• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II LUQATHAH MENURUT HUKUM ISLAM

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II LUQATHAH MENURUT HUKUM ISLAM"

Copied!
32
0
0

Teks penuh

(1)

13 BAB II

LUQATHAH MENURUT HUKUM ISLAM 2.1. Pengertian Luqathah

Banyak dialek yang digunakan untuk mengungkapkan kata luqathah. Yang paling mashur adalah dibaca dengan huruf lam berharkat dhammah, qaf dibaca fathah atau mati.

Al-Khalil berkata, “Huruf qaf-nya mati. Jika qaf dibaca fathah maka yang dimaksud adalah orang yang menemukan luqathah (laaqith). Demikian secara qiyas. Hanya saja para ahli bahasa dan hadis membaca qaf-nya dengan harakat fathah. Hingga boleh dikatakan selain itu tidak boleh.” (Al Bassam 2006, 159)

Menurut istilah fiqh Barang Temuan itu sama dengan “luqathah”. Mendengar barang temuan / luqathah tersebut maka hal ini tertuju kepada bentuk suatu tindakan yang mendapatkan sesuatu milik orang lain secara tidak sengaja, sedangkan benda tersebut tidak diketahui siapa pemiliknya. Ini berarti bahwa benda yang ditemukan itu bukanlah kepunyaan si penemu, melainkan milik orang lain.

Luqathah berasal dari bahasa Arab, yaitu: مطقل- طقل yang berarti “benda yang tertinggal dan didapati tak tahu siapa yang punya”. (Yunus Tth, 400)

Luqathah secara Etimologi berarti “barang temuan”. Kata barang ini

bersifat umum, bukan dikhususkan pada barang tertentu saja. Al-Luqathah juga berarti sesuatu yang diperoleh setelah diusahakan, atau sesuatu yang dipungut. (Haroen 2000, 260)

Secara Terminologis Fiqh, ada beberapa defenisi Luqathah yang dikemukakan Ulama Fiqh, yaitu:

2.1.1. Luqathah menurut Abu Hanifah adalah:

“Harta yang ditemukan seseorang tidak diketahui pemiliknya

(2)

seperti harta milik kafir harbi (kafir yag memusuhi orang Islam)”. (Haroen 2000, 260)

2.1.2. Ibnu Rusyd, Luqathah adalah:

“ Sesungguhnya yang dilakukan Luqathah adalah tiap-tiap harta orang Muslim yang ditemui karena sia-sia baik di negeri yang sunyi, baik benda/hewan sama saja, kecuali unta”. (

Rusyd 1990, 229 )

2.1.3. Menurut Ibnu Qudamah Hanbali, adalah:

“Harta seseorang yang hilang atau jatuh dari pemiliknya dan ditemukan oleh orang lain.” (Zuhaili 1989, 769)

2.1.4. Menurut Sayyi`d Sabiq, Luqathah adalah:

“Barang temuan adalah tiap-tiap harta yang terpelihara oleh seseorang pada suatu tempat karena hilang dan tidak tahu pemiliknya”. ( Sabiq 1981, 242)

2.1.5. Menurut Sudarsono, SH, barang temuan adalah: menemukan harta seorang di jalan, yang hilang karena jatuh, terlupa dan sebagainya. (Sudarsono, tth, 505)

Beberapa pengertian yang dikemukakan diatas, dapat disimpulkan bahwa yag dikatakan Luqathah adalah barang yag tercecer di jalan dan ditemukan oleh orang lain. Barang temuan disini bisa termasuk kepada harta, binatang dan manusia.

Secara syara’, luqathah adalah harta yang hilang dan ia termasuk barang yang dinginkan oleh orang-orang secara umum. ( Al Bassam 2006, 159)

(3)

2.2. Rukun-Rukun Luqathah

2.2.1. Mengambil barang temuan

Mengenai permasalahan mengambil barang temuan ini, terdapat perbedaan pendapat dikalangan para ulama. Menurut Imam Abu Hanifah dan Imam Syafi’i, yang lebih utama adalah mengambilnya (boleh mengambilnya). (Rusyd 1990, 228)

Dengan pertimbangan, apabila orang yang menemukan khawatir barang temuan itu akan hilang/ditemukan oleh orang yang tidak bertanggung jawab dan mengakibatkan tersia-sianya harta tersebut. Sementara itu, di sisi lain orang Muslim wajib menolong saudaranya sesama Muslim, yaitu denga memelihara

luqathah tersebut. Sebagaimana hadis Nabi SAW yang diriwayatkan

oleh Bukhari berikut: (Sayyid Sabiq, tth, 139)

“Siapa yang memberikan keluarga terhadap orang miskin dari duka dan kabut dunia, Allah akan meluangkan dari duka dan kabut kiamat. Dan siapa yang memudahkan kesibukan seseorang, Allah akan memberikan kemudahan dunia dan akhirat. Dan Allah selalu menolong hamba-Nya selama hamba-Nya menolong saudaranya.”

(Al-Bassam 2006, 477)

Selain itu, luqathah merupakan amanah bagi penemu yang harus dikembalikan kepada pemiliknya. (Dahlan 1997, 1022) sebagaimana yang terdapat dalam Al-Qur’an surat An-Nisa’ ayat 58 berikut: (Kementrian Agama RI 2014, 93)

















...

(4)

“Sesungguhnya Allah menyuruh kamu menyampaikan amanat kepada yang berhak menerimanya.”

Pendapat ini juga diperboleh dari penafsiran hadis berikut:

“Hadis Sa’id bin Amir dari Syu’bah dari Khalid Khazaai dari Yazid Ibn Abdullah bin Sakhir dari Abi Muslim dari Juradi berkata: telah bersabda Nabi SAW: “Barang hilang milik orang mukmin adalah nyala api neraka:. (HR. Ahmad dan Ibnu Majjah)

Larangan yang dimaksud dalam hadis di atas adalah

pengambilan manfaat dari barang temuan itu. Jadi, bukan untuk diumumkan kepada khalayak ramai.

2.2.2. Orang yang menemukan barang

Penemuan merupakan kekuasaan terhadap sesuatu, maka yang diperbolehkan menemukan barang temuan adalah setiap orang yang merdeka, Muslim dan baligh.

Abu Hamid (Al-Ghazali), berpendapat yang diperbolehkan perbuatan memungut barang temuan hanya pada negeri Islam saja dan mengenai kecakapan seorang hamba dan orang fasik memungut barang temuan ada dua pendapat:

2.2.2.1. Melarang memungut barang temuan, dengan alasan karena tiada kecakapan untuk memiliki kekuasaan.

2.2.2.2. Membolehkan memungut barang temuan. Dengan

alasan, merujuk pada hadis Nabi SAW yang berhubungan dengan barang temuan. (Rusyd 1990, 379)

(5)

2.2.3. Barang Temuan

Barang temuan merupakan harta yang seseorang, tidak diketahui pemiliknya dan harta itu tidak termasuk harta yang boleh dimiliki (al-mubah). (Haroen 2000, 260)

2.3. Hukum Memungut Barang Luqathah

Mengambil barang temuan hukumnya sunnah. Ada yang mengatakan wajib dan ada yag mengatakan bahwa apabila barang tersebut berada di tempat yang dianggap aman oleh penemuannya ketika ditinggalkannya maka dianjurkan baginya untuk mengambilnya. Akan tetapi, apabila barang tersebut berada ditempat yang tidak dianggapnya aman ketika ditinggalkannya maka ia wajib mengambilnya. Dan, apabila dia mengetahui adanya ketamakan dalam dirinya terhadap barang tersebut maka haram baginya untuk mengambilnya.

