• Tidak ada hasil yang ditemukan

11. TINJAUAN PUSTAKA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "11. TINJAUAN PUSTAKA"

Copied!
15
0
0

Teks penuh

(1)

11. TINJAUAN PUSTAKA

A. Bioekologi Wallaby Lincah

1. Takxonomi

Wallaby lincah (Macropus agilis papuanus. Peters and Doria, 1875) merupakan mamalia berkantung yang memiliki ukuran tub& sedang dan merupakan jenis yang makanan utamanya addah rumput (grazer). Ciri khusus spesies ini adalah memiliki w a n a tub& abu - abu seperti wama pasir, terdapat warna gelap keabuan antara mata dan teliga, wama terang berbentuk garis yang terdapat pada pipi dan bagian paha luar, serta wama hitam yang terletak pada ujung telinga dan ekor (Merchant, 1998).

Taxonomi wallaby lincah sebagai berikut: Kingdom : Animalia Phylum : Chordata Sub Phylum : Vertebrata

Class : Mamalia. Linnaeus, 1758

Sub Class : Theria. Parker and Haswel, 1897 Infraclass : Metatheria. Huxley, 1880

Order : Diprotodontia Owen, 1866

Sub Order : Macropodiformes Ameghino, 1889

Family : Macropodidae Gray,1821 (Kangaroos, Wallabies ) Sub Family : Macropodinae Gray, 1821

Genus : Macropus Shaw, 1790

Sub Genus : Notamacropus Dawson and Flannery, 1985 Species : Macropus agilis Gould, 1841 ( Agile Wallaby )

Sub Species 1. Macropus agilispapuanus (Peters and Doria, 1875) - Papua

2. Macropzrs agili agilis -Northem Territory. 3. Macropus agilis nigrescens - Western Australian 4. Macropus agilis jardinii - Queensland

(2)

2. Morfologi dan Anatomi

Wallaby lincah memiliki berat tubuh rata-rata antara jantan dan betina adalah 16 kg. Rata - rata berat tubuh jantan 20 kg, sedangkan rata - rata berat tubuh betina 12 kg. Panjang tubuh diukur dari kepala sampai pangkal ekor antara 600 sampai 1.050

mm (Nowak, 1991). Merchant (199S), mengatakan bahwa rata -rata berat badan jantan adalah 19 kg dan rata - rata berat badan betina 11 kg ; panjang tubuh yang diukur dari kepala sampai pangkal ekor untuk jantan SO0 mm sedangkan betina 650 mm;panjang ekor yang diukur dari pangkal sampai ujung ekor untuk jantan 770 mm dan betina 640 mm.

Gambar 2. Wallaby lincah betina dengan anak didalam kantung pemeliharaan

Wallaby lincah memiliki kaki belakang yang panjang dan kuat, kaki depan yang pendek dan kecil, serta ekor yang panjang dan kuat. Kaki belakang berperan pada saat berlari, sedangkan saat berjalan dibaiitu oleh kaki depan d m ekor yang diseret ke tanah. Kaki depan juga berfungsi sebagai tangan untuk memasukkan makanan kedalanl mulut. Ekornya yang panjang dan kuat digunakan sebagai alat keseiinbangan dan pendarong saat melompat seperti fungsi pegas. Ekor digunakan sebagai penopang saat duduk atau saat melakukan perkelahian.

Kaki depan terdiri dari 5 buah jari sedangkan kaki belakang 3 bua11 jari dengan 4 buab kuku. Dua jari kaki belakang yaitu bagian luar dan tengah berukuran besar serta kuat dan masing - masing memiliki 1 buah kuku sedangkan satu jari bagian dalam memiliki bentuk yang kecil dan kurang kokoh serta memiliki dua buah kuku

, > . % . % , . . ,,..-,.,.

:.

? *.,..,-- e-...

. . ~ c m m c z vang gecil aan h a n g kokoh ciiduga jari ketiga Lon;-- a-!-;q- ;-; %:i!rnz?r; memnunvai fungsi dalam melakukan pergerakan, hal ini

(3)

dapat dilihat pada bekas pijakan kaki bagian belakang dimana hanya terlihat dengan tegas cetakan jari bagian luar dan tengah sedangkan jari bagian dalam kurang terbentuk.

