• Tidak ada hasil yang ditemukan

HASIL DAN PEMBAHASAN

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "HASIL DAN PEMBAHASAN"

Copied!
20
0
0

Teks penuh

(1)

HASIL DAN PEMBAHASAN

Karakteristik Sosial Ekonomi

Karakteristik sosial ekonomi sampel meliputi pendidikan terakhir, pekerjaan, domisili, dan status ekonomi (kuintil), yang disajikan dalam Tabel 5. Pendidikan terakhir sampel paling banyak tamat SLTA/MA (29.9%) dan tamat SD/MI (28.1%). Pendidikan terakhir sampel paling sedikit tamat D1/D2/D3 (3.2%) dan tamat PT (5.6%). Jumlah sampel tidak tamat SD/MI sebanyak 14.5%, sedangkan tamat SLTP/MTS sebanyak 18.7%. Sampel dengan golongan usia dewasa muda paling banyak tergolong tamat pendidikan menengah atas (34.6%). Sampel dengan golongan usia yang lebih tua, yaitu dewasa madya, paling banyak hanya mencapai tingkat pendidikan dasar yaitu SD/MI (33.5%). Persentase sampel dewasa muda yang tamat PT lebih sedikit (5.2%) dibandingkan dewasa madya (6.5%). Persentase tamat D1/D2/D3 dan PT sampel lebih sedikit dibandingkan jenjang pendidikan yang lebih rendah.

Jenis pekerjaan sampel paling banyak, yaitu wiraswasta/layan jasa/dagang (33.7%) dan petani/nelayan (26.0%). Pekerjaan sampel paling sedikit yaitu pada kategori lainnya (3.8%) dan tidak bekerja/sekolah (7.5%). Jumlah sampel dengan pekerjaan TNI/PNS/pegawai sebanyak 11.6%, sedangkan buruh sebanyak 17.4%. Sampel dewasa madya paling banyak bekerja sebagai petani atau nelayan, yaitu sebanyak 32.8%, sedangkan dewasa madya yang bekerja sebagai wiraswasta, layan jasa, dan pedagang, yaitu sebanyak 31.0%. Berbeda dengan golongan dewasa madya, dewasa muda lebih banyak bekerja sebagai wiraswasta, layan jasa, dan pedagang, yaitu sebanyak 35.3%, sampel yang bekerja sebagai petani dan nelayan, dengan persentase lebih rendah yaitu 22.1%. Hanya sedikit sampel yang tidak bekerja/sekolah, yaitu 10.3% pada dewasa muda, dan 2.3% pada dewasa madya.

Sebanyak 53.0% sampel berdomisili di daerah perkotaan, sedangkan 47.0% sampel tinggal di daerah pedesaan. Status ekonomi sampel dibagi dalam 5 kuintil, yaitu kuintil 1, kuintil 2, kuintil 3, kuintil 4, dan kuintil 5. Sebanyak 19.6% sampel berada pada kategori kuintil 1, 20.6% pada kuintil 2, 20.5% pada kuintil 3, 20.3% pada kuintil 4, dan 19.0 pada kuintil 5.

(2)

Tabel 5 Sebaran sampel pria dewasa menurut karakteristik individu dan kelompok usia

Karakteristik

Kelompok usia

Dewasa muda Dewasa madya Total

n (%) N (%) n (%)

Pendidikan

Tidak tamat SD/MI 3650 (10.2) 4446 (22.2) 8096 (14.5) Tamat SD/MI 9027 (25.1) 6713 (33.5) 15740 (28.1) Tamat SLTP/MTS 7816 (21.8) 2671 (13.3) 10487 (18.7) Tamat SLTA/MA 12420 (34.6) 4283 (21.4) 16703 (29.9) Tamat D1/D2/D3 1153 (3.2) 616 (3.1) 1769 (3.2) Tamat PT 1153 (5.2) 1294 (6.5) 3151 (5.6) Pekerjaan Tidak bekerja/sekolah 3712 (10.3) 469 (2.3) 4181 (7.5) TNI/PNS/pegawai 3619 (10.1) 2855 (14.3) 7082 (11.6) Wiraswasta/layan jasa/dagang 12674 (35.3) 6199 (31.0) 18873 (33.7) Petani/nelayan 7956 (22.1) 6583 (32.8) 13589 (26.0) Buruh 6498 (18.1) 3256 (16.3) 10704 (17.4) Lainnya 1464 (4.1) 661 (3.3) 2125 (3.8) Domisili Kota 19354 (53.9) 10309 (51.5) 19663 (53.0) Desa 16569 (46.1) 9714 (48.5) 26283 (47.0) Status Ekonomi Kuintil 1 7040 (19.6) 3918 (19.6) 10958 (19.6) Kuintil 2 7490 (20.9) 4040 (20.2) 11530 (20.6) Kuintil 3 7388 (20.6) 4076 (20.4) 11464 (20.5) Kuintil 4 7311 (20.4) 4044 (20.2) 11355 (20.3) Kuintil 5 6694 (18.6) 3945 (19.7) 10639 (19.0) Total 35923 (64.2) 20023 (35.8) 55946 (100.0)

Tingkat kuintil menggambarkan tingkat pengeluaran rumah tangga per kapita. Tingkat pengeluaran rumah tangga per kapita digunakan sebagai indikator keadaan ekonomi rumah tangga. Tingkat kuintil yang semakin tinggi menandakan keadaan ekonomi rumah tangga yang semakin baik, sebaliknya semakin rendah kuintil maka semakin rendah keadaan ekonomi rumah tangga.

Penentuan kuintil dilakukan dengan membagi ke dalam 5 tingkatan dengan persentase sama besar. Persentase kuintil seharusnya masing-masing 20%, namun adanya proses cleaning data membuat persentase masing-masing kuintil berubah menjadi lebih dari 20% dan kurang dari 20%. Persentase lebih rendah ditemukan pada kuintil 5 dan 1, hal ini menggambarkan bahwa proses

cleaning terhadap data yang tidak lengkap banyak menghilangkan data sampel

pada kuintil 5 dan 1. Artinya data yang tidak lengkap lebih banyak pada sampel dengan keadaan ekonomi rumah tangga pada tingkat paling rendah dan paling tinggi.

(3)

Status Gizi

Sebagian besar sampel dewasa muda (73.8%) maupun madya (69.6%) tergolong memiliki status gizi normal. Rata-rata skor IMT dewasa muda sebesar 22.0±3.3, sedangkan dewasa madya 22.7±3.4. Dewasa yang memiliki IMT<18.5 kg/m2 dapat menjadi indikator adanya defisiensi energi kronik karena kurang makan atau penyakit kronik, sedangkan IMT<17.0 kg/m2 dapat berdampak pada kemampuan fisik yang berkurang serta memungkinkan peningkatan kerentanan terhadap penyakit (Barasi 2009). Dewasa muda lebih banyak yang tergolong gemuk, dibandingkan yang tergolong kurus, yaitu 14.9% (gemuk) dan 11.2% (kurus). Sebaran status gizi pada dewasa madya juga menunjukkan persentase sampel dengan status gizi gemuk 22.1%, lebih tinggi dibandingkan status gizi kurus 8.4% (Tabel 6). Hasil uji beda t menunjukkan bahwa terdapat perbedaan yang signifikan terhadap status gizi menurut kelompok usia (p<0.01) (Lampiran 4).