Perselisihan ini berlaku bagi orang yang merdeka, balig, dan berakal, meskipun dia bukan muslim. Sementara orang yag tidak merdeka, belum balig, dan tidak berakal tidak dibebani untuk memungut barang temuan. (Sabiq 2013, 219)

Terdapat perbedaan pendapat ulama fiqh tentang hukum memungut barang temuan di jalanan. Pendapat pertama dikemukakan ulama Malikiyah dan Hanabilah. Menurut mereka, apabila seseorang menemukan barang ditengah jalan, maka makhruk hukumnya memungut barang itu, karena perbuatan itu boleh menjerumuskannya untuk memanfaatkan atau memakan barang yang haram. Disamping itu, apabila orang bersangkutan mengambil barang itu berniat untuk mengumumkannya dan mengembalikannya kepada pemiliknya apabila telah diketahui, menurut mereka, mungkin saja ia lalai mengumumkanya. Oleh sebab itu, memungut barang itu lebih banyak bahayanya dibanding membiarkannya saja. Pendapat kedua, dikemukakan oleh ulama Hanafiyah dan Syafi’iyah. Menurut mereka, jika seseorang menemukan

(6)

barang atau harta disuatu tempat sedang pemiliknya tidak diketahui, barang itu lebih baik dipungut atau diambil, apabila orang yang menemukan khawatir barang itu akan hilang atau ditemukan oleh orang-orang yang tidak bertanggung jawab. Apabila kekhawatiran ini tidak ada, maka hukum memungutnya menurut mereka boleh saja. ( Haroen 2007, 260)

Alasan mereka adalah karena seorang muslim berkewajiban memelihara harta saudaranya, sedangkan sabda Rasulullah SAW. dalam hadis Abi Hurairah yang diriwayatkan oleh Muslim:

“Allah akan senantiasa membantu seorang hamba, selama hamba itu membantu saudaranya”.

Disamping itu, Rasulullah SAW. dalam hadis lain menyatakan bahwa seseorang dilarang menyia-nyiakan harta (HR al-Bukhari dan Muslim dari Abi Hurairah)

Oleh sebab itu, menurut mereka, lebih baik barang itu dipungut dan harta itu menjadi amanah di tangannya, dan harus dia pelihara sampai diserahkan kepada pemiliknya. ( Haroen 2007, 261)

Hukum pengambilan barang temuan dapat berubah-ubah tergantung pada kondisi dan tempat dan kemampuan penemunya. Hukum pengambilan barang temuan antara lain sebagai berikut:

2.3.1. Wajib, yakni wajib mengambil barang temuan bagi penemunya apabila orang tersebut percaya kepada dirinya bahwa ia mampu mengurus benda-benda temuan itu sebagaimana mestinya dan terdapat sangkaan berat bila benda-benda itu tidak diambil akan hilang sia-sia atau diambil oleh orang-orang yang tidak bertanggung jawab.

2.3.2. Sunnat, yakni sunnat mengambil benda-benda temuan bagi penemunya, apabila penemu percaya pada dirinya bahwa ia

(7)

akan mampu memelihara benda-benda temuan itu dengan sebagaimana mestinya, tetapi bila tidak diambilpun barang-barang tersebut tidak dikhawatirkan akan hilang sia-sia atau tidak akan diambil oleh orang-orang yang tidak dapat dipercaya.

2.3.3. Makruh, bagi seseorang yang menemukan harta, kemudian masih ragu-ragu apakah dia akan mampu memelihara benda-benda tersebut atau tidak dan bila tidak diambil benda-benda tersebut tidak dikhawatirkan akan terbengkalai, maka bagi orang tersebut makruh untuk mengambil benda-benda tersebut.

2.3.4. Haram, bagi orang yang menemukan suatu benda, kemudian dia mengetahui bahwa dirinya sering terkena penyakit tamak dan yakin betul bahwa dirinya tidak akan mampu memelihara harta tersebut sebagaimana mestinya, maka dia haram untuk mengambil benda-benda tersebut. ( Suhendi 2014, 199-200) Jadi hukumnya, bagi yang merasa dirinya amanah, mampu mengumumkannya dan sanggup mencari pemiliknya maka yang terbaik bagi orang itu adalah mengambilnya. Sebeb dengan mengambilnya, dia telah berusaha melindungi harta orang lain dari kesia-siaan dan tidak membiarkannya diambil oleh orang yang tidak mampu bertanggung jawab melindunginya atau tidak sanggup mencari pemiliknya.

Bagi mereka yang mengetahui dirinya cendrung tidak memegang amanah dan tidak mampu mengumumkannya serta tidak mampu mencari pemiliknya maka mereka dilarang mengambilnya. Sebab dengan mengambilnya dia telah mendekatkan dirinya dengan sesuatu yang diharamkan serta menghalangi pemiliknya untuk menemukannya.

(8)

Mengambil barang temuan (atau barang hilang) sangat serupa dengan wilaayah (menguasai). Jika ia mampu melakukannya dan menunaikan hak Allah atas barang itu maka ia diberi pahala. Sebaiknya jika dia melakukan tugasnya terhadap barang milik orang lain yang ditemukan dan diambilnya maka ia telah menawarkan dirinya agar jatuh dalam hal yang dilarang. ( Al Bassam 2006, 159-160)

2.4. Macam-macam Luqathah

Macam-macam benda temuan adalah sebagai berikut:

2.4.1. Benda-benda tahan lama, yaitu benda-benda yang dapat disimpan dalam waktu yag lama, misalnya emas, perak, pisau, gergaji, meja dan yang lainnya.

2.4.2. Benda-benda yang tidak tahan lama, yakni benda-benda yang tidak dapat disimpan pada waktu yang lama, misalya makanan, tepung, buah-buahan, dan sebagainya. Benda-benda seperti ini boleh dimakan atau dijual supaya tidak tersia-siakan. Bila kemudian baru datang pemiliknya, maka penemu wajib mengembalikannya atau uang seharga benda-benda yang dijual atau dimakan. ( Suhendi 2014, 200)

Berkaitan dengan hal tersebut ini terdapat salah satu hadis:

“Dari Anas RA, dia berkata, rasulullah SAW oernah menemukan sebutir kurma di jalan. Beliau SAW bersabda: kalau saja bukan karena takut (kemungkinan kurma) itu bagian dari zakat (sedekah) tentu aku akan memakannya.” (HR. Muttafaq

(9)

2.4.3. Benda-benda yang memerluka perawatan, seperti padi harus dikeringkan atau kulit hewan perlu disamak.

2.4.4. Benda-benda yang memerlukan perbelanjaan, seperti binatang ternak unta, sapi, kuda, kambing dan ayam. Pada hakikatnya binatang-binatang itu tidak dinamakan

al-luqathah, tetapi disebut al-dhalalah, yakni binatang-binatang

yang tersesat atau kesasar. (Suhendi 2014, 201)

2.5. Hukum Mengetahui Ciri-ciri Luqathah Ketika Mengambilnya Jika orang yang menemukan barang temuan mengambilnya, jika dia mengambil dengan niat untuk menjaga, maka wajib baginya untuk mengetahui ciri-cirinya langsung setelah dia mengambilnya dan inilah yang dikatakan oleh Ibnu Rif’ah. Akan tetapi ucapan para jumhur mengisyaratkan bahwa mengenai ciri-ciri barang temuan setelah mengambilnya adalah mustahab, dan ini yang dikatakan oleh Al-Adzra’i dan yang lainnya dan inilah pendapat yang rajih (unggul).

