• Tidak ada hasil yang ditemukan

2. Hasil n pembahasan doc

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "2. Hasil n pembahasan doc"

Copied!
10
0
0

Teks penuh

(1)

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

5.1. Persiapan Pemeliharaan Larva

Hatchery ikan kerapu tikus pada umumnya akan melaksanakan persiapan yang matang dan terencana agar tidak timbul permasalahan dalam proses

pemeliharaan larva. Khususnya persiapan awal pemeliharaan, yang meliputi

persiapan media dan wadah.

Hal ini dikarenakan telur dan larva ikan kerapu yang baru menetas sangat

rentan terhadap penyakit dan media yang kurang sesuai dengan habitat larva.

Beberapa hal yang dilakukan untuk mempersiapkan media dan wadah

pemeliharaan larva ikan kerapu tikus di Unit Pengelola Budidaya Laut (UPBL)

Situbondo adalah sebagai berikut :

5.1.1. Persiapan Bak

Bak yang digunakan dalam proses penebaran telur dan pemeliharaan

larva ikan kerapu tikus adalah bak beton berbentuk persegi panjang (dimensi

balok) dengan kapasitas total masing-masing bak 10 m3.Persiapan bak dimulai

dengan menyiram seluruh permukaan bak menggunakan larutan 10 ppm

chlorine yang diambil menggunakan gayung.

Penyiraman chlorine dilakukan dengan hati-hati supaya chlorine

menyebar secara merata pada dinding bak. Kemudian didiamkan selama .± 2

Hari. Tujuan dari pemberian larutan clorin adalah untuk mempermudah dalam

pembersihan dinding bak, dan juga membunuh mikroorganisme yang menempel

pada bak. Setelah itu dicuci dengan deterjen dan dibilas dengan air tawar sampai

(2)

Lebih jelasnya persiapan bak dapat dilihat seperti Gambar 5.

Gambar 5. Persiapan Bak Sumber : Data Primer (2014)

5.1.2. Instalasi Pengadaan Air

Setelah bak pemeliharaan siap digunakan, lakukan pengisian media

pemeliharaan larva, berupa air laut bersalinitas ± 33 0/

00 yang sebelumnya sudah

ditreatment dengan chlorine 10 ppm, selanjutnya dinetralkan dengan natrium thiosulfat 5 ppm 14 jam setelah pemberian clorin. Proses transfer air dari bak

tandon menuju bak pemeliharaan larva menggunakan pompa celup dan dialirkan

pipa paralon dengan diameter 1 1/

2”.

Air yang akan dimasukkan dalam bak pemeliharaan, terlebih dahulu

disaring menggunakan filterbag untuk menanggulangi kemungkinan masuknya

kotoran yang berasal dari bak tandon. Volume awal air yang dimasukkan pada

bak penetasan dan pemeliharaan larva berkapasitas 10 m3 itu atau sebanyak 10

ton. Hal ini sesuai dengan pendapat Akbar dan Sudaryanto (2001) mengenai tata

letak indoor dan outdoor instalasi pengadaan air

(3)

Setelah bak dan media pemeliharaan larva siap, penebaran telur ikan

kerapu dapat dilakukan. Telur ikan kerapu tikus yang ditebar pada pemeliharaan

di UPBL Situbondo biasanya berkisar 100.0000 butir/bak 10m3 atau 100 butir per

liter, berbeda dengan pendapat Departemen Perikanan (1999), yang

mengatakan padat penebaran telur 50 butir telur per liter. Penebaran telur

dilakukan pagi hari sekitar pukul 16.00 - 17.00 WIB. Hal ini bertujuan agar telur

tidak mengalami fluktuasi suhu yang dapat mengakibatkan tingkat penetasan

telur menurun.

Telur yang berada diplastik packing dimasukkan ke dalam bak penetasan

secara perlahan-lahan dengan diaklimatisasi terlebih dahulu selama ± 5 sampai

10 menit. Telur ikan akan menetas setelah 16 - 18 jam pada suhu 29 – 32 oC.

5.3. Pemeliharaan Larva

Larva yang baru menetas bersifat planktonik dan fototaksis positif. Sifat

larva yang baru menetas berenang naik turun (Vertical), dan apabila larva sudah

naik kepermukaan maka akan sulit untuk turun (tersangkut) karena adanya

tegangan antara permukaan air dengan udara.

Untuk mencegah hal tersebut, maka permukaan bak ditetesi dengan

minyak cumi sebanyak 0,1 ml/m3, sehingga ketika larva naik kepermukaan maka

larva tidak akan kesulitan untuk berenang kedalam air karena telah dilumasi

minyak cumi tersebut.

