• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pembebasan Bersyarat (Pb) Bagi Penyalahguna Narkotika Di Lembaga Pemasyarakatan Klas I Tanjung Gusta Medan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Pembebasan Bersyarat (Pb) Bagi Penyalahguna Narkotika Di Lembaga Pemasyarakatan Klas I Tanjung Gusta Medan"

Copied!
30
0
0

Teks penuh

(1)

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Norma atau kaidah hukum selalu ada dalam masyarakat yang berguna untuk

mengatur masyarakat itu sendiri.Masyarakat melanggar kaidah-kaidah hukum itu atau

melakukan tindak pidana maka akan dikenakan sanksi. Seorang pelaku tindak pidana

akan dikenakan hukuman berupa sanksi pidana. Pada hakekatnya sejarah hukum

pidana adalah sejarah dari pidana dan pemidanaan yang senantiasa mempunyai

hubungan erat dengan masalah tindak pidana.9

Mengenai jenis pidananya, bentuk-bentuk hukuman dapat diuraikan dalam

hukum pidana Indonesia mengenal jenis pidana yang tercantum dalam Pasal 10

KUHP, dimana disebutkan bahwa pidana terdiri atasdua yaitu:10

a. Pidana pokok 1. Pidana Mati 2. Pidana Penjara

9

Sudarto, Hukum dan Hukum Pidana, (Bandung: Alumni, 1986), hal.23.

10

(2)

3. Pidana Kurungan 4. Denda

b. Pidana tambahan

1. Pencabutan hak-hak tertentu 2. Perampasan barang-barang tertentu 3. Pengumumanputusan hakim

Keterangan Pidana Mati adalah satu satunya bentuk hukuman yang menjadi

diskursus di masyarakat sebab hukuman mati merampas kehidupan seseorang. Sisi

lain hak hidup adalah salah satu hak yang dijamin oleh UUD 1945 sebagai konstitusi

negara. Sebagian orang berpendapat bahwa pidana mati dibenarkan dalam hal-hal

tertentu yaitu apabila si pelaku telah memperlihatkan melalui perbuatannya bahwa dia

adalah orang yang sangat membahayakan kepentingan umum maka dibutuhkan suatu

hukum yang tegas yaitu hukuman mati.

Hukuman Pidana Penjara, pidana membatasi kemerdekaan atau kebebasan

seseorang yaitu dengan menempatkan terpidana dalam suatu tempat (lembaga

pemasyarakatan) dimana terpidana tidak bisa bebas keluar masuk dan di dalamnya

diwajibkan tunduk dan taat serta menjalankan semua peraturan dan tata tertib yang

berlaku. Hukuman penjara minimum 1 hari dan maksimum 15 tahun (Pasal 12 ayat 2)

dan dapat melebihi batas maksimum yakni dalam hal yang ditentukan dalam Pasal 12

(3) KUHP. Persamaan antara pidana penjara dan pidana kurungan yaitu sama-sama

berupa pidana yaitu sama-sama menghilangkan kemerdekaan bergerak, mengenal

maksimum umum, maksimum khusus dan minimum umum dan tidak mengenal

minimum khusus, sama-sama diwajibkan bekerja, sama-sama bertempat di penjara.

(3)

KUHP), ancaman maksimum umum dari pidana penjara 15 tahun sedangkan pidana

kurungan hanya 1 tahun, pelaksanaan pidana penjara dapat dilakukan di lembaga

pemasyarakatan di seluruh Indonesia sedangkan pidana kurungan hanya bisa

dilaksanakan di tempat dimana ia berdiam ketika diadakan keputusan hakim.

Pidana denda diancam pada jenis pelanggaran (buku III) baik secara alternatif

maupun berdiri sendiri. Hukuman tutupan sebagai pidana pokok bagian terakhir di

bawah pidana denda. Pidana tutupan disediakan bagi politisi yang melakukan

kejahatan oleh ideologi yang dianutnya. Pencabutan hak-hak tertentu menurut pasal

35 ayat 1 KUHP hanya diperbolehkan hak memegang jabatan pada umunya atau

jabatan tertentu, hak menjalankan jabatan dalam angkatan bersenjata/TNI, hak

memilih dan dipilih dalam pemilihan yang diadakan berdasarkan aturan-aturan

umum, hak menjadi penasihat umum atau pengurus atau penetapan keadilan, hak

menjadi wali, wali pengawas, pengampu atau pengampu pengawas atas anak bukan

anak sendiri, hak menjalankan kekuasaan bapak, menjalankan perwalian atau

pengampuan atas anak sendiri, hak menjalankan mata pencaharian. Pidana

perampasan hak memegang jabatan dikatakan bahwa hakim tidak berwenang

memecat seseorang pejabat dari jabatannya dalam aturan-aturan khusus ditentukan

penguasa lain untuk melakukan pemecatan tersebut, pidana perampasan barang

tertentu ada 2 jenis barang yang dirampas melalui putusan hakim yaitu barang-barang

milik terhukum yaitu barang yang diperoleh dengan kejahatan, yang dipergunakan

(4)

merupakan publikasi ekstra dari putusan pemidanaan seorang dari pengadilan

pidana.11

Hukuman yang diberikan kepada seorang pelaku tindak pidanabukanlah

semata-mata sebagai tindakan balasan atas kejahatan yang telah ia lakukan.

Padadasarnya terdapat tiga pokok pemikiran tentang tujuan yang ingin dicapai

dengan suatu pemidanaan yaitu :

Pemasyarakatan narapidana wajib menjalankan pekerjaan-pekerjaan yang

diwajibkan kepadanya menurut ketentuan pelaksanaan yang diatur dalam Pasal 29

KUHP. Kewajiban bekerja lagi narapidana penjara dapat juga dilakukan di luar

lembaga pemasyarakatan kecuali bagi narapidana tertentu dijelaskan di dalam Pasal

25 KUHP.

12

1. Mencegah dilakukannya tindak pidana dengan menegakan norma hukum demi pengayoman masyarakat.

2. Memasyarakatkan terpidana dengan mengadakan pembinaan sehingga menjadi orang baik dan berguna dalam masyarakat.

3. Menyelesaikan konflik yang ditimbulkan oleh tindak pidana dengan memulihkan keseimbangan dan mendatangkan rasa damai dalam masyarakat.

