BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah
Lahirnya suatu produk hukum didasari perencanaan dan tujuan yang jelas.
Termasuk dalam hal ini undang-undang pemerintahan daerah yang tujuannya
adalah sebagai antisipasi pembaharuan dan sebagai penyempurnaan dari beberapa
aturan yang melandasi pelaksanaan pemerintahan daerah yang sudah tidak efektif
dalam perkembangan yang ada saat ini. Dan di sisi lain, undang -undang ini juga
sebagai implementasi dari beberapa aturan mendasar, dengan tegas dan jelas
memberikan batasan-batasan, beberapa pengertian sebagai acuan atau dasar dari
pelaksanaan pemerintahan di daerah: diantaranya memisahkan secara tegas fungsi
dan peran pemerintahan daerah dan DPRD, yang disatu sisi menempatkan kepala
daerah beserta perangkat daerah otonom sebagai badan eksekutif dan di sisi
lainnya, DPRD sebagai badan legisliatif daerah.
Dalam rangka perbaikan sistem pemerintahan daerah, Pemerintah pusat
telah mengeluarkan Undang-Undang No. 32 tahun 2004 Tentang Pemerintahan
Daerah yang memberikan hak secara langsung kepada rakyat untuk memilih
pemimpin di daerahnya secara demokratis berdasarkan azas bebas berdasarkan
azas langsung, umum, bebas, rahasia, jujur dan adil.
Awal perubahan besar tersebut terjadi di tahun 2005, dimana pada waktu
itu untuk pertamakalinya Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah, dipilih secara
langsung oleh rakyat. Peristiwa ini menandai periode baru dalam sejarah politik
daerah di Indonesia. Adapun pemilihan umum Kepala Daerah dan Wakil Kepala
Daerah secara langsung diatur dalam UU No.32/2004 tentang Pemerintah Daerah
Pasal 56. Dalam Pasal 56 ayai (1) dikatakan : “Kepala Daerah dan Wakil Kepala
Daerah dipilih dalam satu pasangan calon yang dilaksanakan secara demokratis
berdasarkan asas langsung, umum, bebas, rahasia, jujur dan adil.” Keputusan
untuk memilih sistem pemilukada langsung bukan datang secara tiba-tiba.
Beberapa faktor mendorong percepatan digunakannya sistem langsung tersebut,
dengan semangat utamanya memperbaiki kehidupan demokrasi.1
Berdasarkan UU No. 15 tahun 2011 tentang Penyelenggara Pemilu,
pemilihan umum Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah (Pemilukada) juga
dimasukkan sebagai bagian dari kategori pemilu. Pemilihan umum Kepala Daerah
langsung merupakan suatu capaian yang baik dalam proses demokrasi di
Indonesia. Melalui pemilihan umum Kepala Daerah langsung berarti
mengembalikan hak-hak masyarakat di daerah untuk berpartisipasi dalam proses
politik dalam rangka rekrutmen politik lokal secara demokrasi.2
Hal ini juga memberikan tanda bahwa demokrasi di tingkat lokal mulai
mekar, karena dalam sejarah perjalanan bangsa Indonesia digelar perhelatan akbar
“Pemilihan Umum Kepala Daerah Langsung”, baik gubernur dan wakil gubernur,
bupati dan wakil bupati maupun walikota dan wakil walikota. Pemilukada
langsung merupakan hasil kerja keras dalam perwujudan demokrasi, walaupun
banyak hal yang menjadi konsekuensinya seperti biaya yang besar, energi, waktu,
pikiran dan lain sebagainya. Namun, keberhasilan pemilukada untuk melahirkan Sehingga hal ini
semakin memajukan demokrasi ditingkat lokal karena masyarakat lokal akan
memilih sendiri siapakah calon pemimpinnya atau yang mewakilinya di daerah.
1
Joko Prihatmoko, Pemilihan Kepala daerah Langsung: Filosofi, Sistem dan Problema Penerapan
di Indonesia, Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2005, hal., 25-27
2
kepemimpinan daerah yang murni secara demokratis, sesuai kehendak dan
tuntutan rakyat sangat tergantung pada sikap kritisme dan rasionalitas rakyat
sendiri.3
Pemilukada menghasilkan kepala daerah objektif, dalam arti, siapapun
yang terpilih itulah kehendak mayoritas rakyat. Namun hasil objektif yang dicapai
tersebut tidak selalu identik dengan terpilihnya kepala daerah yang memilki Pemilukada sering disebut sebagai kemenangan demokrasi massa atau
demokrasi perwakilan. Dalam sistem demokrasi, rakyat adalah pemilik kedaulatan
sejati sehingga sudah sewajarnya apabila kepercayaan dan amanah yang diberikan
kepada wakil rakyat tidak dapat dipertanggungjawabkan dengan baik, maka
kepercayaan dan amanah tersebut dikembalikan pada pemiliknya sendiri. Dengan
begitu, manipulasi dan intervensi berlebihan gaya politisi dan anggota DPRD
dapat dihindarkan. Pemilihan Umum Kepala Daerah bukan sekedar wujud
pengembalian kedaulatan di tangan rakyat, lebih dari itu rakyat berperan
langsung. Biarkan rakyat memilih pemimpin dan mempengaruhi
kebijakan-kebijakan publik di daerah, yang menyentuh kepentingan mereka sendiri. Negara
berkewajiban memfasilitasi rakyat mewujudkan kedaulatan tersebut.
