• Tidak ada hasil yang ditemukan

TI 14TI 14TI 14TI 14TI 14

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "TI 14TI 14TI 14TI 14TI 14"

Copied!
7
0
0

Teks penuh

(1)

Penerapan Metoda Design for Manufacture and Assembly pada Handle

Transformer Hand Bike

Rifko Rahmat Kurnianto

1,a

,

Agung Wibowo

2,b *

, Tri Prakosa

3,c

Institut Teknologi Bandung, Fakultas Teknik Mesin dan Dirgantara, Jalan Ganesha No. 10, Bandung, 40132, Jawa Barat, Indonesia

a

rahmat.rifko@gmail.com,ba_wibowo_m@yahoo.com,cprakosa@dynamic.pauir.itb.ac.id

Abstrak

Pada proses perencangan konvensional, hasil perancangan dari perancang perlu dievaluasi dan dioptimasi dari segi proses pembuatan dan proses perakitan oleh bagian manufaktur. Pada proses ini terkadang perlu dilakukan perubahan rancangan yang harus dikonsultasikan kepada perancang-annya. Perubahan yang perlu dilakukan tersebut terkadang memerlukan waktu dan biaya tambahan yang perlu diperhitungkan. Salah satu solusi yang dapat diterapkan adalah metoda design for manufacture and assembly (DFMA). DFMA adalah metoda untuk mengevaluasi desain suatu produk agar mudah dirakit dan diproduksi. Pada paper ini akan dijelaskan penerapan metoda DFMA pada kasus perancangan transformer hand bike. Transformer hand bike adalah sebuah produk alat bantu jalan berupa sepeda tangan yang memiliki tiga mode: sepeda tangan, kursi roda, dan ringkas. Produk ini dibuat untuk membantu penyandang cacat kaki beraktivitas di dalam ruangan dan bepergian jarak jauh tanpa mengorbankan keringkasan produk. Penerapan metoda DFMA pada makalah ini dibatasi hanya pada bagian handle yang merupakan penggerak utama transformer hand bike. Perancangan ulang handle prototipe transformer hand bike menggunakan metoda DFMA menghasilkan tiga alternatif desain dimana alternatif terbaik mengalami peningkatan total dalam aspek manufaktur dan perakitan relatif terhadap prototipe sebesar 118.46%

Kata kunci: DFMA, Perancangan, Manufaktur, Perakitan, Ongkos produksi

I. PENDAHULUAN

Pada awalnya, proses desain produk seringkali diawali dengan rancangan oleh desainer kemudian hasil rancangan tersebut diberikan kepada pihak manufaktur untuk diopimasi proses produksinya (over the wall approach). Metoda ini sering menimbulkan permasalahan dari aspek manufaktur sehingga perlu dilakukan perubahan desain. Hal terse-but mengakibatkan ongkos desain membeng-kak dan harga akhir produk menjadi mahal. Solusi dari permasalahan ini adalah dengan melibatkan pihak manufaktur dalam proses desain (concurrent engineering) sehingga as-pek kemudahan manufaktur dan perakitan dapat dipertimbangkan sejak proses desain [1]. Salah satu metoda yang telah dikembang-kan untuk memfasilitasi hal tersebut adalah design for manufacture and assembly (DFMA).

1.1 Design for Manufacture and Assembly (DFMA)

DFMA terdiri dari design for manufacture (DFM) dan design for assembly (DFA). DFM bertujuan untuk mempermudah proses manu-faktur tiap komponen penyusun produk [2] dan DFA bertujuan untuk menyederhana-kan struktur produk agar proses perakitannya menjadi lebih singkat [1,2]. Kedua hal ini akan mengakibatkan berkurangnya ongkos dan waktu yang diperlukan untuk mempro-duksi suatu produk sehingga produk tersebut dapat dikeluarkan lebih cepat ke pasaran.

(2)

DFM agar proses produksinya menjadi mudah.

1.2 DFMA Menurut Boothroyd dan Dewhurst Salah satu metoda DFMA yang telah dikembangkan adalah metoda DFMA menu-rut Boothroyd dan Dewhurst. Menumenu-rut metoda ini, analisis DFA dilakukan dengan mengeta-hui proses perakitan ulang produk. Waktu yang diperlukan untuk masing-masing proses perakitan dapat diketahui dari tabel perakitan manual Boothroyd [1]. Disamping prakiraan durasi yang diperlukan untuk merakit produk, metoda ini menilai proses perakitan produk menggunakan suatu indeks yaitu:

Nmin = jumlah komponen esensial minimum

ta = durasi perakitan komponen ideal (3

detik)

tma = durasi perakitan produk

Komponen esensial adalah komponen yang harus dapat bergerak relatif terhadap kompo-nen lain, atau terbuat dari material yang berbeda, atau harus terpisah agar perakitan komponen esensial lainnya tidak terhalangi.