4. Membebaskan rasa bersalah pada diri terpidana.

Indonesia menganut falsafat pembinaan narapidana, yang disebut dengan

nama “Pemasyarakatan”, sedangkan istilah penjara diubah namanya menjadi

11

Kombes Pol.Dr.Ismu Gunadi & Jonaedi Efendi, Cepat dan Mudah Memahami Hukum Pidana, hal 74-83

12

(5)

“Lembaga Pemasyarakatan”13 yang digunakan sebagai tempat untuk membina dan

sekaligus sebagai tempat untuk mendidik narapidana. Pemasyarakatan yang dimaksud

disini harus diartikan dengan “memasyarakatkan” kembali terpidana sehingga

menjadi warga yang baik dan berguna( healthily re-entry into community) yang pada

hakekatnya adalah “resosialisasi”.14

Istilah sistem kepenjaraan telah diubah menjadi sistem

pemasyarakatan.15

13

Lembaga Pemasyarakatan adalah tempat untuk melaksanakan pembinaan narapidana dan anak didik pemasyarakatan, Undang-Undang Nomor 12 tahun 1995 tentang Pemasyarakatan Pasal 1 ke-3

14

Resosialisasi yaitu suatu proses interaksi antara narapidana petugas lembaga pemasyarakatan dan masyarakat ke dalam proses interaksi mana termasuk mengubah sistem nilai-nilai daripada narapidana, sehingga ia akan dapat dengan baik dan efektif mengadaptasi norma-norma dan nilai-nilai yang berlaku dalam masyarakat, di dalam buku Romli Atmasasmita, Dari Pemenjaraan ke Pembinaan Narapidana. (Bandung, Alumni 1971), hal.5

15

Sistem Pemasyarakatan adalah suatu tatanan mengenai arah dan batas serta cara pembinaan warga Binaan Pemasyarakatan berdasarkan Pancasila yang dilaksanakan secara terpadu antara Pembina, yang dibina dan masyarakat untuk meningkatkan kualitas Warga Binaan Pemasyarakatan agar menyadari kesalahan, memperbaiki diri, dan tidak mengulangi tindak mengulangi tindak pidana sehingga dapat diterima kembali oleh lingkungan masyarakat, dapat aktif berperan dalam pembangunan dan dapat hidup secara wajar sebagai warga negara yang baik dan bertanggung jawab, Undang-undang Nomor 12 Tahun 1995 tentang Pemasyarakatan Pasal 1 ke 2

Perbedaan sistem Kepenjaraan dengan pemasyarakatan sistem

kepanjaraan menganut liberalisme individualisme, narapidana dianggap sebagai

objek, tidak diperkenalkan kepada masyarakat, di dalam memperbaiki narapidana

lebih banyak mempergunakan kekerasan/unsur penjeraan dalam penjara, mengakui

narapidana sebagai manusia yang sudah tidak ada gunanya lagi. Sistem

pemasyarakatan menganut Pancasila dan UUD 1945, narapidana di samping objek

juga merupakan subjek, tidak terlepas dari masyarakat, di dalam memperbaiki

(6)

masyarakat, mengakui narapidana sebagai manusia yang harus dikembalikan

martabatnya sebagai manusia.16

Pertama kali dikemukakan oleh Sahardjo dalam pidato penerimaan gelar

Doctor Honoris Causa dalam ilmu hukum dari Universitas Indonesia tanggal 5 Juli

1963 yang memberikan rumusan bahwa disamping menimbulkan rasa derita pada

terpidana karena hilangnya kemerdekaan bergerak,17 Pemasyarakatan juga

membimbing terpidana agar bertobat, mendidik ia supaya menjadi seorang anggota

masyarakat yang berguna. Secara singkat dapat dikatakan bahwa tujuan pemidanaan

adalah untuk Pemasyarakatan.Para Warga Binaan Pemasyarakatan (WBP) belum

tentu orang jahat.Masyarakat sebenarnya tidak memahami norma kemasyarakatan

yang berlaku sehingga melakukan pelanggaran hukum. Narapidana dapat kembali

menjadi warganegara yang baik diperlukan pembinaan yang efektif. Pembinaan yang

dilakukan di Lembaga Pemasyarakatan meliputi dua jenis pembinaan yaitu

pembinaan kepribadian dan pembinaan kemandirian yang di dalamnya dilaksanakan

dalam bentuk kegiatan-kegiatan yang dapat langsung dilakukan oleh Warga Binaan

Pemasyarakatan (WBP) dengan bimbingan Pembina/Pembimbing.18Pembinaan

kepribadian ditujukan untuk kesadaran mental dan fisik sehingga dapat menyadari

kesalahan yang pernah dilakukan.19

16

S.R.Sianturi, SH dan Mompang L Panggabean SH, Hukum Peitensia di Indonesia, hal. 102

17

Sahardjo dalam buku Suwarto, Op.Cit.,hal.37

18

Suwarto, Op.cit.,2013, hal.19 19

Ibid., Hal.47

Pembinaan kemandirian ditujukan untuk

(7)

memiliki bekal hidup setelah selesai menjalani pidana.Negara hukum narapidana juga

memiliki hak-hak yang dilindungi dan diakui oleh penegak hukum, khususnya para

staf di Lembaga Pemasyarakatan. Warga Binaan Pemasyarakatan (WBP) juga harus

harus diayomi hak-haknya walaupun telah melanggar hukum, di samping itu juga ada

ketidakadilan perilaku bagi Warga Binaan Pemasyarakatan (WBP), misalnya

penyiksaan, tidak mendapat fasilitas yang wajar dan tidak adanya kesempatan untuk

mendapat Pembebasan Bersyarat.20

Menurut Sahardjo pembinaan dijabarkan menjadi 10 prinsip Lembaga

Pemasyarakatan yaitu :21

1. Ayomi dan berikan hidup agar mereka dapat menjalankan perannya

sebagai warga masyarakat yang baik dan berguna.

2. Penjatuhan pidana tidak lagi didasari oleh latar belakang pembalasan.

3. Berikan bimbingan ( bukan penyiksaan) supaya mereka bertaubat.

4. Negara tidak berhak membuat mereka menjadi lebih buruk, atau lebih

jahat daripada sebelum dijatuhi pidana.

5. Selama kehilangan (dibatasi) kemerdekaan bergeraknya pada narapidana

dan anak didik tidak boleh diasingkan dari masyarakat.

