• Tidak ada hasil yang ditemukan

PEMBAHASAN UMUM. Sedangkan kisaran suhu optimum untuk pertumbuhan kedelai 25 sampai 30 c

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "PEMBAHASAN UMUM. Sedangkan kisaran suhu optimum untuk pertumbuhan kedelai 25 sampai 30 c"

Copied!
9
0
0

Teks penuh

(1)

PEMBAHASAN UMUM

Aqroklimat Tatas

Hasil identifikasi dan interpretasi agroklimat ber- dasarkan pengamatan unsur-unsur iklim mulai tahun 1981 sampai dengan tahun 1990 menunjukkan bahwa Kebun Percobaan Unit Tatas dan sekitarnya tergolong dalam zona iklim C2 (Oldeman et dl., 1977; Oldeman et dl., 1980) dengan bulan

basah berturut-turut selama 6

-

7 bulan, bulan lembab 3 bulan dan bulan kering 2

-

3 bulan. Intensitas radiasi s u r y a y a n g merupakan.sumber energi bagi t a n a m a n juga merupakan faktor yang menentukan pertumbuhan dan hasil tanaman. Di Tatas intensitas radiasi surya terendah 317 cal.cm-2.hari-1 pada bulan Januari d a n tertinggi 426 cal.cm-2.hari-1 pada bulan J u l i (Tabel L a m p i r a n 6). Sedangkan kebutuhan minimum intensitas radiasi surya agar dapat menunjang pertumbuhan tanaman kedelai adalah 216 sampai 576 cal.~m-~.hari-' (Kassam, 1978; Sakamoto, and Shaw, 1967; Salisbury, and Ross, 1969).

Suhu udara d i Tatas terendah pada bulan Desember 2 5 . 6 O ~ dan tertinggi 2 7 . 1 ~ ~ pada bulan September (Tabel L a m p i r a n 7 ) . S e d a n g k a n k i s a r a n s u h u o p t i m u m u n t u k pertumbuhan kedelai 25 sampai 30°c (Brown, 1960; Kassam, 1978). Dengan demikian suhu udara di Tatas sesuai untuk pertumbuhan tanaman kedelai.

Berdasarkan keadaan jumlah dan agihan hujan serta ketersediaan air melalui air pasang dan juga keadaan unsur

(2)

ikl im lainnya maka dapat disimpulkan bahwa budidaya basah tanaman kedelai dapat dilaksanakan sepanjang tahun.

Pola Tanam Kedelai di Tatas

--

Iklim Indonesia sangat hangat dengan lama penyinaran yang relatif sama sepanjang tahun memberi peluang untuk tum-buhnya tanaman sepanjang tahun. Demikian juga halnya di Tatas berdasarkan hasil identifikasi dan interpretasi agroklimat yang telah dilaksanakan memungkinkan untuk penanaman kedelai sepanjang tahun.

D i daerah pasang surut pola tanam yang umum adalah Padi

-

Padi. Hal ini disebabkan pada lahan ini sepanjang tahun tergenang atau basah dimana tanaman padi t a h a n dengan keadaan ini. Dengan adanya budidaya basah tanaman kedelai, banyak peluang untuk memanfaatkan lahan ini untuk perluasan tanaman kedelai.

Untuk mengetahui pola tanam kedelai yang paling baik pada lahan ini dengan menerapkan budidaya basah tanaman kedelai telah diuji empat macam pola tanam. Pola tanam yang diuji yaitu (1) Kedelai basah

-

Kedelai basah, (2) Padi basah (sawah)

-

Kedelai basah, (3) Kedelai basah

-

Kedelai k e r i n g , d a n ( 4 ) Padi basah (sawah) - Kedelai kering

.

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa pola tanam berpengaruh nyata terhadap semua parameter tumbuh dan hqsil tanaman kedelai kecuali Nisbah Luas Daun Rata-rata.