Gambar 3. Perbedaan bentuk, ukuran dan jumlah jari pada Wallabi lincah a) Lima jari pada kaki depan, bentuk dan ukuran lebih kecil. b) Tiga jari dan empat buah kuku pada kaki belakang, bentuk dan

ukuran iebih besar dari kaki depan

c) Cetakan kaki belakang, jari ketiga bagian dalam kurang tegas.

Gigi wallaby lincah memiliki sifat yang M~as diiana setiap ral~ang atas inemiliki tiga gigi seri yang terpisah oleh suatu celah panjang tanpa gigi (diastema) dari beberapa geraham palsu tetap serta gerallam sejati. Geraham bawah terdapat pada setiap sisi, sedangkan gigi taring hanya satu yang letaknya berbaring di bagian depan. Ada suatu diasterma antara gigi taring dan geraham palsu yang rontok sesuai dengan yang ada di geraham atas. Terdapat empat pasang lophodont disetiap geraham atas dan bawah yang berfungsi mtuk menggiling makanan berupa rumput dan dedaunan.

Gigi geraham keluar lambat, secara kontinyu dan perlahan berpindah tempat dari depan ke belakang. Usia wallaby lincah dapat ditaksir dengan memperl~atikan stadium munculnya geraham. Berdasarkan perkembangan gigi maka umur wallaby lincah dapat di klasifikasikan dalam kelas umur sebagai berikut :

-

Setelah umur 1 Tcahun : Memiliki satu geraham yang lengkap

-

Beixunur 2 Tahun : Memiliki dua buah geral~am

-

Berumur 4 Tahun : Memiliki tiga buah geraham

- B e m u r 7

-

8 Tahun : Memiliki empat buah geraham

Perpindahan gigi ke arah depan, dapat disimpulkan dengan membandingkan tempat tonjolan tul'mg pipi. Pada wallaby lincah berumur tujuh atau delapan tahun, tonjolan berada diseberang rongga antara geral~am ketiga dan keempat. Tetapi pada

(4)

satwa berumur sepuluh tahun geraham keempat sudah pindah kedepan, sehingga sisi depan ada diseberang tonjolan tersebut. Siklus hidup wallaby lincah diperkirakan mencapai umur hingga 20 tahun. Nowak (1991), menyebutkan bahwa siklus hidup wallaby lincah di habitat alam mencapai umur 11 sampai 14 tahun.

Sisitem pencemaan makanan pada wallaby lincah menunjukkan persamaan dengan hewan pemamah biak lainnya. Memiliki lambung besar berbentuk kantong yang terbagi dalam empat bilik. Bagian terdepan mengandung protozoa dan organisme bersel satu lainnya yang mencernakan serta merubah sellulosa menjadi suatu zat yang dapat digunakan sebagai makanan untuk wallaby lincah sehingga satwa ini dapat bertahan hidup pada musim kemarau yang panjang. Wallaby lincah tidak memamah biak tetapi makanan itu terkadang oleh esofagus dikembalikan ke mulut kemudian menelannya kembali. Proses ini disebut meryeisme, tujuannya tidak diketahui.

3. Reproduksi

Wallaby &ncah betina mulai berkembang biak hanya beberapa bulan setelah berumur satu tahun. Bolton et al. (1985), menyebutkan bahwa wallaby lincah betina di East Point Reserve Key Centre for Tropical Wildlife Management Australia mulai melakukan perkembangbiakan setelah mencapai umur antara 1,7 sampai 2,2 tahun, sedangkan di habitat aslinya tergantung pada kualitas pakan. Selanjutnya disebutkan bahwa reproduksi wallaby lincah di habitat dam akan meningkat tergantung pada kualitas dan kuantitas sumber pakan. Meskipun keadaan kurang menguntungkan, spesies ini dapat menghasilkan 3 (tiga) an&! dalam dua tahun.