6. Pekerjaan yang diberikan kepada narapidana dan anak didik tidak boleh

bersifat sekedar pengisi waktu.

20

Susana Rita K., Nasib Narapidana, Mereka Hanya Menjemput Kematian Di Lembaga Pemasyarakatan, Harian Kompas, 13 April 2007, Hal.4

21

(8)

7. Pembinaan dan bimbingan yang diberikan kepada narapidana dan anak

didik adalah berdasarkan Pancasila.

8. Narapidana dan anak didik bagaikan orang sakit yang perlu diobati agar

mereka sadar bahwa pelanggaran hukum yang pernah dilakukannya

adalah merusak dirinya, keluarganya, dan lingkungannya kemudian

dibina dan dibimbing kejalan yang benar.

9. Narapidana dan anak didik hanya dijatuhi pidana berupa membatasi

kemerdekaan dalam jangka waktu tertentu.

10. Pembinaan dan bimbingan diberikan kepada narapidana serta anak didik

maka disediakan sarana yang diperlukan.

Berdasarkan Pasal 14 ayat (1) UU Nomor 12 Tahun 1995 tentang

Pemasyarakatan dan Peraturan Pemerintah Nomor 32 Tahun 1999 tentang Tata Cara

Pelaksanaan Hak Warga Binaan Pemasyarakatan, tertuang hak-hak yang dimiliki oleh

warga binaan seperti hak beribadah, hak perawatan jasmani dan rohani, pelayanan

kesehatan, pendidikan dan pengajaran serta hak lain yang seharusnya dilindungi dan

dijamin. Dengan kata lain orang yang menjalani masa pidana, hak-hak

kewarganegaraan dan kemanusiannya tidak akan hilang.22

Sistem Pemasyarakatan berfungsi untuk menyiapkan Warga Binaan

Pemasyarakatan agar dapat berinteraksi secara sehat dengan masyarakat, sehingga

dapat berperan kembali sebagai anggota masyarakat yang bebas dan bertanggung

jawab. Lebih lanjut Soejono Dirdjosisworo menyimpulkan sebagai berikut “Yang

22

(9)

dimaksud dengan pembinaan napi adalah segala daya upaya perbaikan terhadap tuna

warga atau Warga Binaan Pemasyarakatan (WBP) dengan maksud secara langsung

dan minimal menghindarkan pengulangan tingkah laku yang menyebabkan keputusan

hakim tersebut. Lapas mempunyai tugas pemasyarakatan dan berfungsi dalam

melakukan pembinaan terhadap narapidana, memberikan bimbingan, mempersiapkan

sarana dan mengelola hasil kerja, melakukan pemeliharaan keamanan dan tata tertib,

serta melakukan urusan tata usaha rumah tangga Lapas. Sistem Pemasyarakatan

identik dengan reintegrasi sosial, terpidana tidak hanya menjadi objek tetapi juga

menjadi subjek dalam pembinaan”.23

Selain hak-hak narapidana juga ada kewajiban yang harus dipenuhi

olehnarapidana seperti yang tertuang dalam Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1995

tentang Pemasyarakatan Pasal 15 yaitu :

Hal tersebut adalah salah satu hal yang sampai

sekarang belum dapat direalisasikan secara baik oleh instansi terkait.

24

1. Narapidana wajib mengikuti secara tertib program pembinaan dan

kegiatan tertentu

2. Ketentuan mengenai program pembinaan sebagaimana dimaksud dalam

ayat (1) diatur lebih lanjut dengan peraturan pemerintah.

Menurut peraturan Lembaga Pemasyarakatan Klas I Medan juga tercantum

kewajiban narapidana yaitu:25

23

Soerjono D.Sosio Kriminologi, Ilmu-ilmu Sosial Dalam Studi Kejahatan, (Bandung: Sinar Baru, 1985) Hal.235

24

(10)

1. Mentaati semua peraturan di Lembaga Pemasyarakatan Klas I Medan

2. Wajib berlaku sopan, patuh dan hormat kepada semua petugas

3. Wajib menghargai semua Warga Binaan Pemasyarakatan

4. Wajib menjaga keamanan, ketertiban, kebersihan dan keindahan

5. Wajib berpakaian rapi dan sopan

6. Wajib mengikuti program pembinaan

7. Wajib memelihara barang-barang milik Negara

8. Wajib menitipkan barang-barang berharga

9. Wajib memberitahu kepada petugas apabila melihat atau mengetahui

tanda-tanda atau keadaan bahaya bagi keamanan Lembaga

Pemasyarakatan

Penyalahgunaan Narkotika, Psikotropika dan Zat Adiktif lainya atau istilah

yang dikenal masyarakat sebagai tindak pidana Narkotika. Sebagaimana yang

disebutkan oleh UU No.22 Tahun 1997 tentang Narkotika pada pasal 1 ke 1

“Narkotika adalah zat atau obat yang berasal dari tanaman atau bukan tanaman, baik

sintesis maupun semi sintesis yang dapat menyebabkan penurunan atau perubahan

kesadaran, hilangnya rasa, mengurangi sampai menghilangkan rasa nyeri dan dapat

menimbulkan ketergantungan yang dibedakan ke dalam golongan-golongan.”

Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 narkotika digolongkan ke dalam 3 golongan

yaitu :

1. Narkotika golongan I

25

(11)

Narkotika golongan satu hanya dapat digunakan untuk tujuan pengembangan ilmu

pengetahuan dan tidak digunakan dalam terapi, serta mempunyai potensi sangat

tinggi mengakibatkan ketergantungan. Contoh : Heroin, kokain, opium, Ganja,

Katinon, MDMDA/Ecstasy.

2. Narkotika golongan II

Berkhasiat untuk pengobatan digunakan sebagai pilihan terakhir dan dapat

digunakan dalam terapi dan/atau untuk tujuan pengembangan ilmu pengetahuan

serta mempunyai potensi tinggi mengakibatkan ketergantungan. Contoh: Morfin,

Petidin, Fentanil, Metadon.

3. Narkotika golongan III

Berkhasiat untuk pengobatan dan banyak digunakan dalam terapi dan/atau untuk

tujuan pengembangan ilmu pengetahuan serta mempunyai potensi ringan

mengakibatkan ketergantungan. Contoh: Codein, Buprenorfin, Etilmorfin.