Namun jika dia mengambilnya dengan niat untuk dimiliki setelah megumumkannya seperti yang akan diterangkan, maka wajib baginya untuk mengetahuinya agar dia tahu apa yang ada dalam tanggungannya.

Akan tetapi ciri-ciri apa saja yang wajib atau disunnahkan untuk diketahui setelah mengambilnya? Adapun ciri-ciri yang harus atau sunnah untuk diketahui setelah mengambil barang temuan ada empat macam secara global dan ada delapan secara terperinci. Adapun empat ciri global yaitu mengenal bungkus, ikatan, jenis dan ukurannya. Untuk ukuran masuk didalamnya hitungan jika barang yang dihitung, timbangan untuk barang yang ditimbang, dan takaran untuk barang yang ditakar dan hasta untuk barang yang dihasta. Adapun jenis mencakup: kategori, cirinya berupa sehat atau rusak dan seterusnya, kesimpulannya jenis artinya kategori dan sifat-sifatnya da ukuran meliputi hitungan, timbangan, takaran, da hasta.

(10)

Sedangkan ‘ifash adalah wadah dimana barang temuan itu ada didalmnya, dan wika’ yaitu ikatan yang mengikatnya, ada yang mengatakan ‘ifash artinya mengikat dan terkadang disamakan dengan arti tempat sebagai makna majaz dan jumhur ulama mengatakan bahwa

‘ifash artinya tempat dan ciri-ciri yang lain sudah diketahui. (Azzam

2014, 277-278)

Adapun mengetahui jumlah hitungan sesuai dengan hadis yang diriwayatkan oleh Imam Al-Bukhari dari Hurairah ra dia berkata : “Saya menemukan sebuah dompet yang berisi seratus dinar lalu saya mendatangi Nabi SAW. lalu beliau nersabda: “ Umumkan, kemudian saya

umumkan selama satu tahun,” kemudia saya mendatangi Nabi SAW. dan

beliau bersabda: “Umumkan selama satu tahun dan saya umumkan

selama satu tahun,” kemudian saya mendatangi Nabi SAW. dan beliau

bersabda: “ Umumkan selama satu tahun,” kemudian saya mendatangi Nabi untuk keempat kalinya lalu beliau bersabda: “Kenali hitungannya,

ikatannya, dan wadahnya da jika datang pemiliknya (maka berikan) dan jika tidak, maka bersenang-senanglah dengannya.” ( Al- Bani 2007, 242)

Walaupun nash hanya menyebutkan bungkus, ikatan, dan jumlah hitungannya namun ciri-ciri yang lain juga sama dengan cara qiyas karena dengan ciri-ciri seperti itulah barang temuan bisa dikenal dengan begitu seakan sama dengan ada nash.

Maksud dari dimintanya orang yang menemukan barang temuan untuk mengenali ciri-ciri ini agar barang tersebut tidak bercampur dengan hartanya sendiri dan dengan begitu ia tahu benar tidaknya orang yang mengaku-ngaku. (Azzam 2014, 279)

2.6. Hukum mengumumkan Luqathah

Orang yang memungut barang temuan harus memastikan tanda-tandanya yang membedakannya dari barang-barang lainnya, seperti tempat dan talinya, serta segala sesuatu yag berkaitan dengannya,

(11)

seperti jenis, tipe, dan kuantitasnya. Dia harus menjaga barang tersebut sebagaimana dia menjaga hartanya. Sama saja dalam hal ini antara barang yang berharga dan yang tidak berharga. (Sabiq 2013, 221)

“Dan dari “Iyadl bin Himar, ia berkata: Rasulullah SAW. bersabda, ‘Barang siapa yang menemukan barang pungutan maka hendaklah dia mencari saksi dua orang yang adil, atau hendaklah dia pelihara tutup dan tempatnya, kemudian jika si pemiliknya datang maka janganlah dia sembunyikan barang tersebut, karena dialah yang lebih berhak atasnya. Akan tetapi jika si pemiliknya tidak datang maka barang itu adalah harta Allah yang ia berikan kepada siapa yang Ia kehendaki”. (HR Ahmad dan

Ibnu Majah) (diterjemahkan oleh Hamidy, Imron, Fanany 1994, 1958) Barang tersebut menjadi titipan di tangannya. Dia tidak bertanggung jawab ketika barag tersebut rusak kecuali apabila dia bertindak zalim. Kemudia dia harus menyebarkan berita tentang barang tersebut kepada masyarakat dengan segala sarana, baik dipasar maupun di tempat-tempat lainnya dimana dia menduga bahwa pemilik barang tersebut ada disana. (Sabiq 2013, 221)

Adapun rentang waktu untuk mengumumkan barang temuan, sebagaimana hadist Nabi SAW yang berbunyi sebagai berikut:

(12)

Artinya: Dari Salamah; aku mendengar Suwaid bin Ghaflah berkata: Aku

bertemu Ubay bin Ka’ab RA, lalu dia berkata, “Aku mendapat pundi yang berisi 100 dinar, lalu aku membawanya kepada Rasulullah SAW. maka beliau bersabda, ‘Umumkan selama satu tahun!’ aku mengumumkan selama satu tahun dan belum mendapatkan orang yang mengenalinya. Lalu aku datang kepada Nabi SAW. maka beliau bersabda, ‘Umumkan (lagi) selama satu tahun!’ Akupun mengumumkan kembali selama satu tahun, namun tidak mendapati orang yang mengenalinya. Kemudian aku mendatangi Nabi SAW. untuk yang ketiga kalinya, maka beliau bersabda, ‘Kenali tempatnya, jumlahnya dan pengikatnya, apabila pemiliknya datang, (maka serahkan kepadanya); dan jika tidak, maka manfaatkanlah’. Maka, akupun memanfaatkannya. Setelah itu aku bertemu dia di Makkah dan berkata, ‘Aku tidak tahu, apakah tiga tahun atau satu tahun saja”. (Asqalani 2005, 444)

Dalam hadist diatas bahwa ulama Mutaakhirin (generasi terakhir) dalam madzhab Syafi’i berkata, “Ada kemungkinan kewajiban menyerahkan barang temuan kepada orang yang mampu menyebutkan sifatnya dengan benar adalah berlaku sebelum barang itu dimiliki, karena pada saat itu barang tersebut merupakan harta yang hilang dan tidak terkait hak dengan pihak kedua. (Asqalani 2005, 447)

Al-Mundziri berkata, “tidak seorang pun diantara imam ahli fatwa yang mengatakan bahwa barang temuan diumumkan selama tiga tahun, kecuali sekilas keterangan yang dinukil dari Umar.” Pendapat yang mengatakan diumumkannya barang temuan selama tiga tahun telah dinyatakan oleh Al-Mawardi sebagai salah satu pendapat yang ganjil dikalangan ahli fikih.

