• Tidak ada hasil yang ditemukan

OPTIMASI SISTEM HIDROTERMIS JAWA-BALI DENGAN MENGGUNAKAN METODE RANDOM UNIT OUTAGE

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "OPTIMASI SISTEM HIDROTERMIS JAWA-BALI DENGAN MENGGUNAKAN METODE RANDOM UNIT OUTAGE"

Copied!
24
0
0

Teks penuh

(1)

JETri,

Volume 5, Nomor 1, Agustus 2005, Halaman 1 - 24, ISSN 1412-0372

OPTIMASI SISTEM HIDROTERMIS JAWA-BALI

DENGAN MENGGUNAKAN METODE

RANDOM UNIT OUTAGE

Liem Ek Bien & Ajeng Welly S.*

Dosen Jurusan Teknik Elektro-FTI, Universitas Trisakti

Abstract

Regarding increasing of load demand every year, it is necessary to provide power in large ammount which directly involved operation cost especially fuel cost. Therefore, to minimize the fuel cost, should used an optimization technique that is Random Unit Outage, which result not only in minimum operation cost but also reliability level of the system. this optimization technique is divided into three steps by three methods; Gradien method, Dynamic Programming, and Convolution method. To test method, it is implemented for Jawa-Bali hydrothermal power system of PT PLN (PERSERO) P3B

Keywords: interkoneksi, outage, biaya energi terputus

1. Pendahuluan

Sistem tenaga listrik harus memperhatikan agar daya listrik yang dibangkitkan pada suatu sistem tenaga listrik harus selalu sama dengan daya yang dibutuhkan konsumen. Dalam sistem interkoneksi semua pembangkit perlu dikoordinir agar dicapai biaya pembangkitan yang minimum dengan tetap memperhatikan mutu dan keandalan dimana menyangkut frekuensi, tegangan dan gangguan.

Agar energi listrik yang disalurkan dari sistem interkoneksi dapat digunakan dan bermanfaat bagi para konsumen, perlu dilakukan operasi sistem tenaga listrik yang matang yang bertujuan untuk menjaga agar bisa diatur sedemikian rupa sehingga biaya operasi seminim mungkin bisa dicapai yaitu melalui suatu metode optimasi

2. Pengoptimalan Operasi Sistem Hidrotermis Dengan Metode Random Unit Outage

Formulasi metode Random Unit Outage dibuat dalam bentuk biaya total yang diperoleh dari:

(2)

JETri,

Tahun Volume 5, Nomor 1, Agustus 2005, Halaman 1 - 24, ISSN 1412-0372

Dimana:

OC(t) : Operating cost atau biaya operasi untuk suatu periode tertentu sistem (Rp)

EIC(t) : Expected interruption cost atau biaya energi terputus untuk suatu periode tertentu sebagai fungsi dari tingkat keandalan sistem (Rp).

Operation Cost (OC) atau biaya operasi merupakan biaya pembangkitan yang dikeluarkan untuk membangkitkan sejumlah beban. Tetapi, karena di Indonesia air bernilai gratis, maka pembangkitan dengan menggunakan unit PLTA tidak memerlukan biaya operasi (OC), sehingga biaya operasi hanya diperoleh dari pembangkitan dengan unit termis.

Namun, bagaimanapun juga proses optimasi tetap dilakukan pada kedua kelompok pembangkit tersebut sehingga, dibagi menjadi dua subproblem yang diselesaikan secara bertahap yaitu subproblem hidro, yang dipecahkan dengan menggunakan metode Gradien, dan subproblem termis, yang diselesaikan dengan metode Dynamic Perogramming (DP).

2.1. Subproblem hidro

Walaupun pembangkitan unit hidro tidak memerlukan biaya, namun harus tetap diakumulasikan ke dalam perhitungan biaya operasi agar dihasilkan biaya yang optimum. Oleh karena itu, sebelum dilakukan perhitungan subproblem termis, harus ada koordinasi antara kedua kelompok pembangkitan yang dimasukkan sebagai subproblem hidro. Dalam hal ini, koordinasi dilakukan dengan memakai metode gradient dimana dalam metode ini, unit pembangkit hidro tidak dibebani konstan setiap saat tetapi mengikuti perubahan kenaikan biaya bahan bakar per pembangkitan termis: Metode Gradient =         T T P ) F(P

Dengan membebankan unit pembangkit termis secara merit loading yaitu pembebanan yang diurutkan mulai dari unit yang mempunyai biaya pembangkitan terendah (termurah).

Dalam subsistem hidro (Djiteng, 1990: 1990), banyaknya air per satuan waktu (m3/detik) sebagai fungsi daya yang akan dibangkitkan adalah q(PH), perubahan pemakaian air sebagai fungsi kenaikan pembangkitan subsistem hidro menurut deret Taylor hanya memakai suku pertamanya:

(3)

Liem Ek Bien & Ajeng Welly S., Optomasi Sistem Hidrotermis Jawa-Bali Dengan Menggunakan H H H H P P ) q(P ) q(P      (2)

begitu pula untuk subsistem termis, F(PT) adalah biaya bahan bakar per satuan waktu (Rp/Jam) sebagai fungsi daya yang dibangkitkan, maka kenaikan biaya bahan bakar per satuan waktu sebagai fungsi kenaikan pembangkitan subsistem termis adalah:

T T T T P P ) F(P ) F(P      (3)

agar didapat hubungan antara

q(P

H

)

(persamaan (2)) dengan

)

F(P

T

(persamaan (3)), dipakai persamaan yaitu:

PB-(PH+PT) = 0 (4)

Dari persamaan (4) tersebut, terlihat bahwa suatu kenaikan nilai PH diikuti dengan penurunan nilai PT dengan jumlah yang sama untuk melayani suatu nilai beban PB, sehingga:

H

P

 = -PT (5)

sementara itu dari persamaan (2) didapat:

H P  = H H H P ) q(P ) q(P   

kemudian dengan memasukkan persamaan tersebut ke dalam persamaan (5) didapat: ΔF(PT) = - H H H T T P ) q(P ) q(P P ) F(P      = - q(P ) P ) q(P P ) F(P H H H T T     

(4)

JETri,

Tahun Volume 5, Nomor 1, Agustus 2005, Halaman 1 - 24, ISSN 1412-0372 = -

q(P

H

)

(6) dimana H H T T P ) q(P P ) F(P     

(7)

persamaan (6) menggambarkan penghematan biaya bahan bakar yang dapat dilakukan sebagai fungsi

q(P

H

)

, artinya dengan menambahkan pemakaian air sebesar

q(P

H

)

, akan didapatkan penghematan biaya bahan bakar fungsi

F(P

T

)

sebesar mungkin dengan cara melakukannya pada saat β (harga air) mencapai nilai maksimum.