Tindak pidana narkotika merupakan suatu kejahatan yang kompleks karena

dalam tindak pidana narkotika, pelaku tindak pidana bisa menjadi sekaligus korban.

Berdasarkan pra research yang dilakukan penulis di Lembaga Pemasyarakatan Klas I

Medan masih cukup banyak ditemukan Warga Binaan Pemasyarakatan (WBP)

dengan kasus pemakai diatur dalam Pasal 127 UU No.35 Tahun 2009, pengedar

bukan pemakai diatur dalam Pasal 115, 120, 125 UU No.35 Tahun 2009. Pemakai

sekaligus pengedar diatur dalam Pasal 127, dan Pasal 114 UU No.35 Tahun 2009,

dan bandar diatur dalam Pasal 113, Pasal 118, Pasal 112, Pasal 123 UU No.35

(12)

narapidana/Warga Binaan Pemasyarakatan (WBP) yang menjalani hukuman penjara

di Lembaga Pemasyarakatan (lapas). Pada saat ini kita sering mendengar istilah

Pembebasan Bersyarat (Voorwaardelijke in Vrijheidstelling/VI) proses pembinaan

tahap akhir bagi narapidana/Warga Binaan Pemasyarakatan (WBP), banyak orang

yang belum mengetahui tentang Pembebasan Bersyarat tersebut. Masyarakat awam

hanya tahu bahwa Pembebasan Bersyarat merupakan upaya pemerintah untuk

membebaskan narapidana atau pelaku kejahatan.Pandangan seperti ini harus segera

diluruskan karena dapat menimbulkan pandangan negatif.

Dasar hukum Pembebasan Bersyarat adalah Pasal 15 KUHP dan yang

menyatakan orang yang dihukum penjara boleh dilepaskan dengan perjanjian, dan

Pasal 14 Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1995 tentang yang menyatakan

Pemasyarakatan, narapidana memiliki hak untuk mendapatkan Pembebasan Bersyarat

(PB) bila telah melalui dua pertiga bagian dari hukumannya yang sebenarnya dan

juga paling sedikit sembilan bulan dari masa hukumannya. Berdasarkan

Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1995 Tentang Pemasyarakatan, Pembebasan Bersyarat

(PB) adalah proses pembinaan narapidana dan anak pidana diluar Lembaga

Pemasyarakatan (lapas) setelah menjalani sekurang kurangnya 2/3 dari masa pidana

minimal 9 (sembilan) bulan.26

Berdasarkan Undang-Undang Nomor 35Tahun 2009 tentang Narkotika

pengertian dari narkotika adalah zat atau obat yang berasal dari tanaman atau bukan

26

(13)

tanaman baik sintetis maupun semi sintetis yang menyebabkan penurunan atau

perubahan kesadaran, hilang rasa, mengurangi sampai menghilangkan rasa nyeri dan

dapat menimbulkan ketergantungan. Ilmu kedokteran, sebagian besar golongan

Narkotika, Psikotropika dan Zat Adiktif lainnya masih bermanfaat bagi pengobatan,

namun biladisalahgunakan atau digunakan tidak menurut indikasi medis atau standar

pengobatan terlebih lagi bila disertai peredaran dijalur ilegal, akan berakibat sangat

merugikan bagi individu maupun masyarakat luas khususnya generasi muda. Narkoba

dapat menjadi menghambat pembangunan nasional yang beraspek materiel-spiritual.

Bahaya pemakaian narkoba sangat besar pengaruhnya terhadap negara, jika sampai

terjadi pemakaian narkoba secara besar-besaran di masyarakat, maka bangsa

Indonesia akan menjadi bangsa yang sakit, apabila terjadi demikian negara akan

rapuh dari dalam karena ketahanan nasional merosot.Hal ini harus lebih

dipertimbangkan lagi apabila Pemerintah melaluiKementerian Hukum dan Hak Asasi

Manusia ingin memberikan Pembebasan Bersyarat kepada Warga Binaan

Pemasyarakatan (WBP)/narapidana narkotika.27

Banyaknya kasus penyalahgunaan Narkotika tidak hanya dikota-kota besar

saja, tetapi sudah sampai ke kota-kota kecil di seluruh wilayah Republik Indonesia,

mulai dari tingkat sosial ekonomi menengah bawah sampai tingkat sosial ekonomi

atas.Hal ini menyebabkan banyaknya pelaku penyalahgunaan narkotika yang dikenai

sanksi pidana penjara, dan berdampak pada bertambahnya Warga Binaan

Pemasyarakatan (WBP) narkotika di Lembaga Pemasyarakatan Klas I

27

(14)

Medan.Pemidanaan atau penghukuman diatur lebih jelas dalam Kitab

Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP).Menurut Wirjono Prodjodikoro tindak pidana ialah

suatu perbuatan yang pelakunya dapat dikenakan hukuman.Narapidana yang telah

melakukan tindak pidana dibawa ke pengadilan dan dijatuhi pidana yang

setimpal.Warga Binaan Pemasyarakatan tersebut ke dalam lingkungan masyarakat,

menjadikan ia bertanggung jawab terhadap dirinya, keluarga dan masyarakat sekitar

atau lingkungannya.28

Hak dan kewajiban merupakan tolak ukur berhasil tidaknya pola pembinaan

yang dilakukan oleh para petugas kepada Warga Binaan Pemasyarakatan

(WBP)/narapidana.Dalam hal inidapat dilihat apakah petugas benar-benar

memperhatikan hak-hak Warga Binaan Pemasyarakatan (WBP) dan apakah

narapidana juga sadar selain hak Warga Binaan Pemasyarakatan (WBP) juga

mempunyai kewajiban yang harus dilakukan dengan baik dan penuh

kesadaran.Dalam hal inidituntut adanya kerjasama yang baik antara petugas dan para

Warga Binaan Pemasyarakatan (WBP). Pembebasan Bersyarat merupakan salah satu

perwujudandari pembinaan terhadap Warga Binaan Pemasyarakatan (WBP), yaitu

pengembalian Warga Binaan Pemasyarakatan (WBP) kepada masyarakat

(pembebasan narapidana) agar menjadi orang yang baik dan berguna asalkan

memenuhi syarat-syarat tertentu sebelum ia selesai menjalani masa pidananya29

28

Suwarto, Individualisasi Pemidanaan, (Medan, Pustaka Bangsa Press, 2013), hal.120

29

Suwarto, Op.Cit., Hal.87

. Bagi

(15)

menurut ketentuan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana ( KUHP ) harus telah

memenuhi syarat-syarat tertentu, baru kemudian dilepas ke masyarakat yang telah

menyatakan siap menerimanya.