Salah satu faktor terpenting dalam pemilihan umum kepala daerah dan
wakil kepala daerah adalah rakyat sebagai pemilih selain partai politik dan
pasangan calon. Untuk itu, bagai kepal daerah dan wakil kepala daerah yang
mengikuti pemilihan umum kepal daerah dan wakil kepala daerah harus
mengetahui faktor-faktor apa saja yang sangat mempengaruhi prilaku pemilih
untuk menentukan pilihannya.
3
kapasitas dan kapabilitas yang baik dan dibutuhkan daerah. Namun, hal itu harus
diterima sebagai bagian dari proses pembelajaran demokrasi.
Aktor utama dari sistem Pemilukada adalah rakyat, partai politik dan calon
kepala daerah/wakil kepala daerah. Ketiga aktor tersebut terlibat langsung dalam
kegiatan-kegiatan yang dilaksanakan dalam rangkaian tahapan-tahapan kegiatan
pemilukada langsung.4
a) Rakyat secara langsung dapat menggunakan hak – haknya secara utuh.
Menjadi kewajiban Negara memberikan perlindungan terhadap hak pilih
rakyat. Salah satu hak politik rakyat tersebut adalah hak memilih calon
pemimpin. Penundaan atau peniadaan hak pilih tidak hanya mengurangi
secara signifikansi nilai-nilai demokrasi dalam pemilukada langsung namun
bahkan setiap saat mengancam legitimasi pemimpin pemerintahan daerah. Tentunya juga sudah menjadi kepastian bahwa
Pemilukada sangat terkait erat dengan kedaulatan rakyat, dan hal tersebut
mencakup hal-hal berikut :
b) Wujud nyata asas pertanggungjawaban dan akuntabilitas. Hal ini merupakan
suatu landasan yang sangat penting guna menjaga kelangsungan sebuah
kepemimpinan politik. Melalui Pemilukada langsung, maka seorang Kepala
Daerah harus dapat mempertanggungjawabkan kepemimpinan kepada rakyat
yang memilih. Tingkat penerimaan rakyat terhadap Kepala Daerah merupakan
jaminan bagi peningkatan partisipasi politik rakyat yang akan menjaga
kelanggengan sebuah kepemimpinan. Kepala Daerah yang tidak dapat
memenuhi pertanggungjawaban dan akuntabilitasnya akan ditinggalkan oleh
rakyat, bahkan rakyat akan memberikan sangsi dengan jalan tidak akan
4
memilih kandidat tersebut pada pemilukada berikutnya. Karena itu dalam
beberapa sistem pemilihan, calon Kepala Daerah harus memiliki trademark,
yaitu ciri khas dan prioritas program kerja, yang dapat
dipertanggungjawabkan.
c) Menciptakan suasana kondusif bagi terciptanya hubungan sinergis antara
pemerintahan dan rakyat. Pemerintahan akan melaksanakan kehendaknya
sesuai dengan kehendak rakyat. Keserasian dan keseimbangan hubungan
antara keduanya akan membawa pengaruh yang sangat menguntungkan bagi
tegaknya suatu pemerintahan yang demokratis. Oleh sebab itu, bilamana
sebuah pemerintahan telah “ditinggalkan” rakyatnya, maka ambruknya
pemerintahan tersebut tinggal menunggu waktu dalam hitungan yang tak
lama.5
Diakuinya kedaulatan rakyat atau masyarakat dalam sistem demokrasi
maupun pengejawantahannya dalam Pemilukada membuat masyarakat adalah
menjadi penentu berjalannya dan hasil dari proses demokrasi atau Pemilukada itu
sendiri. Perilaku pemilih masyarakat adalah aspek penting yang menunjang
keberhasilan suatu pelaksanaan pemilukada, perilaku pemilih yang dimaksud
disini adalah antara lain pemberian suara atau proses voting, partai politik dan
tidak memberikan suara atau non voting.
