• Tidak ada hasil yang ditemukan

KEANEKARAGAMAN LUMUT KERAK TIGA TAMAN KOTA DI JAKARTA SELATAN SEBAGAI BIOINDIKATOR PENCEMARAN UDARA ADINDA PRYANKA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "KEANEKARAGAMAN LUMUT KERAK TIGA TAMAN KOTA DI JAKARTA SELATAN SEBAGAI BIOINDIKATOR PENCEMARAN UDARA ADINDA PRYANKA"

Copied!
39
0
0

Teks penuh

(1)

KEANEKARAGAMAN LUMUT KERAK TIGA TAMAN KOTA

DI JAKARTA SELATAN SEBAGAI BIOINDIKATOR

PENCEMARAN UDARA

ADINDA PRYANKA

DEPARTEMEN KONSERVASI SUMBERDAYA HUTAN DAN EKOWISATA FAKULTAS KEHUTANAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

(2)
(3)

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN

SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Keanekaragaman Lumut Kerak Tiga Taman di Kota Jakarta Selatan Sebagai Bioindikator Pencemaran Udara adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

Bogor, Oktober 2014 Adinda Pryanka NIM E34100019

(4)

ABSTRAK

ADINDA PRYANKA. Keanekaragaman Lumut Kerak Tiga Taman di Kota Jakarta Selatan sebagai Bioindikator Pencemaran Udara. Dibimbing oleh ENDES N DACHLAN dan ELIS NINA HERLIYANA.

Lumut kerak merupakan organisme yang dapat mengabsorpsi polutan udara namun tidak mampu mengembalikannya kembali ke lingkungan sekitarnya, sehingga polutan udara terakumulasi dan merubah fisiologisnya. Kondisi tersebut menjadikan lumut kerak dapat dijadikan sebagai bioindikator pencemaran udara. Tujuan penelitian ini yaitu untuk mengukur keanekaragaman lumut kerak dan melihat hubungannya dengan karakteristik lingkungan (suhu, kelembapan, SO2,

NO2 dan TSP) di tiga taman kota di Jakarta Selatan. Penelitian dilaksanakan pada

bulan Maret hingga April 2014. Taman Kota Martha Tiahahu mewakili peruntukan pusat kegiatan sosial ekonomi. Taman Kota Ayodya mewakili peruntukan rekreasi, dan Taman Kota Gandaria Tengah mewakili peruntukan pemukiman. Hasil penelitian menunjukkan bahwa nilai indeks keanekaragaman lumut kerak ketiga taman kota berturut-turut semakin rendah yaitu Martha Tiahahu (1.23), Gandaria Tengah (1.17) dan Ayodya (0.57). Dominasi pohon dengan keliling batang yang besar di Martha Tiahahu diduga menjadi faktor utama tingginya nilai indeks keanekaragaman di taman tersebut. Dari lima karakteristik lingkungan, hanya kelembapan yang memiliki hubungan linier (berbanding lurus) terhadap keanekaragaman lumut kerak.

Kata kunci: keanekaragaman, kualitas udara, lumut kerak

ABSTRACT

ADINDA PRYANKA. Diversity of Lichens’ Three City Parks at South Jakarta as Bioindicators of Air Pollution. Supervised by ENDES N DACHLAN dan ELIS NINA HERLIYANA.

Lichen is an organism that afford to absorb air pollutants but can’t return it back into the surrounding environment, so the air pollutants accumulate and affect physiology. Those conditions make lichens can be used as bioindicators of air pollution. This study’s purpose is to measure the diversity of lichens and see its relationship with environmental characteristics (temperature, humidity, SO2, NO2

and TSP) in three city parks at South Jakarta. The study was conducted in March to April 2014. Martha Tiahahu City Park represents the center of socio-economic activity. Ayodya City Park represents recreation and Gandaria Tengah City Park represents residential designation. The result showed that the value of lichens’ diversity index from the highest value is Martha Tiahahu (1.23), Gandaria Tengah (1.17) and Ayodya (0.57). The large trees dominance at Martha Tiahahu is the major factor of the high value in city park’s diversity index. Moisture is the only one of environment’s character that has a linear relationship (proportional) to the lichens’ diversity.

(5)

Skripsi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kehutanan

pada

Departemen Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata

KEANEKARAGAMAN LUMUT KERAK TIGA TAMAN KOTA

DI JAKARTA SELATAN SEBAGAI BIOINDIKATOR

PENCEMARAN UDARA

ADINDA PRYANKA

DEPARTEMEN KONSERVASI SUMBERDAYA HUTAN DAN EKOWISATA FAKULTAS KEHUTANAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

(6)
(7)

Judul Skripsi : Keanekaragaman Lumut Kerak Tiga Taman Kota di Jakarta Selatan Sebagai Bioindikator Pencemaran Udara

Nama : Adinda Pryanka

NIM : E34100019

Disetujui oleh

Dr Ir Endes N Dachlan, MS Pembimbing I

Dr Ir Elis Nina Herliyana, MSi Pembimbing II

Diketahui oleh

Prof Dr Ir Sambas Basuni, MS Ketua Departemen

(8)

PRAKATA

Puji syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah swt., atas segala rahmat dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan judul “Keanekaragaman Lumut Kerak Tiga Taman Kota di Jakarta Selatan Sebagai Bioindikator Pencemaran Udara”.