(13)

Ibnu Mundzir menukil dari Umar empat pendapat; yaitu tiga tahun, satu tahun, tiga bulan, dan sepuluh hari. Tapi semua ini diterapkan sesuai dengan besar kecilnya barang temuan. Lalu Ibnu Hazm menambahkan pendapat kelima dari Ibnu Umar, yaitu selama empat bulan. Setelah itu, Ibnu Hazm dan Ibnu Al Jauzi menegaskan bahwa tambahan ini adalah salah. Dia berkata, “adapun yang tampak bahwa Salamah telah melakukan kekeliruan, lalu dia kembali ingat dan terus meriwatkan lafazh ‘satu tahun’, dan tidak boleh dijadikan pedoman kecuali riwayat yang tidak mengandung unsur keraguan dari para perawi.”

Ibnu Al-Jauzi berkata berkata, “Ada kemungkinan Nabi SAW mengetahui bahwa pengumuman itu belum dilakukan sebagaimana mestinya, maka beliau SAW memerintahkan Ubay untuk mengumumkan kembali selama satu tahun, sama seperti sabda beliau terhadap orang yang salah shalatnya ‘kembali dan shalat, sesungguhnya

engkau belum shalat”. Demikian menurut pernyataan Ibnu Al Jauzi,

akan tetapi cukup jelas hal ini tidak mungkin terjadi pada diri Ubay, sementara dia tergolong ahli fikih terkemuka di kalangan sahabat.

Penulis kitab Al Hidayah (salah seorang ulama madzhab Hanafi) menyebutkan satu pendapat dalam madzhab mereka bahwa perintah untuk mengumumkan barang temuan diserahkan kepada kebijakan orang yang menemukannya. Namun, hendaknya mengumumkan barang itu hingga timbul keyakinan yang kuat bahwa pemiliknya tidak akan mencari setelah itu. (Asqalani 2005, 448-449)

Apabila pemilik barang tersebut datang lalu menjelaskan tanda-tanda dan ciri-ciri yang membedakannya dari barang-barang lainnya maka penemu boleh menyerahkannya kepadanya, meskipun dia tidak menunjukkan bukti. Apabila si pemilik tidak kunjung datang maka penemu harus mengumumkan barang tersebut selama satu tahun maka boleh bagi penemu untuk menyedekahkannya atau memanfaatkannya,

(14)

baik dia kaya maupun miskin, dan dia tidak wajib menggannti. (Sabiq 2013, 221)

Hukum mengumumkan barang temuan berbeda-beda. Terkadang hukumnya wajib, kadang menjadi mandud (sunnah) sesuai keinginan dan niat orang yang mengambilnya. Jika dia mengambilnya dengan niat menjaga dan tidak untuk dimiliki, maka tidak wajib mengumumkannya, sebab pengumuman tujuannya untuk memiliki sedangkan dia tidak berniat memiliki, maka tidak wajib dan hanya mustahab. Dan jika dia berniat memilikinya, maka mengumumkannya menjadi wajib.

Namun pendapat yang rajih (unggul) dalam mazhab Syafi’i bahwa pengumuman adalah wajib secara mutlak baik untuk dijaga atau dimiliki. Imam An-Nawawi mengatakan inilah pendapat yang lebih kuat dan yang menjadi pilihan dalam mazhab. ( Azzam 2014, 279)

Jika dia berniat untuk memiliki, maka tidak boleh dimiliki kecuali setelah dia mengumumkannya selama satu tahun sesuai dengan hadis Zaid bin Khalid Al-Juhani bahwa ketika baginda Nabi ditanya tentang barang temuan emas dan perak baginda menjawab:

أ

“Kenali ikatan dan bungkusnya kemudian umumkan selama satu tahun”

(Al-Albani 2007, 243)

Hadis di atas menunjukkan bahwa pengumuman waktunya selama satu tahun dan jika sipemilik tidak datang, maka ia boleh memilikinya jika dia menginginkannya.

2.6.1. Hikmah Pengumuman Satu Tahun

Hikmah dari penetapan satu tahun sebab para kafilah dagang biasanya tidak pernah lambat datangnya dalam satu tahun, juga karena kalau tidak satu tahun pastilah orang akan kehilangan hartanya, dan seandainya pengumuman selama-lamanya pastilah manusia tidak akan mengambilnya sehingga ditetapkannya satu

(15)

tahun lebih kepada menjaga kemaslahatan kedua belah pihak secara bersama-sama.

2.6.2. Beberapa masalah penting yang berkaitan dengan barang temuan

2.6.2.1. Seandainya yang menemukan meninggal dunia dalam

tengahan tahun, maka ia dilanjutkan oleh ahli warisnya seperti yang dijelaskan oleh Az-Zarkasyi.

2.6.2.2. Seandainya yang menemuka dua orang, maka

masing-masing mengumumkannya setengah tahun, satu orang mengumumkan sehari kemudian besoknya satu orang lagi kemudian satu jumat dan satu jumat kemudian satu bulan dan satu bulan sebab ia adalah satu barang temuan dan pengumuman harus dari dua bagiannya dan bukan hanya satu bagian sebab keduanya masing-masing ada bagiannya dan inilah pendapat yang lebih tepat menurut As-Subki. Namun hal ini ditentang oleh Ibnu Ar-Rif’ah, dia berkata: “Masing-masng mengumumkan sselama setahun sebab dia yang menemukan untuk setengahnya dan dia sama dengan satu barang temuan yang sempurna. ( Azzam 2014, 280)

2.6.3. Barang Temuan yang Wajib Diumumkan

Jika barang yang ditemukan berupa sesuatu yang biasanya tidak dicari oleh pemiliknya seperti biji buah, satu suapan, maka ia tidak perlu mengumumkannya sesuai dengan hadis yag diriwayatkan oleh Anas dia berkata: Rasulullah SAW. menemukan sebiji kurma terbuang di sebuah jalan raya kemudian beliau bersabda:

(16)

“Dari Abu Hurairah RA, dari Nabi SAW, beliau bersabda, “sesungguhnya aku akan pulang kepada keluargaku, lalu aku menemukan sebuah kurma jatuh diatas tempat tidurku. Akupun mengambilnya untuk aku makan, kemudian aku takut kalau kurma itu adalah sedekah. Akupun membuangnya.” ( Al- Bani 2007, 244)

Jika berupa barang yang biasanya dicari oleh pemiliknya namun ia hanya sedikit, ada tiga pendapat: Pertama, diumumkan baik yang sedikit atau banyak selama satu tahun dan ini sesuai dengan nash dan umumnya dalil. Kedua, tidak diumumkan jika satu dinar, sesuai dengan riwayat yang mengatakan bahwa Ali RA. Menemukan uang satu dinar kemudian ia mengumumkannya selama tiga hari lalu Nabi SAW berkata kepadanya: “Makan saja terserah

kamu.” Ketiga, diumumkan jika sampai nisab pencuri dan tidak

diumumkan kurang dari itu, sebab ia hanya barang sepele oleh sebab itu Aisyah ra. Berkata: “Tidak ada yang memotong tangan pencuri di zaman Rasulullah SAW karena mencuri barang yang sepele.”