(3)

Perbedaan di antara pola tanam di samping pola tanam yang berbeda juga pengaruh budidaya, dimana parameter turn- buh, komponen hasil dan hasil pada budidaya basah lebih tinggi daripada budidaya kering (konvensional) dengan pola tanam yang sama.

Pertumbuhan tanaman yang lebih baik pada pola tanam dengan budidaya basah menghasilkan daun yang lebih banyak dan luas, sehingga radiasi surya yang datang lebih banyak diserap tanaman. Di samping itu radiasi yang datang lebih banyak yang dipantulkan daripada diteruskan sehingga m e m u n g k i n k a n d i s e r a p k e m b a l i o l e h tanaman. M e n u r u t Monteith (1975) terperangkapnya sebagian radiasi surya disebabkan oleh pemantulan berganda antar dedaunan d a n bagian-bagian berdekatan.

Selanjutnya oleh Blad dan Baker (1972) dinyatakan bahwa albedo tanaman sangat dipengaruhi oleh luas per- mukaan yang ternaungi, terutama pada saat tanah dalam keadaan lembab. Tanah yang lembab akan menurunkan nilai albedo, ha1 ini kemungkinan salah satu sebab menurunkan laju asimilasi pada saat dimulai budidaya basah di samping akibat tanaman beraklimatisasi terhadap keadaan basah. Namun di lain pihak nilai albedo akan meningkat pula bila kelengasan daun meningkat. Hasil penelitian Simanungkalit

(1986) menunjukkan semakin tinggi kandungan air tanah d i i k u t i o l e h m e n i n g k a t n y a k e l e n g a s a n d a u n . D e n g a n demikian pada budidaya basah radiasi surya yang diserap

(4)

dan yang dipantulkan lebih banyak sehingga radiasi yang dimanfaatkan tanaman untuk fotosintesis lebih banyak.

Pertumbuhan dan hasil yang lebih baik pada budidaya b a s a h d i a k i b a t k a n dengan c a r a ini l i n g k u n g a n t u m b u h tanaman kedelai lebih baik. Hal ini sesuai dengan hasil penelitian Ponnamperuma (1972) dengan penggenangan pada tanah masam akan menaikkan pH (Gambar 1). Disamping itu dengan penggenangan pada tanah sulfat masam kemungkinan teroksidasinya pirit (FeS2) dapat dihindari. Hal ini disebabkan oleh keadaan basah terus menerus y a n g dapat menurunkan nilai potensial redoks pada k e a d a a n basah daripada keadaan kering.

Nilai potensial redoks yang diamati pada tiga tempat p e t a k p e r c o b a a n pada petak s a w a h , k e d e l a i b a s a h d a n kedelai kering (biasa) berturut-turut -90 mV, 185 mV, dan 310 mV. Hal ini menunjukkan bahwa redoks potensial pada budidaya basah lebih rendah bila dibandingkan d e n g a n budidaya kering. Menurut De Datta (1986) penurunan nilai r e d o k s potensial akan meningkatkan k e l a r u t a n fosfor. Dengan demikian keracunan Aluminium dapat ditekan atau dihindari sehingga unsur P menjadi lebih tersedia demikian

jugs unsur-unsur hara lainnya (Tabel 2 3 ) . Hal ini sesuai dengan hasil penelitian Gulamahdi (1990) yang menyatakan bahwa pemupukan fosfor pada budidaya basah tanaman kedelai tidak mempengaruhi kendungan P dan K daun.

(5)

P e r t u m b u h a n y a n g b e r b e d a a n t a r p o l a t a n a m d a n budidaya dapat kita lihat pada bobot kering. Bobot kering tanaman pada budidaya basah dengan pola tanam yang sama 39.4 persen lebih tinggi daripada budidaya kering pada umur 6 MST d i rumah kaca (Tabel 8) dan 32.6 persen d i lapangan (Tabel 31). Menurut Hunter et al. (1980) dengan

permukaan 15 cm di bawah permukaan tanah bobot kering

tanaman 37 persen lebih tinggi daripada cara konvensional pada umur 3 minggu setelah budidaya basah dimulai (5 MST).