Sedangkan DFM dapat dilakukan secara iteratif dari memilih material mentah, menentukan proses produksinya, kemudian dihitung ongkosnya untuk kemudian diopti-masi.

Sebagai pembatasan masalah, pada paper ini hanya akan dijelaskan penerapan metoda DFMA Boothroyd dan Dewhurst pada handle produk transformer hand bike beserta hasil-nya.

1.3 Transformer Hand Bike

Transformer hand bike adalah alat bantu jalan yang penulis ciptakan untuk penyandang cacat kaki. Produk ini berupa sepeda yang dikayuh dengan tangan dan dapat diubah menjadi mode kursi roda dan mode ringkas. Ketiga mode tersebut mengatasi kekurangan alatalat bantu jalan yang ada di pasaran dalam aspek mobilitas dan keringkasan.

Dapat dilihat pada gambar 1, produk ini terbagi menjadi empat bagian: rangka utama, handle, kursi, dan sandaran kaki. Dari keem-pat bagian tersebut yang dilakukan analisis DFMA adalah bagian handle saja.

Gambar 1 Transformer hand bike

II. ANALISIS DFMA

2.1 Analisis DFA Handle Prototipe.

Bagian handle transformer hand bike memiliki total 55 komponen dari perakitan utama dan subassemblynya. Dapat dilihat pada tabel 1 bahwa proses perakitan utama handle prototipe terdiri dari 28 proses.

Menurut metoda DFA Boothroyd, proses perakitan suatu komponen terdiri dari handling time dan insertion time. Kedua vari-abel ini didapatkan dengan mempertimbang-kan beberapa faktor sebagaimana tercantum dalam tabel DFA Boothroyd. Sebagai contoh, akan dijelaskan DFA proses pemasangan be-aring pada pipa pengayuh seperti terlihat pada gambar 2:

a. Handling

• Bearing dapat dimanipulasi dengan meng-gunakan satu tangan

• Simetri rotasi α bearing = 180 derajat • Simetri rotasi β bearing = 0 derajat

• Bearing tidak licin, tajam atau mudah tersangkut

• Thickness bearing = 7 mm

• Length bearing = 22 mm

Berdasarkan kriteria di atas, diperoleh kode

insertion bearing ke pipa pengayuh “31” (5

detik). Total waktu yang diperlukan untuk pemasangan komponen di atas adalah 6.43 detik.

(3)

didapat-kan bahwa waktu yang diperludidapat-kan untuk melakukan 28 proses perakitan tersebut ada-lah 225.5 detik.

Tabel 1 Urutan proses perakitan utama handle

prototipe

No. Item name

1 pasang rangka pd fixture 2 kencangkan clamp 2 pasang headset bawah 3 pasang sub-assy fork 4 pasang headset atas

5 pasang sub-assy sambungan bwh 5 pasang knop star

7 pasang sambungan atas 8 pasang pen belah

9 pasang pipa handle tengah 10 pasang pen belah

11 pasang sambungan bawah 12 pasang pen belah

13 pasang sambungan atas 14 pasang pen belah

15 pasang sub-assy handle atas 16 pasang pen belah

17 pasang poros tengah 18 pasang ring

19 pasang mur 20 pasang bearing

21 pasang sub-assy sprocket tengah 22 pasang bracket

23 pasang screw bracket 24 pasang crank arm 25 pasang poros pengayuh 26 pasang bearing 27 pasang pipa pengayuh 28 pasang bearing

Gambar 2 Skema Pemasangan Bearing-Pipa

Pengayuh

Dalam tabel tersebut terdapat beberapa komponen subperakitan yaitu fork, sambung-an bawah, sambungsambung-an atas, hsambung-andle atas, dsambung-an sprocket tengah. Karena setiap subassembly tersebut memerlukan proses perakitan tersen-diri, maka perlu dipaparkan analisis DFA untuk tiap subassembly tersebut agar dapat diketahui total waktu yang diperlukan untuk perakitan keseluruhan komponen dari handle prototipe.

