai pendekatan terhadap educational sociology

www.academia.edu/4929242/RESUME_MATERI_SOSIOLOGI_PENDIDIKAN

Pendidikan Sosiologi berperan untuk menciptakan pendidikan yang mampu untuk menjawab tantangan dari adanya perubahan sosial yang terjadi pada masyarakat. Pada dasarnya setiap masyarakat pasti mengalami perubahan. Perubahan masyarakat dapat berupa perubahan lambat dan cepat atau secara evolusi dan revolusi. Perubahan yang menyangkut kehidupan manusia disebut perubahan sosial dapat meliputi nilai-nilai sosial, norma-norma sosial, pola-pola perilaku organisasi, susunan lembaga kemasyarakatan, lapisan-lapisan dalam masyarakat, kekuasaan dan wewenang, interaksi sosial dan sebagainya.

Perubahan sosial menurut Moore (dalam Ranjabar, 2008, hlm. 15) mendefinisikan perubahan sosial sebagai “perubahan penting dari struktur sosial, dan yang dimaksud dengan struktur sosial adalah pola-pola perilaku dan interaksi sosial.” Hans Garth dan C.Wright Mills (dalam Setiadi dan Kolip, 2011, hlm. 610) mendefinisikan perubahan sosial adalah “apapun yang terjadi (kemunculan, perkembangan, dan kemunduran), dalam kurun waktu tertentu terhadap peran, lembaga, atau tatanan yang meliputi struktur sosial.”

Selanjutnya Gillin dan Gillin (dalam Soekanto, 2007, hlm. 263) mengemukakan definisi perubahan sosial dengan lebih rinci yaitu:

Perubahan-perubahan sosial sebagai suatu variasi dari cara-cara hidup yang telah diterima, baik karena perubahan-perubahan kondisi geografis, kebudayaan materiil, komposisi penduduk, ideologi maupun karena adanya difusi atau penemuan-penemuan baru dalam masyarakat.

(28)

dipengaruhi oleh kondisi geografis atau alam, kebudayaan material, jumlah penduduk dan penemuan baru dalam masyarakat.

Eisenstadt (dalam Halim, 2013) mengemukakan bahwa:

Perubahan sosial berlangsung melalui proses perubahan institusionalisasi dalam bentuk, potensi dan tempo yang berbeda-beda. Meskipun demikian, tidak semua proses perubahan sosial melahirkan perubahan pada semua

sistem institusi yang ada di masyarakat.

www.academia.edu/4929242/RESUME_MATERI_SOSIOLOGI_PENDI DIKAN

Berdasarkan pendapat Eisenstadt perubahan sosial berlangsung melalui proses perubahan institusionalisasi dalam bentuk, potensi dan tempo yang berbeda-beda. Salah satu institusi yang ada di masyarakat adalah pendidikan. Dalam salah satu perannya pendidikan berusaha memelihara warisan budaya suatu masyarakat, tetapi di samping itu pendidikan harus mampu untuk menghilangkan kepincangan kebudayaan (cultural lag) yang ada di masyarakat. Sehingga disinilah pendidikan khususnya pendidikan sosiologi harus dapat berperan untuk

dapat menyesuaikan budaya lama dengan budaya baru.

J. PENELITIAN TERDAHULU

(29)

pencaharian penduduk, sebelum terjadi konversi lahan atau khususnya pada tahun 1994 mata pencaharian pokok responden yang paling banyak adalah wiraswasta 51,39%, PNS 18,05%, petani penggarap dan pemilik 11.11%, petani buruh 14,17%, petani penyewa dan penggarap 14,17%, pedagang 7,8% dan belum bekerja 8,33%. Setelah terjadi konversi lahan pada tahun 2008 mata pencaharian pokok penduduk mengalami perubahan yaitu, wiraswasta 47,22%, PNS 22,22%, petani buruh 12,5%, penggarap pemilik 9,72%, pedagang 6,95% dan jasa 1,39%. Berdasarkan penelitian tersebut dapat diketahui bahwa mata pencaharian pokok