Penyebut dari β yaitu

 

 

H H

P

P

q

dianggap konstan.

Oleh sebab itu, nilai β yang maksimum didapat dengan mencari nilai maksimum dari pembilang β yaitu

 

 

T T

P

P

F

, artinya pada saat ini nilai

 

 

T T

P

P

F

tinggi, PLTA harus dibebani pada nilai maksimum nya dan pada

saat nilai

 

 

T T

P

P

F

rendah, PLTA harus dibebani pada nilai minimumnya, maka besar daya yang harus dibangkitkan oleh unit pembangkit hidro pun harus mengikuti perubahan nilai

 

 

T T

P

P

F

tersebut, dengan batas pembebanan sebesar:

PH min ≤ PH ≤ P maks (8)

(5)

Liem Ek Bien & Ajeng Welly S., Optomasi Sistem Hidrotermis Jawa-Bali Dengan Menggunakan merupakan nilai

 

 

T T P P F  

yang paling kecil yang boleh dipakai, sehingga:

 

 

T T P P F   > P maka PH = PH maks (9) dan

 

 

T T P P F   < P maka PH = PH min (10)

pembebanan unit pembangkit hidro di atas dilakukan dengan mengingat batasan pada persamaan (8) serta memperhatikan besar produksi energi (KWh) yang bisa diperoleh dari jumlah air yang diperkirakan masuk (qinflow) ke PLTA dalam suatu periode tertentu, agar total daya hidro yang dibangkitkan dalam periode tersebut tidak lebih kecil atau melebihi perkiraan produksi energi tersebut, hal ini bertujuan agar air bisa terpakai habis sehingga pemanfaatannya effisien.

Dalam paper ini, hasil perhitungan subproblem hidro yang berupa biaya pembangkitan serta pembebanan unit pembangkit termis tidak akan digunakan untuk perhitungan selanjutnya, yang dipakai hanya hasil pembebanan unit pembangkit hidro untuk setiap jam dalam suatu periode. Hasil yang berupa daya pembangkitan hidro (PH) ini akan dikurangi dengan beban sistem untuk selanjutnya sisanya digunakan untuk perhitungan subproblem termis dengan metode Dynamic Programming.

2.2. Subproblem Termis

Penyelesaian subproblem termis yaitu penentuan kombinasi pembebanan diantara unit-unit pembangkit termis tiap satu jam. Subproblem termis dipecahkan dengan tujuan agar didapat biaya bahan bakar yang minimal dengan menggunakan metode Dynamic Programming dalam mencari alternatif yang optimum berupa kombinasi unit pembangkit termis yang terbaik untuk melayani beban tertentu.

Dynamic Programming adalah suatu cara pemecahan persoalan untuk mencari keluaran yang optimal dari berbagai alternatif (G. Hadley, 1964: 350-358), dalam hal ini ialah unit pembangkit, yang bisa ditempuh

(6)

JETri,

Tahun Volume 5, Nomor 1, Agustus 2005, Halaman 1 - 24, ISSN 1412-0372

untuk memenuhi suatu beban tertentu. Dalam metode ini, peminimalan biaya dilakukan secara bertahap dimana dilakukan terhadap biaya minimum unit 1 yang sudah ditambah dengan biaya unit ke-2. Dari perhitungan ini didapatkan biaya minimum dari dua unit pembangkit serta keluaran unit ke-2. kemudian dilakukan peminimalan untuk tiga unit. Demikian seterusnya hingga didapatkan biaya minimum untuk m unit pembangkit (m = jumlah unit pembangkit) yang terdapat dalam sistem serta keluaran masing-masing unit tersebut. Keuntungan dari penggunaan metode ini adalah dengan mengetahui cara optimal untuk pengoperasian m unit pembangkit, maka dengan mudah dapat ditentukan cara optimal pengoperasian dari (m + 1) unit pembangkit.

Perumusan pengoptimalan biaya pembebanan dengan metode Dynamic Programming (DP) dapat dinyatakan sebagai berikut:

FM(X) = Minimumkan[fM(Y) + FM-1(X-Y)] (11)

Dengan batasan – batasan: Y є YM (12)

(X–Y) є XM-1 (13)

YM = {Y | Y=0 atau YMmin ≤ Y ≤ YMmaks} (14)

XM-1 = {X | X = 0 atau X(M-1)min ≤ X ≤ X(M-1)maks} (15)

X(M-1)min = Minimumkan [Y1min, Y2min, Y3min, …, YMmin] (16)

X(M-1)maks= (X1maks + X2maks + … + XMmaks) (17) Dimana:

FM (X) : Biaya bahan bakar minimum M unit pembangkit dengan beban sebesar X MW (Rp / Jam)

FM (Y) : Biaya bahan bakar unit pembangkit ke - M dengan beban sebesar Y MW (Rp / Jam)

FM-1 (X-Y) : Biaya bahan bakar minimum (M-1) unit pembangkit dengan beban sebesar (X-Y) MW (Rp / Jam)

YMmin : Keluaran minimum unit pembangkit ke-M (MW) YMmaks : Keluaran maksimum unit pembangkit ke-M (MW)

(7)

Liem Ek Bien & Ajeng Welly S., Optomasi Sistem Hidrotermis Jawa-Bali Dengan Menggunakan

Agar persamaan (11) bisa dipecahkan, harus diketahui dahulu kurva biaya bahan bakar masing-masing unit pembangkit dengan persamaan berikut ini:

fM(Y) = a0 + a1PT + a2PT2 (18) Dengan menggunakan persamaan dari kurva biaya bahan bakar diatas, maka perhitungan biaya pembebanan dapat dilakukan. Tetapi, sebelum perhitungan dilakukan harus ditentukan terlebih dahulu nomor-nomor unit. Penomor-nomoran dilakukan dengan cara:

1. Harus selalu diingat adanya batas pembebanan minimum dan maksimum (YMmin & YMmaks ) pada masing-masing unit pembangkit. 2. Sebagai unit ke-1, dipilih unit pembangkit dengan keluaran minimum

yang terkecil.

3. Untuk nomor-nomor unit selanjutnya, urutan dibuat berdasarkan pada unit dengan besar keluaran maksimum yang terkecil sampai unit dengan keluaran maksimum terbesar.

