• Tidak ada hasil yang ditemukan

Analisis Perspektif Pengembangan Kawasan Wisata Kota Medan, Penerapan Twin City Dengan Malioboro, Kota Yogyakarta

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Analisis Perspektif Pengembangan Kawasan Wisata Kota Medan, Penerapan Twin City Dengan Malioboro, Kota Yogyakarta"

Copied!
11
0
0

Teks penuh

(1)

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1Latar Belakang

Sebagai salah satu kota terbesar di Indonesia, kota Medan memiliki

banyak lokasi pariwisata yang sangat potensial untuk di kembangkan. Untuk

menggali potensi tersebut dibutuhkan penataan wajah kota sehingga keteraturan

yang harmonis dapat diwujudkan tanpa mengurangi nilai estetika dan terutama

nilai ekonomisnya bagi pembangunan kota Medan. Salah satu upaya yang perlu

menjadi bahan pertimbangan dalam menata wajah kota yaitu mewujudkan ruang

kota berbasis pariwisata.

Kota yang berbasis pariwisata harus memiliki unsur pendukung yang

sangat menentukan keberhasilan tercapainya tujuan-tujuan pembangunan yaitu:

dukungan penuh dan komitmen dari pemerintah, peran serta masyarakat dan

ketersediaan objek wisata potensial di tengah kota sebagai daya tarik utama

kegiatan pariwisata. Dengan dukungan dari ketiga elemen ini maka kota berbasis

pariwisata yang bernilai estetika dan ekonomis akan dapat diwujudkan.

Pariwisata menjadi landasan kebijakan pengembangan perkotaan yang

mengkombinasikan persediaan/supply yang kompetitif sesuai dengan harapan

pengunjung dengan kontribusi positif terhadap terhadap pembangunan kota dan

kesejahteraan penduduknya.

Secara spesifik pembangunan pariwisata kota yang berkelanjutan

(2)

kesejahteraan masyarakatnya. Selain potensi fisik kota, pelestarian budaya

(culcute preservation) dengan perpaduan berbagai etnis (melting pot), kearifan

local (tolerace), gotong royong (mutual cooperation) serta pergelaran budaya

(cultural performance) menambah kekhasan dan kekayaan kota Medan. Dengan

berbagai keunikan dan ciri khasnya yang menarik menjadikan kota Medan

menjadi destinasi wisata yang komplit untuk dinikmati.

Menurut Undang-undang nomor 32 tahun 2004 tentang Pemerintahan

Daerah lebih berfokus pada organisasi pemerintahan daerah. Undang-undang ini

mengatur berbagai hal yang berkaitan dengan aktivitas dari Pemerintah Daerah

dalam melaksanakan tugas pokoknya sebagai suatu organisasi pemerintahan di

tingkat lokal dan mempunyai hubungan yang dekat dengan masyarakat sebagai

konstituennya. Sebagai contoh, Undang-Undang 32/2004 mengatur tentang

kewenangan daerah sebagai daerah otonom, urusan wajib dan urusan pilihan yang

merupakan kewenangan pemerintah daerah, dan juga mengatur tentang perangkat

organisasi pemerintahan daerah. Oleh karena itu, undang-undang 32/2004

merupakan undang-undang yang mengatur tentang organisasi pemerintahan

daerah sebagai bagian dari organisasi pemerintahan negara kesatuan secara

keseluruhan.

Pola ini merangsang kreativitas dan prakarsa daerah menggali berbagai

aktifitas dan gagasan guna mewujudkan pelayanan publik dalam rangka

penyelenggaraan pemerintahan daerah. Sementara itu, kalau titik penekanannya

pada pembagian urusan, maka kewenangan daerah hanya sebatas urusan yang

(3)

penyerahan dari pemerintah. Artinya kewenangan daerah bertambah hanya jika

ada penyerahan urusan. Meskipun UU No.32 Tahun 2004 masih memaknai

desentralisasi sebagai penyerahan wewenang, tetapi sesungguhnya hanya

penyerahan urusan. Dan atas urusan yang diserahkan kepada daerah itu diberikan

rambu-rambu yang tidak mudah untuk dikelola daerah dengan leluasa sebagai

urusan rumah tangga sendiri.

Dengan adanya UU no.32 Tahun 2004 ini merupakan salah satu

pendukung pengembangan kawasan wisata demi peningkatan kesejahteraan

masyarakat di kota Medan. Untuk mewujudkan kota Medan sebagai kota yang

berbasis pariwisata, perlu dilakukan terobosan-terobosan strategis baik yang

bersifat inovatif ataupun adaptif yang tentunya dapat di terapkan ditengah kota

Medan yang mana harus sesuai dengan karakter wilayah, karakter masyarakat dan

budayanya yang telah lama melekat.

Salah satu kota berbasis pariwisata yang eksis dan maju sebagai destinasi

wisata utama di Indonesia, Yogyakarta dengan Malioboronya telah menunjukkan

keberhasilannya dalam memajukan pariwisatanya, dimana di sekitar kawasan

Malioboro ini terdapat pusat keramaian yang merupakan objek wisata potensial

yang selalu ramai dikunjungi wisatawan domestic maupun internasional.