Apakah pengumuman itu wajib secara secara terus-menerus atau terputus-putus selama setahun? Disini berkembang dua pendapat: Pertama, wajib secara terus-menerus, kapan dia memulainya, maka tidak boleh berhenti dan jika dia berhenti harus diulang dari awal lagi sebab jika dia berhenti, maka informasi akan terputus dan si pemiliknya tidak akan datang. Kedua, boleh berhenti karena kata satu tahun bisa untuk semua, oleh sebab itu, jika dia bernazar untuk berpuasa pada satu tahun, maka boleh ia berpuasa di bulan-bulan yang terpisah. (Azzam 2014, 280-281)

(17)

2.6.4. Waktu dan Tempat Pengumuman Barang Temuan

Mengumumkan barang temuan harus pada waktu berkumpulnya manusia seperti waktu shalat dan yang lainnya, termasuk tempat berkumpulnya orang seperti pasar, pintu-pintu masjid ketika orang keluar masjid dari shalat jumat sebab dengan inilah tujuan pengumuman akan terpenuhi, dan diperbanyak mengumumkannya di tempat ditemukannya barang tersebut sebab orang yang kehilangan sesuatu dia akan mencarinya dimana ia kehilangan barang tersebut, dan dipahami dari ucapannya di depan pintu-pintu masjid bahwa tidak boleh diumumkan didalam masjid sesuai dengn hadis dari Jabir dia berkata: “Rasulullah SAW. mendengar seorang lelaki mengumumkan sesuatu yang hilang di masjid kemudian Nabi berkata kepadanya: “semoga engkau tidak

mendapatkannya.” Dan dalam riwayat yang lain: “Engkau yang kehilangan dan orang selain kamu mendapatkannya.” Hal ini karena

Rasulullah tidak suka orang meninggikan suara didalam masjid. Jika dia mengumumkannnya didalam masjid, maka pengumuman itu haram jika mengganggu dan jika tidak hanya makruh dan dengan ini mungkin digabungkan antara pendapat yang mengatakan makruh dan haram mengumumkan di dalam masjid hanya saja ia tidak menjadi makruh jika dia bertanya kepada orang yang ada di dalamnya termasuk dalam Masjid Nabawi dan Masjid Al-Aqsha.

Adapun Masjidil Haram, maka boleh mengumumkannya sebab ia tempat berkumpulnya manusia berbeda dengan masjid-masjid yang lain dan ini pendapat yang paling kuat dari dua pendapat di atas, ini artinya haram dilakukan di masjid-masjid yang lain kecuali Imam An-Nawawi dalam penjelasan kitab

Al-Muhadzdzab beliau memakruhkan pengumuman di dalam Masjidil

(18)

2.6.5. Waktu dan Cara Pengumuman

Sudah kita katakan bahwa penemu barang temuan jika dia ingin memiliki barang tersebut dia harus mengumumkannya dan pengumuman itu hendaklah sesuai dengan waktu dan tempat artinya pada waktu dan tempat yang biasa untuk mengumumkan, dari segi waktu selama satu tahun dari waktu diumumkan dan bukan dari waktu menemukan dan tidak wajib harus satu tahun penuh namun cukup pertama kalinya setiap hari dua kali pagi dan sore dan tidak boleh waktu malam atau ketika waktu tidur siang kemudian dia mengumumkan setelah itu satu atau dua kali dalam seminggu apapun keadaannya pengumuman itu ada empat tingkat:

2.6.5.1. Diumumkan dua kali sehari pagi dan sore selama satu minggu.

2.6.5.2. Diumumkan setiap hari pada sore hari selama satu atau dua minggu.

2.6.5.3. Diumumkan setiap minggu dua atau satu kali sampai tujuh minggu.

2.6.5.4. Diumumkan sekali atau dua kali dalam satu bulan sampai akhir tahun dan inilah pendapat yang masyhur.

Ada yang mengatakan dia mengumumkan selama tiga tempo dan setiap tempo selama tiga bulan, diumumkan setiap hari sebanyak dua kali selama tiga bulan kemudian diumumkan setiap sore hari selama tiga bulan kemuadian setiap seminggu selama tiga bulan kemudian satu bulan sekali selama tiga bulan namun pendapat ini lemah.

Ada yag mengatakan bahwa apa yang mereka sebutkan bukan mustahil, yang menjadi alat ukurnya adalah hendaknya pengumuman tersebut tidak mengulangi pengumuman pertama sebagian mengulang bagian yang lain. Da pengumuman

(19)

diwaktu-waktu pertama lebih banyak sebab pencarian pemiliknya pada saat itu biasanya lebih banyak dan selama dua kali sehari pagi dan sore sebab ini adalah waktu berkumpulnya orang oleh sebab itu tidak boleh malam dan tidak juga waktu tidur siang sebab keduanya bukan waktu berkumpul namun biasanya waktu istirahat dan tidur.

Jika pengumumannya secara terpisah-pisah apakah sudah cukup sebagai pengumuman? Menurut pendapat yang rajih (unggul) ini sudah cukup sebab dia sudah mengumumkan selama satu tahun dan pendapat ini disetujui oleh Imam An-Nawawi dalam kitab

Ar-Raudhah, ada yang mengatakn tidak ada manfaat dari pengumuman

itu, dan pendapat yang lebih kuat tidak harus segera sebagaimana bisa dipahami dari ucapannya dengan menggunakan kata sambung “kemudian” di mana dikatakan: “Dan diumumkan jenis, ciri, ukuran, bungkus, dan ikatannya kemudian dia mengumumkannya di pasar sampai yang terakhirnya.

Adapun cara mengumumkannya dengan mengatakan: Siapa yang kehilangan sesuatu atau siapa yang kehilangan uang dinar dan tidak boleh ditambah lagi sebab bisa diklaim oleh pendusta. Jika dia menerangkan jenis dan ukuran, bungkus, dan ikatannya ada dua pendapat: Pertama, tidak menjamin sebab hanya menyebutkan ciri dan tidak wajib membayar. Kedua, dia menjamin sebab dia tidak bisa dipercaya untuk menjagakannya kepada seseorang lalu masalah disampaikan kepada hakim kemudian dia wajib membayar dengan menyebutkan ciri itu. ( Azzam 2014,282-284 )

2.7. Beberapa Masalah Penting Yang Berkenaan Dengan Barang Temuan

2.7.1. Permasalaha Pertama

Jika seseorang menemukan sesuatu yang tidak ada nilainya seperti satu biji kismis dan yang semisalnya, maka

(20)

tidak perlu diumumkan, dan si penemu berhak memakan dan berbuat apa saja dengannya, dan jika dia menemukan sesuatu yang berharga namun hanya sedikit, maka menurut pendapat yang lebih kuat tidak mengumumkan selama satu tahun hanya saja di mana diperkirakan si pemiliknya sudah tidak lagi mencarinya.

Ukuran barang yang kecil atau tidak berharga adalah sesuatu yang kira-kira si pemiliknya tidak akan banyak menyayangkan barang tersebut dan biasanya ia tidak lama mencarinya. Barang seperti ini tidak diumumkan namun dipegang sepenuhnya oleh si penemu dan dalam satu bahwa Umar ra. melihat seorang laki-laki mengumumkan satu biji kismis lalu Umar memukulnya dengan baju besi dan berkata : “Termasuk perbuatan wara’ jika meninggalkan sesuatu yang dimurkai oleh Allah.”

2.7.2. Permasalahan Kedua

Jika barang temuan hilang di tangan penemunya tanpa ada kesengajaan, maka dia tidak menggantikannya sebab barang tersebut berupa amanah di tangannya, maka sama dengan barang titipan, jika ditemukan orang lain sedangkan dia tahu barang itu hilang dari si penemu pertama, maka dia harus mengembalikannya kepada penemu pertama sebab dia berhak memiliki, mengumumkan, dan menjaganya dan hak ini tidak hilang dengan hilangnya barang, dan jika si penemu

yang kedua tidak mengetahuinya sampai dia

mengumumkannya selama satu tahun, maka dia berhak memilikinya karena alasan-alasan pindahnya kepemilikan ada padanya dan tidak ada yang mengusiknya. Dengan begitu barang tersebut menjadi hak miliknya sama seperti orang pertama, dan yang pertama tidak berhak mengambilnya

(21)

sebab memiliki lebih diutamakan daripada berhak memiliki, dan jika pemiliknya datang dia mengambilnya dari penemu yang kedua, dan tidak meminta kepada yang pertama, sebab dia tidak melalaikan.

