• Tidak ada hasil yang ditemukan

T1__BAB I Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Perlindungan Hukum dalam UndangUndang No.23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan dalam Rumah Tangga T1 BAB I

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "T1__BAB I Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Perlindungan Hukum dalam UndangUndang No.23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan dalam Rumah Tangga T1 BAB I"

Copied!
14
0
0

Teks penuh

(1)

BAB I

PENDAHULUAN

A.

LatarBelakangMasalah

Ide negara hukum sesungguhnya telah lama dikembangkan oleh para filsuf dari zaman Yunani Kuno. Plato, pada awalnya dalam the Republic berpendapat bahwa adalah mungkin mewujudkan negara ideal untuk mencapai kebaikan yang berintikan kebaikan. Untuk itu kekuasaan harus di pegang oleh orang yang mengetahui kebaikan, yaitu seorang filosof (the philosopher king). Namun dalam bukunya “the Statesman” dan “the Law”, Plato menyatakan bahwa yang dapat diwujudkan adalah bentuk paling baik kedua

(the second best) yang menempatkan supremasi hukum. Pemerintahan yang mampu

mencegah kemerosotan kekuasaan seseorang adalah pemerintahan oleh hukum. Senada dengan Plato, tujuan negara menurut Aristoteles adalah untuk mencapai kehidupan paling baik (the best life possible) yang dapat dicapai dengan supremasi hukum. Hukum adalah wujud kebijaksanaan kolektif warga negara (collective wisdom), sehingga peran warga negara diperlukan dalam pembentukannya.1

Prinsip-prinsip negara hukum selalu berkembang seiring dengan perkembangan masyarakat dan negara. Profesor Utrecht membedakan dua macam negara hukum, yaitu negara hukum formil atau negara hukum klasik, dan negara hukum materiel atau negara hukum modern. Negara hukum formil menyangkut pengertian hukum yang bersifat

(2)

formil dan sempit, yaitu dalam arti peraturan perundang-undangan tertulis terutama. Tugas negara adalah melaksanakan peraturan perundang-undangan tersebut untuk menegakkan ketertiban. Tipe negara tradisional ini dikenal dengan istilah negara penjaga malam. Negara hukum materiel mencakup pengertian yang lebih luas termasuk keadilan di dalamnya. Tugas negara tidak hanya menjaga ketertiban dengan melaksanakan hukum, tetapi juga mencapai kesejahteraan rakyat sebagai bentuk keadilan (Welfarestate).2

Dalam konsep Negara Hukum itu, di idealkan bahwa yang harus dijadikan panglima dalam dinamika kehidupan kenegaraan adalah hukum, bukan politik, ekonomi. Atau pun bidang lainnya. Karena itu, jargon yang biasa digunakan dalam bahasa Inggeris untuk menyebut prinsip Negara Hukum adalah‘the rule of law, not of man’.Yang disebut pemerintahan pada pokoknya adalah hukum sebagai sistem, bukan orang per orang yang hanya bertindak sebagai ‘wayang’ dari scenario sistem yang mengaturnya.

Gagasan Negara Hukum itu dibangun dengan mengembangkan perangkat hukum itu sendiri sebagai suatu sistem yang fungsional dan berkeadilan. Dikembangkan dengan menata supra struktur dan infra struktur kelembagaan politik, ekonomi dan sosial yang tertib dan teratur, serta dibina dengan membangun budaya dan kesadaran hukum yang rasional dan impersonal dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.

Untuk itu, sistem hukum itu perlu dibangun (law making) dan ditegakkan (law

enforcing) sebagaimana mestinya, dimulai dengan konstitusi sebagai hukum yang paling

tinggi kedudukannya. Untuk menjamin tegaknya konstitusi itu sebagai hukum dasar yang berkedudukan tertinggi (the supreme law of the land), dibentuk pula sebuah Mahkamah

(3)

Konstitusi yang berfungsi sebagai ‘the guardian’ dan sekaligus‘the ultimate interpreterof the constitution’.