Malioboro sebagai jalan utama tempat dilangsungkannya aneka kirab dan

perayaan tidak pernah berubah. Hingga saat ini Malioboro, Benteng Vredeburg,

dan Titik Nol masih menjadi tempat dilangsungkannya beragam karnaval mulai

dari gelaran Jogja Java Carnival, Pekan Budaya Tionghoa, Festival Kesenian

(4)

Sebelum berubah menjadi jalanan yang ramai, Malioboro hanyalah ruas

jalan yang sepi yang hanya dilewati oleh masyarakat yang hendak ke Keraton

atau kompleks kawasan Indische pertama di Jogja seperti Benteng Vredeburg,

kawasan Gedung Agung maupun Kantor DPRD. Namun keberadaan Pasar

Gede atau Pasar Beringharjo di sisi selatan serta adanya permukiman etnis

Tionghoa di daerah Ketandan lambat laun mendongkrak perekonomian di

kawasan tersebut. Kelompok Tionghoa menjadikan Malioboro sebagai kanal

bisnisnya, sehingga kawasan perdagangan yang awalnya berpusat di Beringharjo

dan Pecinan akhirnya meluas ke arah utara hingga Stasiun Tugu.

Malioboro berkembang pesat menjadi denyut nadi perdagangan dan pusat

belanja, Di Malioboro terdapat aneka barang yang diinginkan mulai dari pernik

cantik, cinderamata unik, batik klasik, emas dan permata hingga peralatan rumah

tangga. Bagi penggemar cinderamata, Malioboro menjadi sentra belanja yang

lengkap. Berjalan kaki di bahu jalan sambil menawar aneka barang yang dijual

oleh pedagang kaki lima akan menjadi pengalaman tersendiri. Aneka cinderamata

buatan lokal seperti batik, hiasan rotan, perak, kerajinan bambu, wayang kulit,

blangkon, miniatur kendaraan tradisional, asesoris, hingga gantungan kunci semua

bisa ditemukan dengan mudah. Jika pandai menawar, barang-barang tersebut bisa

dibawa pulang dengan harga yang terbilang murah.

Selain menjadi pusat perdagangan, jalan yang merupakan bagian dari

sumbu imajiner yang menghubungkan Pantai Parangtritis, Panggung Krapyak,

Kraton Yogyakarta, Tugu, dan Gunung Merapi ini pernah menjadi pusat serta

(5)

duduk lesehan di trotoar dipopulerkan yang akhirnya mengakar dan sangat identik

dengan Malioboro.

Pesona jalan ini tak pernah pudar oleh jaman. Eksotisme Malioboro terus

berpendar hingga kini dan menginspirasi banyak orang, serta memaksa mereka

untuk terus kembali ke Yogyakarta. Kenangan dan kecintaan banyak orang

(6)

Gambar 1.1. Peta Kawasan Wisata Malioboro

(7)

Merujuk pada keberhasilan kota Yogyakarta dalam menarik minat

wisatawan untuk berkunjung dan selalu berniat kembali lagi ke Malioboro ini

merupakan motivasi yang cukup kuat dalam upaya pengembangan kawasan

wisata kota Medan agar bisa meraih kunjungan wisata layaknya Malioboro di

Yogyakarta.

Perkembangan kota Medan dalam pembangunan fisik dan non fisik

terbilang cepat dalam mengejar kesetaraan perkembangan pembangunan kota-kota

besar seperti kota Jakarta dan kota Surabaya. Melihat hal ini penulis menilai

bahwa rencana-rencana pembangunan yang akan memajukan kota Medan

khususnya dalam hal kepariwisataan akan dapat dilaksanakan.

Untuk itu, perlu dilakukan terobosan-terobosan yang dapat menjadikan

keberhasilan Malioboro sebagai pusat perdagangan dan pariwisata untuk

diterapkan di jantung kota Medan. Sebagaimana pemetaan kawasan Malioboro di

Yogyakarta, di kota Medan juga memiliki kawasan yang memiliki titik-titik

keramaian yang mirip dengan kawasan Malioboro. Kondisi ini dapat dilihat pada

(8)