Jika penemu yang kedua mengetahui penemu yang pertama, maka hendaklah ia mengembalikan kepadanya, lalu dia tidak mau menerimanya bahkan mengatakaan, umumkan oleh kamu saja, lalu dia mengumumkannya, maka barang itu menjadi miliknya juga, sebab orang pertama meninggalkan haknya, maka ia gugur, dan jika dia berkata, umumkan dan hasilnya di antara kita berdua lalu dia mengerjakannya ini juga sah, sebenarnya barag itu menjadi hak mereka berdua namun yang satu menggugugrkan haknya berupa setengah dan mewakilkan yang lainnya. Jika orang kedua mengumumkan dengan maksud untuk memilikinya sendiri tanpa orang yang pertama ada kemungkinan ia boleh melakukannya sebab alasan-alasan kepemilikan ada padanya sehingga dia berhak memilikinya sama dengan seandainya orang yang pertama mengizinkan untuk mengumumkannya untuk dirinya sendiri. Bisa juga dia tidak boleh memilikinya sebab kuasa pengumuman bagi orang yang pertama sama dengan jika dirampas oleh seseorang dari si penemu lalu dia mengumumkannya, demikian juga hukumnya jika yang kedua mengetahui hal ini sama dengan hukum orang yang menggarap tanah tak bertuan yang sebenarnya sudah digarap orang lain lalu dia mengelolanya tanpa perizinan dari pihak pertama.

Namun jika barang tersebut dirampas oleh seseorang dari tangan si penemu lalu dia mengumumkannya, maka dia tidak boleh memilikinya sama sekali sebab dia sengaja

(22)

mengambilnya dan tidak ada alasan-alasan padanya untuk memiliki barang tersebut, sebab menemukan bagian dari sebab-sebab kepemilikan dan ini tidak ada pada si perampas, dan berbeda dengan jika ditemukan oleh orang kedua, sebab dia menemukan dan mengumumkan.

2.7.3. Permasalahan Ketiga

Jika si penemu mengambinya dengan niat untuk berkhianat, maka dia harus menjamin kalaupun seandainya dia mengumumkan barang temuan tersebut setelah itu dan ingin memilikinya setelah itu, maka dia tetap tidak ada hak untuk memilikinya, jika pertama kali dia bermaksud menjaganya lalu kemudian dia berkhianat dan tidak mengumumkannya menurut pendapat yag lebih kuat dan tidak menjadi penjaminan hanya karena berniat untuk berkhianat sama dengan orang yang menerima titipan.

2.7.4. Permasalahan Keempat

Jika ditemukan oleh dua orang lalu keduanya mengumumkan selama satu tahun, maka keduanya berhak memilikinya secara bersama-sama, dan jika kita mengatakan hak milik terhenti harus dengan cara memilih lalu salah satunya memilih dan yang lain tidak, orang tersebut berhak dengan separuh barang dan tidak untuk yang kedua, jika keduanya melihat barang tersebut secara bersamaan lalu salah satu mengambilnya atau salah satu melihat dan dia memberitahu sahabatnya lalu si sahabat ini mengambilnya, maka barang tersebut menjadi miliknya, sebab hak milik orang temuan bisa didapat dengan cara menemukan dan bukan hanya sekedar melihat sama dengan hukum berburu.

Jika salah satu berkata kepada sahabatnya, ambillah barang itu lalu dia mengambilnya, dilihat, jika dia

(23)

mengambilnya untuk dirinya sendiri, maka barang tersebut menjadi miliknya dan jika dia mengambilnya untuk yang menyuruh, maka menjadi milik yang menyuruh sama dengan seandainya dia menyuruhnya berburu. (Azzam 2014, 228-290)

2.8. Pemilikan atau Pemanfaatan Barang Temuan

Apabila telah diumumkan selama satu tahun, ternyata pemiliknya masih tidak diketahui, bolehkah barang temuan itu dimanfaatkan atau dimakan?

Para ulama fiqh dalam masalah ini, membedakan barang temuan yang berbentuk binatang ternak dengan barang/harta selain ternak. Apabila barang temuan itu berupa hewan ternak, mereka sepakat menyatakan boleh dimakan oleh penemunya.

Alasan mereka adalah hadis Rasululah SAW. lainnya yang mengatakan bahwa:

{

}

“Dia (hewan ternak) itu milikmu atau milik saudaramu atau akan diterkam harimau”. (HR. Al-Bukhari dan Muslim dari Zaid ibn Khalid

al-Juhani). (Al-Bayan 2013, 311)

Akan tetapi, para ulama fiqh berbeda pula dalam perlu tidaknya membayar ganti, apabila setelah setahun diumumkan tiba-tiba datang pemiliknya menagih binatang itu, sementara hewan temuan itu telah dimanfaatkan. Jumhur ulama mengatakan bahwa sekalipun dibolehkan memakannya, tetapi apabila datang pemiliknya meminta hewan itu kembali, maka wajib dibayar ganti rugi seharga hewan itu. Akan tetapi, Imam Malik mengatakan ia tidak dikenakan ganti rugi sesuai dengan hadis di atas.

(24)

Apabila yang ditemukan itu bersifat harta, bukan hewan ternak, terdapat perbedaan pendapat ulama dalam memanfaatannya. Ulama Hanfiah mengatakan bahwa apabila penemunya itu orang kaya, maka ia tidak boleh memanfaatkan harta temuan itu, tetapi wajib baginya untuk menyedekahkan harta itu kepada orang miskin, sekalipun orang miskin itu keluarga dekatnya.

Alasan mereka adalah firman Allah dalam surat al-Baqarah : 188 yang berbunyi: (Kementerian Agama RI 2014, 31)











...

“Dan janganlah sebahagian kamu memakan harta sebahagian yang lain di antara kamu dengan jalan yang bathil...”

Dalam sabda Rasulullah SAW. dikatakan:

{

}

“Tidak halal harta seorang muslim, kecuali dengan kerelaan hatinya.” (HR.

Ahmad ibn Hanbal, al-Hakim dan Ibnu Hibban)

Selanjutnya ulama Hanafiyah mengatakan bahwa apabila yang menemukan harta itu adalah orang miskin, maka ia boleh memanfaatkan harta itu. Alasannya, orang miskin penemu harta itu termasuk ke dalam kandungan kalimat “maka sedekahkanlah” dalam hadis diatas, karena tempat bersedekah itu diantaranya adalah kepada orang miskin. Kemudian, apabila pemiliknya harta itu mengetahui bahwa hartanya ditemukan seseorang, tetapi harta itu telah disedekahkan atau dimanfaatkan fakir miskin, maka, menurut Ulama Hanafiyah, apabila ia mau merelakan harta itu sebagai sedekah dan apaibla ia tidak rela maka ia boleh menuntut ganti rugi kepada penemunya yang telah menyedekahkannya.