Salah satu daerah yang telah melaksanakan Pemilukada adalah Kota
Medan yang menyelenggarakan Pemilukada Walikota dan Wakil Waklikota
Medan tahun 2010. Pemilukada Kota Medan tahun 2010 dilakukan melaluidua
kali putaran. Pada putaran pertama terdiri dari sepuluh pasangan calon walikota,
5
dan pada putaran II terdiri dari dua pasangan calon walikota diantaranya pasangan
Drs. H. Rahudman Harahap, MM dengan Drs. H. Dzulmi Eldin S, M.Si yang
didukung oleh partai Demokrat dan partai Golkar, dan pasangan Dr. Sofyan Tan
dengan Nelly Armayanti, SP, MSP yang di dukung oleh partai Demokrasi
Perjuangan Indonesia dan partai Damai Sejahtera. Kemudian pasangan Drs. H.
Rahudman Harahap, MM dengan Drs. H. Dzulmi Eldin S, M.Si, keluar sebagai
pemenang yang memperoleh 485.446 suara atau sebesar 65,88%. Fenomena yang
menarik dalam Pemilukada tersebut adalah tingginya masyarakat yang tidak
mempergunakan hak pilihnya sampai 61,71% dari total DPT 1.961.155 jiwa.
Tabel 1.1. Hasil perolehan suara sah pemilihan walikota/wakil Wali Kota Medan putaran pertama tahun 2010
No Pasangan Calon Perolehan Suara Persentase Ranking
1. Sjahrial R Anas – Yahya 19,698 2.89 9
2. Sigit Pramono Asri – Nurlisa 97,485 14.31 3
3. Indra Sakti Harahap – 9,598 1.41 10
4. Bahdin Nur Tanjung – Kasim 34,964 5.13 6
5. Joko Susilo – Amir Mirza 28,432 4.17 8
6. Rahudman Harahap – Dzulmi 150,553 22.09 1
7. M Arif Nasution – Supratikno 29,902 4.39 7
8. Maulana Pohan – Ahmad Arif 76,581 11.24 5
9. Ajib Shah – Binsar Situmorang 93,344 13.7 4
10. Sofyan Tan – Nelly Armayanti 140,835 20.67 2
Melihat perilaku pemilih dalam pelaksanaan Pemilukada adalah
merupakan hal sangat penting. Karena di dalam menentukan apakah Pemilukada
itu berhasil, maka perilaku pemilih masyarakatnya akan menjadi faktor penentu
yang penting pula. Bila di dalam pelaksanaan Pemilukada ternyata dapat dilihat
bahwa masyarakat tidak terlalu ikut ambil bagian di dalamnya, misalnya dapat
dilihat dengan tingginya angka golput, berarti Pemilukada tersebut kurang
perhatian pada pesta demokrasi lokal itu. Karena pentingnya perilaku pemilih di
dalam pilkada, maka memang perlu diadakan kajian intensif terhadap perilaku
pemilih itu sendiri.
Pemilukada yang diselenggarakan di Kota Medan ini dapat dikatakan
cukup berhasil namun yang menjadi catatan adalah tingginya angka tidak memilih
(non voting) atau yang sering kita dengar dengan istilah ‘Golput” dalam
Pemilukada tersebut. Meskipun begitu golput juga adalah merupakan salah satu
bentuk dari perilaku memilih yang dimiliki oleh rakyat. Rakyat memiliki
kedaulatan penuh atas hak politiknya. Salah satu hak politik rakyat adalah hak
memilih calon pemimpin. Penundaan atau peniadaan hak pilih tidak hanya
mengurangi secara signifikan nilai-nilai demokrasi dalam pemilihan langsung.
Namun bahkan setiap saat mengancam legitimasi pemimpin pemerintah daerah6 Melihat fenomena diatas, maka dapat kita pahami bahwa sebenarnya,
pelaksanaan Pemilukada berimplikasi terhadap perilaku pemilih. Perilaku pemilih
Secara sederhana dapat didefinisikan sebagai keikutsertaan warga negara dalam
pemilihan umum melalui serangkaian kegiatan membuat keputusan, yakni apakah
memilih atau tidak memilih dalam pemilihan umum. Kalau memutuskan memilih,
apakah memilih partai atau kandidat X ataukah partai atau kandidat Y. Berkaitan
dengan hal ini pilihan seseorang tentu saja dipengaruhi oleh banyak hal, seperti
status sosial ekonomi masyarakat yang dapat dinilai dari variabel pendidikan,
pekerjaan dan pendapatan. Bila dilihat dari segi pendidikan, penelitian Raymond
Wolfinger dan Steven Rosenstone mendapatkan kesimpulan bahwa pendidikan
merupakan hal yang penting dalam mempengaruhi pilihan seseorang untuk ikut .