Minyak cumi mulai diberikan pada umur D1 - D6, pemberian minyak cumi

dilakukan 2 kali dalam sehari yaitu pada pukul 07.00 dan 16.00 WIB. Minyak

cumi diberikan karena mengandung fosfolipid dimana di dalamnya terdapat asam

lemak dan asam fosfat.

Asam fosfat mudah berikatan dengan air sehingga pada pemberiannya,

(4)

lain selain minyak cumi yaitu minyak cumi sebanyak 1 ml/m3. Jumlah larva yang

ditebar berdasarkan hasil perhitungan 100.000 telur per bak volume 10 m3.

Larva yang dapat bertahan sampai D45 dihitung dengan metode sampel,

larva diambil 1 L dan dihitung manual kemudian jumlah larva dikalikan volume

bak larva 10 m3 atau 10.000 liter.

5.3.1. Pengadaan Pakan Alami a. Chlorella Sp

Di Pemeliharaan barat UPBL Situbondo menggunakan kultur skala

massal. Proses kultur chlorella ini dilakukan pada 12 bak kultur berkapasitas 8 m3

yang terletak diruangan terbuka (outdoor). Adapun prosedur kerja pengadaan

pakan alami chlorella di UPBL Situbondo yang sesuai dengan Departemen Perikanan (1999) sebagai berikut :

1) Persiapan bak dicuci dengan chlorine

2) Persiapan wadah-wadah dicuci dan diseterilkan dengan chlorine

3) Persiapa air media dichlorine 10 ppm dan dinetralkan dengan natrium thiosulfat 5 ppm

4) Jumlah bibit 20 – 30 % dari volume bak

5) Dosis pupuk urea 50 ppm, ZA 25 ppm, TSP 25 ppm

6) Panen umur 5 – 8 hari

Pemberian pakan ini diberikan dalam satu harinya yaitu sekali, pada pagi

hari pukul 07.00 WIB. Cara pemberian ditransfer dengan menggunakan pipa

PVC 3/

4 inchi. Dari bak kultur chlorella ke bak pemeliharaan larva, chlorella

disaring dengan filter bag agar kotoran dapat tersaring, pemberian chlorella

dalam sehari sebanyak 1 kali selama D1 – D 45, yaitu pada pagi hari pukul 07.00

WIB.

b. Rotifer

Saat larva berumur D2, mulai penambahan pakan alami yang lain yaitu

(5)

merangsang larva untuk bergerak. Pemberian Rotifer dimulai dari umur D2 – D45 Ukuran rotifer sangat kecil berkisar 10 – 20 indiv/ml, Pemberian rotifer yaitu sebanyak 1 kali sehari, yaitu pagi hari pukul 07.30 atau setelah pemberian

chlorella, adapun proses kultur rotifer sebagai berikut :

1. Persiapan bak dicuci dengan chlorine

2. Persiapan wadah-wadah dicuci dan diseterilkan dengan chlorine

3. Persiapa air media dichlorine 10 ppm dan dinetralkan dengan natrium thiosulfat 5 ppm

4. Jumlah bibit 3 individu per ml

5. Panen 2 – 3 hari berbeda dengan pendapat Sunyonto dan Mustahal (2000)

yang mengatakan panen rotifier pada hari ke lima, hal ini berbeda dikarenakan di lapangan kebutuhan pakan untuk larva sangat banyak dan

umur 3 hari sudah cukup untuk dipanen.

Banyaknya pemberian rotifer tergantung dari kepadatan rotifer dalam

media pemeliharaan. Untuk mengetahui kepadatan rotifer maka lakukan

pengecekan setiap hari menggunakan beaker glass. Cara pemberiannya

dilakukan dengan gayung, diberikan pada titik aerasi.

c. Artemia

Artemia mengandung protein yang tinggi sehingga dapat mempercepat laju pertumbuhan larva. Proses Cyste artemia yang digunakan untuk pakan larva kerapu tikus di UPBL Situbondo, diteteskan dengan cara didekapsulali. Adapun

prosedur dekapsulasi artemia di UPBL Situbondo dapat dilihat sebagai berikut :

1) Proses penetasan artemia dilakukan pada bak ember bervolume 10 liter,

cyste artemia yang ditetaskan disesuaikan dengan kebutuhan larva

2) Rendam cyste yang baru dikeluarkan dari kaleng menggunakan air tawar,

supaya kotoran dan lendir yang ada disekitar cyste bersih

3) Dekapsulasi dilakukan dengan cara mencampurkan chlorine ± 250 ml

(6)

4) Aduk merata bersama cyste artemia yang didekapsulasi

5) Setelah itu chlorine dibuang dengan cara dibilas dengan air tawar, dilakukan

berulang-ulang sampai 3 kali atau warna berubah menjadi orange

6) Penyaringan cyste menggunakan seser halus misize 200 kemudian dibilas

dengan air tawar

7) Kemudian cyste artemia ditiriskan

8) Cyste artemia itu tidak langsung digunakan untuk dikultur, kerena dekapsulasi dilakukan jika persediaan sebelumnya telah habis

