• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II LANDASAN TEORI. A. Tinjauan Pustaka. orang dibanding penyakit manapun (Potter dan Perry, 2005).

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II LANDASAN TEORI. A. Tinjauan Pustaka. orang dibanding penyakit manapun (Potter dan Perry, 2005)."

Copied!
17
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

LANDASAN TEORI

A. Tinjauan Pustaka 1. Nyeri

Setiap individu pernah mengalami nyeri dalam tingkatan tertentu. Nyeri merupakan alasan yang paling umum orang mencari perawatan kesehatan karena nyeri sangat mengganggu dan menyulitkan lebih banyak orang dibanding penyakit manapun (Potter dan Perry, 2005) .

Nyeri adalah pengalaman sensorik dan emosional yang tidak menyenangkan akibat adanya kerusakan jaringan baik aktual maupun potensial atau yang digambarkan dalam bentuk potensial tersebut. Definisi nyeri ini merupakan interaksi antara obyek, sensor fisiologis, subyektivitas, emosi dan psikologis. Respon nyeri ini dapat bervariasi antara satu orang dengan yang lainnya (Morgan, 2006). Nyeri terjadi bersama banyak proses penyakit atau bersamaan dengan beberapa pemeriksaan diagnostik atau pengobatan (Smeltzer dan Bare, 2008).

Nyeri bersifat melindungi dengan memperingatkan adanya kerusakan dari jaringan. Respon sel terhadap nyeri dan kerusakan jaringan menyebabkan protein pecah, agregasi trombosit dan penekanan terhadap sistem imun (Rahman dan Beattie, 2005).

(2)

Nyeri berdasarkan mekanismenya melibatkan persepsi dan respon terhadap nyeri tersebut. Mekanisme timbulnya nyeri akan melibatkan empat proses yaitu transduksi, transmisi, modulasi, dan persepsi.

a. Transduksi

Transduksi adalah proses dari stimulasi nyeri dikonversi kedalam bentuk yang dapat diakses oleh otak.

b. Transmisi

Transmisi adalah serangkaian kejadian-kejadian yang membawa impuls listrik melalui sistem saraf ke area otak. Proses transmisi melibatkan saraf aferen.

c. Modulasi

Proses modulasi mengacu kepada aktivitas dalam upaya mengontrol jalur transmisi nociceptor tersebut. Impuls nyeri yang sampai di sistem saraf pusat, transmisi nyeri akan dikontrol oleh sistem saraf pusat dan mentransmisikan impuls nyeri ke bagian lain dari SSP seperti bagian korteks dan kemudian ditransmisikan melalui saraf-saraf turunan ke tulang belakang untuk memodulasi efektor.

d. Persepsi

Persepsi adalah proses yang subjective. Proses persepsi ini tidak hanya berkaitan dengan proses fisiologis atau proses anatomis saja namun juga meliputi cognition (pengenalan) dan memory (mengingat) (Ardinata, 2007).

(3)

2. Analgetika

Analgetika atau obat penghilang nyeri adalah zat-zat yang mengurangi atau menghalau rasa nyeri tanpa menghilangkan kesadaran (perbedaan dengan anestetika umum) (Tjay dan Rahardja, 2007). Obat analgetik dibagi ke dalam dua kelompok, yaitu obat golongan opioid dan NSAID (Non Steroid Anti Inflammatory Drugs). Golongan opioid bekerja pada sistem saraf pusat, sedangkan golongan NSAID bekerja di reseptor saraf perifer (Katzung, 2007).

Analgestik NSAID bekerja pada perifer dan tidak mempengaruhi sistem susunan saraf pusat. Obat-obatan golongan ini memiliki target aksi pada enzim siklooksigenase (COX). Mekanisme umum dari obat-obatan golongan ini adalah dengan cara mengeblok biosintesis prostaglandin dengan cara menginhibisi enzim COX sehingga mencegah sensitisasi reseptor rasa sakit oleh mediator-mediator rasa sakit. Mekanisme kerja senyawa secara umum adalah bekerja dengan mempengaruhi proses sintesis prostaglandin. Menghambat proses pembentukan prostaglandin dapat dilakukan dengan menghambat enzim COX atau pembentukan asam arakhidonat yang pada akhirnya dapat mempengaruhi sintesis prostaglandin sebagai mediator rasa nyeri dan inflamasi (Sinatra et al., 2011).