Hasil tertinggi per hektar diperoleh berturut-turut pada pola tanam Kedelai basah

-

Kedelai basah (1.135 ton ha-')

,

Padi basah (sawah)

-

Kedelai basah (1.068 ton ha-')

,

Kedelai basah

-

Kedelai kering (0.810 ton ha-')

,

dan Padi basah (sawah)

-

Kedelai kering (0.765 ton ha-')

(Tabel 40).

Bila kita bandingkan hasil kedelai budidaya basah dengan budidaya kering dapat kita lihat bahwa dengan budi- daya basah kenaikan hasil 79.8 persen di rumah kaca (Tabel

18) dan 39 - 1 persen di lapangan (Tabel 40) dibandingkan dengan budidaya kering (konvensional). Hasil penelitian Nathanson et dl. (1984) di rumah kaca memperoleh kenaikan

hasil 65

-

7 1 persen dibandingkan dengan budidaya konven- sional.

Kemudian dari hasil penelitian ini menunujukkan bahwa penerapan budidaya basah tanaman kedelai pada tanah sulfat masam memungkinkan perluasan areal penanaman kedelai pada

(6)

tanah ini sekaligus menghindari teroksidasinya pirit (FeS2) yang merupakan kendala dalam pengelolaan tanah ini. Untuk memperkuat kajian pola tanam telah dilakukan analisis usahatani dengan menggunakan analisis imbangan penerimaan dan biaya atau Return Cost Ratio (R/C). Hasil perhitungan R/C ratio (Tabel 41) menunjukkan bahwa R/C t e r t i n g g i d i p e r o l e h pada pola t a n a m K e d e l a i b a s a h

-

K e d e l a i b a s a h (1.28), d i i k u t i pola tanam P a d i b a s a h

(sawah)

-

Kedelai basah (1.23) selanjutnya Kedelai basah

-

K e d e l a i k e r i n g (1.07) k e m u d i a n P a d i basah ( s a w a h )

-

Kedelai kering (1.01).

Dengan demikian budidaya basah tanaman kedelai secara teknis memungkinkan dan secara ekonomis menguntungkan u n t u k d i t e r a p k a n p a d a t a n a h s u l f a t m a s a m s e k a l i g u s menghindari teroksidasinya pirit (FeS2).

Penqaruh Tinqkat Pemberian Kavur

Pengapuran merupakan salah satu cara untuk mengurangi bahkan meniadakan kendala-kendala tanah masam. Pengaruh k i m i a d a r i p e n g a p u r a n a d a l a h meningkatnya pH t a n a h . Dengan meningkatnya pH tanah maka ketersediaan unsur Ca, Mg dan P bertambah, sedangkan kelarutan unsur Al, Fe dan Mn yang dapat meracuni tanaman menjadi berkurang (Lyon et

al., 1952). Maas, Moore dan Mason (1968) telah meneliti

p e n g a r u h p e m b e r i a n k a l s i u m d a n m a g n e s i u m t e r h a d a p penyerapan K dan Mn pada tanaman barley. Didapatkan bahwa

(7)

peningkatan konsentrasi Ca dan Mg menyebabkan penyerapan K oleh tanaman meningkat sedangkan penyerapan Mn berkurang.

Bakteri dan aktinomisetes akan sangat berkurang akti- vitasnya bila pH tanah lebih rendah dari 5.5. Aktivitas mikroorganisme ini meningkat bila pH tanah meningkat, dan ini dapat dicapai dengan melakukan pengapuran (Soepardi, 1974). Proses nitrifikasi d a n fiksasi nitrogen o l e h bakteri hanya dapat berjalan dengan baik pada pH tanah di atas 5 . 5 (Lyon et al

.

,

1952)

.