Tabel 1.1 : Identifikasi Kawasan wisata kota Medan dengan Malioboro

No Kawasan Malioboro

Yogyakarta Kawasan Maimun Medan

1 Stasiun Tugu Stasiun Kereta Api Besar

2 Pasar Beringharjo Pasar Ikan Lama

3 Alun-alun Lapangan Merdeka

4 Keraton Yogyakarta Istana Maimun

5 Banyak Peninggalan Sejarah Banyak Peninggalan Sejarah

6 Ibu kota provinsi Ibu kota provinsi

7 Terletak di Inti kota Terletak di Inti kota

8 Kawasan Budaya Kawasan Budaya

Melihat dari kondisi kawasannya tersebut, Kota Medan dapat dijadikan

twin city (kota kembar) kota Yogyakarta dengan Malioboronya. Jika pemerintah

kota Medan bersedia menyiapkan ruang spasial seperti Malioboro di kota

Yogyakarta, maka dapat ditetapkan mulai dari jalan Brigjen Katamso yaitu

simpang Juanda sampai dengan jalan Pemuda dan terus menuju ke jalan Ahmad

Yani sampai dengan lapangan Merdeka yang sekarang disebut dengan Merdeka

Walk. Dan berakhir sampai dengan simpang jalan Putri Hijau sebagai Land Mark

Kota Medan. Kawasan ini akan di sebut kawan “Maimun” untuk mengidentifikasi

(9)

Gambar 1.2 Peta Kawasan Wisata Kota Medan

= Kawasan Maimun Medan (Kembaran kawasan Malioboro

Yogyakarta) Keterangan

Sehubungan dengan adanya potensi pariwisata yang terpendam dan dapat

(10)

bahwa di Malioboro, seluruh objek wisatanya telah berkembang dan hal ini

mendukung perekonomian daerah seperti UKM, industry kecil dan kesempatan

kerja. Karena kota Medan Memiliki potensi pariwisata yang sama namun belum

digali dan dengan kemiripan-kemiripannya dengan Malioboro maka Medan perlu

dikembangkan dan di optimalkan potensinya bagi perekoniam daerah.

1.2Perumusan Masalah

Berdasarkan uraian diatas maka yang menjadi pokok permasalahan dalam

penelitian ini adalah:

1. Apakah ada prospek bagi pengembangan kawasan wisata kota Medan

melalui penerapan pola kawasan objek wisata Malioboro?

2. Apakah nama “Maimun” menjadi preferensi wisata yang menarik bagi

wisatawan?

3. Bagaimana persepsi ekonomis para pemangku kepentingan (stakeholder)

terhadap rencana kawasan wisata “Maimun”?

1.3 Tujuan Penelitian

Adapun tujuan dari penelitian ini adalah:

1. Untuk mengetahui prospek pengembangan kawasan wisata kota

Medan melalui penerapan pola kawasan wisata Malioboro

2. Untuk mengetahui ketertarikan masyarakat mengenai preferensi nama

kawasan wisata “Maimun”

3. Untuk mengeta hui persepsi ekonomis para pemangku kebijakan

(11)

1.4 Manfaat penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat, antara lain:

1. Sebagai bahan masukan terhadap kebijakan-kebijakan dibidang pariwisata

sehingga dapat menjadi salah satu alternative dalam mengembangkan

kepariwisataan kota Medan

2. Sebagai bahan pertimbangan pemerintah kota Medan dalam

mengupayakan pemanfaatan potensi-potensi wisata yang ada untuk

meningkatkan kesejahteraan masyarakat sekitarnya.

3. Untuk menambah wawasan, baik bagi penulis sendiri maupun pihak lain,

dalam mengkaji upaya pengembangan kawan wisata kota Medan, secara

khusus bagi penulis adalah untuk menambah pengalaman belajar yangt

mengembangkan pengetahuan terutama dalam bidang yang diteliti.

4. Sebagai referensi bagi penelitian selanjutnya atau kepada pihak lain yang

Gambar

Gambar 1.1. Peta Kawasan Wisata Malioboro
Tabel 1.1 : Identifikasi Kawasan wisata kota Medan dengan Malioboro
Gambar 1.2 Peta Kawasan Wisata Kota Medan

Referensi

Dokumen terkait

Hakim Menjatuhkan pidana terhadap terdakwa I: Rio Saputra Als Ti Bin Oky Sosatiyono dan terdakwa II: Gregorius Arnold Ferdina Bin Henricus Hermawandoko

Pada analisa kerja alarm cahaya dan penampil led secara elektronis menggunakan dua IC-555, IC-555 yang pertama digunakan pada rangkaian alarm sebagai pengatur waktu, jika IC-555

SISWA DENGAN MENGGUNAKAN MODEL PEMBELAJARAN WORK BASED LEARNING PADA MATA PELAJARAN IPA MATERI PERUBAHAN WUJUD BENDA DI KELAS V MIS MUTIARA SEIMENCIRIM KABUPATEN

Halı 1 çıplak, kuru bir kelimedir... Hugo da

(1) Pada saat Peraturan Bupati ini mulai berlaku, PNS yang sedang atau telah selesai mengikuti pendidikan ke jenjang lebih tinggi tetapi belum memiliki surat

Jika F(x,z,t) = 0, merupakan suatu persamaan permukaan batas, maka berdasarkan syarat kinematis bahwa ketika suatu partikel ikut bergerak sesuai dengan bentuk permukaan maka

Dari Tabel A.3 pada Lampiran A dapat dilihat bahwa sumbangan pengaruh massa, daya, dan waktu terhadap moisture loss sebesar 39,99%, sedangkan sisanya dipengaruhi oleh variabel