Betina yang tidak menyusui mengeluarkan satu telur yaitu satu kali dalam empat atau enam minggu. Siklus birahi terputus dalam kurun waktu anak menyusui didalam kantung dan ha1 ini terjadi sesudah hamil. Kelahiran dapat terjadi setiap tahun tetapi mencapai puncaknya pada bulan Mei sampai bulan Agustus, sedangkan kehamilan atau masa antara pembuahan dan melahirkan terjadi selama 29 sampai 30 hari. Dressen (1993) dan Stirrat (2000), mengataka1 baffwa seks rasio betina dan jantan dewasa adalah 2 : 1. Embrio dalan kandungan memperoleh oksigen dan makanan

(5)

melalui plasenta seperti pada mamalia umumnya. Kelahiran pada wallaby lincah didahului dengan munculnya semacam cairan yang mengandung sisa buangan yang terkumpul selama mengandung. Anak yang dilahirkan berada dalam selaput yang berisi cairan, kemudian pecah sehingga anaknya memegang bulu-bulu induknya untuk memanjat masuk kedalam kantung pembesaran yang terdapat pada bagian depan perut. Anak yang baru lahir dalam keadaan buta dan tanpa bulu ini akan menempel pada salah satu dari empat puting induknya yang terdapat didalam kantung pemeliharaan.

Anak wallaby lincah mulai memiliki bulu lengkap setelah berusia 165 hari, mulai mengeluarkan kepalanya dari dalam kantung pemeliharaan pada usia 150 hari dan telah berani keluar meninggalkan induknya sebentar setelah berusia 190 hari.

Anak wallaby lincah akan meninggalkan induknya setelah berusia antara 7 sampai 8 bulan. Merchant (1998), menyebutkan bahwa an& wallaby lincah akan meninggalkan kantong pembesaran induknya dan memulai hidup secara mandiri setelah berumur antara 10 sampai 12 bulan.

Pada wallaby lincah, fecundity tahunan atau jumlah anak betina yang dilahirkan per induk dari kelas umur tertentu dalam satu tahun adalah 1,53 sedangkan peluang hidup individu berumur 0 sampai 1 tahun adalah 0.43 ; peluang hidup individu berumur diatas 1 tahun rata -rats adalah 0,87 (Kirkpatrick & Johnson 1969). Pada wallaby lincah dikenal istilah "diapause embrional" yaitu suatu peristiwa diiana embrio tidur tetapi hidup dan tinggal lama didalam alat reproduksi betina selama anak

sebelumnya masih berada di dalam kantung induknya. Embrio yang sedang tidur terjadi sebagai hasil pembuahan pada waktu anak masih berada dalam kantong induknya.

4. Perilaku

Wallaby lincah pada dasarnya adalah soliter, meskipun

ukuran

kelompok berkaitan dengan jumlah kepadatan populasi (Dressen,1993). Frekwensi hubungan sosial dalam kelompok kecil adalah karena adanya hubungan perkawinan betina clan

(6)

spesies yang hidup secara berkelompok yang terdiri dari banyak betina dan membagi wilayah untuk beristirahat serta makan. Jumlah anggota kelompok populasi diatas 10 individu dan kumpulan kelompok yang lebih besar te jadi pada saat aktifitas makan (Lone Pine Koala Sanctuary, 2001). Kelompok besar kemungkman bersifat sementara dan terkonsentrasi pada sumber makanan, air minum dan tempat berlindung (Dressen 1993). Lokasi makan dan perlindungan dari predator dapat berubah setiap tahun sebagai fimgsi dari ukuran kelompok (Blumstein et al. 2003).

Wallaby lincah merupakan satwa nokturnal yang melakukan aktifitas makan di tempat terbuka dimulai pada sore hingga pagi hari saat matahari mulai terbit, kemudian beristirahat pada pagi hingga sore hari ditempat yang terlindungi oleh tegakan pohon. Dua aktifitas utama yang m u m dilakukan oleh satwa ini adalah

makan dan kewaspadaan yang dilakukan hampu 90 % dari total waktu beraktifitas.

5. Makanan

Makanan utama wallaby lincah pada m u s h hujan adalah nunput (grazer) tetapi pada m u s h kemarau diiana kualitas rumput menurun akibat kekeringan, satwa ini dapat mengkonsumsi makanan alternatif termaksud pucuk daun, kulit kayu, buah, bunga, serta akar (Stirrat 2002). Berdasarkan pengalaman lapangan penulis selama bertugas di Taman Nasional Wasur Merauke, diketahui bahwa pada m u s h kemarau sering dijumpai wallaby liicah berada di pinggir danau atau rawa pada pagi dan sore hari sedang menggali tanah untuk mendapatkan akar rerumputan.