Analgesik opioid merupakan kelompok obat yang menekan fungsi sistem saraf pusat secara selektif, mempunyai daya penghalang nyeri yang sangat kuat dengan titik kerja terletak pada susunan saraf pusat (SSP). Terdapat 4 jenis reseptor opioid yang terbukti terdapat pada SSP yaitu μ (mu),

(4)

κ (kappa), δ (delta), dan σ (sigma). Efek farmakologi tertentu terjadi akibat interaksi opioid dengan reseptor-reseptor ini. Efek analgetik dihubungkan dengan reseptor μ dan κ, sedangkan disforia atau efek psikotomimetik dikaitkan dengan reseptor σ (Gan et al., 1987). Mekanisme umum analgesik opioid adalah terikatnya opioid pada reseptor menghasilkan pengurangan masuknya ion Ca2+ ke dalam sel. Hal tersebut mengakibatkan hiperpolarisasi dengan meningkatkan masuknya ion K+ ke dalam sel serta pengurangan terlepasnya dopamin, serotonin dan peptida penghambat nyeri (Sinatra et al., 2011).

Tramadol termasuk golongan opioid lemah yang dapat memberikan efek analgetik melalui 3 mekanisme atau proses yang berbeda, yaitu berikatan lemah dengan reseptor µ agonis, menghambat terjadinya pengambilan kembali oleh neurotransmiter hidroksi triptamin (5HT), serta mempunyai efek anestesi lokal terhadap saraf perifer. Mekanisme tramadol dalam penghambatan impuls sensoris sama dengan mekanisme anestetik lokal yaitu menghambat saluran natrium melalui sifat hidrofilik yang dimiliki dan penghambatan kanal kalium lebih kuat daripada lidokain (Mulyawan et al, 2014). Berikut adalah struktur kimia dari Tramadol :

(5)

Potensi analgetik tramadol adalah sekitar 10% dari yang morfin setelah pemberian parenteral. Tramadol memberikan pereda nyeri pasca operasi sebanding dengan petidin, dan khasiat analgetik tramadol dapat lebih ditingkatkan dengan kombinasi dengan analgetik non-opioid. Tramadol mungkin terbukti sangat berguna pada pasien dengan risiko fungsi kardiopulmoner yang lemah, setelah operasi thorax atau perut bagian atas dan ketika analgetik non-opioid merupakan kontraindikasi. Tramadol adalah agen yang efektif dan baik ditoleransi untuk mengurangi rasa sakit akibat trauma, kolik ginjal atau empedu dan persalinan, dan juga untuk manajemen nyeri kronis yang ganas atau tidak ganas, terutama nyeri neuropatik (Grond dan Sablotzki, 2004).

Tramadol adalah analgetik yang diubah oleh enzim CYP2D6 menjadi sebuah metabolit aktif. Tramadol sendiri memiliki aktivitas analgetik namun sebagian besar tergantung dari bentuk dari metabolit aktif. Seperti codein dan turunannya, aktivitas analgetik dapat dihambat dengan rendahnya aktivitas CYP2D6 yang disebabkan karena obat lain atau variasi genetik (Horn dan Hansten, 2005). Tramadol mengalami metabolisme di hati dan diekskresi oleh ginjal dengan masa paruh eliminasi 6 jam untuk tramadol dan 7,5 jam untuk metabolit aktifnya. Analgesia timbul dalam 1 jam setelah penggunaan oral dan mencapai puncak dalam 2-3 jam. Lama analgesia sekitar 6 jam dan dosis maksimum per hari yang dianjurkan adalah 400mg (Gunawan, 2012).