Langkah-langkah perhitungan optimasi pembebanan unit-unit pembangkit termis adalah sebagai berikut:

1. Tentukan dahulu step kenaikan (δ) yang sama antara harga X dan Y; 2. Apabila hanya terdapat sebuah unit pembangkit termis (M=1) dalam

sistem, maka beban sistem hanya dapat dilayani oleh satu-satunya unit pembangkit termis tersebut, sehingga biaya bahan bakar minimum dapat ditulis menjadi:

F1(X) = f1(X)

3. Kemudian dengan M=2, yaitu apabila terdapat dua unit pembangkit termis, maka biaya bahan bakar minimum dapat diperoleh dengan:

F2(X) = Minimumkan [ f2(Y) + F1(X-Y)] Dengan batasan-batasan:

X = 0 atau Y1min ≤ X ≤ (Y1maks + Y2maks) Y = 0 atau Y2min ≤ Y ≤ Y2maks

Untuk mencapai nilai minimum pada suatu harga X MW tertentu yaitu F2(X), maka pernyataan f2(Y) + F1(X-Y) dihitung terlebih dahulu dengan urutan sebagai berikut:

(8)

JETri,

Tahun Volume 5, Nomor 1, Agustus 2005, Halaman 1 - 24, ISSN 1412-0372

a. Dipilih beban sistem X mulai dari nilai yang sekecil mungkin, kemudian harga X tersebut dibagi untuk unit pembangkit ke-1 sebesar (X-Y) MW dan untuk unit pembangkit ke-2 sebesar Y MW. Kemudian dengan mengubah-ubah harga Y dengan variasi δ, didapatkan nilai yang minimum (F2(X));

b. Dipilih beban sistem X yang lebih besar dan dilakukan kembali proses perhitungan seperti butir 1 di atas;

c. biaya bahan bakar minimum dapat dihitung yaitu: F2(0), F2(YMmin), F2(YMmin + δ), F2(YMmin + 2δ), F2(YMmin + 3δ), …, F2(YMmaks + YM-1maks). Sehingga didapatkan komposisi beban unit 1 dan unit 2 yang menghasilkan biaya bahan bakar minimum untuk berbagai beban sistem.

4. Untuk M=3, 4, … dan seterusnya dapat dihitung dengan cara yang sama sehingga diperoleh F3(X), F4(X), …, FM(X).

Dari proses perhitungan di atas, akan ditentukan keluaran masing-masing unit pembangkit untuk menanggung beban sistem tertentu.

Sementara itu, perhitungan terhadap biaya energi terputus atau expected Interrupted cost (EIC) menggambarkan besarnya resiko yang akan dihadapi apabila kemampuan sistem tidak mampu memenuhi kebutuhan beban sehingga ada beban yang terpaksa dilepas dari sistem. EIC diperoleh dari:

EICt=IEARt.EENStt=1,…….,T (19) dimana:

EICt : Expected interrupted costof energy atau biaya energi terputus dalam periode t (Rp)

IEARt : Interrupted energy assessment rate atau tarif perkiraan energi terputus dalam periode t (Rp/MWh)

EENSt : Expected energy not served atau besar energi yang tidak dapat dilayani (MWh)

Bahasan Expected energy not served (EENS) ini, dilakukan perhitungan dengan metode konvolusi yang berguna untuk menghitung keandalan suatu sistem yaitu melalui parameter LOLP dan EENS. Jika LOLP menggambarkan besarnya probabilitas suatu sistem tidak bisa memenuhi beban sistem, maka EENS menggambarkan besarnya beban sistem yang tidak mampu dipenuhi yang dinyatakan dalam MWh. Dalam

(9)

Liem Ek Bien & Ajeng Welly S., Optomasi Sistem Hidrotermis Jawa-Bali Dengan Menggunakan

metode Random Unit Outage, setiap unit pembangkit bisa mengalami outage atau keluar dari operasi secara acak (random), sehingga LOLP diperoleh melalui proses konvolusi kapasitas masing-masing unit pembangkit dengan menggunakan nilai FOR yang dimiliki.

Jadi, untuk setiap penambahan unit pembangkit, probabilitas keandalannya menjadi:

Pn (X) = Pn-1 (X) (FORn) + Pn-1 (X-Cn) (1-FOR) (20) Dimana:

Pn : Fungsi kurva lama beban setelah ada unit pembangkit ke-n (MW)

Pn-1 : Fungsi kurva lama beban sebelum ada unit pembangkit ke-n (MW)

Cn : Besar kapasitas unit ke-n (MW) FORS : Nilai FOR unit ke-n

Dalam proses ini, kurva lama beban dibagi kedalam segmen-segmen daya yang sama yang diambil dari gambar kurva beban harian yang telah dibuat berupa histogram beban harian yang menggambarkan berapa lama suatu berlangsung. Di atas setiap segmen terdapat dua angka, angka pertama disebut m0 (momen nol) menggambarkan berapa lama suatu beban dalam suatu segmen berlangsung, yang kedua disebut m1 (momen pertama) menunjukan besarnya energi yang dibutuhkan oleh suatu beban dalam segmen tersebut.

Perhitungan nilai EENS diperoleh dimana nilai EENS adalah penjumlahan nilai m1 dari baris terakhir pada tabel konvolusi yang dihitung mulai dari segmen yang senilai dengan jumlah total kapasitas unit pembangkit ke atas dikurangi dengan kapasitas total seluruh unit yang dikonvolusi yang sebelumnya telah dikalikan nilai LOLP.

Tarif perkiraan energi terputus atau dalam bahasa inggris disebut “Interrupted Energy Assessment Rate” (IEAR) merupakan faktor yang penting dalam perkiraan keandalan sistem pembangkitan karena menggambarkan besarnya pengaruh energi terputus terhadap kehidupan negara secara makro. Besarnya IEAR berbeda untuk tiap wilayah dan tipe konsumen yang ditentukan berdasarkan pengaruh terputusnya energi terhadap suatu tempat atau konsumen. Dalam tulisan ini, diasumsikan besarnya IEAR adalah Rp1000/Kwh.

(10)

JETri,

Tahun Volume 5, Nomor 1, Agustus 2005, Halaman 1 - 24, ISSN 1412-0372

3. Aplikasi dan Analisa Metode Random Unit Outage Untuk Pengoptimalan Operasi Sistem Hidrotermis Jawa-Bali

Metode pengoptimalan operasi sistem hidrotermis yaitu metode Random Unit Outage, dapat digunakan untuk mengoptimalkan sistem Jawa-Bali. Analisa perhitungan dilakukan untuk periode satu minggu pertama dibulan November 2004 yaitu pada tanggal 1-7 November. Data yang dipakai dalam perhitungan diambil dari data unit-unit pembangkit P.T. Indonesia Power dan dari P.T. PLN (PERSERO) P3B Unit UBOS, salah satunya seperti yang terdapat pada tabel 1 dan gambar 1 di bawah ini.