9) Untuk cyste artemia yang baru didekapsulasi kemudian dibungkus dalam plastik bening dan disimpan dalam lemari pendingin

Naupli artemia diberikan pada larva pada saat larva umur D13 atau tergantung pada bukaan mulut larva. Untuk pertama kali artemia diberikan

sebanyak 3 kali sehari yaitu ada pagi hari pukul 08.00 WIB, siang hari pukul

12.00 WIB dan sore hari pukul 16.00 WIB. Artemia pada awalnya pemberian

diberikan dengan kepadatan 1 - 3 indiv/ml lalu disebarkan pada tiap titik aerasi

secara merata. Salinitas penetasan artemia di lapangan 28 – 32 ppt sesuai

pendapat Akbar dan Sudaryanto, (2001) yang menyatakan sebelum artemia

dimasukkan, terlebih dahulu bak dicuci dan dikeringkan lalu diisi air laut dengan

salinitas 28 – 32 ppt.

Selain pakan alami, pada pemeliharaan larva diperlukan juga pakan

buatan, Adapun pakan buatan yang dipakai pada pemeliharaan larva adalah:

a. Pakan Buatan

Pemberian Pakan buatan yang diberikan pada larva kerapu tikus adalah

otohima A-1, B-1, B-2, dan C. Pakan A-1 mulai diberikan pada umur D7 - D19

(7)

yang dicampur, pada usia D30 – D39 diberikan pakan campuran B-1 dan B-2,

setelah itu D27 keatas diberikan pakan C. Sedangkan cara pemberiannya adalah

dengan cara disaring dan ditebar pada titik aerasi khususnya pakan A-1 dan

untuk jenis lain tanpa dilakukan penyaringan. Pakan buatan dapat dilihat seperti

Gambar 6.

Gambar 6. Pakan Buatan berbentuk Tepung Sumber : Data Primer, (2014)

5.3.2. Pengelolaan Pakan

Sependapat dengan Subyakto dan Cahyanungsih (2003), pada saat larva

sudah mulai menetas (D1), larva tidak perlu diberi makan dikarenakan larva

mempunyai cadangan kuning telur (yolk egg) dan butir minyak (oil globule) yang

keluar dari cangkangnya. Kuning telur dan butiran minyak yang terdapat pada

tubuh larva akan digunakan sebagai sumber energi untuk pergerakan maupun

pertumbuhan bagi larva selama 3 hari.

Larva yang telah menetas diberi minyak cumi sebanyak 0,1 ml/m2 pada

pukul 06.00 dan 15.00 wib dari umur D1 – D6. Cara pemberian minyak cumi yaitu

cairan ditebar secara merata di atas permukaan air. Kegunaan dari pemberian

(8)

menyangkut pada permukaan air. Lebih jelasnya pemberian pakan dapat dilihat

pada Lampiran 2.

5.4. Pengelolaan Kualitas Air

Siponan awal dilakukan pada umur 12 hari, selanjutnya 1 minggu sekali.

Penyiponan merupakan tindakan penyedotan air yang menggunakan selang.

Jumlah air yang disipon tergantung umur ikan. Perlakuan penyiponan ini

dilakukan dengan hati-hati agar tidak menyebabkan ikan menjadi stres. Sirkulasi

air mulai dilakukan mulai larva berumur D7. Umur 18 - 25 hari, air yang diganti

sebanyak 11 – 20 % per hari, umur 26 - 35 diganti sebanyak 21 – 30 % per hari,

dan lebih dari umur 35 hari airnya diganti sebanyak 30 – 40 % per hari. Adapun

parameter kualitas air yang dikontrol yaitu suhu 30 – 31 0C dan salinitas 33 - 34

ppt. DO 7,6 ppm. Hal ini sesuai dengan pendapat Tarwiyah (2001). Sehingga

parameter yang sesuai akan mendukung perkembangan dan pertumbuhan larva

secara optimal.

5.5. Sampling Pertumbuhan (Grading)

Di UPBL Situbondo grading pertama dilakukan umur 34 hari grading,

grading digolongkan kedalam 2 ukuran 2cm dan 1cm. Grading bertujuan untuk

menyeragamkan ukuran ikan sehingga dapat mengurangi tingkat kanibalisme

pada ikan dimana bila mutu makanan rendah, pakan tidak diberikan tepat waktu,

jumlah pakan yang diberikan tidak mencukupi, cahaya yang terlalu terang, air

yang terlalu jernih dan kepadatan ikan yang terlalu tinggi, maka sifat kanibal

pada ikan akan semakin dominan, sesuai pendapat Subyakto dan Cahyaningsih,

(2003). Sehingga setelah diseragamkan ukurannya pemberian pakan akan lebih

efisien karena larva yang masih kecil tidak berebut pakan dengan larva yang

(9)

Proses Grading dapat dilihat pada Gambar 7.