6. Wilayah Jelajah

Wilayah jelajah adalah daerah yang secara rutin dikunjungi satwa liar karena dapat mensuplai kebutuhan makan, minum, perlindungan, tempat tidur dan tempat kawin (Boughey 1973, Pyke 1983, Van Noordwijk 1985 diacu dalam Alikodra 1990). Wallaby lincah menyukai habitat yang belum terganggu terutarna disepanjang sungai dan kaii pada areal ierbdca dekat padang rm~p'rlt. Merchant (1998), nienyebutkan bahwa di wilayah Northern Territory kepadatan wallaby lincah terlihat

(7)

pada daerah lahan basah dan sumber air. Sedangkan di East Point Reserve Key Centre for Tropical Wildlife Management ditemukan ukuran wilayah jelajah yang lebih luas pada saat musim kemarau ketika kualitas makanan menurun, dimana jantan memiliki wilayah jelajah yang lebih luas dari betina. Stirrat (2003), menyatakan bahwa di East Point Reserve Key Centre for Tropical Wildlife Management tersebut terdapat perbedaan ukuran wilayah jelajah berdasarkan jenis kelamin dan musim sebagaimana tercantum pada Tabel I.

Table 1. Ukuran wilayah jelajah berdasarkan jenis kelamin dan musim di East Point Reserve Key Centre for Tropical Wildlife Management, Stirrat (2003)

Periode Musim Jenis Kelamin Preferensi Habitat Jantan Betina

Penghujan ( h a ) 16,6 ha 11,3 ha Wilayah terbuka ( padang rumput) Wilayah berhutan khususnya pada malam Kernma' ( h a ) 24' ha 15, ha hari ketika mencari sumber pakan alternotif

7. Penyebaran

Penyebaran populasi wallaby lincah dijumpai di Western Australia, Northern Territory Australia serta wilayah utara dan timur Queensland (Nowak,l991). Satwa ini juga dijumpai dengan jumlah terbatas di wilayah selatan kepulauan New Guinea (Colombus Zoo website, 2001). Penyebaran wallaby lincah di wilayah selatan kepulauan New Guinea terdapat pada ekoregion trans fly yang m e ~ p a k a n landsecape ekosistem lahan basah pada wilayah adminitratif Kabupaten Merauke

-

Papua (Indonesia) sampai ke wilayah selatan Negara Papua New Guinea (PNG),

Penyebaran wallaby lincah di Taman Nasional Wasur Merauke terdapat pada ekosistem savana yang luas dan berhubungan dengan sumber air minum bempa rawa permanen. Rawa - rawa permanen ini me~pL&an sumber air minum bagi satwa pada musim kemarau. Beberapa tempat konsertrasi populasi wallaby lincah antara lain savana Kankania, ma,Prem, Mblatar dan Maar (sepanjang wilayah RI - PNG).

(8)

B. Biologi Populasi

1. Populasi

Populasi dapat didefinisikan sesuai dengan bidang keilmuan ataupun keahlian peneliti. Odum (1971), menekankan pengertian populasi dalam bidang ekologi sebagai kumpulan makhluk hidup dari spesies yang sama atau memiliki kesarnaan genetik dan secara bersama-sama mendiami suatu tempat tertentu dan dalam waktu tertentu pula. Populasi memiliki sifat-sifat dari kelompok dan bukan dari sifat yang dimiliki oleh individu dalam kelompok tersebut.

Anderson (1985) diacu dalam Alikodra (1989) mendefinisikan populasi sebagai kelompok organisme yang terdiri dari individu satu spesies yang saling berinteraksi dan melakukan perkembangbiakan pada suatu tempat dan waktu tertentu. Alikodra (1990) menyempumakan kedua definisi di atas sebagai suatu kelompok organisme yang terdiri dari individu satu spesies yang mampu menghasilkan keturunan yang sama dengan tetuanya. Anggota kelompok ini tidak ataupun jarang melakukan hubungan dengan spesies yang sama dari kelompok lainnya. Suatu populasi dapat menempati wilayah yang sempit sampai luas, tergantung pada spesies dan kondisi daya dukung habitatnya. Organisme yang melakukan kegiatan migrasi akan menempati wilayah yang luas, dan sebaliknya organisme yang aktivitas hariannya sempit akan menempati wilayah yang sempit pula. Tarumingkeng (1994) menekankan pengertian populasi dalam hal genetik, yaitu himpunan individu atau kelompok individu suatu jenis yang tergolong dalarn satu spesies atau kelompok lain yang dapat melangsungkan interaksi genetik dengan jenis yang bersangkutan, dan pada suatu waktu tertentu menghuni suatu wilayah tertentu.