Ucapan terima kasih penulis sampaikan kepada Dr Ir Endes N Dachlan, MS dan Dr Ir Elis Nina Herliyana, MSi selaku dosen pembimbing yang telah memberikan bimbingan, nasehat dan semangatnya kepada penulis. Selain itu, penulis menyampaikan penghargaan kepada Dinas Pertamanan dan Pemakaman Kotamadya Jakarta Selatan atas izin penggunaan tiga taman kota sebagai lokasi penelitian penulis. Ucapan terima kasih juga penulis sampaikan kepada bunda, ayah dan kakak saya serta Bangkit Maulana atas bantuan, dukungan dan keikhlasannya dalam doa yang diberikan kepada penulis. Keluarga KSHE 47 (Nepenthes Rafflesiana 47), Keluarga besar HIMAKOVA, Arizka Mufida, Amalia Chairunnisa, Oktania Kusuma, Rahmi Nur Khairiah, Ade Surahman, Dimaz Danang Al-Reza, Rudi H Hutajulu atas motivasi, bantuan dan kebersamaannya selama ini, serta seluruh dosen dan staf pengajar, staf tata usaha, laboran, mamang dan bibi di Departemen Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata dan Fakultas Kehutanan IPB yang telah membantu dan memberikan ilmu pengetahuan.

Penulis berharap skripsi ini dapat bermanfaat.

Bogor, Oktober 2014 Adinda Pryanka

(9)

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL vii

DAFTAR GAMBAR vii

DAFTAR LAMPIRAN vii

PENDAHULUAN 1

Latar Belakang 1

Tujuan Penelitian 2

Manfaat Penelitian 2

METODE 2

Lokasi dan Waktu 2

Kondisi Umum Lokasi Penelitian 2

Jenis Data 4

Prosedur Pengumpulan Data 4

Analisis Data 5

HASIL DAN PEMBAHASAN 6

Karakteristik Lingkungan 6

Kekayaan Jenis Lumut Kerak 8

Hubungan Karakteristik Lingkungan terhadap Keanekaragaman Lumut

Kerak 13

SIMPULAN DAN SARAN 14

Simpulan 14

Saran 15

DAFTAR PUSTAKA 15

(10)

DAFTAR TABEL

1 Alat dan bahan yang digunakan saat penelitian 4

2 Suhu dan kelembapan harian rata-rata di tiga taman kota 7

3 Kualitas udara di tiga taman kota 8

4 Jenis lumut kerak di tiga taman kota 9

5 Kekayaan jenis lumut kerak yang ditemukan 10

6 Nilai keanekaragaman jenis lumut kerak 11

7 Kekayaan jenis pohon substrat 12

8 Frekuensi perjumpaan jenis lumut kerak 13

DAFTAR GAMBAR

1 Kotamadya Jakarta Selatan 3

2 Vegetasi yang rapat di Taman Kota Gandaria Tengah 7 3 Taman Kota Ayodya di kawasan padat transportasi 8

4 Graphis sp (Crustose) 9

5 Parmeliaceae (Foliose) 9

6 Kondisi pepohonan di Taman Kota Martha Tiahahu 11

DAFTAR LAMPIRAN

1 Baku mutu udara ambien nasional (PP No. 41 Tahun 1999) 18

2 Suhu dan kelembapan di tiga taman kota 21

3 Hasil analisa kualitas udara 22

4 Dokumentasi lumut kerak yang ditemukan 26

(11)

1

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Kota merupakan pusat berbagai aktivitas manusia dan tempat konsentrasi penduduk yang terus mengalami perkembangan dari waktu ke waktu. Sebuah kota mempunyai fungsi majemuk, dapat sebagai pusat populasi, perdagangan, pemerintahan industri maupun pusat budaya dari suatu wilayah (Irwan 1997). Kota Jakarta Selatan merupakan salah satu wilayah administratif DKI Jakarta dengan luasan mencapai 141.37 km2 (BPS Kota Administrasi Jakarta Selatan 2012). DKI Jakarta sebagai ibukota negara Republik Indonesia telah menjadi pusat kegiatan negara dalam segala bidang, meliputi ekonomi, perdagangan, pendidikan dan pembangunan, termasuk juga di Kota Jakarta Selatan.

Pembangunan yang ada dapat menimbulkan berbagai dampak negatif di Kota Jakarta Selatan, salah satunya yaitu penurunan kualitas lingkungan berupa pencemaran udara. Pencemaran udara adalah masuknya atau dimasukkannya zat, energi dan/atau komponen lain ke dalam udara ambien oleh kegiatan manusia, sehingga melampaui baku mutu udara yang telah ditetapkan (Peraturan Menteri Lingkungan Hidup No 12 Tahun 2010). Zat, energi dan/atau komponen lain tersebut disebut polutan. Polutan yang terlalu banyak akan menyebabkan kerusakan pada lingkungan di sekitarnya dan dapat mengganggu kelangsungan hidup manusia, hewan dan tumbuhan.

Pemantauan kualitas udara ambien di Indonesia telah dilakukan dengan berbagai cara, seperti pengoperasian jaringan pemantau berkelanjutan otomatis di sepuluh kota sejak tahun 2000 yang memantau konsentrasi CO (karbon monoksida), SO2 (sulfur dioksida), NOx (nitrogen oksida), O3 (ozon) dan debu

PM10 (particulate matter) (BAPPENAS 2006). Berdasarkan Departemen

Kesehatan (2005), CO memiliki potensi bersifat racun yang berbahaya karena mampu membentuk ikatan yang kuat dengan pigmen darah yaitu hemoglobin, sehingga berpengaruh terhadap peredaran oksigen ke seluruh tubuh. Sementara itu, polutan SO2 dengan kadar 8 hingga 12 ppm dapat berdampak pada iritasi

sistem pernafasan dan kandungan ozon dengan kadar 0.3 ppm menimbulkan iritasi pada hidung serta tenggorokan. Di udara ambien yang normal, NO dapat mengalami oksidasi menjadi NO2 yang bersifat racun terutama terhadap paru.