Masyarakat diharapkan turut berperan dalam memberikan pembinaan dan

pendidikan bagi narapidana.Bagi Warga Binaan Pemasyarakatan (WBP) yang

dianggap telah memenuhi syarat-syarat tertentu, mempunyai kemungkinan dapat

dikabulkannya permohonan Pembebasan Bersyaratnya sebelum habis masa

pidananya.Narapidana yang dikabulkan permohonan Pembebasan Bersyaratnya harus

menjalani masa percobaan, yaitu selama sisa pidananya yang belum dijalani ditambah

satu tahun.Masa percobaan ini merupakan masa peralihan dari kehidupan yang serba

terbatas menuju kehidupan bebas sebagai warga yang baik dan bertanggung jawab.

Narapidana yang dianggap telah memenuhi syarat-syarat tertentu,mempunyai

kemungkinan dapat dikabulkannya permohonan Pembebasan Bersyaratnya sebelum

habis masa pidananya. Warga Binaan Pemasyarakatan (WBP) yang

dikabulkanpermohonan Pembebasan Bersyaratnya harus menjalani masa percobaan,

yaitu selama sisa pidananya yang belum dijalani ditambah satu tahun.Masa percobaan

ini merupakan masa peralihan dari kehidupan yang serba terbatas menuju kehidupan

bebas sebagai warga yang baik dan bertanggung jawab.

Penulis melakukan penelitian tentang hak asasi warga binaan di Lapas Klas I

Medan yang salah satunya mengenai pembebasan bersyarat bertujuan secepat

mungkin warga binaan pemasyarakatan kembali ke masyarakat, pembinaan terbaik

(16)

masyarakat. Pembinaan yang terbaik bukanlah disolasi dengan jeruji besi atau di

balik tembok penjara. Jumlah narapidana yang sedang menjalani hukuman pidana

penjara di Lembaga Pemasyarakatan sebesar 2.264 orang terhitung hingga bulan

April. Penelitian dilakukan di Lapas I Medan karena dominan mayoritas kasusnya

mengenai penyalahgunaan narkotika sebesar 1.624 narapidana yang memiliki masa

pidana tinggi yaitu di atas 5 tahun karena terlalu banyaknya kasus mengenai

penyalahgunaan narkotika membuat over kapasitas yang batas tampung sebesar 1.024

orang, kasus korupsi 8 narapidana, teroris 2 narapidana dan dibentuk Lapas Khusus

Narkotika di Humbahas, Langkat dan Raya ( Simalungun Siantar) namun disana

masih rentan pengamanannya salah satunya minimnya sumber daya petugasnya, tim

medis, psikolog, sarana medis kesehatan. Dalam kasus narkotika yang utama

dibutuhkan adalah media kesehatan untuk memperbaiki kesehatannya akibat

narkotika, segi bangunan yang belum memenuhi syarat standarisasi penjara.30

A. Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah dijelaskan maka pokok permasalahan

dalam penelitian ini adalah :

1. Bagaimanakah implementasi Pembebasan Bersyarat terhadap Narapidana

penyalahgunaan Narkotika di Lembaga Pemasyarakatan Klas I Medan?

30

(17)

2. Apa kendala yang dihadapi oleh Lembaga Pemasyarakatan Klas I Medan

dalam pemberian Pembebasan Bersyarat (PB) bagi Warga Binaan

Pemasyarakatanyang kasus penyalahgunaan Narkotika?

3. Bagaimana pengawasan Pembebasan Bersyaratbagi warga binaan

penyalahguna Narkotika di Balai Pemasyarakatan Klas I

B. Tujuan Penelitian

Berdasarkan latar belakang masalah yang telah diuraikan di atas maka

permasalahan yang dibahas secara lebih mendalam dalam penelitian ini adalah:

1. Untuk mengetahui implementasi Pembebasan Bersyarat terhadap Narapidana

penyalahgunaan Narkotika di Lembaga Pemasyarakatan Klas I Medan

2. Untuk mengetahui kendala yang dihadapi oleh petugas di Lembaga

Pemasyarakatan Klas I Medan dalam proses Pembebasan Bersyarat (PB) bagi

Warga Binaan Pemasyarakatanyang kasus penyalahgunaan Narkotika.

3. Untuk mengetahui pengawasan petugas Balai Pemasyarakatan Klas I Medan

terhadap narapidana yang mendapatkan Pembebasan Bersyarat

C. Manfaat Penelitian

Hasil penelitian diharapkan dapat memberikan manfaat baik secara teoritis

maupun secara praktis, yaitu :

1. Secara teoritis penelitian dapat memberikan manfaat berupa sumbangsih

(18)

hukum, khususnya yang terkait dengan pelaksanaan pemberian pembebasan

bersyarat warga binaan di Lembaga Pemasyarakatan Klas I Medan.

2. Secara praktis hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan bagi

praktisi maupun bagi pihak-pihak terkait mengenai pemberian pembebasan

bersyarat warga binaan Pemasyarakatan Penyalahgunaan Narkotika di Lembaga

Pemasyarakatan Klas I Medantentang Narkotika.

3. Untuk Mahasiwa Hukum

Memberikan sumbangan pemikiran kepada mahasiwa fakultas hukum dalam

memperluas wawasan terkait pemberian pembebasan bersyarat warga binaan

Pemasyarakatan Penyalahgunaan Narkotika di Lembaga Pemasyarakatan Klas I

Medan tentang Narkotika.

4. Untuk masyarakat

Memberikan informasi ilmiah mengenai peraturan yang berlaku pada

narapidana penyalahguna narkotika.

D. Keaslian Penelitian

Berdasarkan hasil penelusuran di lingkungan Universitas Sumatera Utara dan

Universitas lainnya tidak terdapat kesamaan. Dari penelusuran yang dilakukan,

ditemukan beberapa judul tesis terdahulu yaitu:

1. Holmes Rio Natanael Siregar (NIM:107005106) dengan judul : Pelaksanaan

Pembebasan Bersyarat Sebagai Salah Satu Proses Reintegrasi sosial warga

(19)

Pemasyarakatan.Tulisantesis ini tidak ditemukan di Perpustakaan Universitas

Sumatera Utara.