Tabel 6 Status gizi pria dewasa menurut kelompok usia

Status gizi

Kelompok usia

Dewasa muda Dewasa madya Total n (%) n (%) n (%) Kurus 4033 (11.2) 1678 (8.4) 5711 (10.2) Normal 26523 (73.8) 13927 (69.6) 40450 (72.3) Gemuk 5376 (14.9) 4418 (22.1) 9785 (17.5) Rata-rata skor IMT 22.0±3.3 22.7±3.4 22.2±3.3

Kategori status gizi berdasarkan IMT memperhitungkan berat badan dan tinggi badan individu (WHO 2007). Semakin besar perbandingan berat badan terhadap tinggi badan, maka skor IMT semakin besar. Pengukuran menggunakan IMT paling banyak digunakan karena paling sederhana, namun ukuran IMT memiliki kelemahan yaitu hubungan antara kelebihan berat dan deposit lemak mungkin tidak berlaku bagi individu berotot, serta pada lansia yang mengalami pengurangan tinggi badan dapat memberikan hasil pengukuran yang tidak tepat (Barasi 2009). Lampiran 5 menunjukkan bahwa dewasa madya memiliki rata-rata berat badan yang cenderung lebih besar (59.8±10.4 kg) dibandingkan dewasa muda (58.7±9.8 kg). Tinggi badan dewasa madya, sebaliknya lebih rendah (162.2±6.6 cm) dibandingkan dewasa muda (163.4±6.4 cm).

Rata-rata berat badan sampel dengan status gizi kurus sebesar 46.7±4.7 kg. Rata-rata berat badan sampel dengan status gizi normal sebesar 57.3±6.3 kg, dan gemuk 73.5±9.3 kg. Tinggi badan pada sampel dengan status gizi kurus,

(4)

normal, dan gemuk masing-masing 163.7±7.3 cm, 162.8±6.2 cm, dan 163.0±7.2 cm.

Asupan Air dari Minuman

Manusia memenuhi kebutuhan air dari luar tubuh melalui minuman dan makanan. Minuman memiliki kontribusi tertinggi dalam pemenuhan kebutuhan air pada tubuh manusia. Penelitian Fauji (2011) di Indonesia yang dilakukan terhadap 1200 sampel di kota-kota tertentu, menunjukkan persentase konsumsi cairan yang berasal dari makanan dan metabolik pada pria dewasa sebesar 28.1%, sedangkan persentase konsumsi cairan dari minuman pada pria dewasa 71.9%.

Tabel 7 Rata-rata asupan air dari minuman (mL/Kap/hari) pada pria dewasa menurut sumber dan kelompok usia

Kelompok minuman Kelompok usia

Dewasa muda Dewasa madya Total Air putih 751.0±437.5 744.6±437.4 748.7±437.5 Teh 90.9±164.8 100.9±194.8 94.5±176.1 Kopi 121.5±196.9 152.3±216.7 132.6±204.7 Susu 4.5± 35.3 4.4± 35.2 4.5± 35.2 Susu kental manis 5.8± 39.7 5.3± 37.6 5.6± 38.9 Sirup 2.4± 31.4 1.1± 22.8 1.9± 28.6 Jus 5.6± 45.8 3.5± 37.3 4.8± 43.0 Minuman berkarbonasi 2.4± 31.9 1.1± 20.1 1.9± 28.3 Lain-lain 5.6± 47.0 3.8± 39.2 4.9± 44.4 Total 989.8±466.1 1017.0±469.7 999.5±467.6

Asupan air dari minuman pada pria dewasa didapatkan dari konsumsi air putih dan air minuman lainnya, atau air minum yang berasa dan berwarna. Asupan utama air dari minuman berasal dari air putih. Rata-rata konsumsi air putih pada dewasa muda sebanyak 751.0±437.5 mL per hari, sedangkan dewasa madya sebanyak 744.6±437.4 mL per hari.

Asupan air, selain didapatkan dari air putih, juga didapatkan dari asupan air selain air putih. Rata-rata konsumsi minuman selain air putih paling tinggi didapat dari konsumsi minuman kopi dan teh. Asupan air dari minuman kopi sebanyak 121.5±196.9 mL pada dewasa muda, dan sebanyak 152.3±216.7 mL pada dewasa madya. Asupan air dari minuman teh pada dewasa muda sebanyak 90.9±164.8 mL, sedangkan pada dewasa madya sebanyak 100.9±194.8 mL. Hasil studi di Singapura juga menunjukkan bahwa teh dan kopi merupakan minuman yang paling banyak dikonsumsi (32%) setelah air putih (AFIC 1998). Rata-rata konsumsi minuman paling rendah didapat dari konsumsi

(5)

minuman berkarbonasi dan sirup. Asupan air dari minuman berkarbonasi pada dewasa muda sebanyak 2.4±31.9 mL, dan sebanyak 1.1±20.1 mL pada dewasa madya. Asupan air dari minuman sirup pada dewasa muda sebanyak 2.4±31.4 mL, dan sebanyak 1.1±22.8 mL pada dewasa madya. Rata-rata total asupan air sebesar 989.8±466.1 mL pada dewasa muda, dan 1017.0±469.7 mL pada dewasa madya (Tabel 7).

Asupan Air dari Makanan

Rata-rata asupan air dari makanan paling banyak dari kelompok serealia, umbi, dan hasil olahannya, yaitu sebanyak 330.0±129.8 mL pada dewasa muda, dan 330.7±128.7 mL pada dewasa madya. Kelompok sayur dan hasil olahannya menyumbangkan rata-rata asupan air sebanyak 129.5±215.7 mL pada dewasa muda, dan 140.8±215.9 mL pada dewasa madya (Tabel 8). Makanan pokok Indonesia, yang umumnya berupa nasi menyumbangkan 46% asupan air, sedangkan buah dan sayur menyumbangkan 30% asupan air (Hardinsyah et al. (2010).