Pada umumnya, manusia akan mengalami sulit bernafas apabila menghirup udara yang mengandung NO2 dengan kadar 5 ppm selama 10 menit. Partikulat debu

yang melayang dan berterbangan dibawa angin akan menyebabkan iritasi pada mata dan dapat menghalangi daya tembus pandang mata.

Pengoperasian jaringan pemantau yang dilakukan secara berkelanjutan membutuhkan biaya operasional yang mahal, selain itu besar kemungkinan terjadi kerusakan yang berdampak terhadap kehilangan data (Estrabou et al. 2011). Oleh karena itu, dibutuhkan cara lain yang lebih sederhana namun tetap efektif. Sistem pemantauan dengan menggunakan respons biologi atau biomonitoring merupakan salah satu alternatif dalam pemantauan kualitas udara. Lumut kerak atau lichen merupakan organisme epifit, yaitu organisme yang hidup dengan menempel tanpa mengambil makanan dari inangnya (Aryulina 2007). Hampir seluruh penelitian

(12)

2

menggunakan lumut kerak sebagai bioindikator pencemaran udara khususnya di Amerika dan Eropa (O-H et al. 2005). Menurut Kricke dan Loppi (2002), pemetaan keanekaragaman jenis lumut kerak telah menjadi suatu hal yang rutin dilakukan di beberapa negara sejak keberadaannya memberikan indikasi dampak biologis polusi udara.

Kajian mengenai lumut kerak sebagai bioindikator pencemaran udara di Indonesia masih terbatas, termasuk di Jakarta Selatan. Beberapa peneliti diantaranya yaitu Soedaryanto et al. (1992)di Denpasar, Pratiwi (2006) di Pulo Gadung, Cibubur dan Kampus IPB Bogor serta Istam (2007) di Kebun Raya Bogor dan Hutan Kota Manggala Wana Bhakti. Terbatasnya kajian mengenai lumut kerak menyebabkan perlu adanya peningkatan jumlah penelitian terkait hal tersebut. Penelitian ini akan mengkaji keberadaan lumut kerak di tiga taman kota di Jakarta Selatan yaitu Taman Kota Gandaria Tengah, Taman Kota Ayodya dan Taman Kota Martha Tiahahu, sebagai daerah yang diduga relatif tercemar dan tidak tercemar.

Tujuan Penelitian

Mengukur keanekaragaman lumut kerak serta mengidentifikasi hubungannya terhadap karakteristik lingkungan di lokasi tertentu dengan kualitas udara yang diduga berbeda. Lokasi tersebut yaitu tiga taman kota di Jakarta Selatan, Taman Kota Gandaria Tengah, Taman Kota Ayodya dan Taman Kota Martha Tiahahu, dalam peranannya sebagai bioindikator pencemaran udara.

Manfaat Penelitian

Hasil penelitian dapat dijadikan sebagai informasi penunjang dalam pengembangan ilmu terkait lumut kerak sebagai bioindikator pencemaran udara serta bahan pertimbangan dalam penentuan kebijakan lingkungan di masa mendatang.

METODE

Lokasi dan Waktu

Pengambilan data dilakukan di tiga taman kota di Jakarta Selatan dengan kualitas udara yang diduga berbeda, yaitu Taman Kota Gandaria Tengah, Taman Kota Martha Tiahahu dan Taman Kota Ayodya. Pengambilan data dilaksanakan dari bulan Maret sampai dengan April 2014.

Kondisi Umum Lokasi Penelitian

Jakarta Selatan terletak pada 106°22’42” Bujur Timur (BT) sampai dengan 106°58’18” BT, dan 5°19’12” Lintang Selatan (LS). Luas Wilayah sesuai dengan Keputusan Gubernur KDKI Nomor 1815 tahun 1989 adalah 141.37 km2 atau 22.41% dari luas DKI Jakarta. Terbagi menjadi 10 kecamatan dan 65 kelurahan. Secara geografis wilayah Jakarta Selatan memiliki batas-batas wilayah meliputi:

(13)

3 - Sebelah utara berbatasan dengan Kotamadya Jakarta Barat dan Kota Jakarta

Pusat

- Sebelah timur berbatasan dengan Kotamadya Jakarta Timur

- Sebelah selatan berbatasan dengan Kota Depok Propinsi Jawa Barat - Sebelah barat berbatasan dengan Kota Tangerang Propinsi Banten (2

Sumber : Dinas Pekerjaan Umum (2012) Keterangan : : Lokasi Penelitian

Jakarta Selatan beriklim panas dengan suhu rata-rata pertahun 27°C dengan tingkat kelembapan berkisar antara 80-90%. Penggunaan tanah di wilayah Kota Jakarta Selatan yaitu 71.56% untuk perusahan, 12.06% perkantoran, 1.62% perindustrian, 1.31% untuk taman, 1.04% merupakan lahan tidur, 10.48% untuk kawasan perekonomian dan 1.93% untuk lahan pertanian.

Taman Kota Martha Tiahahu merupakan salah satu taman terluas di Jakarta Selatan, dengan luas 20.960 m2. Taman ini terletak di sekitar pusat perbelanjaan dan terminal bus Blok M (Diskominfomas Pemprov DKI Jakarta 2009). Taman Kota Gandaria Tengah terletak di sekitar perumahan Kebayoran Baru dengan

(14)

4

luasan 1.716 m2 (Dinas Pertamanan dan Pemakaman DKI Jakarta). Taman Kota Ayodya adalah salah satu taman kota yang baru diresmikan oleh Pemerintah Provinsi DKI Jakarta dengan luas 7.500 m2. Taman yang terletak di kawasan Barito ini menjadi tempat rekreasi yang sering dikunjungi masyarakat DKI Jakarta.

Alat dan Bahan

Peralatan yang digunakan pada penelitian ini terdiri atas dua bagian, yaitu alat yang digunakan untuk pengambilan sampel talus lumut kerak dan pengambilan sampel udara (Tabel 1).