Subassembly pertama adalah fork. Merujuk pada gambar 5 beberapa toleransi yang harus dijaga pada proses pengelasan fork tersebut adalah:

a. Sumbu pipa A sejajar dengan sumbu pipa B

b. Sumbu lubang pipa A tegak lurus dengan sumbu pipa B

c. Dua komponen tempat poros sesumbu d. Sumbu poros tegak lurus sumbu pipa A

Gambar 3 Fork handle prototipe

Skema jig dan fixture yang bisa digunakan untuk menjaga toleransi tersebut terdapat pada gambar 3. Dengan menggunakan jig dan fix-ture tersebut, didapatkan waktu perakitan fork prototipe adalah 113.53 detik seperti terlihat pada tabel 3

Analisis yang sama juga diterapkan pada seluruh subassembly dari handle prototipe dan diperoleh waktu total untuk perakitan handle prototipe adalah 705.27 dengan rincian yang tercantum pada tabel 4.

2.2 Analisis DFM Handle Prototipe

(4)

banyak akibat penggunaan material yang mu-dah berkarat.

Tabel 3 DFA proses pengelasan fork

prototipe

No. Jenis proses Jum

la

1 psg tmpt poros pd fixture 2 14.60 1 2 kencangkan clamp 2 4.00 3 pasang pipa B pd fixture 1 3.30 0 5 kencangkan clamp 1 2.00 6 pasang steerer tube 1 3.63 0 7 kunci dengan pin 1 2.63 8 kencangkan clamp 1 2.00

9 weld 3 36.00

10 reorientasi 1 9.00

11 weld 3 36.00

113.53 1 Tabel 4 Total waktu perakitan handle

prototipe

No. Item name Qty. assembly time 1 assembly handle 1 225.47

2 subassy fork 1 113.53

3 poros sambungan bwh B 1 33.00 4 sambungan bawah 2 103.16 5 sambungan atas 2 121.80 6 subassy pipa handle atas 1 42.26 7 pipa sprocket tgh 1 66.05

total 705.27

Hasil analisis DFM yang terangkum pada tabel 6 menunjukkan bahwa konfigurasi proses di atas membutuhkan waktu hingga 7004.4 detik dan ongkos total sebesar Rp. 1,470,690.52.

2.3 Desain Ulang Handle

Durasi dan ongkos total (perakitan dan manufaktur) dari handle prototipe dapat

diku-rangi dengan mengubah desain handle dan pemilihan proses manufakturnya. Sebagai contoh, apabila sambungan handle prototipe dimanufaktur dengan proses die casting, durasi dan ongkos manufakturnya dapat ber-kurang hingga 90% dengan asumsi 100,000 produk dibuat per tahun.

Tabel 5 Proses manufaktur handle prototipe

Jenis proses Jumlah Machining 45

Forming 1 Casting 0 Coating 12

Setelah melalui beberapa proses iterasi, didapatkan tiga buah desain handle baru seperti terlihat pada gambar 4:

a. Handle lipat A b. Handle lipat B c. Handle sliding

Perbedaan antara desain tersebut dan prototipe terletak pada material penyusun, desain fork, desain sambungan, dan metoda pelipatannya.

(5)

Gambar 4 Desain alternatif handle: handle lipat A (kiri), handle lipat B (tengah), dan handle sliding

(kanan)

Tabel 6 Rekapitulasi DFM handle prototipe

Jumlah komponen 55 Ongkos material, Rp. 536,770.32 Durasi proses, s 7,004.40 Ongkos proses, Rp. 933,920.21 Ongkos total produksi, Rp. 1,470,690.52

Tabel 7 Ongkos manufaktur komponen handle

Tabel 8 Ongkos total handle

2.4 Pemilihan Desain Alternatif Terbaik Berdasarkan analisis DFMA di atas, diten-tukan desain terbaik dengan melihat pening-katan masing-masing dalam aspek perakitan maupun manufakturnya. Peningkatan tiap desain dibandingkan dengan prototipe dapat dilihat pada gambar 6.