sebagai petani (penggarap dan pemilik), petani (penyewa dan penggarap) dan buruh tani mengalami penurunan. Selain itu konversi lahan juga berpengaruh terhadap kondisi sosial ekonomi penduduk di wilayah Kecamatan Cileunyi. Konversi lahan berpengaruh terhadap luas kepemilikan lahan, harga tanah penduduk, pendapatan penduduk, kepemilikan penduduk, pendidikan penduduk, serta ketersediaan fasilitas kesehatan yang mana semua kondisi sosial ekonomi tersebut mengalami perubahan yang sangat signifikan akibat adanya konversi lahan dari lahan pertanian ke non pertanian di Kecamatan Cileunyi.

Komala (2011) dalam penelitiannya di Desa Cimanggu Kecamatan Cisalak Kabupaten Subang antara tahun 2000-2010 perubahan pada lahan <0,5 Ha, mengalami perubahan sebesar 1%, karena sudah digunakan oleh penduduk setempat sebagai lahan pemukiman mereka sendiri, kemudian terjadi perubahan dengan luas lahan 0,5 Ha – 1 Ha sebanyak 2,7%, namun perubahan fungsi lahan diakibatkan oleh pengalihfungsian lahan pertanian di Desa Cimanggu Kecamatan Cisalak Kabupaten Subang dengan luas lahan 1 Ha – 3 Ha berkurang sebanyak 2,7 % karena berubah fungsi menjadi lahan pemukiman. Terjadi perubahan mata pencaharian penduduk antara tahun 2000 – 2010, sebelum alih fungsi lahan pertanian mata pencaharian yang mendominasi yaitu petani sawah, namun setelah

(30)

lahan pertanian/pesawahan yang sangat luas. Kebanyakan dari mereka memilih menjadi petani kebun sebanyak 7,3%, sebagian menjadi petani tegalan 6,7% dan sebagian lagi menjadi pedagang sebanyak 2,6%. Pendapatan penduduk mengalami perubahan, sebelum alih fungsi pertanian penduduk yang mempunyai pendapatan <Rp. 500.000 mengalami perubahan sebesar 13,3%, jumlah ini berkurang sebesar 13,3%, penduduk yang mempunyai pendapatan Rp. 500.000 – Rp. 1000.000 setelah alih fungsi lahan mengalami peningkatan yaitu sebanyak 6,3%, penduduk yang mempunyai pendapatan > Rp.1000.000 juga mengalami

Referensi

Dokumen terkait

Untuk menghitung harga jual ( J ), apabila diketahui harga beli ( B ) dan persentase keuntungan (%U) atau persentase kerugian (%R) dapat digunakan uraian berikut ini2. Pedagang

Tujuan yang ingin dicapai pada kegiatan ini adalah meningkatkan kompetensi guru Yayasan Perguruan Jagakarsa dalam menerapkan interaksi berbahasa Inggris

Pelaksanaan Administrasi Keuangan dan Umum merupakan serangkaian kegiatan yang dilaksanakan Pabrik Gula Tasikmadu Karanganyar untuk mengolah data dan mengkoordinasi di

Sebagai kesimpulannya, pengkaji mendefinisikan kolokasi sebagai salah satu daripada pendefinisian operasional sebagai menepati fokus pendekatan kajian ini yang menjelaskan

Kualitas LKS IPA berbasis project based learning yang telah dikembangkan adalah Baik (B) berdasarkan penilaian ahli media, ahli materi, peer reviewer, dan guru IPA,

Pelatihan TIJI yang dilakukan perusahaan terhadap leader mampu meningkatkan kinerja karyawan untuk menyelesaikan pekerjaan sesuai dengan standar yang ditetapkan,

Dari uraian singkat di atas, dapat dilihat bahwa dasar utama proses pelaksanaan likuidasi bank adalah PP Nomor 25 Tahun 1999 dan SK Direksi BI Nomor