Tabel 1 Alat dan bahan yang digunakan saat penelitian

No Nama Fungsi

1. Meteran Mengukur keliling batang pohon 2. Amplop Menyimpan sampel lumut kerak

3. Cutter Mengambil sampel lumut kerak

4. Termometer bola basah dan bola kering Mengukur suhu (oC) dan kelembapan udara (%)

5. Imvinger dan dust sampler Mengukur kualitas udara

6. Generator listrik dan kabel roll Sumber listrik 7. Alat tulis dan tally sheet Mencatat hasil

8. Kamera Dokumentasi

Pemilihan Lokasi Pengukuran di Lapangan

Ketiga taman kota yang menjadi lokasi penelitian mewakili berbagai lokasi dengan peruntukan dan kualitas udara yang diduga berbeda. Taman Kota Gandaria Tengah mewakili taman kota peruntukan pemukiman, Taman Martha Tiahahu mewakili peruntukan pusat kegiatan sosial ekonomi dan Taman Ayodya mewakili peruntukan wisata yang berada di kawasan padat transportasi.

Jenis Data

Data faktor biotik yang diperoleh meliputi seluruh jenis pohon, keliling pohon yang menjadi pohon substrat lumut kerak, jenis lumut kerak yang ditemukan beserta jumlah individu setiap jenisnya, sedangkan faktor abiotik meliputi suhu dan kelembapan. Parameter yang digunakan untuk pengambilan data kualitas udara yaitu NO2, CO2, SO2, dan TSP. Keempat parameter tersebut

merupakan kandungan polutan udara yang menjadi fokus perhatian di beberapa kota besar, termasuk DKI Jakarta.

Prosedur Pengumpulan Data Pengambilan Data Suhu dan Sampel Udara

Pengambilan data suhu dan kelembapan dilakukan sebanyak tiga kali dalam sehari (08.00, 13.00 dan 17.00 WIB) pada masing-masing lokasi penelitian. Pengukuran dilakukan dengan pengulangan tiga kali, yaitu pada hari Kamis (27

(15)

5 Maret 2014), Jumat (18 April 2014) dan Minggu (20 April 2014). Pengukuran kandungan polutan udara (NO2, CO2, SO2, dan TSP) dilakukan pada hari Sabtu

tanggal 26 April 2014 dengan menggunakan impvinger dan dust sampler. Pengambilan Sampel Talus Lumut Kerak

Pengambilan sampel talus lumut kerak diawali dengan melakukan inventarisasi pohon substrat lumut kerak, kemudian melakukan pengamatan secara makroskopik dengan melihat ciri-ciri talus lumut kerak secara langsung pada tiap pohon. Pengamatan dimulai dari dasar pohon sampai ketinggian ±150 cm (Asta et al. 2002).

Analisis Data Indeks Keanekaragaman Jenis (H’)

Keanekaragaman jenis lumut kerak yang terdapat pada tiga lokasi pengamatan ditentukan dengan menggunakan indeks keanekaragaman Shannon– Wiener (H’) dengan rumus :

H’= -∑pi ln pi; pi = Keterangan :

H’ = Indeks keanekaragaman Shannon-Wiener ni = Jumlah individu setiap jenis

N = Jumlah individu seluruh jenis pi = Kelimpahan setiap jenis

Nilai indeks keanekaragaman yang didapatkan akan menjadi perbandingan untuk mengetahui tingkat keanekaragaman jenis lumut kerak antar taman kota. Frekuensi Perjumpaan Lumut Kerak

Perjumpaan lumut kerak digunakan untuk mengukur penyebaran jenis lumut kerak. Rumus yang digunakan dalam analisis frekuensi perjumpaan lumut kerak yaitu:

rekuensi er umpaan =

umlah individu pohon ditemukan suatu enis lumut kerak

umlah seluruh individu

Suhu Udara Harian Rata-rata

Rumus yang digunakan untuk menghitung suhu udara harian adalah: uhu udara (T)=(2xT pagi) (T siang) (T sore)

Kelembapan Udara Harian Rata-rata

Rumus yang digunakan untuk menghitung kelembapan udara harian adalah: Kelembapan dara (K )=(2xK pagi) (K siang) (K sore)

(16)

6

Kandungan Udara Ambien

Data kandungan polutan udara yang didapatkan kemudian dianalisis di Laboratorium PPLH IPB (Pusat Penelitian Lingkungan Hidup Institut Pertanian Bogor). Hasil analisis dibandingkan dengan baku mutu udara ambien nasional yang terdapat di Peraturan Pemerintah No. 41 Tahun 1999 mengenai Pengendalian Pencemaran Udara.

Identifikasi Jenis Lumut Kerak

Sampel lumut kerak yang telah diambil dimasukkan ke dalam amplop. Setiap jenis yang diduga berbeda diletakkan di amplop yang berbeda. Sampel diidentifikasi di Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Pusat Penelitian Biologi, Cibinong.

Hubungan Karakteristik Lingkungan dengan Keanekaragaman Lumut Kerak

Hubungan antara peubah tidak bebas (keanekaragaman lumut kerak) dengan peubah bebas (karakteristik lingkungan) dijelaskan menggunakan analisis regresi. Karakteristik lingkungan meliputi suhu, kelembapan dan parameter kualitas udara. Hubungan kedua peubah dianalisis melalui persamaan menurut Walpole (1982), yaitu sebagai berikut:

y= a + bx Keterangan:

y= peubah tak bebas a= konstanta

b= koefisien regresi peubah bebas x= peubah bebas

HASIL DAN PEMBAHASAN

Karakteristik Lingkungan

Jakarta sebagai kota yang memiliki suhu udara harian rata-rata 28°C atau lebih dimasukkan ke dalam kategori tropis (Karyono 2001). Menurut Sukawi (2008), kota tropis memerlukan banyak ruang terbuka hijau untuk membantu menurunkan suhu kota, salah satunya yaitu taman kota. Taman kota adalah kawasan yang ditanam dan ditata sedemikian rupa, baik sebagian maupun semuanya hasil rekayasa manusia untuk mendapatkan komposisi tertentu yang indah (Dachlan 2013).