2. Sri Asmaniah (NIM 077005026) dengan judul : Pelaksanaan Pembebasan

Bersyarat di Lembaga Pemasyarakatan Tanjung Balai Ditinjau Dari

Undang-Undang Nomor 12 tahun 1995 Tentang Pemasyarakatan. Permasalahannya:

1.Apa Pertimbangan Lembaga Pemasyarakatan Klas IIB Tanjung Balai

Dalam Pemberian Pembebasan Bersyarat, Cuti Menjelang Bebas dan

Cuti Bersyarat

2.Hambatan-Hambatan yang terjadi Dalam Pelaksanaan Pembebasan

Bersyarat, Cuti Menjelang Bebas, dan Cuti Bersyarat di Lembaga

Pemasyarakatan Klas II B Tanjung Balai

Judul dan permasalahan yang ada di atas tidak memliki kesamaan terhadap

judul dan permasalahan dengan penelitian ini. Penelitian ini belum ada yang meneliti

dan membahasnya sehingga secara akademis keaslian penelitian ini dapat

dipertanggungjawabkan.

E. Kerangka Teori dan Konsepsi

1. Kerangka Teori

Hukum harus menjamin bahwa setiap orang dengan kedudukannya di muka

hukum dan pengadilan tidak membedakan strata sosial dan tidak ada prioritas si

miskin terhadap si kaya dalam mendapatkan keadilan, meskipun dalam praktiknya

(20)

Teori adalah untuk menerangkan atau menjelaskan mengapa gejala spesifik

atau proses tertentu terjadi, dan suatu teori harus diuji dengan menghadapkannya

pada fakta-fakta yang dapat menunjukkan ketidakbenarannya. Kerangka Teori adalah

kerangka pemikiran atau butir-butir pendapat teori, tesis, mengenai suatu kasus atau

permasalahan (problem) yang menjadi perbandingan/pegangan teoritis, terhadap

prosedur penegakan hukum pemberian pembebasan bersyarat bagi penyalahguna

narkotika ditinjau dari UU No.35 Tahun 2009 di lembaga pemasyarakatan Klas I

Medan.

Teori yang digunakan teori pemidanaan, pada umumnya dapat dikelompokkan

dalam tiga golongan besar, yaitu:31

Teori ini artinya untuk membalas tindak pidana yang dilakukan seseorang. Jadi

pidana menurut teori ini hanya semata-mata untuk pidana itu sendiri. Teori

pembalasan ini terbagi 2 yaitu teori pembalasan subjektif ialah pembalasan

terhadapkesalahan pelaku, pembalasan objektif ialah pembalasan terhadap apa yang

telah diciptakan pelaku di dunia luar. a. Teori Absolut atau Teori Pembalasan

32

Secara garis besar, tujuan pidana menurut teori relatif bukanlah sekedar

pembalasan, akan tetapi untuk mewujudkan ketertiban di dalam masyarakat. Jadi

tujuan pidana menurut teori relatif adalah untuk mencegah agar ketertiban di b. Teori Relatif atau Teori Tujuan

31

Suwarto, Op.cit, Hal.23

32

(21)

dalam masyarakat tidak terganggu. Teori ini dibagi 2 yaitu prevensi umum

(generale preventie) bertujuan untuk menghindarkan supaya orang pada umumnya

tidak melanggar. Prevensi khusus bertujuan menghindarkan supaya pembuat

(dader) tidak melanggar.33

a. tujuan pidana adalah pencegahan (Prevensi)

Prevensi umum menekankan bahwa tujuan pidana

adalah untuk mempertahankan ketertiban masyarakat dari gangguan penjahat.

Memidana pelaku kejahatan, diharapkan anggota masyarakat lainnya tidak akan

melakukan tindak pidana. Teori prevensi khusus menekankan bahwa tujuan pidana

itu dimaksudkan agar narapidana jangan mengulangi perbuatannya lagi. Berfungsi

untuk mendidik dan memperbaiki narapidana agar menjadi anggota masyarakat

yang baik dan berguna. Dari uraian di atas dapat dikemukakan beberapa

karakteristik dari teori relatif atau teori utilitarian, yaitu :

b. pencegahan bukanlah pidana akhir, tapi merupakan sarana untuk mencapai

tujuan yang lebih tinggi yaitu kesejahteraan masyarakat.

c. Hanya pelanggaran-pelanggaran hukum yang dapat dipersalahkan kepada si

pelaku saja. (misal karena sengaja atau culpa) yang memenuhi syarat untuk

adanya pidana.

d. Pidana harus ditetapkan berdasarkan tujuannya sebagai alat untuk pencegahan

kejahatan.

33

(22)

e. Pidana berorientasi ke depan, pidana dapat mengandung unsur pencelaan, tetapi

baik unsur pencelaan maupun unsur pembalasan tidak dapat diterima apabila

tidak dapat membantu pencegahan kejahatan untuk kepentingan kesejahteraan

masyarakat.34

c. Teori Gabungan

Menurut teori gabungan bahwa tujuan pidana itu selain membalas kesalahan

penjahat juga dimaksudkan untuk melindungi masyarakat, dengan mewujudkan

ketertiban. Teori ini menggunakan kedua teori di atas (teori absolut dan teori

relatif) sebagai dasar pemidanaan, dengan pertimbangan bahwa kedua teori

memiliki kelemahan-kelemahan yaitu :35

Perbedaan pendapat di kalangan sarjana mengenai tujuan pidana itu, namun

ada satu hal yang tidak dapat dibantah, yaitu bahwa pidana itu merupakan salah satu 1. Kelemahan teori absolut adalah menimbulkan ketidak adilan karena dalam

penjatuhan hukuman perlu mempertimbangkan bukti-bukti yang ada dan

pembalasan yang dimaksud tidak harus negara yang melaksanakan.

2. Kelemahan teori relatif yaitu dapat menimbulkan ketidakadilan karena pelaku

tindak pidana ringan dapat dijatuhi hukum berat, kepuasan masyarakat

diabaikan jika tujuannya untuk memperbaiki masyarakat dan mencegah

kejahatan dengan menakut-nakuti sulit dilaksanakan.