Tabel 8 Rata-rata asupan air dari makanan (mL) pada pria dewasa menurut sumber dan kelompok usia

Kelompok makanan Kelompok usia

Dewasa muda Dewasa madya Total Serealia, umbi, dan hasil

olahannya

330.0±129.8 330.7±128.7 330.3±129.4 Kacang-kacangan, biji-bijian,

dan hasil olahannya

34.0± 66.4 37.5± 68.8 35.3± 67.3 Daging dan hasil olahannya 9.2± 26.1 9.1± 27.1 9.2± 26.4 Telur dan hasil olahannya 13.1± 25.0 10.6± 22.6 12.2± 24.2 Ikan, kerang, udang, dan hasil

olahannya

37.7± 79.8 39.0± 80.4 38.1± 80.0 Sayur dan hasil olahannya 129.5±215.7 140.8±215.9 133.5±215.8 Buah-buahan 14.1± 42.1 18.0± 49.6 15.5± 45.0 Olahan susu 0.0± 0.0 0.0± 0.0 0.0± 0.0 Lemak dan minyak 0.0± 0.1 0.0± 0.1 0.0± 0.1 Serba-serbi 4.5± 13.6 4.7± 13.5 4.6± 13.6 Makanan jajanan 13.3± 47.6 7.7± 35.4 11.3± 43.7 Total 585.3±277.9 598.0±277.6 589.9±277.9 Urutan asupan terbanyak air dari makanan menurut sumbernya setelah air dari serealia, umbi, dan hasil olahannya, serta sayur dan hasil olahannya adalah ikan, kerang, udang, dan hasil olahannya (38.1±80.0 mL); kacang-kacangan, biji-bijian dan hasil olahannya (35.3±67.3 mL); buah-buahan (15.5±45.0 mL); telur dan hasil olahannya (12.2±24.2 mL); makanan jajanan (11.3±43.7 mL), daging dan hasil olahannya (9.2±26.4 mL); serba-serbi (4.6±13.6

(6)

mL). Asupan air dari makanan paling sedikit berasal dari lemak dan minyak serta olahan susu. Rata-rata total asupan air dari makanan sebanyak 585.3±277.9 mL pada dewasa muda, dan 598.0±277.6 mL pada dewasa madya (Tabel 8).

Jumlah asupan air dari makanan dipengaruhi oleh pola konsumsi makan. Pola konsumsi makan yang didominasi makanan lembek atau cair, sayur dan buah yang tinggi kandungan airnya akan menyumbangkan asupan air dari makanan yang tinggi pula. Sebaliknya, pola konsumsi yang didominasi makanan yang rendah kandungan airnya seperti serealia, tepung, dan daging yang kering, maka sumbangan asupan air dari makanan juga akan rendah (Sherwood 1998 dalam Santoso et al 2011).

Asupan Air Metabolik

Makanan yang masuk ke dalam tubuh manusia, selanjutnya akan dimetabolisme. Selain menghasilkan energi, asupan zat gizi makro tersebut juga menghasilkan air, yang disebut air metabolik. Metabolisme zat gizi pangan yang dikonsumsi, selain menghasilkan energi berupa ATP, juga menghasilkan air. Menurut Verdu (2009), air metabolik dalam tubuh didapatkan dari metabolisme protein, karbohidrat, dan lemak.

Tabel 9 menunjukkan rata-rata asupan protein sampel sebanyak 47.5±21.9 g, lemak sebanyak 40.3±28.5 g, dan karbohidrat sebanyak 218.8±78.6 g. Asupan protein, karbohidrat, dan lemak tersebut menyumbangkan rata-rata 1432.7±495.0 Kal energi.

Tabel 9 Rata-rata asupan zat gizi makro, energi, dan air metabolik per kapita per hari pada pria dewasa menurut kelompok usia

Zat gizi Kelompok usia

Dewasa muda Dewasa madya Total Protein (g) 47.6± 22.0 47.2± 21.8 47.5± 21.9 Lemak (g) 40.5± 28.8 39.8± 28.1 40.3± 28.5 Karbohidrat (g) 218.1± 79.1 220.1± 77.7 218.8± 78.6 Energi (Kal) 1433.5±499.4 1431.1±487.1 1432.7±495.0 Air metabolik (mL) 182.3± 63.5 182.5± 62.1 182.4± 63.0

Air metabolik dihasilkan dari metabolisme zat gizi makro, sehingga asupan air metabolik berkaitan dengan asupan zat gizi makro. Semakin rendah asupan zat gizi makro, maka semakin rendah pula asupan air metaboliknya. Tabel 9 memperlihatkan rata-rata asupan air metabolik pada dewasa muda sebanyak 182.3±63.5 mL, dan pada dewasa madya sebanyak 182.5±62.1 mL. Air metabolik menyumbangkan 200-300 mL asupan air bagi tubuh (Whitney & Rolfes 2008)

(7)

Total Asupan Air

Berdasarkan uji beda t (Lampiran 4) terdapat perbedaan antara total asupan air kelompok dewasa muda dan dewasa madya (p<0.05). Rata-rata total asupan air pada dewasa muda yaitu 1757.5±589.9 mL lebih rendah dibandingkan rata-rata total asupan air pada dewasa madya 1797.5±586.7 mL. Asupan air utama keseluruhan sampel didapatkan dari minuman yaitu sebanyak 55.0±13.5% dari total asupan air, sementara masing-masing asupan air dari makanan dan metabolik sebanyak 34.2±11.4% dan 10.8±3.5% (Tabel 10).

Tabel 10 Asupan air pada pria dewasa mL per kapita per hari (%) menurut sumber dan kelompok usia

Sumber asupan

Kelompok usia

Dewasa muda Dewasa madya Total Air dari minuman 989.8±466.1 1017.0±469.7 999.5±467.6

(54.9±13.5) (55.2±13.5) (55.0±13.5) Air dari makanan 585.3±277.9 598.0±277.6 589.9±277.9 (34.2±11.4) (34.1±11.4) (34.2±11.4) Air metabolik 182.3±63.5 182.5±62.1 182.4±63.0 (10.9±3.5) (10.1±3.4) (10.8±3.5) Total 1757.5±589.9 1797.5±586.7 1771.8±589.1 Persentase asupan air dari minuman terhadap total asupan air lebih rendah dbandingkan penelitian lain. IOM (2005) dalam Santoso et al. (2011), asupan air pada populasi dewasa di Amerika Serikat menunjukan total asupan air 35% berasal dari makanan dan 65% dari minuman. Penelitian di Indonesia yang dilakukan oleh Fauji (2011) menyatakan bahwa kontribusi asupan cairan dari air putih dan minuman lainnya terhadap total asupan air yaitu sebesar 72% pada keseluruhan sampel, sedangkan rata-rata konsumsi air dari makanan dan air metabolik terhadap total asupan air sebesar 28%.

Persentase asupan air dari minuman terhadap total asupan air lebih rendah dibandingkan dengan penelitian lainnya diduga disebabkan oleh food

recall 1x24 jam yang dilakukan oleh tim pengumpul data Riskesdas 2010, hanya

fokus kepada makanan yang dikonsumsi oleh sampel. Recall terhadap konsumsi air putih dan air dari minuman lainnya tidak dilakukan wawancara secara detail dan mendalam.

(8)

Gambar 4 Grafik asupan air pada pria dewasa mL per kapita per hari menurut sumber dan kelompok usia

Estimasi Asupan Air

Tabel 11 menunjukkan perhitungan estimasi dengan menggunakan pendekatan konsumsi makanan. Rata-rata estimasi asupan air dari minuman sebesar 1791.1±739.4 mL pada dewasa muda, dan 1821.3±737.3 mL pada dewasa madya, sehingga didapatkan rata-rata total asupan air sebesar 2558.7±1056.4 mL pada dewasa muda, dan 2601.8±1053.2 mL pada dewasa madya.