Suhu dan Kelembapan

Suhu dan kelembapan harian rata-rata di tiga taman kota disajikan dalam Tabel 2. Taman Gandaria Tengah memiliki suhu harian rata-rata yang paling rendah dan kelembapan yang paling tinggi. Vegetasi yang rapat dan luas taman yang hanya berukuran 0,1 ha (Gambar 2) menyebabkan tanaman mampu menyerap energi sinar matahari yang datang lebih banyak dan meningkatkan

(17)

7 kemampuan menyerap CO2 dari aktivitas penduduk ataupun dari kendaraan

bermotor sehingga suhu udara tetap rendah (Prasetyo 2012).

Tabel 2 Suhu dan kelembapan harian rata-rata di tiga taman kota Taman Kota Suhu harian rata-rata

(0C)

Kelembapan udara harian rata-rata (%) Martha Tiahahu Ayodya Gandaria Tengah 31.1 ± 0.23 31.9 ± 0.26 29 ± 0.00 73.1 ± 3.89 64.5 ± 3.11 87 ± 0.00

Gambar 2 Vegetasi yang rapat di Taman Kota Gandaria Tengah

Berdasarkan faktor suhu, ketiga taman kota tersebut merupakan lokasi yang sesuai dalam mendukung pertumbuhan lumut kerak. Berdasarkan Gauslaa dan Solhaug (1998), suhu optimal bagi pertumbuhan lumut kerak yaitu kurang dari 40°C. Suhu 45°C dapat merusak klorofil pada lumut kerak sehingga aktivitas fotosintesis dapat terganggu.

Kualitas Udara

Berdasarkan analisa data yang dilakukan di laboratorium PPLH IPB, didapatkan nilai kandungan polutan udara di tiga taman kota yang disajikan pada Tabel 3. Pengambilan sampel udara ambien dilakukan pada hari yang sama di ketiga lokasi penelitian. Pengukuran nilai kandungan sampel udara ambien dengan parameter NO2, SO2, TSP dan CO2 masih jauh lebih rendah di bawah

ambang batas baku mutu udara menurut Peraturan Pemerintah No 41 Tahun 1999.

(18)

8

Tabel 3 Kualitas udara di tiga taman kota

Parameter

Taman kota Peraturan

Pemerintah No 41 Tahun 1999 Martha Tiahahu Ayodya Gandaria Tengah Nitrogen dioksida (NO2) (µg/Nm3/Jam) 3 14 7 400 (µg/Nm3/Jam) Sulfur dioksida (SO2)

(µg/Nm3/Jam) 8 12 9 900 (µg/Nm3/Jam) TSP (Debu) (µg/Nm3) 23 27 5 230 (µg/Nm3) Karbon dioksida (CO2) (µg/Nm3) < 0,81 < 0,81 < 0,81 -

Taman Ayodya memiliki kandungan SO2, NO2 dan TSP yang paling tinggi

sebab lokasinya yang berada di daerah padat transportasi (Gambar 3). Pembakaran bahan bakar dalam kendaraan bermotor merupakan salah satu sumber utama NO2,

Total Suspended Particulate (BPLHD Jawa Barat 2009) dan SO2 (Sutanto dan

Ani 2011). Perbedaan kandungan SO2 di ketiga taman tidak berbeda signifikan

berbeda dengan kandungan NO2. Menurut Hultengrens et al. (2004), kawasan

perkotaan (urban area) memiliki perbedaan kandungan SO2 yang tidak signifikan

dengan kawasan pedesaan (rural area) di sekitarnya, berbeda halnya dengan kandungan NO2 dan kontaminan lainnya yang berbeda signifikan.

Gambar 3 Taman Kota Ayodya yang terletak di kawasan padat transportasi Kekayaan Jenis Lumut Kerak

Lumut kerak merupakan organisme yang dapat mengabsorpsi polutan udara namun tidak mampu mengembalikannya kembali ke lingkungan sekitarnya, sehingga polutan udara terakumulasi dan merubah fisiologisnya. Kondisi tersebut menjadikan lumut kerak dapat dijadikan sebagai bioindikator pencemaran udara. Menurut Campbell (2003), lumut kerak adalah asosiasi simbiotik yang tersusun atas berjuta-juta mikroorganisme fotosintetik (fotobion) yang bersatu dalam

(19)

9 jaringan hifa fungi (mikobion). Lumut kerak mengabsorpsi air secara langsung dari atmosfer melalui permukaan talusnya, bersamaan dengan kontaminan lainnya.

Berdasarkan hasil pengamatan di tiga taman kota didapatkan 19 jenis lumut kerak. Dari 19 jenis tersebut, hanya lima jenis yang dapat diidentifikasi (Tabel 4). Hampir 95% dari jenis lumut kerak yang ditemukan memiliki tipe talus Crustose (Gambar 4). Tipe talus Crustose merekat kuat pada substratnya sehingga tidak mudah dilepas, berbeda halnya dengan Foliose (Gambar 5) yang menyerupai daun dan mudah dilepas.