2. Karakteristik Populasi

Menurut Krebs (1972) diacu dalam Priyono (1998), menyebutkan bahwa populasi dapat diielompokkan ke dalam deme-deme atau populasi lokal, yang dapat meidKukan perkawinan antam organisma. Secara urnum, karakteristik kelompok ini

(9)

mendasar adalah ukuran atau kepadatan. Empat parameter yang mempengaruhi kepadatan adalah natalitas (kelahiran), mortalitas (kematian), emigrasi dan irnigrasi. Karakteristik sekunder dari populasi adalah sebaran umur, komposisi genetik, dan pola sebaran (penyebaran secara individu di dalam suatu ruang). Karakteristik terakhir adalah karakteristik yang dimiliki secara individual.

Tarumingkeng (1994) menyatakan sifat khas yang dimiliki populasi adalah kerapatan (densitas), laju kelahiran (natalitas), laju kematian (mortalitas), sebaran umur (distribusi) dan jenis kelamin, potensi biotik, sifat genetik, perilaku dan pemencaran (dispersi). Parameter populasi yang utama adalah struktur populasi, yang terdiri dari sex ratio, distribusi kelas

umur,

tingkat kepadatan dan kondisi fisik (van Lavieren, 1982).

a ) Kerapatan Populasi ( Densitas )

Kepadatan populasi adalah besaran populasi dalam suatu unit ruang. Pada urnumnya dinyatakan sebagai jumlah individu di dalam satu unit luas atau volume (Alikodra, 1990). Nilai kepadatan diperlukan untuk menunjukkan kondisi daya dukung habitatnya. Parameter populasi yang berpengaruh terhadap nilai kepadatan populasi adalah natalitas, mortalitas, imigrasi dan emigrasi (Krebs, 1972).

b ) Angka Kelahiran ( Natalitas )

Natalitas merupakan jumlah individu baru (anak) yang lahir dalam suatu populasi dan dinyatakan dalam beberapa cara yaitu produksi individu baru

(anak) dalam suatu populasi, laju kelahim per satuan waktu atau laju kelahiran per satuan waktu per individu (Odurn, 1971). Ditegaskan oleh Lavairen (1983), bahwa laju kelahiian dinyatakan dalam laju kelahiran kasar (crude birth rate), yaitu perbandingan junllah individu yang dilahirkan dengan jumlah seluruh anggota populasi pada satu periode waktu; dan laju kelahiran umw spesifik yang merupakan perbandingan

jurniah

individu yang lahir dengan jwulah induk yang melahirkan yang ternlasuk dalam kelas

urnur

tertentu.

(10)

Wiersum (1973), menyebutkan bahwa faktor yang mempengaruhi angka kelahiran adalah :

1) Perbandingan komposisi jantan dan betina (sex ratio) dan kebiasaan kawin,

2) Umur tertua dimana individu masih mampu berkembangbiak (maximum

breeding age),

3) Umur tem~uda dimana individu mulai mampu untuk berkembangbiak (minimum breeding age),

4) Jumlah anak yang dapat diturunkan oleh setiap individu betina dalam

setiap kelahiran ifecundify),

5)

Jumlah melahirkan anak per tahun ifertilify).

c ) Angka Kematian ( Mortalitas )

Mortalitas merupakan jumlah individu yang mati dalam suatu populasi. Mortalitas diiyatakan dalam laju kematian kasar (crude mortality rate), yaitu perbandingan jumlah kematian dengan jurnlah total populasi hidup selama satu periode waktu, ataupun laju kematian umur spesifik yang merupakan perbandingan jumlah individu yang mati dari kelas umur tertentu dengan jumlah individu yang termasuk dalam kelas umur tertentu tersebut selama periode waktu (Alikodra, 1990). Faktor-faktor yang mempengamhi kematian satwa antara lain:

1) Kematian oleh keadaan dam, misalnya: bencana alam, penyakit, pemangsaan

,

kebakaran dan kelaparan.