Tabel 11 Estimasi asupan air (mL) pada pria dewasa berdasarkan pendekatan konsumsi makanan

Sumber asupan air Kelompok usia

Dewasa muda Dewasa madya Total Air dari makanan dan

metabolik

767.6± 316.9 780.5± 316.0 772.3± 316.6 Air minum estimasi 1791.1± 739.4 1821.3± 737.3 1801.9± 738.8 Total 2558.7±1056.4 2601.8±1053.2 2574.2±1055.4

Estimasi total asupan air lebih besar jumlahnya jika dibandingkan dengan total asupan air yang diperoleh dari data Riskesdas 2010. Lebih rendahnya total asupan air berdasarkan data Riskesdas 2010 diduga karena fokus penelitian

y = -0.3679x + 595.11 R² = 0.3946 y = 0.3054x + 977.73 R² = 0.2851 y = -0.0254x + 178.51 R² = 0.1197 y = -0.0879x + 1751.3 R² = 0.0336 0 200 400 600 800 1000 1200 1400 1600 1800 2000 20 25 30 35 40 45 50 55 A sup an air ( mL ) Usia (tahun)

(9)

Riskesdas yang tidak ditujukan untuk menganalisis asupan minuman, sehingga data konsumsi minuman menjadi tidak lengkap.

Estimasi asupan air adalah perkiraan asupan air dengan memperhitungkan jumlah air dari makanan dan metabolik. Persentase ini digunakan setelah dilakukan estimasi dan uji regresi berdasarkan penelitian IOM (2005) dalam Santoso et al. (2011) dan Fauji (2011). Penelitian IOM (2005) dilakukan pada sampel di Amerika dengan pola konsumsi yang berbeda dengan penduduk Indonesia pada umumnya, sedangkan studi yang dilakukan Fauji (2011) hanya mencakup daerah perkotaan dengan sampel 1200 orang, sehingga persentase kontribusi asupan airnya tidak dapat diimplikasikan pada skala nasional. Kontribusi total asupan air pada penelitian ini ditentukan oleh peneliti dengan estimasi asupan air dari makanan dan proses metabolisme sebesar 30% dari asupan air secara keseluruhan, atau dengan kata lain asupan air dari minuman sebesar 70% dari total asupan air.

Kebutuhan dan Tingkat Kecukupan Air

Tabel 12 menunjukkan bahwa rata-rata kebutuhan air sampel dewasa muda sebesar 3369.2±417.2 mL, sedangkan kebutuhan air dewasa madya rata-rata sebesar 3214.4±399.5 mL. Tubuh membutuhkan air karena air adalah salah satu zat gizi esensial. Tanpa makanan, tubuh manusia dapat bertahan selama berminggu-minggu, namun tidak dapat bertahan lebih dari 10 hari tanpa air (Barasi 2009). Air merupakan komponen utama pada tubuh manusia. Kandungan air dalam tubuh pria usia 18-40 tahun sebanyak 61% dan pada usia 40-60 sebanyak 55% (UPK-PKB 2007). Tingginya komposisi air dalam tubuh manusia menyebabkan cairan harus dikonsumsi setiap harinya untuk menjaga asupan tubuh dan mengganti cairan yang keluar dari tubuh berupa urin, keringat, uap air, maupun cairan yang keluar bersama tinja (Brown 2000 & Irianto 2007). Kebutuhan air dipengaruhi oleh usia, berat badan, asupan energi, dan luas permukaan tubuh (Praboprastowo & Dwiriani 2004). Kebutuhan air yang berasal dari total asupan air dari makanan, minuman dan air metabolik pada pria dewasa adalah sebesar 1.3 mL/Kal (Manz & Wentz 2005).

Tingkat kecukupan air menggambarkan seberapa besar konsumsi air mampu memenuhi kebutuhan individu akan air. Semakin besar tingkat kecukupannya berarti semakin terpenuhi kebutuhannya. Tabel 12 menunjukkan, tingkat kecukupan air dewasa muda berdasarkan perhitungan data konsumsi Riskesdas 2010 hanya mencapai 52.9±19.0 mL, sedangkan tingkat kecukupan

(10)

air pada dewasa madya hanya sedikit lebih tinggi (p<0.01), yaitu sebesar 56.8± 20.0 mL.

Tabel 12 Tingkat kecukupan air pada pria dewasa menurut kelompok usia Kelompok usia

Dewasa muda Dewasa madya Total Asupan air data Riskesdas (mL)

Asupan air estimasi (mL)

1757.5± 589.9 2558.8±1056.4 1797.5± 586.7 2601.8±1053.2 1771.8± 589.1 2574.2±1055.4 Kebutuhan air (mL) 3369.2± 417.2 3214.4± 399.5 3313.8± 417.6 Tingkat kecukupan air

Riskesdas (%)

52.9±19.0 56.8± 20.0 54.3±19.4 Tingkat kecukupan air estimasi

(%)

77.0±32.9 82.1±34.5 78.8±33.6

Tingkat kecukupan air dengan estimasi pendekatan konsumsi makanan menunjukkan persentase yang lebih baik, meskipun belum mencapai 100%. Tingkat kecukupan air dewasa muda berdasarkan estimasi sebesar 77.0±32.9 mL, dan dewasa madya sebesar 82.1±34.5 mL. Tingkat kecukupan air yang tidak memenuhi kebutuhan dapat menimbulkan ketidakseimbangan cairan. Dehidrasi merupakan pertanda adanya keseimbangan negatif pada cairan tubuh atau menurunnya kandungan air tubuh hingga 2-6% (Messwati 2009). Gavin (2006) serta Mann dan Stewart (2007) menyatakan bahwa dehidrasi disebabkan meningkatnya cairan tubuh yang hilang melalui ginjal dan pencernaan, berkurangnya asupan air, atau gabungan keduanya. Penelitian THIRST (2009) menunjukkan jumlah remaja yang mengalami dehidrasi ringan lebih tinggi, yakni 49.5% dibandingkan dewasa 42.5%. Masalah ini terjadi akibat rendahnya pengetahuan sampel mengenai air minum (Hardinsyah et al. 2010).

Rasa haus adalah sinyal untuk mengonsumsi cairan tambahan. Rasa haus dipicu oleh menurunnya volume cairan tubuh, yang merupakan pertanda telah terjadi dehidrasi (Barasi 2009). Rasa haus tersebut harus segera direspon dengan meminum air dalam jumlah yang cukup, jika tidak keadaannya akan kian memburuk. Bertambahnya usia seseorang akan melemahkan respon terhadap rasa haus ini, akibatnya terjadi rasa lemah, lemas, letih, hilang kesadaran, bahkan kematian (Whitney & Rolfes 2008).