Tabel 4 Jenis lumut kerak di tiga taman kota

No Kode jenis Jenis lumut kerak Tipe morfologi talus

Lokasi Taman Kota Martha Tiahahu Ayodya Gandaria Tengah 1 A Graphis sp. Crustose v v v 2 B Parmeliaceae Foliose v v v 3 C Chiodecton sp. Crustose v v v 4 D - Crustose - v - 5 E - Crustose v v - 6 F - Crustose v v - 7 G - Crustose v v - 8 H Fissurina sp. Crustose - v - 9 I - Crustose - v - 10 J - Crustose v v - 11 K - Crustose - v - 12 K’ - Crustose v - v 13 M - Crustose v - v 14 N Lepraria sp. Crustose - - v 15 P - Crustose v - - 16 Q - Crustose v - - 17 R - Crustose v - - 18 X - Crustose - v - 19 X’ - Crustose v - v Keterangan : v : ditemui

(20)

10

Taman Kota Martha Tiahahu merupakan taman yang memiliki jumlah individu lumut kerak paling melimpah (Tabel 5). Menurut Juriado et al. (2003) dalam Pinokiyo et al. (2008), jenis pohon yang lebih beragam menjadi faktor utama melimpahnya lumut kerak. Pohon yang menjadi substrat lumut kerak di Taman Kota Martha Tiahahu, mencapai 26 jenis sedangkan di Taman Kota Ayodya hanya 19 jenis dan Taman Kota Gandaria Tengah sebanyak 17 jenis.

Tabel 5 Kekayaan jenis lumut kerak yang ditemukan di tiga taman kota

Jenis lumut kerak

Jumlah individu lumut kerak di setiap lokasia (%)

Jumlah individu tiap jenisa

(%) Martha Tiahahu Ayodya Gandaria

Tengah Graphis sp. 1.94 5.06 0.42 7.42 Parmeliaceae 31.61 8.48 20.16 60.25 Chiodecton sp. 0.39 0.07 2.80 3.26 Jenis D - 0.02 - 0.02 Jenis E 0.39 0.89 - 1.28 Jenis F 3.69 0.18 - 3.87 Jenis G 1.97 0.01 - 1.98 Fissurina sp. - 0.07 - 0.07 Jenis I - 0.02 - 0.02 Jenis J 0.06 0.04 - 0.10 Jenis K - 0.88 - 0.88 enis K’ 0.21 - 0.04 0.25 Jenis M 0.01 - 0.03 0.04 Lepraria sp. - - 0.01 0.01 Jenis P 0.03 - - 0.03 Jenis Q 19.58 - - 19.58 Jenis R 0.02 - - 0.02 Jenis X - 0.04 - 0.04 enis X’ 0.38 - 0.52 0.90 Total individu 60.26 23.98 15.75 100

Keterangan: aSatu koloni dianggap sebagai satu individu lumut kerak

Famili Parmeliaceae merupakan famili dengan jumlah individu yang mendominasi di ketiga taman kota. Pada setiap taman kota ditemukan famili dengan tipe morfologi talus foliose ini. Parmeliaceae memiliki daya lekat yang lemah dengan substrat, sehingga mudah terlepas (Hadiyati et al. 2013)

Keanekaragaman Jenis Lumut Kerak (H’)

Jumlah keanekaragaman lumut kerak dapat diambil sebagai perkiraan kualitas lingkungan: semakin banyak jumlahnya menunjukkan kepada kondisi lingkungan yang baik, begitupun sebaliknya (Asta et al. 2002). Faktor lingkungan seperti kondisi iklim mikro, sinar matahari, air dan nutrisi memiliki peranan penting dalam pertumbuhan, penyebaran dan keanekaragaman jenis lumut kerak di suatu wilayah (Bruniati et al. 2003 dalam Pinokiyo et al. 2008). Berikut nilai keanekaragaman jenis lumut kerak yang ada di tiga taman kota.

(21)

11

Tabel 6 Nilai keanekaragaman jenis lumut kerak di tiga taman kota

Taman kota Nilai keanekaragaman enis (H’)

Martha Tiahahu 1.23

Ayodya 0.57

Gandaria Tengah 1.17

Keanekaragaman lumut kerak yang tinggi di Taman Kota Martha Tiahahu (Tabel 6) diduga disebabkan dominasi pohon dengan keliling yang besar. Keanekaragaman lumut kerak tertinggi ada pada pohon yang tua, besar dan memiliki laju pertumbuhan lambat, dengan banyak cabang (Lie et al. 2009). Rendahnya keanekaragaman jenis lumut kerak di Taman Kota Ayodya disebabkan lokasinya yang berada di pusat kota Jakarta Selatan, hal ini sesuai dengan hasil penelitian Estrabou et al. (2011) yang menunjukkan bahwa di area central suatu perkotaan memiliki lumut kerak dalam jumlah terbatas. Berdasarkan nilai keanekaragaman jenis lumut kerak yang didapatkan dari ketiga taman kota, dapat ditentukan bahwa Taman Kota Martha Tiahahu (Gambar 6) memiliki kondisi lingkungan yang lebih baik dibandingkan Taman Kota Ayodya dan Taman Kota Gandaria Tengah.

Gambar 6 Kondisi pepohonan di Taman Kota Martha Tiahahu Frekuensi Perjumpaan Lumut Kerak

Perjumpaan setiap jenis lumut kerak dihitung berdasarkan jumlah individu pohon sebagai substratnya. Di dalam tiga taman kota terdapat 541 individu pohon, namun tidak semuanya dijadikan sebagai substrat lumut kerak. Pohon yang dijadikan sebagai substrat berjumlah 337 individu (Tabel 7).