(6)

3. Mekanisme Sekresi Asam Lambung

Sel-sel parietal secara aktif mengeluarkan HCl ke dalam lumen kantung lambung, yang kemudian mengalirkannya ke dalam lumen lambung. pH isi lumen turun sampai serendah 2 akibat sekresi HCl. Ion Hidrogen (H+) dan ion klorida (Cl-) secara aktif ditransportasikan oleh pompa yang berbeda di membran plasma sel parietal. Ion hidrogen secara aktif dipindahkan melawan gradien konsentrasi yang sangat besar. Klorida juga disekresikan secara aktif, tetapi melawan gradien konsentrasi yang jauh lebih kecil. Ion H+ yang disekresikan tidak dipindahkan dari plasma tetapi berasal dari proses-proses metabolisme di dalam sel parietal. Secara spesifik, ion H+ disekresikan sebagai hasil pemecahan dari molekul H2O menjadi H+ dan OH-. Di sel parietal H+ disekresikan ke lumen oleh pompa H+-K+-ATPase yang berada di membran luminal sel parietal. Transport aktif primer ini memompa K+ masuk ke dalam sel dari lumen. Ion K+ yang telah ditransportkan, secara pasif balik ke lumen melalui kanal K+ sehingga jumlah K+ tidak berubah setelah sekresi H+. Sel-sel parietal memiliki banyak enzim karbonat anhidrase (Ca). Dengan adanya karbonat anhidrase, H2O mudah berikatan dengan CO2 yang diproduksi oleh sel parietal. Kombinasi antara H2O dan CO2 menghasilkan H2CO3 yang secara parsial terurai menjadi H+ dan HCO3-. HCO3- dipindahkan ke plasma oleh antiporter Cl- - HCO3- pada membran basolateral dari sel parietal dan mengangkat Cl- dari plasma ke lumen lambung. Pertukaran Cl -dan HCO3- mempertahankan netralitas listrik plasma selama sekresi HCl (Sherwood, 2010).

(7)

4. Dispepsia

Dispepsia berasal dari bahasa Yunani yaitu dys- (buruk) dan –peptein (pencernaan) (Abdullah dan Gunawan, 2012). Dispepsia merupakan keluhan klinis yang sering dijumpai. Keluhan atau kumpulan gejala (sindrom) terdiri dari nyeri atau rasa tidak nyaman di epigastrium, mual, muntah, kembung, cepat kenyang, rasa penuh, sendawa, regurgitasi, dan rasa panas yang menjalar di dada. Sindrom atau keluhan ini dapat disebabkan atau didasari oleh berbagai penyakit, termasuk juga di dalamnya penyakit yang mengenai lambung, atau yang lebih dikenal sebagai penyakit maag (Djojodiningrat, 2009).

Dispepsia terbagi atas dua subklasifikasi yaitu dispepsia organik dan dispepsia fungsional, jika kemungkinan penyakit organik telah dieksklusi (Abdullah dan Gunawan, 2012). Dispepsia fungsional dibagi menjadi 2 kelompok yaitu postprandial distress syndrom dan epigastric pain syndrom. Postprandial distress syndrom mewakili kelompok dengan perasaan “begah” setelah makan dan perasaan cepat kenyang, sedangkan epigastric pain syndrom merupakan rasa nyeri yang lebih konstan dirasakan dan tidak begitu terkait dengan makan seperti halnya postprandial distress syndrom. (Abdullah dan Gunawan, 2012). Dispepsia memiliki faktor resiko terhadap individu dengan karakteristik :

a. Konsumsi kafein berlebih b. Minum minuman beralkohol c. Merokok

(8)

d. Konsumsi steroid dan NSAID

e. Domisili di daerah dengan prevalensi H. pylori tinggi (Abdullah dan Gunawan, 2012).