(25)

Jumhur ulama berpendapat bahwa apabila orang yang menemukan harta itu telah mengumumkan selama satu tahun dan tidak ada yang mengaku kehilangan barang itu, maka penemu harta itu boleh memakan atau memanfaatkannya, baik ia kaya maupun miskin. Alasan mereka adalah hadis Zaid ibn Ibrahim al-Juhani yang diriwayatkan oleh al-Bukhari dan Muslim di atas. (Haroen 2007, 264-26)

Ada pendapat lain, yaitu cukup dengan niat memiliki yang terlintas setelah mengumumkan dan ketika memilikinya, sehingga tidak cukup hanya dengan niat ketika mengambilnya. Ada juga yang mengatakan bahwa barang temuan menjadi hak milik penemu jika sudah berlalu satu tahun setelah diumumkan, dan cukup dengan niat menjaganya ketika mengambil untuk dimiliki. Dan pendapat ini tidak bisa dipakai jika dia mengambilnya untuk dijaga selama-lamanya dan kita telah mengatakan dia wajib mengumumkan dan dia sudah mengumumkannya selama satu tahun lalu setelah itu berniat memilikinya dan inilah yang ditegaskan oleh Imam Ghazali dalam

Al-Basith, jika dia tidak wajib mengumumkannya lalu dia

mengumumkannya kemudian setelah itu dia berniat memilikinya dan dia memang bermaksud begitu, maka pengumuman ini tidak dianggap ada bahwa dia harus mengulang lagi dari tahun yang lain. (Azzam 2014, 291-292)

2.9. Jenis-Jenis Barang Temuan

Barang temuan ada beberapa jenis, berupa hewan atau yang lainnya. Jika berupa hewan (selain manusia), maka ia bisa dikategorikan antara yang ditemukan di Padang Sahara atau di pemukiman, sementara jika selain hewan maka ia dikategorikan lagi antara yang boleh dimakan. Inilah empat jenis tersebut:

(26)

2.9.1. Hewan di Padang Sahara

Jika seekor hewan ditemukan di Padang Sahara, maka ia harus dipiliah lagi menjadi dua kategori:

Kategori Pertama adalah hewan yang bisa menjaga dirinya sendiri, dengan cara mencair air dan rumput, menjaga dirinya sendiri dari gangguan binatang buas baik karena tenaganya seperti unta, sapi, kuda dan keledai, atau karena cepatnya berlari seperti kijang, kelinci, dan burung. Jenis-jenis ini tidak boleh diambil oleh si penemunya jika dia tidak mengetahui pemiliknya sesuai dengan hadis Nabi SAW. tentang unta yang hilang:

“Apa pedulimu terhadapnya? Ia (unta itu) sudah membawa wadah air dan sepatu kulitnya sendiri (kuat menahan dahaga beberapa hari dan kuat berjalan). Ia mampu pergi ke tempat-tempat air dan memakan pohon-pohon kayu sehingga ia ditemui oleh tuannya.” (Al Bayan 2013, 311)

Ini merupakan isyarat dari Nabi bahwa unta panjang leher sehingga bisa mengambil air dengan lehernya yang panjang dan tidak perlu ada yag membantunya. Oleh sebab itu Rasulullah bersabda:

“Dia akan mendatangi air, memakan pohon, sampai pemiliknya datang.” (Al-Albani 2007, 243)

Namun jika ia tetap mengambil hewan tersebut, maka kasusnya tidak keluar dari dua perkara:

2.9.1.1. Dia mengambilnya untuk dimiliki jika tidak datang, dan ini melampaui batas dan ada jaminan, sedangkan

(27)

jika membiarkannya jaminan tidak gugur. Namun jika dia tidak membiarkannya dan menyerahkannya kepada pemiliknya jaminan gugur karena dia sudah memberikan kepada pemiliknya dan jika dia memberikan kepada hakim, maka dalam hal gugurnya jaminan ada dua pendapat:

Pendapat pertama: jaminan serta-merta gugur, sebab

hakim adalah wakil dari orang yang tidak hadir.

Pendapat kedua: tidak gugur sebab terkadang orang

yag hadir tidak ada kuasa bagi hakim kepadanmya. 2.9.1.2. Dia tidak mengambilnya untuk dimiliki secara pribadi,

melainkan untuk dijaga sampai pemiliknya datang. Jika dia tahu pemiliknya, maka dia tidak harus menjamin sebab ia tangan amanah sampai diserahkan kepada pemiliknya, dan jika tidak tahu pemiliknya, maka terhadap wajib tidaknya dia menjamin barang temuan tersebut, para ulama terbelah menjadi dua pendapat:

Pendapat pertama: dia tidak perlu menjamin hewan yang

ditemukan untuk dikembalikan kepada pemiliknya ketika dia tahu karena ini termasuk dalam kategori saling membantu dalam kebajikan.

Pendapat kedua: dia harus menjamin (mengganti) sebab dia

tidak ada kuasa terhadap orang yang tidak datang, kecuali jika ia seorang wali seperti imam atau hakim, maka tidak ada jaminan, dalam sebuah riwayat Umar ra. memiliki sebuah kadang tempat menyimpan hewan yang tersesat milik kaum muslimimin.

Kategori kedua adalah hewan yang tidak bisa membela dirinya sendiri dan tidak bisa sampai ke tempat air dan rumput

(28)

seperti kambing dan ayam, untuk yang ini boleh dimakan langsung tanpa harus diumumkan baik dia orang kaya atau miskin dan dia harus menggantikannya jika pemiliknya datang dan ini merupakan pendapat Imam Asy-Syafi’i dan Abu Hanifah.

Sementara Imam Malik dan Dawud mengatakan: “dia tidak menajamin dia boleh memakannya secara mubah dan tidak ada mengganti jika pemiliknya datang, sesuai dengan hadis Nabi SAW:

“dia adalah milikmu, atau saudaramu atau milik serigala.” (Al- Albani

2007, 243)

Kita tahu apa yang boleh dimakan oleh serigala berarti mubah dan tidak ada jaminan. Pendapat pertama adalah lebih kuat, karena selaras dengan hadis Nabi SAW:

{

}

“Tidak halal harta seorang muslim kecuali dengan kerelaan hatnya.”

(HR. Ahmad ibn Hanbal, al-Hakim, dan Ibnu Hibban)

Karena ia adalah barang temuan, maka harus dikembalikan secara utuh dan ia wajib mengganti jika sudah dimakan diqiyaskan dengan barang temuan berupa harta, dan karena ia adalah hewan yang tersesat, maka harus digantikan jika sudah dimakan sama dengan unta dan yang lainnya.

Adapun ucapan Nabi SAW: “Dia milik kamu, atau saudara kamu

atau milik serigala,” tidak mengandung indikasi dalil atas gugurnya

jaminan, sebab Nabi SAW. mengingatkan bolehnya mengambil, dan memakan namun tidak untuk mengganti.

(29)

Jika mengambil kambing dan hewan yang tidak bisa menjaga dirinya sendiri hukumnya boleh, maka boleh mengambil anak unta sebab dia belum bisa menjaga dirinya sama dengan kambing.

2.9.2. Hewan yang ditemukan didaerah pemukiman

Entah itu desa, kampung, kota, atau tempat yang dekat dari tempatnya tinggal. Dalam hal ini ada perbedaan di kalangan internal mazhab Syafi’i menjadi dua pendapat:

Pertama, Imam Asy-Syafi’i dalam versi yang dinukil dari

Al-Umm mengatakan bahwa jika ditemukan di perkampungan atau

kota, maka ia adalah barang temuan yang boleh diambil dan wajib diumumkan selama satu tahun jika selain kambing sesuai dengan umumnya hadis SAW: “Hewan yang tersesat milik seorang muslim

adalah makanan api.”