Asupan Zat Gizi Makro dan Mikro

Makanan dan minuman yang dikonsumsi selain berkontribusi dalam menyumbangkan asupan air bagi tubuh, juga menyumbangkan energi, zat gizi makro, dan mikro (vitamin dan mineral). Tabel 13 menunjukkan asupan energi, protein, dan lemak dewasa muda berturut-turut sebesar 1433.5±499.4 Kal,

(11)

47.6±22.0 g, dan 40.5±28.8 g. Asupan tersebut lebih rendah pada dewasa madya, yaitu berturut-turut sebesar 1431.1±487.1 Kal (energi), 47.2±21.8 g (protein), dan 39.8±28.1 g (lemak). Total asupan karbohidrat dan air sebaliknya lebih rendah pada dewasa muda, yaitu karbohidrat (218.1±79.1 g), dan air (1757.5±589.9 mL), sedangkan pada dewasa madya karbohidrat (220.1±77.7 g), dan air (1797.5±586.7 mL).

Asupan zat gizi mikro terdiri dari asupan vitamin dan mineral. Asupan vitamin A sebesar 492.2±659.5 RE pada dewasa muda, dan sebesar 505.1±661.8 RE pada dewasa madya. Vitamin A memiliki banyak peran penting dalam tubuh, diantaranya dalam penglihatan, diferensiasi sel, kekebalan tubuh, pertumbuhan dan perkembangan, reproduksi, serta pencegahan kanker dan penyakit jantung (Almatsier 2009).

Tabel 13 Asupan zat gizi per kapita per hari pada pria dewasa menurut kelompok usia

Asupan zat gizi Kelompok usia

Dewasa muda Dewasa madya Total Zat gizi makro

Energi (Kal) 1433.5±499.4 1431.1±487.1 1432.7±495.0 Protein (g) 47.6± 22.0 47.2± 21.8 47.45± 21.9 Lemak (g) 40.5± 28.8 39.8± 28.1 40.3± 28.5 Karbohidrat (g) 218.1± 79.1 220.1± 77.7 218.8± 78.6 Air (mL) 1757.5±589.9 1797.5±586.7 1771.8±589.1 Vitamin Vitamin A (RE) 492.2±659.5 505.1±661.8 496.8±660.4 Vitamin B1/Tiamin (mg) 0.5± 0.3 0.5± 0.3 0.5± 0.3 Vitamin B2/Riboflavin (mg) 0.6± 0.4 0.5± 0.3 0.5± 0.4 Vitamin B3/Niasin (mg) 9.4± 5.7 9.6± 5.5 9.5± 5.6 Asam Folat (µg) 126.4±111.9 130.5±114.7 127.9±112.9 Vitamin B6/Piridoksin (mg) 0.9± 0.6 0.6± 1.0 0.9± 0.6 Vitamin B12 (µg) 2.1± 1.9 2.0± 1.9 2.0± 1.9 Vitamin C (mg) 25.5± 40.0 28.4± 43.5 26.5± 41.3 Mineral Kalsium (mg) 248.9±287.4 256.5±272.1 251.6±282.0 Fosfor (mg) 692.8±310.1 687.4±307.1 690.8±309.0 Besi (mg) 7.8± 11.2 8.1± 11.5 7.9± 11.3

Asupan vitamin B1 (tiamin) sebesar 0.5±0.3 mg pada dewasa muda dan dewasa madya. Angka kebutuhan tiamin didasarkan pada kebutuhan energi, karena peran pentingnya dalam metabolisme karbohidrat. Asupan riboflavin sebesar 0.6±0.4 mg pada dewasa muda dan 0.5±0.3 mg pada dewasa madya.

(12)

Asupan niasin sebesar 9.4±5.7 mg pada dewasa muda dan 9.6±5.5 mg pada dewasa madya.

Asupan asam folat sebesar 126.4±111.9 µg pada dewasa muda dan 130.5±114.7 µg pada dewasa madya. Asupan piridoksin sebesar 0.9±0.6 mg pada dewasa muda dan 0.6±1.0 mg pada dewasa madya. Asupan vitamin B12 sebesar 2.1±1.9 µg pada dewasa muda dan 2.0±1.9 µg pada dewasa madya, sedangkan Asupan vitamin C sebesar 25.5±40.0 mg pada dewasa muda dan 28.4±43.5 mg pada dewasa madya.

Asupan kalsium pada dewasa muda (248.9±287.4 mg) sedikit lebih rendah dibandingkan asupan dewasa madya (256.5±272.1 mg). Asupan fosfor dewasa muda (692.8±310.1 mg) sebaliknya sedikit lebih tinggi dibandingkan asupan dewasa madya (687.4±307.1 mg). Asupan besi dewasa muda sebesar 7.8±11.2 mg, sedangkan dewasa madya sebesar 8.1±11.5 mg.

Tingkat Kecukupan Zat Gizi Makro dan Mikro

Setiap individu memiliki kebutuhan zat gizi yang berbeda-beda, sesuai dengan karakteristiknya masing-masing, yang dipengaruhi oleh berbagai faktor seperti usia, jenis kelamin, kondisi fisiologis, juga aktivitas. Zat gizi yang dikonsumsi individu dapat digunakan sebagai indikator untuk mengetahui kecukupan zat gizi. Semakin besar tingkat kecukupan gizi maka semakin besar kebutuhan zat gizi terpenuhi.

Berdasarkan Tabel 14, rata-rata tingkat kecukupan protein dewasa muda sebesar 113.8±54.0%, sedangkan dewasa madya sebesar 110.9±52.9%. Persentase tersebut menunjukkan kebutuhan protein harian rata-rata sampel sudah terpenuhi. Asupan protein yang tinggi tidak menjamin kualitas protein yang baik. Kualitas protein suatu bahan pangan dapat dilihat dari komposisi asam amino esensial yang dikandungnya. Protein yang mengandung semua jenis asam amino esensial dalam proporsi yang sesuai untuk keperluan pertumbuhan adalah protein yang memiliki nilai biologi tinggi. Protein hewani, kecuali gelatin, merupakan protein yang memiliki nilai biologi tinggi. Sebagian protein mengandung asam amino esensial dalam jumlah terbatas, yang cukup untuk perbaikan jaringan tubuh, namun tidak mencukupi untuk pertumbuhan. Asam amino yang terdapat dalam jumlah terbatas disebut asam amino pembatas. Metionin adalah asam amino pembatas pada kacang-kacangan, sedangkan lisin adalah asam amino pembatas pada beras (Gibney et al. 2002).