Pengapuran dapat memperbaiki struktur tanah dan me- rangsang granulasi, sehingga aerasi tanah menjadi lebih baik (Donahue, 1970) dan ini merupakan pengaruh fisik yang ditimbulkan oleh pengapuran dalam tanah.

Empat tingkat pemberian kapur telah diuji dalam pe- nelitian ini yaitu: (1) 1.8 ton ha-', (2) 3.6 ton ha-', 5.4 t o n ha-', d a n 7 - 2 t o n ha-'. P e r b e d a a n t i n g k a t pemberian kapur berpengaruh nyata terhadap semua parameter tumbuh dan hasil tanaman kedelai. Pengaruh pemberian kapur yang nyata secara statistik terhadap pertumbuhan dan hasil tanaman kedelai disebabkan dengan pemberian kapur kelarutan aluminium dalam tanah berkurang (Tabel 22) dengan demikian pengaruh langsung (keracunan aluminium; d a p a t d i k u r a n g i s e h i n g g a p e r t u m b u h a n t a n a m a n d a p a t diperbaiki. Demikian juga ketersediaan hara meningkat karena dengan pemberian kapur pH tanah meningkat (Tabel 21). Ignatiff dan Page (1958) menyatakan bahwa dengan

(8)
(9)

dengan dosis kapur 7 . 2 ton ha-' pada budidaya basah menunjukkan dengan budidaya basah hasil kedelai dapat ditingkatkan.

Di lokasi Unit Tatas sebagian tanah sudah mengalami kerusakan (terangkatnya pirit) sehingga kemasaman tinggi. Di samping itu kualitas air d i lokasi ini lebih jelek dibandingkan dengan lokasi lainnya (Tabunganen) (Tabel 26) sehingga kemasaman tinggi dan ketersediaan hara rendah. Dengan demikian pada budidaya basah di lokasi ini masih memerlukan pengapuran namun keperluannya lebih rendah dibandingkan dengan budidaya biasa (kering). Dari hasil penelitian ini dapat kita lihat bahwa dengan budidaya basah pemberian kapur dapat dikurangi. Hasil biji pada budidaya basah dengan pemberian kapur 3.6 ton ha-' setara dengan hasil biji pada budidaya kering dengan dosis kapur 7.2 ton ha-' dengan pola tanam yang sama. Ponnamperuma

(1972) menyatakan bahwa dengan penggenangan pH tanah masam dapat dinaikkan, dengan demikian kebutuhan kapur untuk menaikkan pH tanah yang digenangi dapat dikurangi.

Referensi

Dokumen terkait

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui tingkat salinitas garam dan spesies Glomus (mikoriza) yang sesuai pada tanaman kedelai sehingga beradaptasi dengan baik di lahan

Tinggi tanaman kedelai yang diinokulasikan S. rolfsii pada media tanam dengan benih terenkapsulasi Trichoderma sp. rolfsii dengan enkapsulasi Trichoderma sp. 31.. Bobot

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh jumlah benih per lubang tanam terhadap pertumbuhan dan hasil tanaman kedelai.. Hasil dari penelitian ini

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui potensi Crotalaria juncea sebagai tanaman penghalang penekan populasi ulat grayak pada kedelai dengan beberapa pola tanam dan

digunakan pada budidaya tanaman sawi hijau di musim tanam kedua untuk mengetahui pengaruh residu pupuk kandang dan residu tanaman jagung serta kedelai terhadap

Kajuan Pertumbuhan dan Hasil Tanaman Dalam Sistem Tumpang Sari Jagung Dengan Empat Kultivar Kedelai Pada Berbagai Waktu Tanam.. Jurnal Ilmu-Ilmu

Jenis lahan tanam, tanaman kedelai dapat ditanam pada tanah kering (tegalan )dan tanah persawahan (lahan sawah), waktu yang baik untuk pengolahan tanah ditanah

Perlakuan jarak tanam 40 x 30 cm 2 pada kedelai merupakan jarak tanam yang cukup baik terhadap pertumbuhan dan produksi tanaman kedelai dan tanaman jagung