Tabel 1. Data Beban Senin, 1 November 2004

Waktu (Pukul) Beban (MW) Waktu (Pukul) Beban (MW)

1:00 10149 13:00 11332 2:00 10112 14:00 11829 3:00 10647 15:00 11735 4:00 10412 16:00 11727 5:00 10000 17:00 12330 6:00 9001 18:00 14034 7:00 9129 19:00 14210 8:00 10452 20:00 14076 9:00 11154 21:00 13641 10:00 11380 22:00 12937 11:00 11489 23:00 12095 12:00 10992 24:00 11534

Total kapasitas terpasang sistem Jawa-Bali adalah sebesar 17114,8 MW dimana salah satu unit pembangkit termis yaitu PLTU Paiton yang besar kapasitas terpasangnya 3240 MW, dibebani konstan selama 24 Jam sebesar 80% dari besar kapasitas terpasangnya, yaitu 80% x 3240 MW = 2592 MW.Untuk unit-unit yang dayanya relatif kecil seperti PLTA Sutami (Jatim), PLTA Jeloktimo (Jateng), PLTA Plengan, PLTA Lamajan, PLTA Cikalong, dan lain-lain juga dibebani konstan dan berperan sebagai beban dasar (Base Load) dengan total daya pembangkitan sebesar 850 MW untuk setiap Jam dalam sehari.

Unit yang menjalani pemeliharaan (Over haul) pada bulan November adalah PLTG/U Muara Karang Unit 1 dan PLTP Kamojang Unit 2 dan 3.

(11)

Liem Ek Bien & Ajeng Welly S., Optomasi Sistem Hidrotermis Jawa-Bali Dengan Menggunakan 0 2000 4000 6000 8000 10000 12000 14000 16000 01 :0 0 02 :0 0 03 :0 0 04 :0 0 05 :0 0 06 :0 0 07 :0 0 08 :0 0 09 :0 0 10 :0 0 11 :0 0 12 :0 0 13 :0 0 14 :0 0 15 :0 0 16 :0 0 17 :0 0 18 :0 0 19 :0 0 20 :0 0 21 :0 0 22 :0 0 23 :0 0 24 :0 0: 00 Waktu (Pukul) B e b a n (M W )

Gambar 1. Kurva Beban Harian Senin, 7 November 2004 3.1. Penyelesaian Subproblem Hidro

Unit-unit pembangkit hidro yang masuk dalam perhitungan ini adalah PLTA dengan kapasitas yang relatif besar yaitu PLTA Saguling, PLTA Jatiluhur, PLTA Cirata, dan PLTA Mrica.

Dalam perhitungan dengan menggunakan metode Gradien diperlukan jumlah energi yang bisa dihasilkan oleh unit pembangkit hidro dalam satuhari dimana dalam jangka waktu tersebut volume air dalam kolam tando dianggap konstan. Untuk mengetahui jumlah energi yang dihasilkan unit-unit pembangkit hidro di atas pada waktu periode perhitungan, digunakan data yang telah diketahui yaitu, total produksi energi sistem pada hari Selasa, 13 November 2001 adalah sebesar 240608 MWH. Maka diasumsikan bahwa pada tahun 2004 kemampuan produksi sistem mengalami kenaikan sebanyak 5% sehingga menjadi 252638.4 MWH, diketahui bahwa PLTA berperan sebesar 12% dalam penyediaan daya untuk pemenuhan beban sistem (Djiteng, 2003: 149). Sehingga total energi yang mampu dihasilkan oleh unit pembangkit hidro dalam sehari adalah 12% x 252638.4 MWH = 30316.608 MWH, dengan mengingat pernyataan sebelumnya bahwa PLTA beban dasar mampu memenuhi kebutuhan beban sistem sebanyak 850 MW tiap jam dalam sehari. Maka dalam sehari PLTA besar mampu memproduksi energi sebanyak 30316.608 MWH – (850 MW x 24 Jam) = 9916.608 MWH.

Sebelum dilakukan perhitungan, dilihat dulu jadwal pemeliharaan dalam satu minggu ke depan untuk mengetahui unit-unit pembangkit mana saja yang beroperasi pada minggu tersebut, berikut ini merupakan daftar

(12)

JETri,

Tahun Volume 5, Nomor 1, Agustus 2005, Halaman 1 - 24, ISSN 1412-0372

unit-unit pembangkit termis yang masuk dalam perhitungan dan diurutkan berdasarkan merit loading (Nurhidayat, 2003: 78).

Tabel 2 Urutan unit pembangit termis berdasarkan Merit Loading

No Unit

Pembangkit Nama Jenis

Unit ke- Bahan Bakar Rp / KWH Rp 106/Jam

1 Suralaya Suralaya PLTU 5 Batubara 111

196.47 2 Suralaya Suralaya PLTU 6 Batubara 111

3 Suralaya Suralaya PLTU 7 Batubara 111 4 Suralaya Suralaya PLTU 1 Batubara 115

177.1 5 Suralaya Suralaya PLTU 2 Batubara 115

6 Suralaya Suralaya PLTU 3 Batubara 115 7 Suralaya Suralaya PLTU 4 Batubara 115 8 Tanjung Priok Tanjung Priok PLTU 3 Batubara 141