(13)

Tabel 14 Tingkat kecukupan zat gizi per kapita per hari pada pria dewasa menurut kelompok usia

Asupan zat gizi

Kelompok usia

Dewasa muda Dewasa madya Total

% % %

Zat gizi makro

Energi 51.1± 19.1 53.5±19.7 52.0± 19.3 Protein 113.8± 54.0 110.9±52.9 112.8± 53.6 Lemak 65.3± 47.7 67.4±49.1 66.1± 48.2 Karbohidrat 42.0± 16.1 44.7±16.7 43.0± 16.4 Air 52.9± 19.0 56.8± 20.0 54.3± 19.4 Vitamin Vitamin A 82.0±109.9 84.2±110.3 82.8±110.1 Vitamin B1/Tiamin 38.0± 23.7 39.8± 23.6 38.7± 23.7 Vitamin B2/Riboflavin 43.1± 28.8 41.6± 27.1 42.6± 28.2 Vitamin B3/Niasin 59.0± 35.3 60.3± 34.5 59.5± 35.0 Asam Folat 31.6± 28.0 32.6± 28.7 32.0± 28.2 Vitamin B6/Piridoksin 62.7± 38.1 63.0± 39.4 62.8± 38.6 Vitamin B12 85.3± 78.8 83.1± 78.6 84.5± 78.8 Vitamin C 28.4± 44.4 31.5± 48.3 29.5± 45.9 Mineral Kalsium 31.1± 35.9 32.1± 34.0 31.5± 35.3 Fosfor 115.5± 51.7 114.6± 51.2 115.1± 51.5 Besi 60.1± 85.9 62.1± 88.7 60.8± 86.9

Asupan protein sampel paling banyak didapatkan dari sumber protein nabati. Sampel paling banyak mengonsumsi sumber protein nabati berupa tempe goreng (33.3%) dan tahu goreng (18.8%), sedangkan sampel yang mengonsumsi protein hewani seperti ayam goreng dan telur dadar masing-masing hanya 11.0% dan 10.9% (Lampiran 8). Proporsi sumber asupan protein berbeda tergantung keadaan geografis, kondisi sosial ekonomi, serta faktor budaya. Di negara maju, protein hewani menyumbangkan 60-70% total asupan protein, sedangkan di negara berkembang, sekitar 60-80% asupan protein berasal dari protein nabati, yang didominasi asupan serealia (Gibney et al 2002). Menurut Hardinsyah et al. (2001) dalam Hardinsyah dan Tambunan (2004) kontribusi energi dari protein hewani di Indonesia terhadap total energi relatif rendah, hanya sebesar 4%.

Tingkat kecukupan lemak dewasa muda sebesar 65.3±47.7 dan dewasa madya sebesar 67.4±49.1%. Asupan lemak banyak didapatkan dari makanan yang diolah dengan cara digoreng menggunakan minyak. Berdasarkan Lampiran 8, kelompok pangan kacang-kacangan, biji-bijian, dan olahannya paling banyak

(14)

dikonsumsi adalah tempe goreng (33.3%) dan tahu goreng (18.8%). Kelompok pangan daging, unggas, dan olahannya, telur dan olahannya serta ikan, hasil perikanan, dan olahannya juga paling banyak dikonsumsi dalam bentuk digoreng, seperti ayam goreng (11.0%), telur dadar (10.9%), ikan goreng (10.9%). Konsumsi buah-buahan dan olahannya pun paling banyak dalam bentuk pisang goreng (7.7%)

Tingkat kecukupan karbohidrat masih rendah, pada dewasa muda hanya sebesar 42.0±16.1% sedangkan dewasa madya sebesar 44.7±16.7%. Asupan karbohidrat dari serealia, umbi-umbian, dan hasil olahannya paling banyak didapatkan dari nasi putih. Sebanyak 97.0% sampel mengonsumsi nasi putih, namun rata-rata asupan hanya sebanyak 221.4±77 g per hari. Zat gizi makro berperan dalam menghasilkan energi dari proses metabolisme. Tingkat kecukupan zat gizi makro yang rendah berpengaruh terhadap tingkat kecukupan energi. Zat gizi makro memiliki peran penting sebagai penghasil energi bagi tubuh. Lemak merupakan penyumbang energi terbesar yaitu sebanyak 9 Kal/g atau 2.5 kali lebih banyak dibandingkan jumlah energi yang dihasilkan karbohidrat dan lemak (Almatsier 2009). Hasil studi di Inggris menunjukkan bahwa kelompok pangan serealia dan produk olahannya merupakan penyumbang energi utama pada diet (Barasi 2009). Rata-rata tingkat kecukupan energi dewasa muda sebesar 51.1±19.1%, dewasa madya sebesar 53.5±19.7% artinya rata-rata sampel hanya memenuhi setengah dari kebutuhan tubuhnya akan energi.

Zat gizi mikro meliputi vitamin dan mineral. Vitamin merupakan zat organik yang diperlukan oleh tubuh dalam jumlah kecil agar tubuh dapat berfungsi normal. Vitamin dikelompokkan menjadi vitamin larut lemak (vitamin A, D, E, dan K) dan vitamin larut air (vitamin B kompleks dan vitamin C). Tingkat kecukupan vitamin sampel rata-rata berada di bawah 100% kebutuhan. Tingkat kecukupan paling tinggi didapat dari vitamin B12 yang mencapai 85.3±78.8% pada dewasa muda, dan 83.1±78.6% pada dewasa madya. Menurut Gibney et

al. (2002) defisiensi vitamin B12 biasanya ditemukan hanya pada vegan, karena

vitamin ini didapatkan dari pangan hewani. Tingkat kecukupan vitamin A dewasa muda sebesar 82.0±109.9%, dan sedikit lebih tinggi pada dewasa madya, yaitu sebesar 84.2±110.3%. Pangan hewani, terutama hati merupakan sumber vitamin A yang tinggi dalam bentuk retinol (Muhilal & Sulaeman 2004).

(15)

Tingkat kecukupan tiamin dewasa muda hanya mencapai 38.0±23.7% sedangkan dewasa madya hanya mencapai 39.8±23.6%. Defisiensi tiamin dapat terjadi karena kurangnya konsumsi makanan, yang biasanya disertai kekurangan konsumsi energi. Defisiensi tiamin dapat menimbulkan penyakit yang mempengaruhi sistem saraf dan jantung. Penyakit tersebut dalam keadaan berat disebut beri-beri (Almatsier 2009).

Tingkat kecukupan riboflavin dewasa muda hanya mencapai 43.1±28.8% dan dewasa madya 41.6±27.1%. Defisiensi vitamin B2 (riboflavin) adalah masalah kesehatan masyarakat yang cukup signifikan di banyak tempat di dunia (Gibney et al. 2002). Menurut Setiawan dan Rahayuningsih (2004) susu dan produk olahannya merupakan sumber penting, yang menyediakan 25% atau lebih dari total asupan riboflavin dari diet. Pangan lain yang kaya akan riboflavin adalah telur, daging, dan ikan.

Tingkat kecukupan niasin sedikit lebih tinggi, yaitu 59.0±35.3% pada dewasa muda, dan 60.3±34.5% pada dewasa madya. Kecukupan niasin yang sedikit lebih tinggi diduga karena niasin dapat disintesis di dalam tubuh dari asam amino tryptophan (Gibney et al. 2002). Sumber niasin di dalam bahan pangan adalah produk whole grain, roti, susu, telur, daging, dan sayuran berwarna (Setiawan & Rahayuningsih 2004). Tingkat kecukupan asam folat hanya mencapai 31.6±28.0% pada dewasa muda, dan 32.6±28.7% pada dewasa madya. Defisiensi asam folat berkaitan dengan anemia megaloblastik (Gibney et

al. (2002). Tingkat kecukupan vitamin B6 (piridoksin) dewasa muda sebesar

62.7±38.1% dan dewasa madya sebesar 63.0±39.4%. Piridoksin banyak ditemukan di dalam khamir, hati, ginjal, serealia tumbuk, kacang-kacangan, kentang, dan pisang. Defisiensi piridoksin menimbulkan gejala yang berkaitan dengan gangguan metabolisme protein.