2 ) Kematian oleh kecelakaan, misalnya : tenggelam, tertimbun tanah longsor, tertimpa batu dan kecelakaan yang menyebabkan terjadinya infeksi sehingga mengalami kematian.

3) Kematian oleh adanya pertarungan dengan jenis yang sama untuk mendapatkan ruang, makanan dan air serta untuk menguasai wilayah. 4) Kematian oleh aktifitas manusia, misalnya : perusakan habitat, perbuman,

(11)

d ) Perbandingan Jenis Kelamin

Perbandingan jenis kelamin adalah proporsi antara individu jantan dengan betina atau dapat dinyatakan sebagai jumlah individu jantan per 100 individu betina (Lavieren, 1983). Perbandingan jenis kelamin dapat dibedakan atas :

1) Primary sex ratio, yaitu perbandingan individu jantan terhadap individu

betina secara konsepsional.

2) Secondary sex ratio, yaitu perbandingan individu jantan terhadap individu betina pada saat kelahiran.

3) Tertiary sex ratio, yaitu perbandingan individu jantan terhadap individu betina pada akhir hidup.

e ) Sebaran Kelas Umur ( Distribusi )

Sebaran kelas umur adalah pengelompokkan anggota populasi ke dalam kelas umur yang sama dan biasanya dibedakan antara kelompok jantan dan betina. Menurut van Lavieren (1982), pengelompokkan yang paling sederhana adalah pengelompokkan ke dalam kelas umur bayi (new born), anak (juvenile), remaja (sub adult) dan dewasa (adult). Alikodra (1990), struktur umur adalah perbandingan antara jumlah individu dalam setiap kelas umur dengan jumlah keseluruhm individu dalani suatu populasi. Struktur umur dipergunakan

untuk

menilai keberhasilan perkembangbiakan serta prospek kelestarian satwa liar.

Ditinjau dari kondisi natalitas dan mortalitasnya, populasi dapat dibedakan menjadi empat keadaan struktur umur yaitu :

1) Struktur umur dalam keadaan populasi yang seimbang (stationaty population), yakni natalitas dan mortalitas relatif seimbang.

2) Struktur umur dalam keadaan populasi yang mundur (regressive population), yakni natalitas mengalami p e n m a n .

3) Struktur umur dalam keadaan populasi yang berkembang (progressive population), yakni natalitas mengalami peningkatan.

4) S t n h umur dalam keadaan popuiasi yang mengalami gangguan sehingga terjadi kematian yang tinggi pada kelas umur tertentu.

(12)

18

3. Pertumbuhan Populasi

Naik dan turunnya kepadatan populasi satwa ditentukan oleh kemampuan genetik dan adanya interaksi dengan daya dukung lingkungannya. Komponen lingkungan yang menahan pertumbuhan populasi sangat kompleks dan saling berkaitan satu dengan lainnya. Ada tiga kemungkinan perubahan populasi yaitu berkembang, stabil, dan menurun (Alikodra, 1990; van Lavieren, 1982). Pertumbuhan populasi pada awalnya rendah kemudian mencapai maksimal dan selanjutnya menurun sampai akhirnya lnencapai no1 pada kondisi jumlah individu sama dengan daya dukung lingkungannya (Krebs,1972 diacu dalam Priyono, 1998). Menurut Alikodra (1990), pertumbuhan populasi dari waktu ke waktu terjadi dengan kecepatan (laju kelahiran) yang ditentukan oleh kemampuan berkembangbiak dan keadaan lingkungannya. Tarumingkeng (1994) menyatakan bahwa terdapat dua model pertumbuhan populasi, yaitu model eksponensial (er) dan model logistik.