Adanya stress akut dapat mempengaruhi fungsi gastrointestinal dan mencetuskan keluhan pada orang sehat. Dilaporkan adanya penurunan kontraktilitas lambung yang mendahului keluhan mual setelah pemberian stimulus berupa stress. Kontroversi masih banyak ditemukan pada upaya menghubungkan faktor psikologis stres kehidupan, fungsi autonom, dan motilitas (Djojodiningrat, 2009).

5. Pengobatan Dispepsia

Pengobatan untuk dispepsia yang dapat dipergunakan berupa antasida, antisekresi asam lambung (golongan Proton Pump Inhibitor misalnya omeprazol, rabeprazol, lansoprazol, dan/atau H2 bloker), prokinetrik dan sitoprotektor (misalnya rebamipide) di mana pilihan obat ditentukan berdasarkan dominasi keluhan dan riwayat pengobatan pasien sebelumnya (Simadibrata et al., 2014). Antagonis reseptor H2 menghambat sekresi asam lambung dengan cara kompetisi dengan histamin untuk berikatan dengan reseptor H2 yang berada di membran basolateral sel parietal. Ikatan tersebut merupakan ikatan yang reversibel. Golongan obat ini banyak digunakan untuk mengobati dispepsia organik atau esensial seperti tukak peptik. Saat ini, tersedia empat jenis obat golongan ini yaitu simetidin, ranitidin, famotidin, dan nizatidin (Katzung, 2007). Simetidin memiliki kelarutan yang baik yaitu

(9)

larut dalam air. Artinya, setiap 1 bagian simetidin akan larut dalam 10 sampai 30 bagian air (Anonimb, 1990).

.

Gambar 2. Struktur Kimia Simetidin (Sweetman, 2009)

Simetidin dapat menginhibisi sekresi asam lambung yang terjadi di bagian usus dan juga dapat mencegah kerusakan usus oleh asam lambung simetidin digunakan dalam pengobatan tumor lambung dan kanker usus dalam penyakit gastro-oesophageal reflux dan pada pasien yang menderita acid aspiration syndrome. Simetidin juga digunakan untuk pengobatan kanker usus yang terinfeksi bakteri Helicobacter pylori. Efek samping simetidin berupa efek antiandrogenik lemah yang dapat menyebabkan ginekomastia dan impotensi pada pria. Efek yang lebih penting adalah efek penghambatan enzim sitokrom P450 (Waranugraha, 2010). Bioavailabilitas oral simetidin adalah sekitar 70% dan ikatan protein plasmanya hanya 20%. Absorpsi simetidin terutama terjadi pada menit ke 60 sampai dengan 90 (Gunawan, 2012).

6. Metabolisme Obat

Metabolisme obat terutama terjadi di hati, yaitu pada membran retikulum endoplasma dan sitosol. Metabolisme obat bertujuan untuk mengubah obat yang non polar (larut lemak) menjadi polar (larut air) agar dapat diekskresikan melalui ginjal atau empedu. Dengan perubahan ini, obat aktif umumnya diubah menjadi inaktif namun sebagian menjadi lebih aktif

(10)

(jika asalnya prodrug), kurang aktif, atau menjadi toksik. Reaksi metabolisme terdiri dari reaksi fase I dan reaksi fase II. Reaksi fase I terdiri dari oksidasi, reduksi, dan hidrolisis yang mengubah obat menjadi lebih polar. Sedangkan reaksi fase II merupakan reaksi konjugasi dengan substrat endogen seperti asam glukuronat, asam sulfat, asam asetat, atau asam amino yang hasilnya menjadi sangat polar dan dengan demikian obat hampir selalu tidak aktif. Obat dapat mengalami reaksi fase I saja, reaksi fase II saja, atau reakse fase I lalu dilanjutkan dengan reaksi fase II (Gunawan, 2012). Adapun faktor-faktor yang mempengaruhi metabolisme obat antara lain :

a. Induksi enzim b. Inhibisi enzim

c. Polimorfisme genetik

d. Enzim yang mengasetilasi obat e. Pseudokolinesterase plasma f. Usia (Neal, 2006).