Tingkat kecukupan vitamin C paling rendah dibandingkan vitamin lainnya, hanya mencapai 28.4±44.4% pada dewasa muda, dan 31.5±48.3% pada dewasa madya. Tingkat kecukupan yang rendah disebabkan asupan buah-buahan dan sayuran yang rendah (Lampiran 8), padahal buah dan sayuran segar adalah sumber utama vitamin C (Setiawan & Rahayuningsih 2004).

Tingkat kecukupan mineral kalsium dan besi belum mencapai 100% kebutuhan. Tingkat kecukupan kalsium dewasa muda dan madya masing-masing hanya sebesar 31.1±35.9% dan 32.1±34.0%. Tingkat kecukupanhan besi

(16)

dewasa muda dan madya lebih tinggi (60.1±85.9% dan 62.1±88.7%), namun tingkat pemenuhan ini belum dapat dikategorikan baik.

Tingkat kecukupan mineral fosfor dewasa muda dan madya melebihi kebutuhan, yaitu 115.5±51.7% dan 114.6±51.2%. Fosfor dapat ditemukan pada hampir semua bahan pangan, baik hewani maupun nabati, sehingga hipofosfatemia, atau defisiensi fosfor jarang terjadi. Asupan fosfor yang berlebih (hiperfosfatemia) dapat mempengaruhi penyerapan besi, tembaga, dan seng. Kelebihan fosfor jarang terjadi karena kelebihannya dikeluarkan melalui urin (Soekatri & Kartono 2004).

Tingkat kecukupan zat gizi mikro sampel kecuali fosfor secara keseluruhan belum mencapai 100% kebutuhan. Zat gizi memiliki peran penting dalam metabolisme tubuh. Asupan zat gizi yang tidak mencukupi kebutuhan dapat mengakibatkan defisiensi atau penyakit kurang gizi. Asupan zat gizi yang kurang dapat menganggu fungsi sistem imun dan kemampuan respon tubuh (Barasi 2009), bahkan dalam keadaan ekstrim menyebabkan penyakit dan kematian. Defisiensi tiamin, misalnya dapat mempengaruhi otak dan sistem saraf yang dapat mengakibatkan perubahan pada susunan saraf pusat, sementara defisiensi niasin dapat menimbulkan pellagra, dengan gejala dermatitis, diare, dan demensia.

Mutu Gizi Asupan Pangan

Mutu gizi asupan pangan (MGP) memberikan gambaran mutu gizi dari pangan yang dikonsumsi. Semakin tinggi skor MGP, maka semakin baik mutu gizi pangan yang dikonsumsi. Berdasarkan uji beda t terdapat perbedaan antara MGP kelompok dewasa muda dan dewasa madya (p<0.05). Rata-rata skor MGP sampel secara keseluruhan sebesar 55.8±14.0. Skor MGP kelompok usia madya sedikit lebih tinggi (56.4±14.0) dibandingkan dengan kelompok usia muda (55.4±13.9). Rata-rata sampel masih memiliki skor MGP dengan kategori sangat kurang.

Berdasarkan kategorinya, sampel paling banyak memiliki skor MGP pada kategori sangat kurang, yaitu 50.3% pada kelompok dewasa muda, dan 47.9% pada kelompok dewasa madya. Dewasa muda dengan kategori skor MGP kurang sebanyak 34.3%, sedangkan dewasa madya sebanyak 34.8%. Selebihnya 12.8% dewasa muda dan 14.0% dewasa madya masuk dalam kategori cukup, serta hanya 2.6% dewasa muda dan 3.2% dewasa madya dalam kategori baik (Tabel 15).

(17)

Tabel 15 Skor mutu gizi asupan pangan (MGP) pada pria dewasa menurut kelompok umur

Skor MGP

Kelompok usia

Dewasa muda Dewasa madya Total N (%) n (%) n (%) >84 (baik) 70-84 (cukup) 55-69 (kurang) 934 (2.6) 640 (3.2) 1574 (2.8) 4598 (12.8) 2811 (14.0) 7409 (13.2) 12324 (34.3) 6977 (34.8) 19301 (34.5) <55 (sangat kurang) 18067 (50.3) 9595 (47.9) 27662 (49.4) Rata-rata ±SD 55.4±13.9 56.4±14.0 55.8±14.0

Skor MGP yang rendah dapat disebabkan kurangnya asupan zat gizi sampel yang mengakibatkan tidak terpenuhinya kebutuhan zat gizi sampel yang ditandai oleh rendahnya tingkat kecukupan zat gizi. Asupan zat gizi sampel tergolong defisit, kecuali asupan protein dan fosfor. Skor MGP yang rendah juga disebabkan asupan pangan yang kurang beragam. Jenis pangan yang paling banyak dikonsumsi sampel berasal dari golongan serealia, yaitu nasi (97.0%), kacang-kacangan berupa tempe goreng (33.3%) serta ikan goreng (17.7%). Konsumsi buah-buahan paling tinggi hanya sebesar 7.7% yang didapatkan dari pisang goreng, sedangkan konsumsi sayuran paling tinggi didapatkan dari sayur bayam (9.7%).

Gambar 5 Mutu gizi asupan pangan pada pria dewasa menurut usia Skor MGP digunakan untuk menentukan apakah makanan yang dikonsumsi bergizi atau tidak berdasarkan kandungan zat gizi makanan berkaitan dengan kebutuhan bagi tubuh (Hardinsyah & Atmojo 2001). Semakin rendah skor MGP, menandakan semakin banyak zat gizi yang tidak terpenuhi. Banyaknya zat

y = 0.0525x + 54.86 R² = 0.5802 52 53 54 55 56 57 58 20 25 30 35 40 45 50 55 S kor M G P Usia (tahun)

(18)

gizi yang tidak terpenuhi dapat mengakibatkan defisiensi. Hasil uji beda menunjukkan bahwa terdapat perbedaan yang signifikan terhadap MGP menurut jenis kelamin dan kelompok usia (p<0.01). Semakin bertambahnya usia, rata-rata MGP sampel semakin meningkat (Gambar 5). Hal ini menunjukkan bahwa kebutuhan zat gizi sampel dewasa madya lebih dapat terpenuhi dibandingkan dewasa muda.

Hubungan Antar Variabel

Hasil uji korelasi Rank Spearman, menunjukkan adanya hubungan yang signifikan antara pendidikan dengan total asupan air (p<0.01), artinya terdapat kecenderungan semakin tinggi pendidikan maka semakin besar pula total asupan airnya. Hasil uji korelasi Rank Spearman, juga menunjukkan adanya hubungan yang signifikan antara status ekonomi (kuintil) dengan total asupan air (p<0.01), artinya terdapat kecenderungan semakin tinggi status ekonomi (kuintil) maka total asupan air nya juga semakin tinggi.