34

E.Utrecht, Op.cit, hal 157. 35

(23)

sarana untuk mencegah kejahatan serta memperbaiki narapidana agar menjadi

manusia yang berguna di masyarakat.

2. Konsepsi

Konsepsi adalah suatu bagian terpenting dari teori, karena konsep adalah

bagian penghubung yang menerangkan suatu yang sebelumnya hanya baru ada

dipikiran. “Peranan konsep dalam pemeliharaan adalah untuk menghubungkan dunia

teori dan observasi antara bisnis dan realitis.36Konsepsi yang dimaksud disini adalah

kerangka konsepsional merupakan bagian yang menjelaskan hal-hal yang berkaitan

dengan konsep yang digunakan penulis. Konsep diartikan sebagai kata yang abtraksi

yang digeneralisasikan dari hal-hal yang khusus yang disebut dengan defenisi

operasional.37

a. Pembebasan bersyarat adalah proses pembinaan narapidana di luar Lembaga

Pemasyarakatan setelah menjalani sekurang-kurangnya 2/3 (duaper tiga) masa Pentingnya defenisi operasional adalah untuk menghindari perbedaan

pengertian mendua (dubius) dari suatu istilah yang dipakai. Adanya penegasan

kerangka konsepsi, maka akan diperoleh suatu pandangan dalam menganalisis

masalah yang akan diteliti baik dipandang dari aspek yuridis maupun aspek

sosiologis. Penelitian ini dirumuskan serangkaian kerangka konsepsi atau defenisi

operasional sebagai berikut:

36

Masri Singaribun dkk, Metode Penelitian Survey, (Jakarta: LP3ES, 1999) hal.34 37

(24)

pidananya dengan ketentuan 2/3 (dua per tiga) masa pidana tersebut minimal

9 (sembilan) bulan.38

b. Narapidana adalah terpidana yang menjalani pidana hilang kemerdekaan di

Lapas

c. Lembaga Pemasyarakatan adalah tempat untuk melaksanakan pembinaan

narapidana dan anak didik pemasyarakatan. 39

d. Pemasyarakatan adalah kegiatan untuk melakukan pembinaan Warga Binaan

Pemasyarakatan berdasarkan sistem, kelembagaan, dan cara pembinaan yang

merupakan bagian akhir dari sistem pemidanaan dalam tata peradilan

pidana.40

e. Sistem pemasyarakatan adalah suatu tatanan mengenai arah dan batas serta

cara pembinaan Warga Binaan Pemasyarakatan berdasarkan Pancasila yang

dilaksanakan secara terpadu antara Pembina dan masyarakat untuk

meningkatkan kualitas Warga binaan Pemasyarakatan agar menyadari

kesalahan, memperbaiki diri dan tidak mengulangi tindak pidana, sehingga

dapat diterima kembali oleh lingkungan masyarakat, dapat aktif berperan

dalam pembangunan dan dapat hidup secara warga yang baik dan

bertanggung jawab.41

38

Indonesia (g), Peraturan tentang Syarat dan Tata Cara Pelaksanaan Hak Warga Binaan Pemasyarakatan, PP Nomor 32 Tahun 1999, Lembaran Negara Nomor 69 Tahun 1999, TLN Nomor 3846, ps.1 bagian 7

39

Pasal 1 angka 3 Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1995 tentang Pemasyarakatan.

40

Pasal 1 angka 1 Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1995 tentang Pemasyarakatan

41

(25)

f. Penegakan hukum adalah proses dilakukannya upaya untuk tegaknya atau

berfungsinya norma-norma hukum secara nyata sebagai pedoman perilaku

dalam lalulintas atau hubungan-hubungan hukum dalam kehidupan

bermasyarakat dan bernegara.

g. Hak Asasi Manusia adalah seperangkat hak yang melekat pada hakikat dan

keberadaan manusia sebagai makhluk Tuhan Yang Maha Esa dan merupakan

anugerah-Nya yang wajib dihormati, dijunjung tinggi dan dilindungi oleh

negara, hukum, pemerintah, dan setiap orang demi kehormatan serta

perlindungan harkat dan martabat manusia.

F. Metode Penelitian

Metode artinya cara tepat untuk melakukan sesuatu untuk mencapai tujuan.

Sedangkan penelitian adalah pencarian atas sesuatu secara sistematis dengan

penekanan bahwa pencarian ini dilakukan terhadap masalah-masalah yang dapat

dipecahkan.42

1. Jenis Penelitian

Penelitian ini merupakan penelitian normatif dan penelitian hukum empiris.

Metode penelitian normatif hukum yaitu penelitian hukum yang dilakukan dengan

cara meneliti bahan pustaka atau data sekunder berupa hukum positif dan bagaimana

42

(26)

penyerapannya dalam praktek di Indonesia.43 Metode penelitian sosiologis/empiris

yaitu penelitian yang berdasarkan kondisi lapangan berkaitan dengan pembebasan

bersyarat warga binaan Lembaga Pemasyarakatan Klas I Medan.44

Menurut Soerjono Soekanto, seorang sarjana hukum, adalah seorang ilmuwan

yang memahami hukum dan mengetahui menghimpun data hukum secara sistematis

dan konsisten. Mengumpulkan data atau menghimpun data berarti melakukan

penelitian artinya apabila seorangilmuwan antara lain berfungsi sebagai seorangyang

mengetahui dan menghimpun data tentang bidang yang diperdalaminya maka dia

harus melakukan penelitian.

Perbandingan

antara ketentuan hukum secara normatif dengan pelaksanaannya di lapangan.

45

2. Sumber Data Penelitian

Adapun jenis data yang dibutuhkan dalam penelitian ini adalah data sekunder

yaitu sumber bahan hukum yang bersumber dari kepustakaan, yaitu bahan hukum

primer, bahan hukum sekunder dan bahan hukum tertier. Berdasarkan jenis dan

sumber data tersebut maka penelitian ini lazim disebut penelitian kepustakaan

(library research).Sebagai penunjang bagi data sekunder tersebut penelitian ini juga

membutuhkan data primer, yakni data yang diperoleh secara langsung dari lapangan,

43

Zainuddin Ali, Metode Penelitian Hukum (Jakarta: Sinar Grafika, 2010), hal.118

45

(27)

masyarakat dan pemerintah.46

a. Bahan hukum primer yaitu bahan hukum yang mengikat antara lain

Undang-Undang Dasar 1945, peraturan perundang-undangan, putusan-putusan pengadilan

atau yurisprudensi, KUHPidana, KUHAPidana dan sebagainya.