12.69 9 Tanjung Priok Tanjung Priok PLTU 4 Batubara 141

10 Semarang Tambak Lorok PLTU 1 Batubara 141

11.562 11 Semarang Tambak Lorok PLTU 2 Batubara 141

12 Semarang Tambak Lorok PLTU 3 Batubara 141 27.072 13 Tanjung Priok Tanjung Priok PLTGU CC 3.3.1 1 Gas 163

182.56 14 Tanjung Priok Tanjung Priok PLTGU CC 3.3.1 2 Gas 163

15 Perak Grati Perak PLTU 3 Batubara 177

16.992 16 Perak Grati Perak PLTU 4 Batubara 177

17 Semarang Tambak Lorok PLTGU CC 3.3.1 1 Gas 177

175.584 18 Semarang Tambak Lorok PLTGU CC 3.3.1 2 Gas 177

19 Perak Grati Grati PLTGU CC 3.3.1 1 Gas 178 82.236 20 Tanjung Priok Tanjung Priok PLTGU CC 2.2.1 1 Gas 180

133.2 21 Tanjung Priok Tanjung Priok PLTGU CC 2.2.1 2 Gas 180

22 Semarang Tambak Lorok PLTGU CC 2.2.1 1 Gas 192

117.12 23 Semarang Tambak Lorok PLTGU CC 2.2.1 2 Gas 192

24 Perak Grati Grati PLTGU CC 2.2.1 1 Gas 192 57.6

25 Kamojang Kamojang PLTP 1 Uap 225 6.75

26 Tanjung Priok Tanjung Priok PLTGU CC 1.1.1 1 Gas 228

84.36 27 Tanjung Priok Tanjung Priok PLTGU CC 1.1.1 2 Gas 228

28 Perak Grati Grati PLTGU CC 1.1.1 1 Gas 231 34.65 29 Tanjung Priok Tanjung Priok PLTGU GTOC 1 Gas 234

58.5 30 Tanjung Priok Tanjung Priok PLTGU GTOC 2 Gas 234

31 Semarang Tambak Lorok PLTGU CC 1.1.1 1 Gas 241

72.3 32 Semarang Tambak Lorok PLTGU CC 1.1.1 2 Gas 241

33 Perak Grati Grati PLTGU GTOC 1 Gas 254 25.4 34 Semarang Tambak Lorok PLTGU GTOC 1 Gas 254

52.832 35 Semarang Tambak Lorok PLTGU GTOC 2 Gas 254

36 Muara Karang Muara Karang PLTU 4 MFO 288

95.04 37 Muara Karang Muara Karang PLTU 5 MFO 288

(13)

Liem Ek Bien & Ajeng Welly S., Optomasi Sistem Hidrotermis Jawa-Bali Dengan Menggunakan

Tabel 2 Urutan unit pembangit termis berdasarkan Merit Loading (lanjutan)

No Unit

Pembangkit Nama Jenis

Unit ke- Bahan Bakar Rp / KWH Rp 106/Jam

38 Perak Grati Grati PLTG 1 Gas 303

90.9

39 Perak Grati Grati PLTG 2 Gas 303

40 Perak Grati Grati PLTG 3 Gas 303

41 Muara Karang Muara Karang PLTU 1 MFO 314

80.07 42 Muara Karang Muara Karang PLTU 2 MFO 314

43 Muara Karang Muara Karang PLTU 3 MFO 314

44 Bali Pesanggaran PLTG 3 Gas 320

19.84

45 Bali Pesanggaran PLTG 4 Gas 320

46 Tanjung Priok Tanjung Priok PLTG 4 Gas 325

13 47 Tanjung Priok Tanjung Priok PLTG 5 Gas 325

48 Tanjung Priok Tanjung Priok PLTG 1 Gas 325

26 49 Tanjung Priok Tanjung Priok PLTG 3 Gas 325

50 Bali Pesanggaran PLTG 1 Gas 325

11.7

51 Bali Pesanggaran PLTG 2 Gas 325

52 Muara Karang Muara Karang PLTG GTOC 1 HSD 384

110.592 53 Muara Karang Muara Karang PLTG GTOC 2 HSD 384

54 Muara Karang Muara Karang PLTG GTOC 3 HSD 384

55 Bali Gilimanuk PLTG 1 Minyak

Diesal

531 70.623 56 Bali Pesanggaran PLTD 8 Minyak

Diesel

536 20.368 57 Bali Pesanggaran PLTD 2 Minyak

Diesel

548 15.344

Daya maksimum (PHMaks) yang bisa dibangkitkan oleh keempat unit pembangkit hidro besar adalah sebesar 1743 MW. Dibawah ini merupakan kurva beban harian senin, 1 November 2004 dengan pembebanan konstan oleh PLTA beban dasar dan PLTU Payton sebesar 650 MW + 2592 MW = 3442 MW. Daya yang dibangkitkan oleh kedua unit pembangkit di atas berharga nol dalam kurva biaya bahan perjam sebagai fungsi beban sistem, begitu juga dengan daya maksimum unit pembangkit hidro besar karena pembangkitan dengan tenaga air adalah gratis.

Kurva biaya bahan bakar perjam dibawah ini disusun berdasarkan jumlah energi maksimum yang bisa dibangkitkan oleh suatu unit pembangkit, misalnya untuk unit pembangkit pertama, yaitu PLTU Suralaya unit 1:

(14)

JETri,

Tahun Volume 5, Nomor 1, Agustus 2005, Halaman 1 - 24, ISSN 1412-0372

Harga bahan bakarnya = Rp 115/KWH

PLTU Suralaya Unit 1 akan menghabiskan biaya sebesar: 385 MW x 1 x 1000 x Rp 115 = Rp 44.275.000 /jam 0 500 1000 1500 2000 2500 0 2000 4000 6000 8000 10000 12000 14000 16000 18000 Beban (MW) B ia y a B a h a n B a k a r (R p 1 0 6 /J a m )

Gambar 2. Kurva Biaya Bahan Bakar Per Jam Fungsi Beban Sistem Dilihat dari kurva data beban harian serta dengan memperhatikan gambar 2, maka diperoleh tabel 3.

Tabel 3. Tabel Kenaikan Harga Bahan Bakar Waktu (Pukul) Beban (MW)

T T

P

)

F(P

1:00 10149 177 2:00 10112 177 3:00 10647 177 4:00 10412 117 5:00 10000 117 6:00 9001 163 7:00 9129 163 8:00 10452 177 9:00 11154 178 10:00 11380 178 11:00 11489 178 12:00 10992 177 13:00 11332 178 14:00 11829 180 15:00 11735 180

(15)

Liem Ek Bien & Ajeng Welly S., Optomasi Sistem Hidrotermis Jawa-Bali Dengan Menggunakan

Tabel 3. Tabel Kenaikan Harga Bahan Bakar (lanjutan)

W

aktu (Pukul) Beban (MW)

T T

P

)

F(P

16:00 11727 180 17:00 12330 192 18:00 14034 241 19:00 14210 241 20:00 14076 241 21:00 13641 231 22:00 12937 192 23:00 12095 180 24:00:00 11534 180

Berdasarkan tabel 3., dapat disusun kurva T T

P

)

F(P

sebagai fungsi waktu yang menggambarkan prioritas penggunaan air bagi PLTA besar

0 50 100 150 200 250 300 1:00 3:00 5:00 7:00 9:00 11:00 13:00 15:00 17:00 19:00 21:00 23:00 Waktu (Pukul) d F (P T )/ d P T

Gambar 3. Kurva Prioritas Penggunaan Air

Prinsip dari optimasi unit pembangkit hidro dengan metode gradien adalah menghabiskan air yang tersedia dalam sehari dengan mengikuti naik-turunnya kurva di atas. Jumlah air yang tersedia (dalam bentuk energi) adalah 9916,608 MWH dengan PH Maks = 1743 MW dan PH Min = 7,5 MW. Dari gambar 3., terlihat bahwa prioritas pertama pemenuhan beban oleh PLTA adalah pada saat beban puncak yang berlangsung selama empat jam., jadi sisa energi yang harus dihabiskan adalah:

(16)

JETri,

Tahun Volume 5, Nomor 1, Agustus 2005, Halaman 1 - 24, ISSN 1412-0372

Atau dengan kata lain dan dengan berdasarkan pada gambar 3., dipakai pembatasan-pembatasan untuk pembebanan PLTA sebagai berikut: a. Jika harga T T P ) F(P 

> 192, maka unit pembangkit hidro dibebani 1743 MW b. Jika harga T T P ) F(P 

=192, maka unit pembangkit hidro dibebani 1394,4 MW c. Jika harga T T P ) F(P 

<192, maka unit pembangkit hidro dibebani “sisa” dari energi yang belum habis.