Tabel 16 Hubungan antar variabel

Karakteristik Asupan air MGP

Pendidikan Koefisien korelasi 0.019** 0.148** Signifikan (2-tailed) 0.000 0.000 Status ekonomi Koefisien korelasi 0.095** 0.200**

Signifikan (2-tailed) 0.000 0.000

Hasil korelasi uji Rank Spearman, menunjukkan adanya hubungan yang signifikan antara pendidikan terakhir dengan MGP (p<0.01), artinya terdapat kecenderungan semakin tinggi tingkat pendidikan maka MGP akan semakin baik. Hasil uji korelasi Rank Spearman, menunjukkan adanya hubungan yang signifikan antara status ekonomi (kuintil) dengan MGP (p<0.01), artinya terdapat kecenderungan semakin tinggi status ekonomi (kuintil) maka MGP juga semakin tinggi, begitu juga sebaliknya.

Hasil uji beda t menunjukkan bahwa terdapat perbedaan yang signifikan antara asupan air sampel di daerah perkotaan dan perdesaan (p=0.011). Hasil uji beda t juga menunjukkan terdapat perbedaan yang signifikan antara MGP sampel di daerah perkotaan dan perdesaan (p=0.000).

Implikasi pada Riskesdas dan Program Mendatang

Riskesdas merupakan riset pertama yang mengukur asupan pangan berskala nasional di Indonesia, namun suatu penelitian tidak akan terlepas dari kendala-kendala yang ditemui baik pada pengumpulan data, data yang diperoleh dan digunakan, maupun dalam pengolahan data yang berimplikasi menjadi

(19)

kelemahan dari suatu penelitian. Penelitian ini sepenuhnya menggunakan data sekunder yang telah dikumpulkan oleh tim Riskesdas 2010. Kendala-kendala yang dihadapi Riskesdas dalam pengumpulan data ini berupa kesulitan memperoleh tenaga profesional untuk kabupaten/kota yang aksesnya sulit dijangkau seperti kabupaten/kota yang berada di provinsi papua, sampel tidak seluruhnya dapat diwawancara karena tidak berada di tempat, dan blok sensus yang tidak terjangkau karena keterbatasan akses transportasi.

Kekuatan dari penelitian ini dan kekuatan dari pengumpulan data konsumsi pangan oleh tim Riskesdas adalah 1) pengumpulan data konsumsi Riskesdas sudah dilakukan pada setiap anggota rumah tangga, dan 2) perhitungan asupan air dan mutu gizi asupan pangan dilakukan pada setiap sampel. Kelemahan dari penelitian ini dan kelemahan dari pengumpulan data konsumsi pangan oleh tim Riskesdas 2010 adalah 1) data yang tidak lengkap pada beberapa sampel, seperti; data berat badan, tinggi badan, dan konsumsi pangan, 2) tidak adanya pemisahan kuesioner makanan dan minuman, 3) beberapa data berat bahan pangan (gram atau mL) yang tidak logis, sehingga berimplikasi pada kandungan zat gizi dari bahan makanan yang cenderung terlalu tinggi atau terlalu rendah, 4) tenaga pengumpul data konsumsi pangan tidak seluruhnya dilakukan oleh tenaga profesional dalam bidang gizi, 5) tidak adanya data mengenai faktor aktivitas sampel.

Sebelum data diterima oleh peneliti, Riskesdas telah melakukan proses manajemen data berupa receiving batching, edit, entri, penggabungan data,

cleaning, dan imputasi. Meskipun imputasi telah dilakukan guna penanganan

data-data missing dan outlier, namun masih terdapat data yang tidak lengkap seperti pada berat badan, tinggi badan, dan konsumsi pangan. Riskesdas 2010 tidak memisahkan kuesioner recall 1x24 jam antara makanan dan minuman, sehingga wawancara terhadap minuman yang dikonsumsi sampel menjadi kurang mendalam. Kurang mendalamnya wawancara terhadap asupan minuman sampel berimplikasi pada data minuman yang missing, seperti beberapa sampel tidak memiliki data asupan minuman.

Penggunaan tenaga yang tidak profesional dalam pengambilan data

recall makanan dan minuman, berimplikasi pada data berat bahan makanan

(gram atau mL) yang tidak logis, sehingga mempengaruhi hasil perhitungan kandungan zat gizi dari bahan makanan tersebut. Berdasarkan

(20)

kelemahan-kelemahan dari penggunaan data Riskesdas 2010, diperlukan saran-saran yang membangun agar perolehan data Riskesdas kedepannya dapat lebih baik lagi.

Saran untuk pengumpulan data Riskesdas selanjutnya adalah 1) kuesioner Riskesdas dipisahkan berdasarkan konsumsi makanan dan minuman, 2) tenaga pengumpul data konsumsi pangan seharusnya dilakukan oleh tenaga profesional di bidang gizi, sehingga data konsumsi pangan yang diperoleh lebih spesifik dalam segi kuantitas, dan 3) tenaga pengumpul data seharusnya lebih teliti dalam proses entry data, sehingga tidak ada data yang missing.

Gambar

Tabel 5  Sebaran  sampel  pria  dewasa  menurut  karakteristik  individu  dan  kelompok usia
Tabel  8    Rata-rata  asupan  air  dari  makanan  (mL)  pada  pria  dewasa  menurut   sumber dan kelompok usia
Tabel  10    Asupan  air  pada  pria  dewasa  mL  per  kapita  per  hari  (%)  menurut  sumber dan kelompok usia
Tabel 11    Estimasi asupan air (mL) pada pria dewasa berdasarkan pendekatan  konsumsi makanan
+5

Referensi

Dokumen terkait

Dalam penelitian ini, tujuannya adalah mencoba untuk mengetahui praktik pembiayaan murabahah di Kopma UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta; mengetahui aplikasi pembiayaan

Untuk lebih mempermudah pembahasan ini, ada beberapa rumusan masalah yang dikembangkan dalam penelitian ini : Sejarah berdirinya Masjid Jami PITI Muhammad Cheng Ho

Puji syukur Penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas rahmat dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan Tugas Akhir Skripsi ini dengan judul

Media pembelajaran Koflusa didasarkan pada pengembangan media pembelajaran Science in Box Fluida Statis (SBFS) oleh Abdurrahman (2016). Media pembelajaran Koflusa dapat

Konsekuensi yang diharapkan klien dapat memeriksa kembali tujuan yang diharapkan dengan melihat cara-cara penyelesaian masalah yang baru dan memulai cara baru untuk bergerak maju

1. Keputusan Gubernur tentang Penetapan Status Siaga Darurat Penanganan Bencana Asap Akibat Kebakaran Hutan dan/Atau Lahan di Kalimantan Selatan. Penetapan Status Siaga

Adversity Intelligence menginformasikan pada individu mengenai kemampuannya dalam menghadapi sebuah keadaan atau situasi yang sulit (adversity) dan kemampuan untuk

Perilaku personal hygiene lansia di Desa Krasakan Lumbungrejo Tempel Sleman Yogyakarta sebagian besar dalam kategori baik yaitu sebanyak 28 responden (56%).Hasil