Kedua, dia termasuk barang temuan dan boleh diambil jika berupa kambing dan unta, serta wajib diumumkan selama satu tahun sama dengan semua barag temuan. Sebab sabda Nabi SAW. tentang unta yag hilang:

“Dia mempunyai kaki dan air kantung airnya mendatangi tempat air dan memakan pohon.” (Al Bassam 2006, 163)

Khusus untuk dikampung yang ada air dan pohon tidak termasuk di kota yang bisa menjaganya dari sergapan binatang buas berbeda dengan di pendesaan yang tidak bisa dijaga oleh manusia seperti di kita, dan kambing boleh di pendesaan sebab dia bisa dimakan oleh serigala berbeda dengan di kota, maka maknanya berbeda ketika di pendesaan dan kota seakan perbedaan itu karena perbedaan tempat.

(30)

Perbedaan dengan yang pertama adalah bahwa dilarang mengambil hewan yang bisa menjaga dirinya seperi di padang pasir dan tidak untuk di kota sebab dengan adanya bangunan yang banyak dia akan diambil oleh tangan-tangan yang jahil berbeda dengan padang pasir karena jalan-jalan orang menjaganya.

Timbul masalah lain, seandainya dia menemukan hewan yang bisa menjaga dirinya pada zaman perampokan dan kerusakan, maka ia boleh mengambilnya untuk dimiliki secara pasti baik di perkotaan atau dipedesaan. (Azzam 2014, 298-299)

2.9.3. Barang Temuan yang Tidak Bisa Dimakan

Barang temuan yang tidak bisa dimakan adalah seperti uang dan yang lainnya, maka inilah yang dijlaskan tentang syarat harus mengumumkan ketika dia memilikinya.

2.9.4. Barang Temuan yang Bisa Dimakan

Disini ada beberapa kondisi yang harus diperhatikan:

Pertama, jika berupa barang yag cepat rusak, seperti: makanan,

daging bakar, semangka, kurma basah yang tidak menjadi kering dan sayuran, maka penemuannya boleh memilih antara memakan dan mengganti harganya, atau menjual dan menyimpan uangnya (dan menyerahkannya kepada pemiliknya). Ini pendapat yag shahih. Jika dia sampai memakannya, maka dia harus mengganti harganya, lalu diumumkan selama setahun, kemudian mengelolanya, sebab nilai barang sama dengan barang itu sendiri, jika dia tidak mampu membayarnya, maka tidak ada perbedaan tentang bolehnya memakan, apakah dia harus mengeluarkan nilainya? Ada perbedaan:

Pendapat yang rajih (unggul) sebagaimana yang dikatakan oleh

(31)

takut hilang dan jika dia mengeluarkannya ia menjadi amanah di tangannya.

Kedua, barang yang ditemukan termasuk barang yang tidak mudah rusak dan bisa diolah seperti kurma basah yang bisa menjadi kurma kering dan anggur yang bisa menjadi kismis dan susu yang bisa menjadi keju dan yang lainnya, maka yag menjadi ukuran disini adalah kemaslahatan si pemilik. Jika memang menjualnya lebih bermaslahat, maka ia boleh menjualnya. Sementara jika pada masa pengeringan, maka ia akan mengeringkannya. Jika si penemu bersuka rela mengeringkannya, maka hal itu boleh-boleh saja, dan jika tidak mampu, maka dia boleh menjual sebagian barang temuan sebagai nafkahnya sebab kemaslahatan pada hak pemilik, berbeda dengan hewan yang bisa dijual semua sebab biaya pengurusan pada hewan yang bisa dijual semua sebab biaya pengurusan pada hewan bisa berulang-ulang sehingga dia mengurangi nilai barang temuan itu sendiri. (Azzam 2014, 299-300)

2.10. Kondisi dan Opsi Menyikapi Barang Temuan

Jika barang temuan berupa hewan, maka jika seseorang mengambilnya dari Padang Sahara, maka ia boleh memilih antara tiga opsi pilihan dalam memperlakukan hewan temuan yang tidak bisa menjaga dirinya: Pertama, mengumumkannya, kemudian jika tidak ada yang mengakui dia boleh memilikinya sendiri. Kedua, menjual barang tersebut dengan syarat menemui hakim jika ada dan jika tidak ada dia boleh menjualnya sendiri dan menyimpan uangnya, kemudian mengumumkan barang yang hilang tanpa menyebutkan jumlah uangnya. Jika pemiliknya tidak datang, maka dia boleh memiliki uang tersebut.

Ketiga, memakannya jika dia mau dan mengganti uangnya jika datang

(32)

bisa memakannya sampai ia membawanya dari padang pasir ke perkotaan tidak boleh dimiliki sebelum diumumkan.

Imam Al-Mawardi membolehkan sifat yang keempat yaitu memilikinya secara langsung dan menyimpannya hidup-hidup untuk dimanfaatkan susu dan anak keturunannya.

Namun sifat mana yang lebih utama? Jika berbicara tentang sifat yang paling utama dari sifat-sifat yang ada, maka yang pertama lebih utama dari yang kedua dan yang kedua lebih utama dari yang ketiga sebab ia mengandung arti mempercepat pemanfaatan sesuatu sebelum mengumumkannya.

Adapun jika barang temuan berupa hewan yang ditemukan di daerah pemukiman, maka penemu boleh memilih opsi yang pertama da kedua, dan tidak boleh mengambil opsi yang ketiga. Ini adalah pendapat yang kuat.

Ada juga yang mengatakan bahwa ia boleh mengambil opsi ketiga, karena hewan yang ditemukan di padang pasir. Pendapat ini tertolak sebab tidak ada orang yang akan membeli barang temuan berbeda dengan di perkotaan dan susah dipindahkan.

Hal ini berlaku jika sifat-sisfatnya sama dalam memberikan perhatian atau tidak. Jika tidak, maka penemu harus mengerjakan yang paling bermanfaat bagi pemilik barang. (Azzam 2014, 300-301)

Referensi

Dokumen terkait

Karena adanya keterbatasan waktu, biaya, tenaga dan kemampuan peneliti maka yang dijadikan fokus penelitian adalah yang diduga mempunyai hubungan yang signifikan dengan minat

asetat, borneol, simen. Kina, damar, malam.. as. CI CINN NNAM AMOM OMI COR I CORTE TEX X..

RFLP (Restriction Fragment Length Polymorphism) adalah sebuah metode yang digunakan oleh ahli biologi molekuler untuk mengikuti urutan tertentu DNA seperti yang

Jika turunan pertamanya nol, yang mununjukkan suatu kemiringan nol dan karena itu suatu dataran dalam fungsi, sedangkan turunan keduanya negatif, yang berarti

jika kamu khawatir bahwa keduanya (suami isteri) tidak dapat menjalankan hukum-hukum Allah, Maka tidak ada dosa atas keduanya tentang bayaran yang diberikan oleh isteri

Berdasarkan hasil penelitian skrining fitokimia diketahui bahwa tanaman katuk positif mengandung senyawa metabolit ste- roid sedangkan jantung pisang disinyalir

Sebaiknya tidak lebih dari 3 tingkat untuk heading. Semua tulisan harus dalam font 10pt. Setiap kata dalam suatu tulisan harus huruf kecil kecuali untuk kata-kata pendek