Di zaman modern, konsep Negara Hukum di Eropa Kontinental dikembangkan antaralain oleh Immanuel Kant, Paul Laband, Julius Stahl, Fichte, dan lain-lain dengan menggunakan istilah Jerman, yaitu“rechtsstaat’.Sedangkan dalam tradisi Anglo Amerika, konsep Negara hukum dikembangkan atas kepeloporan A.V. Dicey

dengansebutan “The Rule of Law”.

Bartens berpendapat bahwa untuk mencegah terjadinya hal-hal yang bersifat penekanan dan pembelengguan kebebasan masyarakat, diperlukan adanya pengaturan hukum dan pemerintahan. Perlunya pengaturan ini didasarkan pada kecenderungan sifat buruk manusia yang suka iri hati, cinta akan kekuasaan dan suka mencampuri urusan orang lain. Hukum penting sebagai kekuatan komunitas untuk mencegah terjadinya tindakan-tindakan yang mengarah kepada pengurangan kebebasan.3

Keberadaan Indonesia sebagai suatu negara berdaulat, memiliki identitas dan konstitusionalitas sebagai negara hukum. Hal ini ditegaskan dengan Pasal 1 ayat (3) UUD

1945 yaitu “Negara Indonesia adalah negara hukum.” Maka dari itu diperlukan sistem

hukum untuk menegakan hukum di Indonesia untuk mewujudkan konsep negara hukum Indonesia seperti yang tercantum dalam UUD 1945.

Salah satu elemen mendasar dalam negara hukum ialah hak asasi manusia. Menurut Soetandyo Wignjosoebroto, HAM adalah hak-hak mendasar (fundamental) yang diakui secara universal sebagai hak-hak yang melekat pada manusia karena hakikat dan

(4)

kodratnya sebagai manusia.4 Pakar lain, Jack Donnely, mendefinisikan bahwa HAM adalah hak-hak yang dimiliki manusia semata-mata karena ia manusia. Umat manusia memilikinya bukan karena diberikan kepadanya oleh masyarakat atau berdasarkan hukum positif, melainkan semata-mata berdasarkan martabatnya sebagai manusia.5

Sedangkan dalam hukum positif Indonesia, menurut Pasal 1 Angka 1 UU RI No. 39 Tahun 1999 tentang Hak asasi Manusia, Hak Asasi Manusia adalah seperangkat hak yang melekat pada hakikat dan keberadaan manusia sebagai makhluk Tuhan Yang Maha Esa dan merupakan anugerah-Nya yang wajib dihormati, dijunjung tinggi dan dilindungi oleh negara, hukum, Pemerintah, dan setiap orang demi kehormatan serta perlindungan harkat dan martabat manusia.

Terkait dengan berbagai pengertian HAM tersebut, penting adanya untuk mengenal juga tentang kewajiban asasi manusia, karena senyatanya HAM dalam penegakannya sangat tergantung juga pada kesadaran hukum untuk memenuhi kewajiban asasi manusia. Menurut Pasal 1 Angka 2 UU RI Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia, Kewajiban Dasar Manusia adalah Kewajiban dasar manusia adalah seperangkat kewajiban yang apabila tidak dilaksanakan, tidak memungkinkan terlaksana dan tegaknya hak asasi manusia.

Berdasarkan sejarah, sejak Deklarasi Universal HAM diproklamasikan, umat manusia bagaikan dibukakan pintu utama menuju dunia terang yang penuh penghormatan atas manusia. Sejak itu, umat manusia yang berbudaya, terus mendorong dan mencoba mencari upaya untuk terus melakukan perlindungan dan pencegahan terhadap

4Soetandyo Wignjosoebroto (2003), Hak-hak Asasi Manusia: KonsepDasar Dan Pengertianya Yang Klasik Pada Masa masa Awal Perkembangannya dalam Toleransi Keragaman; Sebagaimana ada dalam:Rahayu;HukumHakAsasiManusia (HAM); UniversitasDiponegoro, Semarang, Cet. II, 2012, h. 2. 5 Knut D. Asplund, SuparmanMarzuki, EkoRiyadi (Penyunting/Editor); Hukum Hak Asasi

(5)

pelanggaran hak asasi manusia bagi semua manusia, sehingga tidak ada satu golongan pun dari umat manusia, seperti masyarakat adat, anak-anak, kaum perempuan, kaum difabel (sebutan sopan bagi penyandang cacat), pada penderita AIDS, orang miskin. Pendek kata, tak satu golongan pun terlewatkan untuk dilindungi hak-hak asasi mereka ketentuan-ketentuan hukum HAM ialah isu atau persoalan hukum tentang Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT).

Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT) dapat diartikan sebagai tindakan kekerasan yang dilakukan oleh seorang pengasuh, orangtua, atau pasangan. KDRT dapat ditunjukkan dalam berbagai bentuk, di antaranya: Kekerasan fisik, penggunaan kekuatan fisik; kekerasan seksual, setiap aktivitas seksual yang dipaksakan; kekerasan emosional, tindakan yang mencakup ancaman, kritik dan menjatuhkan yang terjadi terus menerus; dan mengendalikan untuk memperoleh uang dan menggunakannya.7

Keutuhan dan kerukunan rumah tangga yang bahagia, aman, tenteram, dan damai merupakan dambaan setiap orang dalam rumah tangga. Negara Republik Indonesia

6 Mansour Fakih, Antoniua M Indrianto&EkoPrasetyo;

MenegakkanKeadilandanKemanusiaan: PeganganuntukMembangunGerakanHakAsasiManusia; Insist Press, Yogyakarta, 2003, h. 13 – 14. 7Rochmat Wahab; Kekerasan Dalam Rumah Tangga: Perspektif Psikologis dan Edukatif; h. 3; Lihat: http://staffnew.uny.ac.id/upload/131405893/penelitian/KEKERASAN+DALAM+RUMAH+TANGGA(F inal).pdf

(6)

adalah negara yang berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa dijamin oleh Pasal 29 Undang-Undang Dasar Negara RI Tahun 1945. Dengan demikian, setiap orang dalam lingkup rumah tangga dalam melaksanakan hak dan kewajibannya harus didasari oleh agama. Hal ini perlu terus ditumbuhkembangkan dalam rangka membangun keutuhan rumah tangga.

Untuk mewujudkan keutuhan dan kerukunan tersebut,sangat tergantung pada setiap orang dalam lingkup rumah tangga, terutama kadar kualitas perilaku dan pengendalian diri setiap orang dalam lingkup rumah tangga tersebut.

Keutuhan dan kerukunan rumah tangga dapat terganggu jika kualitas dan pengendalian diri tidak dapat dikontrol, yang pada akhirnya dapat terjadi kekerasan dalam rumah tangga sehingga timbul ketidakamanan atau ketidakadilan terhadap orang yang berada dalam lingkup rumah tangga tersebut.

Untuk mencegah, melindungi korban, dan menindak pelaku kekerasan dalam rumah tangga, negara dan masyarakat wajib melaksanakan pencegahan, perlindungan, dan penindakan pelaku sesuai dengan falsafah Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara RI Tahun 1945. Negara berpandangan bahwa segala bentuk kekerasan, terutama kekerasan dalam rumah tangga, adalah pelanggaran hak asasi manusia dan kejahatan terhadap martabat kemanusiaan serta bentuk diskriminasi.8

Pandangan negara tersebut didasarkan pada Pasal 28 Undang-Undang Dasar Negara RI Tahun 1945, beserta perubahannya. Pasal 28G ayat (1) Undang-Undang Dasar Negara RI Tahun 1945 menentukan bahwa “Setiap orang berhak atas perlindungan diri

8Peri Umar Farouk; Tindak Pidana Kekerasan Dalam Rumah Tangga; E-book; Women Legal

Empowerment Program, Justice for the Poor Project - The World Bank. Kata Pengantar diberikan oleh Dewi Novirianti; Jakarta, h. 1-4: Lihat:

(7)

pribadi, keluarga, kehormatan, martabat, dan harta benda yang di bawah kekuasaannya, serta berhak atas rasa aman dan perlindungan dari ancaman ketakutan untuk berbuat atau tidak berbuat sesuatu yang merupakan hak asasi”. Pasal 28H ayat (2) Undang-Undang Dasar Negara RI Tahun 1945 menentukan bahwa “Setiap orang berhak mendapat kemudahan dan perlakuan khusus untuk memperoleh kesempatan dan manfaat yang sama guna mencapai persamaan dan keadilan”.