Beban sistem pada hari senin, 1 November 2004, setelah dibebani maksimum selama 4 jam, maka prioritas selanjutnya adalah membebani PLTA sebesar 1394,4 MW selama 2 jam sesuai dengan gambar 3 di atas dimana diketahui bahwa

T T P ) F(P 

= 192, adalah selama 2 jam, sehingga “sisa” energi menjadi:

2944,608 MWH- (1394,4 MW x 2 Jam) = 155,808 MWH

“sisa” energi tersebut akan di alokasikan pada proritas ke-dua dengan nilai

T T P ) F(P 

sebesar 180 yang berlangsung selama 5 jam, maka untuk setiap jam PLTA akan dibebani sebesar: 155,808 MWH / 5 Jam = 31,16 MW, dengan demikian, air yang tersedia akan terpakai habis dan sangat berpengaruh pada peghematan biaya pembangkitan. Berikut ini ditampilkan waktu-waktu PLTA dioperasikan:

Tabel 4. Waktu Pengoperasian PLTA

Waktu (Pukul) Beban PLTA (MW) ∂F(PT)/∂PT

1:00 - 177 2:00 - 177 3:00 - 177 4:00 - 117 5:00 - 117 6:00 - 163 7:00 - 163 8:00 - 177 9:00 - 178 10:00 - 178 11:00 - 178 12:00 - 177

(17)

Liem Ek Bien & Ajeng Welly S., Optomasi Sistem Hidrotermis Jawa-Bali Dengan Menggunakan

Tabel 4. Waktu Pengoperasian PLTA (lanjutan) Waktu (Pukul) Beban PLTA (MW) ∂F(PT)/∂PT

13:00 - 178 14:00 31,16 180 15:00 31,16 180 16:00 31,16 180 17:00 1394,4 192 18:00 1743 241 19:00 1743 241 20:00 1743 241 21:00 1743 231 22:00 1394,4 192 23:00 31,16 180 24:00 31,16 180 Total 9916,608 MW

3.2. Penyelesaian Subproblem Termis

Hal pertama yang harus dilakukan dalam menyelesaikan subproblem termis adalah memperoleh karakteristik pembangkitan unit pembangkit termis yang masuk dalam perhitungan terlebih dahulu. Adapun unit-unit pembangkit termis yang diikutsertakan kedalam perhitungan metode Dynamic Programming berjumlah 13 buah seperti yang terdapat pada tabel 5. dibawah ini:

Tabel 5. Unit-unit Pembangkit Untuk Perhitungan Dynamic Programming No Unit

Pembangkit Nama Jenis #

PMin (MW)

PMax (MW)

1 Perak Grati Grati PLTG 1 40 100

2 Perak Grati Grati PLTG 2 40 100

3 Perak Grati Grati PLTG 3 40 100

4 Perak Grati Grati PLTGU GTOC 1 40 100 5 Semarang Tambak Lorok PLTGU GTOC 1 40 104 6 Semarang Tambak Lorok PLTGU GTOC 2 40 104 7 Tanjung Priok Tanjung Priok PLTGU GTOC 1 40 125 8 Tanjung Priok Tanjung Priok PLTGU GTOC 2 40 125 9 Perak Grati Grati PLTGU CC 1.1.1 1 90 150 10 Semarang Tambak Lorok PLTGU CC 1.1.1 1 99 150 11 Semarang Tambak Lorok PLTGU CC 1.1.1 2 99 150 12 Tanjung Priok Tanjung Priok PLTGU CC 1.1.1 1 105 185 13 Tanjung Priok Tanjung Priok PLTGU CC 1.1.1 2 105 185

(18)

JETri,

Tahun Volume 5, Nomor 1, Agustus 2005, Halaman 1 - 24, ISSN 1412-0372

Unit- unit pembangkit termis lain, selain dipakai sebagai beban dasar dengan berdasarkan urutan merit loading, juga ada yang dipakai sebagai peban puncak yang dibangkitkan jika suatu beban sistem pada suatu waktu belum dapat terpenuhi yaitu unit-unit pembangkit yang harga bahan bakarnya mahal. Keduanya dibebankan secara Merit Loading.

Untuk penentuan karakteristik pembangkitan dari 13 buah unit pembangkit diatas diambil salah satu contoh yaitu PLTG Grati unit 1, yaitu:

PT terpasang = 100,75 MW PT maks = 100 MW PT min = 40 MW

Tabel 6. Pemakaian Bahan Bakar PLTU Grati unit 1

N F (Rp/jam) P (MW) P 2 P3 P4 PF P2F 1 23858835 40 1600 64000 2560000 954353400 3,8174E+10 2 25356771 50 2500 125000 6250000 1267838550 6,3392E+10 3 27155310 70 4900 343000 24010000 1900871700 1,3306E+11 4 36149750 99 9801 970299 96059601 3578825250 3,543E+11 ∑ 112520666 259 18801 1502299 128879601 7701888900 5,8893E+11 Dari tabel di atas, data kemudian dimasukkan ke dalam persamaan matriks yaitu B-1. C = A                        11 889 . 5 7701888900 112520666 128879601 1502299 18801 1502299 18801 259 18801 259 4 E C B , A= B-1. C 5137835.92 3.85 01 1.19 8.26 03 1.13 08 181138.167 1.19 3.76 02 2.64 04 7.7 09 7.06 02 8.26 03 2.64 04 1.88 11 5.89 11 E E E E E E E E E E E                                        

Maka diperoleh persamaan karakteristik pembangkitan dari PLTG Grati unit 1, yaitu:

(19)

Liem Ek Bien & Ajeng Welly S., Optomasi Sistem Hidrotermis Jawa-Bali Dengan Menggunakan

F = 5137835,92 + 181138,167 PT + 7,06E+02 PT2 (Rp/Jam) Proses berikutnya adalah menghitung biaya pembangkitan termurah diantara alternatif yang ada yaitu dengan dynamic programming. Proses perhitungan dilakukan dari unit pembangkit dengan Pmin terkecil, kemudian dilanjutkan dengan unit pembangkit yang mempunyai Pmax terkecil demikian seterusnya dengan menggunakan biaya pembangkitan untuk membangkitkan sejumlah besar beban yang termurah, dalam hal ini, angkanya tercetak miring dan tebal, angka ini akan digunakan untuk perhitungan selanjutnya. Angka yang tercetak miring dan tebal yang terdapat dalam tabel perhitungan dibawah merupakan biaya pembangkitan minimum yang dihasilkan, yang digunakan untuk perhitungan tahap selanjutnya.