Model pertumbuhan populasi eksponensial dapat disebut sebagai penggandaan pertumbuhan populasi. Model pertumbuhan ini terjadi pada populasi yang tidak dibatasi oleh keadaan lingkungan. Nilai er dari suatu populasi merupakan perbandiigan antara populasi dari dua waktu. Pada keadaan lingkungan yang tidak terbatas, maka model pertumbuhan populasi sebagai berikut (van Lavieren, 1982):

r . t Ket : Nt = Ukunn populasi pada waktu ke-t

N t

= N o . e

NO r = = Ukuran populasi awal Laju pertumbuhan

e = Bilangan Euler ( 2,71828..)

t = Waktuke-t

Tarumingkeng (1994) diacu dalam Priyono (1998), menyatakan bahwa model persamaan di atas bersifat deterrninistik yaitu disusun dengan asumsi bahwa kejadian- kejadian yang berlangsung daliun populasi dapat diramalkan secara pasti dan mutlak. Sesungguhnya apa yang dideskripsikan dalam model deterministik adalah rataan nilai- nilai teoritis parameter populasi, sebagai aproksimasi yang dapat diterapkan untuk populasi yang besar dimana fluktuasi acak atau ragam sampling dapat diabaikan. Daiam keadaan sebenarnya popuiasi aIami berkembang dengan nilai er yang tergantung pada kerapatan. Pada kerapatan tertentu, makin padat populasi makin

(13)

berkurang persediaan makanan dan ruangan sehingga terjadi persaingan yang akan menyebabkan pertumbuhan populasi lambat laun akan menurun dan akhimya berhenti tumbuh jika daya dukung lingkungannya telah tercapai.

Model pertumbuhan populasi eksponensial seperti di atas apabila diterapkan untuk waktu yang tidak terbatas tetapi dengan sumber yang terbatas menjadi tidak realistis karena tidak memperhitungkan faktor yang mempengaruhi pertumbuhan seperti kerapatan, makanan, dan sebagainya. Pendekatan yang dilakukan untuk merumuskan model populasi yang lebih realistik yaitu dengan memasukan salah satu faktor penting yaitu kerapatan populasi sehingga terbentuk model yang terpaut kerapatan (density dependent model). Model pertumbul~an populasi terpaut kerapatan disebut model pertumbuhan logistik, dengan bentuk persamaan sebagai berikut:

K

Ket: Nt = Ukwan populasi pada waktu ke-t

N

- NO = Ukwan populasi awal

K = Kapasitas daya dukung liigkungan

r = Laju p e m b u h a n e = Bilangan Euler (2,71828..) t = Waktu ke-t

Menurut Tarumingkeng (1994), model pertumbuhan populasi logistik disusun berdasarkan asumsi-asumsi sebagai berikut:

1) Populasi akan mencapai keseimbangan dengan lingkungan sehingga m e m i l i

sebaran umur stabil (stable age distribution).

2) Populasi memiliki laju pertumbuhan yang secara berangsur-angsur menurun secara tetap dengan konstanta r.

3) Pengaruh r terhadap peningkatan kerapatan karena bertumbuhnya populasi men~pakan respon yang instantaneous atau seketika itu juga dan tidak terpaut penundaan atau senjang waktu (time lag).

4) Sepanjang waktu pertumbuhan keadaan lingkungan tidak berubah. 5) Pengaruh kerapatan adaiah sama untuk semua tingknt umur populasi.

(14)

Dari perhitungan nilai er, diperoleh tiga kemungkinan pertunlbuhan populasi :

1) Jika nilai r lebih besar dari 0, maka populasi akan bertumbuh meningkat.

2) Jika nilai r sama dengan 0, maka populasi akan bertumbnh mendatar. 3) Jika nilai r lebih kecil dari 0, maka populasi akan bertumbuh menurun.

4. Pola Sebaran Populasi

Menurut Ludwig dan Reynolds (1988), secara umum individu populasi menyebar dalam 3 pola spasial yaitu pola sebaran acak (random), pbla sebaran mengelompok (clumped) dan pola sebaran merata (uniform). Disebutkan pula bahwa pola sebaran acak dari individu populasi suatu spesies menunjukkan adanya keragaman (homogenity) dalarn lingkungan dan adanya perilaku non selektif dari spesies yang bersangkutan. Pola sebaran merata terjadi karena adanya pengaruh negatif dari persaingan makanan antara individu sebagaimana dapat diamati pada hewan yang merumput. Sedangkan pola sebaran mengelompok dapat disebabkan oleh sifat spesies yang gregorius @ergerombol) atau adanya keragaman (heterogenity) habitat sehingga te rjadi pengelompokan ditempat yang terdapat makanan dan lainnya.

Faktor yang menyebabkan adanya perbedaan pola sebaran spasial (Hutchinson diacu dalam Ludwig dan Reynolds, 1988) diantaranya adalah :

1) Faktor vektorial yang timbul dari gaya eksternal seperti arah mata angin, arah

aliran air dan internsitas cahaya.