Data-data yang dimaksud antara lain data yang didapat

dari Lapas I Medan dan lain-lain.

47

b. Bahan hukum sekunder yaitu bahan yang memberikan penjelasan tentang bahan

hukum primer antara lain berupa makalah, lokakarya, seminar, simposium,

diskusi, hasil-hasil penelitian, majalah/koran, pendapat pakar, tesis atau disertasi

yang ada hubungannya dengan objek penelitian ini.48

c. Bahan hukum tertier yaitu bahan yang memberikan petunjuk maupun penjelasan

terhadap bahan hukum primer dan sekunder contohnya kamus, ensiklopedi dan

sebagainya.49

Mengenai wawancara/interview dilakukan terhadap individu yang menjadi

pelaku dan petugas lapas. Wawancara yang dimaksud wawancara yang relevan

dengan permasalahan yang diteliti.

3. Teknik Pengumpulan Data

Teknik mengumpulkan data yang diperoleh untuk menjawab masalah dalam

penelitian ini digunakan metode penelitian kepustakaan, pedoman wawancara/

46

Soerjono Soekanto, Metode penelitian Hukum, (Jakarta:UI Press, 1984), hal.24

(28)

interviewdan daftar pertanyaan. Adapun teknik pengumpulan data dalam penelitian

ini menggunakan teknik :

a. Penelitian Kepustakaan (library research) yaitu melalui buku-buku, jurnal,

terhadap bahan hukum tertulis yang relevan dengan permasalahan yang dimaksud

dengan tujuan untuk mendapatkan teori-teori, asas-asas perlindungan,

konsep-konsep dan doktrin, pendapat serta pemikiran dari para ahli dan para peneliti

terdahulu yang relevan dengan permasalahan yang dikaji, terhadap semua data

sekunder yang diperoleh melalui membaca, melihat dan mendengar seminar

maupun materi kuliah serta penelusuran resmi internet untuk mendapatkan teori,

asas, prinsip dan kaidah serta norma yang relevan dengan Pembebasan Bersyarat

warga binaan di Lembaga Pemasyarakatan Klas I Medan.

b. Field research atau penelitian lapangan, yaitu meneliti dengan melakukan

wawancara secara langsung dengan Informan yakni Pejabat Lembaga

Pemasyarakatan Klas I Medan.50

4. Lokasi Pengumpulan Data

Lokasi penelitian ini dilaksanakan di Lapas Klas I Medan. Alasan pemilihan

lokasi ini dikarenakan kondisi Lapas Klas I Medan yang saat ini sudah melebihi

kapasitas sehingga sangat rentan terjadinya pelanggaran di dalam pelaksanaan

penegakan hukum dan HAM bagi tahanan dan narapidana.

Yang menjadi responden dan populasi dalam penelitian ini terdiri atas:

50

(29)

1) Narapidanayang ada di Lembaga Pemasyarakatan Klas I Medan

2) Petugas Lembaga Pemasyarakatan Klas I Medan.

3) Petugas Balai Pemasyarakatan Klas I Medan.

5. Analisis Data

Data-data yang telah terkumpul baik yang didapatkan dari penelitian

kepustakaan maupun dari hasil penelitian lapangan yang tercakup berupa data primer

dan sekunder, selanjutnya diolah dan dianalisa secara normatif, logis dan sistematis

dengan menggunakan metode kualitatif dan dipaparkan secara deskriptif.

Mendapatkan suatu pemahaman mengenai objek yang diteliti yaitu mengenai peranan

lembaga pemasyarakatan dalam penegakan hukum dan perlindungan terhadap hak

asasi tahanan dan narapidana.

Pengolahan data secara kualitatif dan memaparkannya secara deskriptif

akhirnya diperoleh suatu kesimpulan bahwa penelitian yang dilakukan akan

memperoleh hasil yang benar dan akurat dalam menjawab permasalahan yang telah

dirumuskan. Dengan pemaparan secara deskriptif maka penelitian ini dapat

menjelaskan pelaksanaan penegakan hukum pemberian pembebasan bersyarat

tahanan dan narapidana di Lapas Klas I Medan.

Soedjono dan Abdurrahman menyatakan bahwa deskriptif dapat diartikan

(30)

keadaan subjek/objek penelitian (seseorang, lembaga, masyarakat dan lain-lain) pada

saat sekarang berdasarkan faktor-faktor yang tampak atau sebagaimana adanya51

51

Referensi

Dokumen terkait

Sistem Pemasyarakatan adalah suatu tatanan mengenai arah dan batas serta cara pembinaan Warga Binaan Pemasyarakatan berdasarkan Pancasila yang dilaksanakan secara terpadu

Sistem Pemasyarakatan adalah suatu tatanan mengenai arah dan batas serta cara pembinaan Warga Binaan Pemasyarakatan berdasarkan Pancasila yang di laksanakan secara terpadu antara

Sistem pemasyarakatan adalah suatu tatanan mengenai arah dan batas serta cara pembinaan Warga Binaan Pemasyarakatan berdasarkan Pancasila yang dilaksanakan secara terpadu

Sistem pemasyarakatan adalah suatu tatanan mengenai arah dan batas serta cara pembinaan Warga Binaan Pemasyarakatan berdasarkan pancasila yang dilaksanakan secara

“fungsi dan tugas pembinaan pemasyarakatan terhadap warga binaan pemasyarakatan (narapidana, anak negara, klien pemasyarakatan, dan tahanan) dilaksanakan secara terpadu

Surat masuk ke bagian umum Balai Pemasyarakatan Klas I Medan untuk dieksposisi kemudian dilanjutkan ke bagian register di data dan dibuat serah terima napi tersebut kemudian

Sistem pemasyarakatan adalah suatu tatanan mengenai arah dan batas serta cara pembinaan warga binaan pemasyarakatan berdasarkan pancasila yang dilaksanakan

Sistem Permasyarakatan itu sendiri adalah suatu tatanan mengenai arah dan batas serta cara pembinaan Warga Binaan Pemasyarakatan berdasarkan Pancasila yang dilaksanakan secara terpadu