(22)

12

Tabel 7 Kekayaan jenis pohon substrat di tiga taman kota

No Nama lokal Nama ilmiah

Jumlah individu pohon di setiap taman kota

AY GT MT

1 Angsana Pterocarpus indicus - - 4

2 Asam jawa Tamarindus indica - 3 -

3 Bungur Lagerstroemia indica - - 1

4 Bunga kupu kupu Bauhinia purpurea - - 1

5 Damar laki Araucaria cunninghamii 2 - -

6 Gelodogan Tiang Polyalthia longifolia 14 27 7

7 Gempol Nauclea orientalis - - 3

8 Jambu air Syzgium aqueum - - 1

9 Janda merana Vernania elliptica 11 - -

10 Jati Tectona grandis - - 1

11 Jati emas Cordia sebestena - 3 -

12 Kamboja Plumeria sp. 5 - -

13 Karet kerbau Ficus elastica - 1 -

14 Kedondong Spondias dulcis - - 1

15 Keben Barringtonia asiatica - 2 -

16 Kelapa gading Cocos nucifera 13 - -

17 Ketapang Terminalia catappa 9 - 1

18 Kurma Phoenix dactylifera 4 - -

19 Mahoni daun besar Swietenia macrophylla - - 1 20 Mahoni daun kecil Swietenia mahagoni - - 2

21 Mangga Mangifera indica - 5 1

22 Mangga apel - - - 10

23 Nangka Artocarpus heterophyllus - 1 -

24 Palem botol Hyphorbe lagenicalius - - 34

25 Palem kecil - - - 7

26 Palem merah Cyrthostachys renda - - 1

27 Palem sadeng Livistona rutondifolia 13 1 13

28 Pinus Pinus merkusii - - 27

29 Rambutan Nephelium lappaceum - - 2

30 Saputangan Maniltoa grandiflora - 1 -

31 Saga pohon Adenanthera pavonina - 1 -

32 Salam Syzgium polyanthum 1 - 1

33 Sawo durian Chrysophyllum cainita - - 53

34 Sawo manila Manilkara zapota - - 1

35 Tanjung Mimusops elengi 11 34 -

40 Tabebuya Tabebuia aurea 2 - -

Total Individu 85 79 173

Dari 19 jenis lumut kerak yang ditemukan, Parmeliaceae memiliki frekuensi perjumpaan paling tinggi, yaitu mencapai 64.7% (Tabel 8). Tingginya frekuensi

(23)

13 perjumpaan Parmeliaceae disebabkan melimpahnya jumlah individu pohon sebagai substratnya. Terdapat 258 individu pohon substrat Parmeliaceae dari total 399 pohon substrat di tiga taman kota. Gelodogan tiang (Polyalthia longifolia) (Gambar 7) dan Tanjung (Mimusops elengi) adalah pohon yang mendominasi sebagai substrat Parmeliaceae. Selain itu, menurut Kansri (2003) dalam Hadiyati et al. (2013), Parmeliaceae memiliki rhizines yang berfungsi sebagai alat untuk mengabsorbsi makanan bagi lumut kerak, sehingga Parmeliaceae dapat tumbuh dengan baik meskipun berada pada lingkungan tercemar.

Tabel 8 Frekuensi perjumpaan jenis lumut kerak di tiga taman kota Jenis lumut kerak Frekuensi perjumpaan (%)

Graphis sp. 13.5 Parmeliaceae 64.7 Chiodecton sp. 10.3 Jenis D 0.3 Jenis E 0.2 Jenis F 10 Jenis G 0.3 Fissurina sp. 6 Jenis I 0.3 Jenis J 1 Jenis K 1.8 enis K’ 1.5 Jenis M 0.5 Lepraria sp. 0.05 Jenis P 11.8 Jenis Q 0.3 Jenis R 0.3 Jenis X 0.3 enis X’ 2.3

Hubungan Karakteristik Lingkungan terhadap Keanekaragaman Lumut Kerak

Identifikasi hubungan karakteristik lingkungan dengan keanekaragaman lumut kerak (H’) dilakukan dengan analisis regresi. embuatan model regresi dilakukan antara peubah bebas karakteristik lingkungan terhadap peubah terikat keanekaragaman lumut kerak. Karakteristik lingkungan meliputi suhu (T), kelembapan (RH) dan parameter udara ambien yaitu SO2, NO2 dan TSP. Untuk

parameter CO2 tidak dilakukan analisis regresi karena berdasarkan hasil analisis

Titrimetrik tidak didapatkan besaran yang pasti.

Pengaruh Suhu terhadap Keanekaragaman Lumut Kerak

Nilai pada peubah bebas suhu didapatkan dari rataan hasil pengukuran langsung di lapang. Hasil regresi keanekaragaman lumut kerak dengan suhu didapatkan model H'= (-0.159T)+5.870. Pada model tersebut menunjukkan bahwa perubahan suhu tidak berbanding lurus dengan keanekaragaman lumut kerak,

(24)

14

sehingga semakin tinggi suhu akan berdampak terhadap penurununan keanekaragaman jenis lumut kerak, begitupun sebaliknya. Hal ini didukung oleh penelitian yang dilakukan Pinokiyo et al. (2008), yang menyatakan bahwa suhu tidak memiliki hubungan linier signifikan dengan keanekaragaman jenis lumut kerak.

Pengaruh Kelembapan terhadap Keanekaragaman Lumut Kerak

Berdasarkan analisis regresi antara kelembapan terhadap keanekaragaman lumut kerak menghasilkan model persamaan H’= (0.02 RH)-0.786. Hubungan antara kelembapan dan keanekaragaman jenis lumut kerak berbanding lurus. Semakin tinggi kelembapan di suatu wilayah, maka akan semakin meningkat keanekaragaman jenis lumut kerak di wilayah tersebut. Hal ini dapat dipahami karena wilayah dengan kelembapan yang tinggi akan memiliki banyak kandungan air yang kemudian akan diabsorpsi oleh lumut kerak. Air yang diabsoprsi tersebut membantu metabolisme dan pertumbuhan lumut kerak.