Perkembangan dewasa ini menunjukkan bahwa tindakkekerasan secara fisik, psikis, seksual, dan penelantaran rumah tangga pada kenyataannya terjadi sehingga dibutuhkan perangkat hukum yang memadai untuk menghapus kekerasan dalam rumah tangga.

Pembaruan hukum yang berpihak pada kelompok rentan atau tersubordinasi, khususnya perempuan, menjadi sangat diperlukan sehubungan dengan banyaknya kasus kekerasan, terutama kekerasan dalam rumah tangga.

Pembaruan hukum tersebut diperlukan karena undangundang yang ada belum memadai dan tidak sesuai lagi dengan perkembangan hukum masyarakat. Oleh karena itu, diperlukan pengaturan tentang tindak pidana kekerasan dalam rumah tangga secara tersendiri karena mempunyai kekhasan, walaupun secara umum di dalam Kitab Undang- Undang Hukum Pidana telah diatur mengenai penganiayaandan kesusilaan serta penelantaran orang yang perlu diberikan nafkah dan kehidupan.

(8)

disebut dengan Undang-Undang KDRT. Secara lebih luas publik lebih suka menyebut dengan istilah masalah KDRT untuk membicarakan isu hukum ini.

Undang-Undang tentang Kekerasan dalam Rumah Tangga ini terkait erat dengan beberapa peraturan perundangundangan lain yang sudah berlaku sebelumnya, antara lain: 1. UU 1/1946 tentang Kitab Undang-Undang HukumPidana serta Perubahannya;

2. UU 8/1981 tentang Kitab Undang-Undang Hukum AcaraPidana; 3. UU 1/1974 tentang Perkawinan;

4. UU 7/1984 tentang 28 Pengesahan Konvensi mengenaiPenghapusan Segala Bentuk Diskriminasi TerhadapWanita (Convention on the Elimination of All Forms ofDiscrimination Against Women); dan

5. UU 39/1999 tentang Hak Asasi Manusia.

Undang-Undang KDRT ini, selain mengatur ihwal pencegahan danperlindungan serta pemulihan terhadap korban kekerasandalam rumah tangga, juga mengatur secara spesifik kekerasan yang terjadi dalam rumah tangga dengan unsurunsur tindak pidana yang berbeda dengan tindak pidana penganiayaan yang diatur dalam KUHP.

(9)

perlindungan korban juga tidak secara langsung dan in concreto, tetapi hanya in

abstracto. Dengan demikian dapat dikatakan sistem sanksi dan pertanggungjawaban

pidananya tidak secara langsung dan konkret tertuju pada perlindungan korban, hanyalah perlindungan secara tidak langsung dan abstrak.9

Selain itu, Undang-Undang No. 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga, juga mengatur ihwal kewajiban bagi aparat penegak hukum, tenaga kesehatan, pekerja sosial, relawan pendamping, atau pembimbing rohani untuk melindungi korban agar mereka lebih sensitif dan responsif terhadap kepentingan rumah tangga yang sejak awal diarahkan pada keutuhan dan kerukunan rumah tangga.

Untuk melakukan pencegahan kekerasan dalam rumah tangga, Menteri yang tugas dan tanggung jawabnya di bidang pemberdayaan perempuan dan perlindungan anak melaksanakan tindakan pencegahan, antara lain, menyelenggarakan komunikasi, informasi, dan edukasi tentang pencegahan kekerasan dalam rumah tangga. Berdasarkan pemikiran tersebut, sudah saatnya dibentuk Undang-Undang tentang Penghapusan Kekerasan dalam Rumah Tangga yang diatur secara komprehensif, jelas, dan tegas untuk melindungi dan berpihak kepada korban, serta sekaligus memberikan pendidikan dan penyadaran kepada masyarakat dan aparat bahwa segala tindak kekerasan dalam rumah tangga merupakan kejahatan terhadap martabat kemanusiaan.