7. Interaksi Obat

Interaksi obat adalah adanya pengaruh suatu obat terhadap obat lain di dalam tubuh. Interaksi obat dapat terjadi pada farmakokinetik atau farmakodinamik, atau gabungan keduanya. Interaksi farmakokinetik adalah interaksi obat pada semua proses farmakokinetik yang meliputi absorpsi, distribusi, dan metabolisme. Sedangkan interaksi farmakodinamik adalah interaksi yang menyebabkan efek yang berlawanan atau efek aditif (Suprapti, 2012).

(11)

Interaksi obat sering dianggap sebagai sumber terjadinya efek samping obat (adversedrug reactions), yakni jika metabolisme suatu obat indeks terganggu akibat adanya obat lain (precipitant) dan menyebabkan peningkatan kadar plasma obat indeks sehingga terjadi toksisitas. Selain itu interaksi antar obat dapat menurunkan efikasi obat. Interaksi obat demikian tergolong sebagai interaksi obat "yang tidak dikehendaki" atau Adverse Drug Interactions (ADIs). Meskipun demikian, beberapa interaksi obat tidak selalu harus dihindari karena tidak selamanya serius untuk mencederai pasien (Gitawati, 2008).

Interaksi obat yang tidak dikehendaki (ADIs) mempunyai implikasi klinis jika: (1) obat indeks memiliki batas keamanan sempit; (2) mula kerja (onset of action) obat cepat, terjadi dalam waktu 24 jam; (3) dampak ADIs bersifat serius atau berpotensi fatal dan mengancam kehidupan; (4) indeks dan obat presipitan lazim digunakan dalam praktek klinik secara bersamaan dalam kombinasi. Banyak faktor berperan dalam terjadinya ADIs yang bermakna secara klinik, antara lain faktor usia, faktor penyakit, genetik, dan penggunaan obat-obat preskripsi bersama-sama beberapa obat-obat Over the Counter (OTC) sekaligus (Gitawati, 2008).

8. Interaksi yang Terjadi pada Proses Metabolisme Obat

Mekanisme interaksi dapat berupa (1) penghambatan (inhibisi) metabolisme, (2) induksi metabolisme, dan (3) perubahan aliran darah hepatik. Hambatan ataupun induksi enzim pada proses metabolisme obat

(12)

terutama berlaku terhadap obat-obat atau zat-zat yang merupakan substrat enzim mikrosom hati sitokrom P450 (CYP). Isoenzim CYP yang penting dalam metabolisme obat adalah CYP2D6 yang dikenal juga sebagai debrisoquin hidroksilase dan merupakan isoenzim CYP pertama yang diketahui, aktivitasnya dihambat oleh obat-obat seperti kuinidin, paroxetine, terbinafine (Gitawati, 2008).

9. Isonzim CYP2D6

Enzim adalah suatu kelompok protein yang menjalankan dan mengartur perubahan-perubahan kimia dalam sistem biologi. Zat ini dihasilkan oleh organ yang secara katalitik menjalankan berbagai reaksi seperti pemecahan hidrolisis, oksidasi, reduksi, isomerasi, adisi, transfer radikal dan kadang-kadang pemutusan rantai karbon (Sumardjo, 2008). Isoenzim merupakan enzim yang memiliki fungsi sama tetapi secara struktur atau fisik berbeda (Harti, 2015).

CYP2D6 merupakan isoenzim yang memiliki variasi polimorfisme genetik yang tinggi. Polimorfisme genetik pada enzim yang digunakan untuk metabolisme obat menjadi penyebab utama terjadinya variabilitas metabolisme obat yang akan menyebabkan terjadinya efek samping maupun berkurangnya efikasi terapi. Perbedaan fenotip dan genotip memberikan konstribusi yang signifikan pada substrat metabolisme enzim CYP2D6 (Wahyono, 2005).