Gambar 7. Proses Grading Sumber : Data Primer, (2014)

5.6. Pengendalian Hama dan Penyakit

Pengendalian hama dan penyakit di UPBL Situbondo dilakukan dengan

sistem Biosecurity. Biosecurity yang digunakan adalah larutan kalium

permanganat. Setiap pekerja yang masuk tempat produksi wajib melewati sistem

biosecurity. Sanitasi dilakukan dengan cara menyemprot lantai tempat produksi dengan air tawar setiap hari dan setiap pekerja harus menjaga kebersihan diri

dan peralatan agar tidak terkontaminasi. Sanitasi menggunakan alkohol 70 %

atau sabun pencuci tangan untuk membersihkan tangan.

Adapun hama yang menyerang adalah kelebihan pemberian Chlorella,

sehingga perairan menjadi lembab dan tumbuh jamur, sedangkan cacing dan

copepod berasal dari bak kultur Rotifera sp. yang terbawa saat pemberian

pakan. Cara pencegahannya yaitu dengan menyaring terlebih dahulu Rotifera

sp.yang akan diberikan pada larva. Sedangkan penyakit tidak terdapat pada

(10)

5.7. Panen dan Pasca Panen 5.7.1. Panen

Panen larva dilakukan pagi hari ukuran 2,5 – 3 cm umur larva 45 hari

dengan harga Rp 3.000,-. Panen larva di UPBL Situbondo yang berjumlah 3 bak

adalah 30.000 ekor larva, diperoleh SR 10% dari total tebar 300.000 ekor larva.

Pemanenan dilakukan dengan cara membuang air pada saluran outlet dan

memberi saringan dipintu pembuangan dengan misize 200 sehingga larva dapat

ditampung.

Pengemasan menggunakan plastik packing ukuran 40 x 60 cm dengan

kepadatan larva per kantong 2.000 sesuai dengan pendapat Akbar dan

Sudaryanto (2001), yang mengatakan pengangkutan tertutup dengan kantong

plastik berukuran 40 x 60 cm 2 lapis untuk menghindari kebocoran. Plastik

packing diberi O2 perbandingan air dan O2 adalah 1 : 2 supaya larva dapat

bertahan 3 jam proses pengiriman (wilayah Bali).

5.7.2. Pasca Panen

Bak dicuci dengan chlorine 10 ppm dan disikat dinding bak menggunakan

sikat kawat supaya jamur yang menempel yang ada di bak larva tidak menjadi

inang dalam masa pemeliharaan berikutnya setelah itu bak dikeringkan selama 2

Gambar

Gambar 5. Persiapan BakSumber : Data Primer (2014)
Gambar 6.         Gambar 6. Pakan Buatan berbentuk Tepung
Gambar 7. Proses GradingSumber : Data Primer, (2014)

Referensi

Dokumen terkait

Menurut Martorella (Etin solihatin dan Raharjo,2007). IPS juga merupakan salah satu mata pelajaran yang diberikan di SD yang mengkaji seperangkat peristiwa, fakta,

Data yang telah diolah kemudian dianalisis dengan menggunakan cara analisis kualitatif, maksudnya adalah analisis data yang dilakukan dengan cara menafsirkan data,

Karena itu sudah saatnyalah kita terus berusaha melakukan upaya untuk memberikan pemahaman kepada publik bahwa menjadi seorang lesbian sama saja dengan manusia lainnya,

Overdosis meru"akan keadaan dimana seseorang mengalami ge#ala ter#adinya keraunan yang mengakibatkan ketidaksadaran akibat obat yang melebihi dosis yang bisa diterima

Dari penelitian yang penulis lakukan, dapat disimpulkan bahwa kompresi menggunakan algoritma Arithmetic Coding dapat menghasilkan citra dengan ukuran file yang lebih

Lesson Study merupakan model pembinaan pendidik berbasis sekolah dan berkelanjutan melalui pengkajian pembelajaran secara kolaboratif dan kolegialitas untuk

lingkup kepegawaian, adalah hasil kerja atau prestasi yang dicapai oleh pegawai dalam pelaksanaan suatu pekerjaan baik yang bersifat fisik/material maupun non

Dalam penelitian selanjutnya perlu dilakukan studi tentang penggunaan cara/teknik membuka bundel serat bambu dengan cara pemasakan pada tekanan yang lebih tinggi yaitu 10 kg/cm 2