6
memilih atau tidak dalam pemilihan umum. Seseorang dengan pendidikan
menengah hingga tinggi rata-rata memutuskan untuk ikut dalam pemilu,
sebaliknya seseorang dengan pendidikan yang rendah cendrung tinggal dirumah
mereka dan tidak tertarik untuk memilih.7
Aspek pendidikan mampu membuat masyarakat memiliki pandangan yang
luas terhadap dunia politik, perbedaan diantara masyarakat yang berpendidikan
tinggi maupun rendah terlihat dari sikap dan perilaku mereka. Pendidikan akan
memberikan kepercayaan diri bagi masyarakat untuk mampu mempengaruhi
kebijakan-kebijakan politik pemerintah yang pada akhirnya akan membawa
masyarakat kepada partisipasi politik dalam level yang tinggi.8
Sedangkan penelitian lain juga mendukung bahwa status sosial ekonomi
berpengaruh terhadap perilaku pemilih, seperti penelitian dari Frank Linderfeld
yang menemukan bahwa faktor utama yang mendorong orang untuk berpartisipasi
dalam kehidupan politik adalah kepuasan finansial. Dalam studinya ia juga
mengemukakan bahwa status sosial ekonomi yang rendah menyebabkan
seseorang merasa teralienasi dari kehidupan politik, dan orang yang bersangkutan
pun akan menjadi apatis. Hal ini tidak terjadi dengan orang yang memiliki
kemapanan ekonomi.9
Beranjak dari pemaparan di atas, peneliti tertarik untuk melihat bagaimana
pengaruh status sosial ekonomi masyarakat terhadap perilaku pemilih. Oleh
7
Raymond E. Wolfinger and Seven J. Rosenstone. Who Votes?, dalam George C. Edwards.
Government In America, People, Politics, and Policy. United States: Addison-Wesley Educational
Publisher Inc. 1997. Hlm.250-252. 8
M. Margaret Conway, dalam Gitelson, Dudley, and Dubnick. American Government. USA: Houghton Milfin Company, 1996. Hlm 132
9
karena itu penulis tertarik untuk melakukan penelitian dengan judul “Perilaku
Pemilih pada Pemilukada Kota Medan Tahun 2010 Putaran Kedua”.
Penelitian dengan judul ini tertarik dilakukan di kota Medan khususnya di
kecamatan Medan Area karena di kecamatan ini termasuk memiliki perubahan
suara yang sinifikan dibanding dengan kecamatan lainnya di pasangan Drs.
H.Rahudman Harahap/ Drs.H.Zulmi Eldin. Untuk pasangan ini pada putaran
pertama memperoleh 6.916 suara, pada putaran kedua memperoleh 32.216 (terjadi
penambahan 25.300 suara). Sedangkan pasangan dr.Sofyan Tan/ Nelly Armayanti
Sp.MSP pada putaran pertama memperoleh 12.399 suara dan pada putaran kedua
15.244 suara (terjadi penambahan 2.845 suara).
Selain pergeseran perolehan suara, pada 12 kelurahan mempunyai
karateristik suku dan agama yang cukup fanatik yakni islam dan minang lebih
dominan di daerah kota matsum, Sukaramai dan Tegal Sari. Selain itu, pasangan
Sofyan Tan yaitu Nelly Armayanti adalah suku Minang yang cukup menarik
untuk diamati.
1.2 Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang diatas maka masalah yang ingin peneliti
rumuskan adalah:
1. Bagaimanakah perilaku pemilih masyarakat Kota Medan pada Pemilukada
Kota Medan Putaran II tahun 2010?
2. Faktor-faktor apa saja yang paling dominan dalam menentukan pilihan
masyarakat terhadap pasangan Calon Walikota / Wakil Walikota pada
1.3Tujuan Penelitian
Adapun yang menjadi tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini
adalah :
1. Untuk mengetahui perilaku pemilih masyarakat Kota Medan pada Pemilukada
Kota Medan Putaran II tahun 2010.
2. Untuk mengetahui faktor-faktor apa saja yang paling dominan dalam menentukan pilihan masyarakat terhadap pasangan Calon Walikota / Wakil
Walikota pada Pemilukada Kota Medan Putaran II tahun 2010.
1.4. Manfaat Penelitian
1. Bagi penulis, penelitian ini bermanfaat untuk mengembangkan kemampuan
berfikir secara sistematis dalam melihat fenomena politik yang terjadi di
masyarakat.
2. Secara teoritis penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan
terhadap perkembangan studi perilaku politik yang ada di Indonesia pada saat
ini.
3. Secara akademis penelitian ini bermanfaat untuk memperkaya kajian ilmu
politik dan refrensi dalam konteks ilmu politik di Indonesia.
4. Hasil penelitian ini kiranya dapat bermanfaat bagi lembaga / instansi
pemerintahan seperti Pemerintahan Daerah, KPU dalam kaitannya dengan
perilaku tidak memilih dan
5. Bagi masyarakat penelitian ini diharapkan dapat dijadikan sebagai sarana