Aktivitas enzim CYP2D6 diklasifikasikan menjadi 4 kategori metabolisme yaitu metabolisme lambat (poor metabolizer) yang

(13)

menyebabkan efek enzim menjadi tidak aktif atau tidak ada enzim yang berperan dalam metabolisme, metabolisme sedang (intermediate metabolizer) yang menyebabkan efek terjadinya penurunan aktivitas enzim atau enzim menjadi tidak stabil dalam proses metabolisme, metabolisme normal (extensive metabolizer) dan metabolisme cepat (ultrarapid metabolizer) yang menyebabkan efek terjadi peningkatan metabolisme enzim (Wahyono, 2015).

(14)

Berikut adalah daftar isoenzim CYP, substrat, inhibitor, dan induktor CYP:

Tabel I. Substrat, inhibitor, dan induktor isoenzim CYP (Gitawati, 2008)

Isoenzim CYP Substrat Inhibitor Induktor

CYP2D6 Amitriptilin Amiodarone Rifampicin

Betabloker Celecoxib Debrisokuin Difenhidramin Fenasetin Flufenazin Haloperidol Halofantrin Kodein Klorpromazin Metoprolol Kuinidin Metoklopramid Metadon Prokainamid Ranitidin Propanolol Ritonavir Tramadol Simetidin

CYP2C19 Diazepam Fluoksetin Karbamazepin

Flunitrazepam Indometazin Fenobarbital Heksobarbital Ketokonazol Prednison

Imipramin Omeprazol Rifampicin

Klomipramin Probenesid Lansoprazol Ritonavir Kontrasepsi oral Simetidin

CYP3A4/5 Astemizol Ketokonazol Dexamethason Asetaminofen Itrakonazol Etanol

Cisapride Eritromisin Rifampicin

Terfenadin Klaritromisin INH

Triazolam Grapefruit juice Midazolam Ritonavir

Felodipin Diltiazem Karbamazepin

Simva-/Lovastatin

CYP1A2 Teofilin Siprofloksasin Rifampicin

Kofein Fluvoksamin Karbamazepin

Klozapin Barbiturat

Warfarin Asap rokok

Charcoal grill-meat Dari tabel diatasdiketahui bahwa tramadol merupakan substrat dari isoenzim CYP2D6 dan simetidin merupakan inhibitor isoenzim CYP2D6.

(15)

10. Uji Aktivitas Analgetik

Metode pengujian akivitas analgetik dibagi menjadi 3 jenis, yaitu metode induksi cara kimia, metode penapisan analgetik untuk nyeri sendi, dan metode induksi cara panas (Marlyne, 2012). Metode induksi kimia dibagi menjadi 3 jenis yaitu :

a. Metode geliat

Rasa nyeri mencit diperlihatkan dalam bentuk respon gerakan geliat kedua pasang kaki ke depan dan ke belakang serta perut yang menekan lantai (Kelompok Kerja Ilmiah Phytomedica, 1993). Zat kimia yang digunakan pertama kali adalah fenil p-benzokuinon. Selain fenil p-benzokuinon digunakan juga zat lain seperti asetilkolin, asam asetat, dan adrenalin (Le Bars et al., 2001).

b. Metode Randall-Selitto

Metode ini merupakan suatu alat untuk mengevaluasi kemampuan analgesik yang mempengaruhi ambang reaksi terhadap rangsangan tekanan mekanis di jaringan inflamasi (Anseloni et al., 2003). Prinsip metode ini adalah inflamasi dapat meningkatkan sensitivitas nyeri yang dapat digunakan untuk menghasilkan suatu inflamasi yaitu Brewer’s yeast yang diinjeksikan secara subkutan pada permukaan kaki atau tangan tikus. Inflamasi yang terjadi diukur dengan suatu alat yang menggambarkan adanya peningkatan ambang nyeri (Parmar dan Prakash, 2006).

(16)

c. Metode Formalin

Metode ini digunakan untuk mengetahui efek analgesik obat pada nyeri kronik. Formalin digunakan sebagai penginduksi yang diinjeksikan secara subkutan pada permukaan tangan/kaki tikus yang akan menimbulkan respon berupa menjinjitkan dn menjilat kaki (Parmar dan Parkash, 2006).