2) Faktor reproduktif yaitu berkaitan dengan cara berkembangbiak. 3) Faktor sosial yang dirniliki spesies tertentu misainya perilaku teritoriai.

4) Faktor koaktif yang timbul sebagai akibat adanya persaingan intra spesifik.

(15)

C. Daya Dukung Habitat

1. Habitat

Habitat adalah suatu komunitas biotik atau serangkaian komunitas biotik yang ditempati oleh binatang atau populasi kehidupan. Habitat yang sesuai menyediakan semua kelengkapan bagi suatu spesies selama musim tertentu atau sepanjang tahun. Kelengkapan habitat terdiri makanan, minum, perlindungan, dan faktor lain yang diperlukan oleh spesies hidupan liar untuk hidup dan melangsungkan reproduksinya secara berhasil (Bailey, 1984).

2. Daya Dukung

Daya dukung adalah jumlah individu satwaliar dengan kualitas tertentu yang dapat didukung oleh habitat tanpa menimbulkan kerusakan terhadap sumberdaya habitat (Bailey, 1984). Menurut Dasman (1964), habitat hanya dapat menampung jumlah satwa pada batas tertentu, sehingga daya dukung menyatakan fungsi dari habitat. Penambahan dan penurunan populasi sangat ditentukan oleh faktor habitat seperti makanan, air dan tempat berlindung.

Menurut Syarief (1974), besarnya daya dukung suatu areal dapat dihitung melalui pengukuran salah satu faktor habitat. Untuk menghitung produktivitas hijauan berupa padang rumput dapat menggunakan cara yang diperkenalkan McIlroy (1964) yaitu dengan pemotongan hijauan pada suatu luasan sampel savanal, menimbang dan dihitung produksi per unit luas per unit waktu. Menurut Brown (1954) diacu dalam Susetyo (1980), hijauan yang ada di lapangan tidak seluruhnya tersedia bagi satwa, tetapi ada sebagian yang ditinggalkan untuk menjamin pertumbuhan dan pemeliharaan tempat tumbuh. Bagian tanaman yang dimakan satwa tersebut disebut proper use. Susetyo (1980), bahwa faktor yang paling berpengaruh terhadap proper use adalah topografi, karena sangat membatasi pergerakan satwa. Proper use pada lapangan d a t a dan bergelombang (kemiringan 0-50) adalah 60-70%, lapangan bergelombang dan berbukit (kemiringan 5-230) adalah 40-45% dan Iapangan berbukit sampai curarn (kemiringan lebih dari 23%)proper use nya adalah 25-30 %.

Referensi

Dokumen terkait

Terdapat beberapa faktor penyebab kejadian anemia yang dialami remaja yaitu kurangnya pengetahuan anemia dan asupan gizi sehingga mempengaruhi pemilihan dalam konsumsi makanan yang

Kebutuhan energi listrik di kabupaten Bolaang Mangondow, Sulawesi utara dari tahun ke tahun semakin meningkat seiring dengan meningkatnya kegiatan pembangunan

Orientasi dominansi sosial memiliki arah korelasi prediktif (β = 0,618) yang positif dalam memprediksikan sikap terhafap risiko pada tenaga kerja wanita, ini

Teknik konservasi tanah teras bangku dan penanaman pada guludan searah kontur menghasilkan nilai kini bersih (NPV) yang lebih tinggi dibandingkan penanaman pada guludan

Pengukuran tingkat capaian kinerja Pengadilan Agama Mukomuko Tahun 2020, dilakukan dengan cara membandingkan antara Realisasi pencapaian

Sejalan dengan itu, tujuan pendidikan progresivisme harus mampu memberikan keterampilan dan alat-alat yang bermanfaat untuk berinteraksi dengan lingkungan yang

Saat pasien di pasang plate and scrw pasien jarng latihan atau kurangya aktivitas lengan kanannya dan terjadi penurunan LGS siku kanannya, kemudian saat

(2) Dokumen pertanggungjawaban biaya sebagaimana pada ayat (1) terdiri dari : SPPD, bukti tanda terima pembayaran lumpsum oleh Pejabat Negara, Pegawai Negeri Sipil dan Pegawai