Secara spesifik bentuk-bentuk kekerasan terhadap perempuan dan anak-anak tertuang dalam Deklarasi Penghapusan Kekerasan terhadap Perempuan (Declaration on

the Elimination of Violence Against Women), yang diadopsi Majelis PBB tahun 1993, di

mana pada Pasal 2 deklarasi tersebut disebutkan tentang::

(10)

1. Tindakan kekerasan secara fisik, seksual, psikologis yang terjadi dalam keluarga, termasuk pemukulan, penyalahgunaan seksual atas anak-anak perempuan dalam rumah tangga, kekerasan yang berhubungan dengan mas kawin (mahar), perusakan alat kelamin perempuan, praktek-praktek kekejaman tradisional lain terhadap perempuan di luar hubungan suami-istri, serta kekerasan yang berhubungan dengan eksploitasi

2. Kekerasan secara fisik, seksual, dan psikologis yang terjadi dalam masyarakat luas termasuk perkosaan, penyalahgunaan seksual, pelecehan dan ancaman seksual di tempat kerja, dalam lembaga-lembaga pendidikan dan sebagainya.

3. Kekerasan secara fisik, seksual dan psikologis yang dilakukan atau dibenarkan oleh negara.10

Bentuk-bentuk kekerasan terhadap perempuan dalam Declaration on the

Elimination of violence Against Women yang diadopsi Majelis PBB tahun 1993 memiliki

lingkup yang cukup luas. Kekerasan tidak hanya pada fisik, tetapi juga non fisik yang meliputi kekerasan psikis atau psikologis, pengekangan akses interaksi sosial. Dan jenis kekerasan lain yang dibenarkan oleh Negara.11

Kekerasan terhadap perempuan secara khusus digolongkan sebagai berikut:12 1. Kekerasan dalam area domestik/hubungan intim personal. Berbagai bentuk kekerasan

yang terjadi di dalam hubungan keluarga, antara pelaku dan korbannya memiliki kedekatan tertentu. Tercakup disini adalah penganiayaan terhadap istri, pacar, bekas

10FathulDjannahdkk.KekerasanTerhadapIstri;.:Lkis Yogyakarta, CDA-ICIHEF Jakarta,danPusat StudiWanita IAIN Sumatra Utara, 2003, h. 17.

11Ibid.

(11)

istri, tunangan, anak kandung dan anak tiri, penganiayaan terhadap orang tua, serangan seksual atau perkosaan oleh anggota keluarga.

2. Kekerasan dalam area publik. Berbagai bentuk kekerasan yang terjadi di luar hubungan keluarga atau hubungan personal lain, sehingga meliputi berbagai bentuk kekerasaan yang sangat luas, baik yang terjadi di semua lingkungan tempat kerja maupun di tempat umum.

3. Kekerasan yang dilakukan oleh/dalam lingkup negara. Kekerasan secara fisik, seksual dan/atau psikologis yang dilakukan, dibenarkan, didiamkan terjadi oleh negara di mana pun terjadinya. Termasuk dalam kelompok ini adalah pelanggaran hak asasi manusia dalam pertentangan antar kelompok, dan situasi kelompok, dan situasi konflik bersenjata yang terkait dengan pembunuhan, pemerkosaan, perbudakan seksual daan kekerasan paksa.

B.

Pembatasan Masalah

Walaupun terkait erat dengan peraturan perundang-undangan lain sebagaimana telah disebutkan, akan tetapi untuk kepentingan penelitian dan penulisan skripsi ini, penulis sengaja memfokuskan pada UU RI No. 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga, dengan alasan bahwa judul undang-undang ini secara tegas mennunakan kata penghapusan, sehingga menarik perhatian penulis untuk menelaahnya, dalam hubungan dengan gagasan negara hukum.

(12)

hukum yang berwujud HAM itu, dalam bentuk perundang-undangan. Dalam hal ini persoalan KDRT dianggap sebagai bagin pokok dari studi tentang HAM. Karena itu,

skripsi ini mengambil judul: “Perlindungan Hukum Dalam UU. No. 23 tahun 2004

tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga.”

C.

Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian pada Latar Belakang dan pembatasan Masalah, maka dapat dibuat rumusan masalah sebagai berikut:

“Apa saja yang harus diketahui sebagai wujud perlindungan hukum dalam

Undang-Undang No. 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga?”

D.

Tujuan Penulisan

Berdasarkan rumusan masalah, maka tujuan dari penulisan skripsi ini ialah untuk mengetahui, mengidentifikassi dan menjelaskan bentuk-bentuk perlindungan hukum yang ada dalam UU. No. 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah

Tangga.”

E.

Manfaat Penulisan

Setelah dilakukan penelitian dan penulisan skripsi ini diharapkan akan menghadirkan beberapa manfaat:

(13)

Memperdalam pengetahuan dan memperkaya wawasan penulis di dalam bidang perlindungan hukum, terutama yang berkaitan deengan Penghapusan KDRT..

2. Untuk Masyarakat Awam

Menambahkan informasi dan pengetahuan kepada masyarakat awam tentang perlindungan hukum sebagai salah satu wujud Penghapusan KDRT.

3. Untuk Penegak Hukum dan Kalangan Akademis

Mengembangkan Ilmu Hukum khususnya perlindungan hukum tentang HAM sebagai wujud gagasan negara hukum. Persisnya, sebagai bahan pertimbangan aparat penegak hukum dalam memberikan perlindungan hukum khususnya terhadap korban KDRT; dan terhadap pengembangan wacana akademik di bidang ilmu hukum, khususnya tentang perlindungan hukum korban KDRT.

F.

Metode Penelitian

1. Jenis Penelitian

Metode penelitian yang digunakan menggunakan metode penelitian hukum normatif yang merupakan penelitian kepustakaan, yaitu penelitian terhadap data sekunder.13 Dalam hal ini data yang berkenaan dengan KDRT..

2. Sumber Data

a. Bahan hukum primer, yaitu berupa peraturan perundang-undangan; dalam hal ini UUD 1945, UU No. 39 Tahun 1999 tentang Hak asasi Manusia, dan UU No. 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga.

(14)

b. Bahan hukum sekunder, yaitu berupa teori dan literature yang berkaitan dengan permasalahan yang diteliti.14 Dalam hal ini tentang HAM, khususnya yang bersangkutan dengan KDRT.

c. Teknik Pengumpulan Data

Pengumpulan data dilakukan melalui studi pustaka, yaitu pengumpulan data dengan cara memperlajari buku-buku, karya ilmiah, tulisan-tulisan yang berkaitan dengan permasalahan .

3. Teknik Analisa data

Data yang diperoleh dari studi kepustakaan diolah dan dianalisa secara deskriptif kualitatif, artinya analisis data, kemudian berhubungan dengan teori-teori, asas-asas, dan kaidah-kaidah hukum yang diperoleh dari studi kepustakaan sehingga memperoleh jawaban atas permasalahan yang dirumuskan.

Referensi

Dokumen terkait

Dari hasil pengujian yang telah dilakukan, dapat diketahui bahwa aktivitas antioksidan pada sampel daun sirsak (Annona muricata L.) yang berasal dari daerah Makassar

E-commerce merupakan bentuk transaksi bisnis yang lebih praktis tanpa perlu kertas (paperless) serta dapat dilakukan melintasi batas negara, tidak bertemunya secara

[r]

0,661, hal ini menunjukkan bahwa jika anggota Gapoktan Subur Mukti menggunakan berbagai media baik media cetak maupun media elektronik, mendapatkan informasi atau pengetahuan dan

The first questionnaire contained some topics based on topic books and some techniques used by the teachers to teach those topics to the young learners.. The

Filsafat Islam adalah hasil pemikiran filsuf tentang ajaran ketuhanan, kenabian, manusia, dan alam yang disinari ajaran Islam dalam suatu aturan pemikiran yang logis dan

Pengenalan dibuat sesuai dengan butiran, jelas dan maklumat benar, penjelasan dan contoh diberikan berkaitan dengan topik perbincangan Pengenalan adalah dibuat dengan

Kedua, adalah kekuatan dari luar masyarakat (external factor), seperti pengaruh kontak-kontak antar budaya (culture contact) secara langsung maupun persebaran (unsur) kebudayaan