Pada metode penapisan analgesik untuk nyeri sendi, obat analgesik tertentu dapat mengurangi atau meniadakan rasa nyeri sendi. Tipe nyeri arthritis pada hewan percobaan yang ditimbulkan oleh suntikan intraartikular larutan AgNO3 1%. Setelah diinduksi, tiap tikus dilakukan gerakan fleksi pada sendi sebanyak 3 kali dengan interval 10 detik. Sediaan uji dinyatakan bersifat analgesik untuk nyeri sendi jika hewan tidak mencicit kesakitan oleh gerakan fleksi yang dipaksakan (Kelompok Kerja Ilmiah Phytomedica, 1993). Pada metode induksi nyeri cara panas, hewan percobaan ditempatkan di atas plat panas dengan suhu tetap sebagai stimulus nyeri. Respon yang ditunjukkan berupa mengangkat kaki, menjilat telapak kaki depan, dan meloncat (Kelompok Kerja Ilmiah Phytomedica, 1993). Metode rangsang panas atau yang sering dikenal dengan nama hot plate ini dikembangkan oleh Woolfe dan Mac Donald pada tahun 1944 yang selanjutnya banyak dimodifikasi oleh peneliti lain. Biasanya digunakan untuk analgetik narkotik. Metode ini cepat, sederhana, dan telah terbukti cocok (Raina, 2013).

Telapak kaki mencit merupakan bagian tubuh yang paling sensitif terhadap panas, namun tidak merusak kulit. Respon terhadap panas yang ditunjukkan mencit adalah menarik kaki, melompat, dan menjilat telapak

(17)

kaki. Waktu yang dibutuhkan hingga respon ini terjadi umumnya hanya dapat dilihat dari pemberian analgetik yang berkerja sentral. Analgetik perifer seperti asetil salisilat atau fenilasetik umumnya tidak mempengaruhi respon ini (Raina, 2013).

B. Hipotesis

Simetidin diduga mampu menurunkan efek analgetik tramadol yang diberikan kepada hewan uji.

Gambar

Tabel I. Substrat, inhibitor, dan induktor isoenzim CYP (Gitawati, 2008)

Referensi

Dokumen terkait

*$lusi dari permasalahan yang terakhir yaitu dengan )ara mengadakan kegiatan umat bersih. "al ini bertujuan agar mush$la disini kembali terawat dan dapat dimanfaatkan

tepat dan adil dalam memutuskan persoalan, tanpa diiringi rasa menyesal dan mengungkit-ungkit. j) Cinta ( tawadd ) yakni mengharapkan cinta dari mereka yang

Scot Osterweil, seorang Creative Director MIT’s Scheller Teacher Education Program menjelaskan pemanfaatan media bermain sebagai media edukasi sangat potensial dan

Spontaneous Chronic Corneal Epithelial Defects (SCCED) merupakan penyakit mata yang berasal dari corneal ulcer yang tidak mengalami perbaikan dan timbulnya lapisan epitel

kita kepada sesama sesuai ajaran Yesus Kristus, dimana salah satu penjabarannya adalah terhadap seluruh ciptaan Allah sebagai sesama ciptaan. Alam atau lingkungan

Weber mengemukakan bahwa audit sistem informasi merupakan proses pengumpulan dan pengevaluasian bukti (evidence) untuk menentukan apakah sistem informasi dapat melindungi aset dan

Mengacu pada tugas dan fungsi Dinas Perhubungan, Komunikasi dan Informatika Kabupaten Jayawijaya, salah satunya melaksanakan urusan Pemerintah Daerah dalam menyusun

Saat ini ada jutaan orang Indonesia yang sudah memiliki perangkat seperti PDA, iPhone, Blackberry, serta jenis smart phone lainnya yang dapat digunakan untuk membaca ebook