Pada grafik tersebut, daerah di bawah garis hitam menggambarkan peningkatan dari aspek perakitan. Sedangkan, di atas garis hitam adalah peningkatan dari aspek manu-faktur. Dapat dilihat bahwa desain handle lipat A mengalami peningkatan total terbesar

dibandingkan desain yang lain meskipun peningkatan dari aspek perakitannya relatif kecil. Berikut adalah analisis dari grafik tersebut

a. Waktu perakitan

Waktu perakitan handle lipat B paling cepat karena desain sambungan yang sederhana. Sedangkan, walaupun handle sli-ding memiliki sambungan yang lebih seder-hana pada bagian atas handle, waktu yang dibutuhkan oleh subassemblynya terlalu banyak.

(6)

Indeks DFA handle sliding paling baik karena adanya komponen standar puli dan bautnya yang termasuk kategori komponen esensial. Selain itu, waktu perakitan utama

dari handle sliding juga paling cepat di antara ketiga alternatif karena pipa tengah dan atas hanya disambung dengan ball pin.

Gambar 5 Jenis proses manufaktur handle

(7)

c. Waktu manufaktur

Waktu manufaktur handle lipat A paling singkat karena sedikitnya proses machining yang diperlukan. Khususnya, tidak diperlu-kannya proses milling pada pipa tengah dan atasnya. Sedangkan, pada alternatif desain handle lipat B dan handle sliding, pipa tengah dan/atau pipa atas memerlukan proses milling untuk memasang engsel.

a. Ongkos manufaktur dan jumlah proses Mahalnya ongkos manufaktur dan banyak-nya jumlah proses handle lipat B dan handle sliding juga disebabkan oleh proses milling pada pipa tengah dan/atau atasnya.

b. Jumlah komponen

Handle lipat A terdiri dari banyak komponen karena kerumitan desain sambung-an ysambung-ang memerluksambung-an poros dsambung-an knop star. Selain itu, pemasangannya yang memerlukan komponen star nut dan baut menjadikannya alternatif desain dengan jumlah komponen terbanyak.

c. Ragam komponen

Handle lipat B memiliki jumlah ragam komponen paling sedikit karena desain sambungan yang sederhana (hanya memer-lukan ball pin). Sedangkan, handle lipat A

memiliki banyak ragam dan jumlah kompo-nen karena sambungan yang rumit.

III. KESIMPULAN

Dengan menerapkan analisis DFMA yang dikembangkan oleh Boothroyd dan Dewhurst, telah didapatkan tiga buah desain alternatif handle transformer hand bike:

1. Handle lipat A 2. Handle lipat B 3. Handle sliding

dan telah dipilih handle lipat A sebagai desain terbaik berdasarkan peningkatan total dari aspek manufaktur dan perakitan relatif terha-dap prototipe sebesar 118.46%.

REFERENSI

[1] Geoffrey Boothroyd, Winston Knight, Peter Dewhurst, Product design for manufacture and assembly, Marcel Dekker, New York, 2001.

Gambar

Gambar 1 Transformer hand bike
Gambar 3 Fork handle prototipe
Tabel 3 DFA proses pengelasan forkprototipe
Gambar 4 Desain alternatif handle: handle lipat A (kiri), handle lipat B (tengah), dan handle sliding(kanan)
+2

Referensi

Dokumen terkait

bahwa berdasarkan ketentuan Pasal 125 dan Pasal 126 Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 13 Tahun 2006 tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah

Pemilihan themes yang kurang sesuai dapat menyebabkan tingkat penggunaan cpu pada hosting akan cukup tinggi, terutama jika themes yang di gunakan tidak compatible dengan versi

Demikian juga pada umur 16 bulan perlakuan pupuk kandang 2 kg dan bokashi 2 kg tidak berbeda nyata terhadap persentase tumbuh tanaman, tetapi kedua perlakuan tersebut berbeda

Keuangan Tabel 9.1 Jumlah Target dan Realisasi Penerimaan Anggaran per Kelurahan di Kecamatan Mandalajati Tahun 2014 Table.

Karni, M.Pd PENGAWAS SD UPTD Cab.Din.. Sunaryoto PENGAWAS SD

Penelitian ini juga bertujuan untuk mengetahui peranan fungsi Bimbingan Konseling Islam dalam upaya mengembangkan religiusitas remaja dan menekan atau mengontrol kenakalan remaja

"Marka" atau penanda (marker) yang merupakan campuran molekul dengan ukuran berbeda-beda dapat digunakan untuk menentukan panjang amplikon atau ukuran

(5) Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (4) pasal ini tidak perlu dalam hal kerjasama pemanfaatan atas barang milik daerah yang dilakukan