Step kenaikan (δ) = 50 MW M = 1

Unit pembangkit ke-1: PLTG Grati unit 1 Pmin = 40 MW

Pmaks = 100 MW

F1(Y) = 5137835,92+181138,167PT+705,981924PT2 (Rp/jam) Karena hanya 1 unit pembangkit, maka biaya minimum didapat dari satu-satunya unit tersebut seperti tabel 7 berikut ini:

Tabel 7. Biaya Minimum untuk Satu Unit Pembangkit X (MW) f1 (X) = F1 (Y)

0 5137835.92

50 15959699.08 100 30311471.86

M = 2

Unit pembangkit ke-2: PLTG Grati unit 2 Pmin = 40 MW

Pmaks = 100 MW

F2(Y) = 5137835,92+181138,167PT+705,981924PT2 (Rp/jam) Setelah seluruh perhitungan dilakukan, sampai dengan M=13, maka diperoleh hasil berupa alternatif pembebanan yang digunakan untuk memenuhi beban sistem. Optimasi yang diperoleh dari metode Dynamic Programming ini diterapkan untuk setiap jam.

(20)

JETri,

Tahun Volume 5, Nomor 1, Agustus 2005, Halaman 1 - 24, ISSN 1412-0372

Tabel 7. Hasil Optimasi Dengan Metode Dynamic Programming X (MW) Y(MW) X-Y(MW) f2(Y) F1(X-Y) f2(Y)+F1(X-Y)

0 0 100 5137835,92 5137835,92 10275671,84 50 0 50 5137835,92 15959699,08 21097535 50 50 0 15959699,08 5137835,92 21097535 100 0 100 5137835,92 30311471,86 35449307,78 100 50 50 15959699,08 15959699,08 31919398,16 100 100 0 30311471,86 5137835,92 35449307,78 150 50 100 15959699,08 30311471,86 46271170,94 150 100 50 30311471,86 15959699,08 46271170,94 200 100 100 30311471,86 30311471,86 60622943,72 Sebagai contoh, diambil beban sistem pada hari Senin, 1 November 2004 pukul 19.00 yaitu sebesar 14210 MW.sebelum memenuhi beban sistem dengan kombinasi pembebanan yang diperoleh dari Dynamic Programming, beban sistem diketahui sebelumnya telah dipenuhi oleh:

PLTA Beban Dasar : 850 MW PLTU Paiton : 2592 MW PLTA Besar : 1743 MW Unit-unit termis beban dasar : 7994 MW + Total pembangkitan (sementara) : 13179 MW

Maka “sisa” beban yang harus dipenuhi oleh ke-13 unit pembangkit yang masuk dalam proses perhitungan Dynamic Programming adalah sebesar: 14210 MW – 13179 MW = 1031 MW.

Dengan melihat kembali kepada tabel perhitungan diatas didapat bahwa pembebanan yang mendekati “sisa” beban yang belum terpenuhi adalah sebesar 1033 MW yaitu dengan kombinasi pembebanan seperti pada Tabel 8. pada halaman berikut.

(21)

Liem Ek Bien & Ajeng Welly S., Optomasi Sistem Hidrotermis Jawa-Bali Dengan Menggunakan

Dalam paper ini, untuk keperluan perhitungan biaya energi terputus hanya diambil 5 buah unit pembangkit termis yang juga terdapat dalam perhitungan Dynamic Programing beserta nilai FOR-nya seperti yang tertera pada Tabel 9. pada halaman berikut ini.

Tabel 8. Kombinasi Pembebanan

No Unit

Pembangkit Nama Jenis #

Pembebana n (MW)

1 Perak Grati Grati PLTG 1 50

2 Perak Grati Grati PLTG 2 50

3 Perak Grati Grati PLTG 3 50

4 Perak Grati Grati PLTGU GTOC 1 100 5 Semarang Tambak Lorok PLTGU GTOC 1 104 6 Semarang Tambak Lorok PLTGU GTOC 2 104 7 Tanjung Priok Tanjung Priok PLTGU GTOC 1 125 8 Tanjung Priok Tanjung Priok PLTGU GTOC 2 0 9 Perak Grati Grati PLTGU CC 1.1.1 1 150 10 Semarang Tambak Lorok PLTGU CC 1.1.1 1 150 11 Semarang Tambak Lorok PLTGU CC 1.1.1 2 150 12 Tanjung Priok Tanjung Priok PLTGU CC 1.1.1 1 0 13 Tanjung Priok Tanjung Priok PLTGU CC 1.1.1 2 0

Tabel 9.

Perhitungan Biaya Energi Terputus

No Unit

Pembangkit Nama Jenis #

PMax

(MW) FO

R 1 Perak Grati Grati PLTGU CC 1.1.1 1 150 0,07 2 Semarang Tambak Lorok PLTGU CC 1.1.1 1 150 0,07 3 Semarang Tambak Lorok PLTGU CC 1.1.1 2 150 0,07 4 Tanjung Priok Tanjung Priok PLTGU CC 1.1.1 1 185 0,07 5 Tanjung Priok Tanjung Priok PLTGU CC 1.1.1 2 185 0,07 Sebelum dilakukan proses konvolusi dari kelima unit pembangkit di atas, terlebih dahulu dibuat kurva beban harian, dalam contoh perhitungan ini adalah untuk hari senin, 1 November 2004, tetapi, karena hanya lima buah unit yang dimasukkan kedalam perhitungan maka kurva beban harian ini hanya memuat waktu-waktu dimana terdapat pembebanan dari salah satu atau seluruh unit pembangkit yang bersangkutan, sehingga diperoleh kurva beban harian seperti pada halaman berikut ini.

(22)

JETri,

Tahun Volume 5, Nomor 1, Agustus 2005, Halaman 1 - 24, ISSN 1412-0372

Kurva beban Harian

0 100 200 300 400 500 600 1 3 5 7 9 11 13 15 17 19 21 23 Waktu (Pukul) B e b a n ( M W )

Gambar 4. Kurva Beban Harian 5 Unit Pembangkit

Dengan memperhatikan gambar 4 diatas dan menggunakan persamaan (3), dibuat proses konvolusi dari 5 unit pembangkit yang bersangkutan. Berdasarkan nilai m0 dan m1, maka dihasilkan nilai LOLP dan EENS. Untuk nilai LOLP diambil dari penjumlahan seluruh nilai m0 dari baris terakhir konvolusi (P5(X)) mulai dari segmen 900 MW, yang merupakan jumlah kapasitas total dari kelima unit pembangkit yaitu 850 MW, ke atas,jadi nilai LOLP:

LOLP = 0,0513+0,0088+0,003413+0,00033+1,2E-04+4,80E-06+1,7E-06 = 0,063916017 jam/hari

Dari gambar di atas, dibuat histogram beban hariannya seperti yang terdapat pada gambar 5.

Histogram Beban Harian

0 0,5 1 1,5 2 2,5 135 270 300 310 335 400 520 Beban(KW) W akt u(J am )

(23)

Liem Ek Bien & Ajeng Welly S., Optomasi Sistem Hidrotermis Jawa-Bali Dengan Menggunakan

Kemudian untuk perhitungan EENS, didapat dari penjumlahan nilai m1 mulai dari segmen 900 MW dari baris terakhir konvolusi (P5(X)) dikurangi dengan jumlah total kapasitas dari 5 unit pembangkit (850 MW) yang telah dikalikan dengan nilai LOLP, yaitu:

EENS = 46,15+8,773+3,755+0,390+0,1539+0,00672+0,00252 -(850x0,063916017)

= 4,904075575 MWh

Setelah diperoleh nilai EENS, dicari dahulu besar biaya energi terputusnya (EIC) untuk tiap jam,sesuai dengan persamaan (19), yaitu:

EIC = EENSt . IEAR

Adapun diasumsikan harga energi terputusnya (IEAR) adalah Rp 1000/KWh.

Maka dengan menggunakan nilai EENS di atas, bias diperoleh biaya energi terputus untuk hari senin, 1 November 2004, yaitu sebesar:

EIC = 4,904075575 MWh x Rp 1000/KWh x 1000 = Rp 4904,075575

Setelah kedua objective function diperoleh, yaitu biaya operasi dan biaya energi terputus.

Maka pada tahap terakhir diperoleh pula biaya total pembangkitan sistem sesuai dengan persamaan (1), yaitu:

Biaya Total = OCt + EICt

= Rp 2,80E+10 + Rp 4904,075575 = Rp 2,80E+10

Terlihat dari hasil perhitungan di atas besar biaya total tidak berbeda dengan besar biaya operasi, ini dikarenakan sangat kecilnya nilai EIC.

(24)

JETri,

Tahun Volume 5, Nomor 1, Agustus 2005, Halaman 1 - 24, ISSN 1412-0372

4. Kesimpulan

Berdasarkan hasil perhitungan, diperoleh bahwa:

1. Dengan menggunakan metode Gradien untuk menyelesaikan subproblem hidro didapatkan hasil yang lebih optimal karena jumlah air yang tersedia untuk setiap harinya akan habis terpakai dan pembebanannya lebih efektif karena mengikuti kenaikan harga air. 2. Dengan menggunakan Dynamic Programming untuk menyelesaikan

subproblem termis, diperoleh alternativ pembebanan antar unit pembangkit termis yang ekonomis. Selain itu, perhitungan dengan Dynamic Programming bisa dilakukan jauh hari sebelum diperoleh perkiraan beban (kapanpun) dengan tetap memperhatikan jadwal pemeliharaan unit-unit pembangkit.

3. Besar nilai LOLP, EENS, dan biaya total yang dihasilkan dari perhitungan relatif kecil, hal ini disebabkan karena unit pembangkit yang dimasukan kedalam perhitungan tahap terakhir hanya 5 unit,tidak seluruhnya, sehingga, pengaruhnya terhadap biaya total pembangkitan sistem tidak terlalu terlihat.

4. Secara keseluruhan, proses optimasi dengan metode Random unit outage selain prosesnya sederhana, juga memberikan hasil yang ekonomis, singkat, dan memperhatikan keandalan sistem.

Daftar Pustaka

1. Bimantoro jati, Nurhidayat. 2003. Pembagian Beban Yang Ekonomis Antara Kelompok Hidro dan Kelompok Termis Dengan Metode Langrange Multiplier. Jakarta: Trisakti.

2. Hadley, G. 1964. Nonlinear and Dynamic Programming. United State of America: Addison-Wesley Company.

3. Marsudi, Djiteng. 1990. Operasi Sistem Tenaga Listrik. Jakarta: Balai Penerbit dan Humas ISTN.

4. Marsudi, Djiteng. 2003. Pembangkitan Energi Listrik. Jakarta: PT. Jalamas Berkatama dan STT YPLN.

Gambar

Tabel 1. Data Beban Senin, 1 November 2004
Gambar 1. Kurva Beban Harian Senin, 7 November 2004  3.1. Penyelesaian Subproblem Hidro
Tabel 2 Urutan unit pembangit termis berdasarkan Merit Loading  No  Unit
Tabel 2 Urutan unit pembangit termis berdasarkan Merit Loading (lanjutan)  No  Unit
+7

Referensi

Dokumen terkait

Dalam konteks pembaruan hukum Islam di Indonesia, pasal- pasal yang berkenaan dengan status (asal-usul) anak ini ada beberapa yang menarik bahwa pengertian anak sah sebagai lawan

Dengan berlandaskan pada pe- mikiran hukum progresif, maka dibutuhkan rekonstruksi UU MK dengan pengaturan baru yang memberikan kewenangan bagi MK untuk membuat

Hal ini terlihat dari antusiasme dan partisipasi warga kampung Bumi Dipasena Makmur yang masih kurang dalam mengikuti kegiatan keagaaman seperti solat fardhu berjamaah

 Pendidikan pasien dan keluarga diberikan secara kolaboratif oleh multidisiplin ilmu yang terlibat dalam perawatan pasien dimana mereka yang

Munandar (2009), menyatakan bahwa kreativitas adalah kemampuan untuk melihat atau memikirkan hal-hal yang luar biasa, tidak lazim, memadukan informasi yang tampaknya tidak

(Jalan Keselamatan). Injil Markus dan Yohanes dalam bahasa Sengoi selesai diterjemah pada tahun 1954. Injil ini kemudiannya telah diterbitkan oleh Persatuan Alkitab

KATA PENGANTAR Puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa karena atas berkat-Nya, skripsi yang berjudul “Pengaruh Kesadaran Wajib Pajak, Pengetahuan Perpajakan, dan Pelayanan

Memiliki pengetahuan Prinsip-prinsip Bahasa Pemrograman, sehingga mampu merancang dan mengimplementasikan berberbagai bidang aplikasi menggunakan bahasa pemrograman tertentu