Pengaruh Parameter Kualitas Udara terhadap Keanekaragaman Lumut Kerak

Analisis yang digunakan adalah regresi linier, sehingga dapat terlihat pengaruh setiap parameternya terhadap keanekaragaman lumut kerak. Adanya hubungan langsung antara daya hidup lumut kerak dengan polusi udara pertama kali diketahui oleh Nylander di Paris pada tahun 1866 (Slaby dan Maja 2012). Berdasarkan McCune et al. (1998), terdapat sejumlah tulisan ilmiah di dunia (jurnal Lichenologist) dan buku yang mendokumentasikan keberhasilan pembuktian mengenai keterkaitan antara komunitas lumut kerak dengan pencemaran udara, terutama SO2.

Analisis regresi ketiga parameter polutan udara terhadap keanekaragaman lumut kerak menghasilkan tiga model pendugaan yaitu H' = -(0.173SO2)+2.663; H' = (-0.063 NO2)+1.493 dan H' = (-0.018TSP)+1.318. Ketiga model tersebut menyatakan bahwa SO2, NO2 dan TSP tidak memiliki hubungan linier terhadap

keanekaragaman lumut kerak, sehingga semakin tinggi parameter polutan udara akan berdampak terhadap penurunan keanekaragaman jenis lumut kerak. Beberapa literatur menyatakan bahwa SO2 merupakan polutan udara yang paling

mempengaruhi keanekaragaman lumut kerak di suatu wilayah. Kandungan racun yang tinggi pada SO2 menjadi faktor penyebab tingginya koefisien relasi terhadap

keanekaragaman lumut kerak (Wolseley et al. 2006).

SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan

Tingkat keanekaragaman jenis lumut kerak tertinggi berada di Taman Martha Tiahahu. Dominansi pohon tua dan besar menjadi faktor penyebab melimpahnya jenis lumut kerak yang ada di Taman Martha Tiahahu. Taman Ayodya memiliki keanekaragaman jenis lumut kerak terendah, dikarenakan lokasinya yang berada di pusat kota. Hasil regresi linier menyatakan kelembapan

(25)

15 memiliki hubungan linier terhadap keanekaragaman lumut kerak, sehingga semakin tinggi kelembapan suatu wilayah maka akan semakin tinggi pula nilai keanekaragaman lumut kerak di wilayah tersebut. Sementara itu, empat peubah bebas lainnya, yaitu suhu, SO2, NO2 dan TSP memiliki hubungan non linier atau

berbanding terbalik terhadap keanekaragaman lumut kerak. Saran

1. Pengukuran nilai kandungan sampel udara ambien sebaiknya dilakukan pada waktu yang bersamaan di tiap lokasi penelitian

2. Perlu dilakukan pengulangan setiap pengukuran nilai kandungan sampel udara ambien

DAFTAR PUSTAKA

Al-Thani RF, Al-Meri HA. 2011. Study of some lichens of Qatar. Atlas Journal of Biology 1(3):41-46.doi:10.5147/ajb.2011.0046

Aryulina D. 2007. Biologi SMA dan MA untuk kelas X. Jakarta(ID): PT Gelora Aksara Pratama

Asta J, Erhardt W, Ferretti M, Fornasier F, Kirschbaum U, Nimis PL, Purvis OW, Pirintsos A, Scheidegger C, Van Haluwyn C et al. 2002. Mapping lichen diversity as an indicator of environmental quality. Monitoring with Lichens–Monitoring Lichens. 4(7):273–279.

[BAPPENAS] Badan Perencanaan Pembangunan Nasional. 2006. Strategi dan rencana aksi nasional peningkatan kualitas udara. Jakarta(ID): BAPPENAS

[BPLHD Jawa Barat] Badan Pengelolaan Lingkungan Hidup Jawa Barat. 2009. Polusi Udara [Internet]. [diunduh 2014 Juni 5]. Tersedia pada: http://www.bplhdjabar.go.id/

[BPS Kota Administrasi Jakarta Selatan] Badan Pusat Statistik Kota Administrasi Jakarta Selatan. 2012. Letak Geografis 2012 [Internet]. [diunduh 2014

Maret 14]. Tersedia pada:

http://jakselkota.bps.go.id/index.php?hal=Tabel&id=1 Campbell. 2003. Biologi. Jakarta (ID): Erlangga

Dachlan EN. 2013. Kota hijau hutan kota. Bogor (ID):IPB Press

Departemen Kesehatan. 2005. Parameter pencemar udara dan dampaknya terhadap kesehatan. Jakarta (ID): PT Asdi Mahasatya

[DISKOMINFOMAS] Dinas Komunikasi, Informatika dan Kehumasan Pemprov DKI Jakarta. Taman Kota Martha Tiahahu [Internet] [diunduh 2014 Maret 6]. Tersedia pada http://www.jakarta.go.id

Estrabou C, Filippini E, Soria JP, Schelotto G, Rodriguez JM. 2011. Air quality monitoring system using lichens as bioindicators in Central Argentina. Environ monit assess. 182:275-383.doi:10.1007/s10661-011-1882-4 Gauslaa Y, Solhaug KA. 1998. High-light damage in air-dry thalli of the old

forest lichen Lobaria pulminaria- interactions of irradiance, exposure duration and high temperature. Journal of experimental botany 50:697-705

(26)

16

Hadiyati M, Tri RS, Mukarlina. 2013. Kandungan sulfur dan klorofil thallus lichen Parmelia sp. dan Graphis sp, pada pohon peneduh jalan di Kecamatan Pontianak Utara. Protobiont 2(1): 12-17

Hultrengen S, Gralen H, Pleijel J. 2004. Recovery of the epiphytic lichen flora following air quality improvement in South West Sweden. Water Air Soil Poll. 154: 203-211

Irwan ZD. 1997. Tantangan lingkungan dan lansekap hutan kota. Jakarta (ID): Cidesindo

Istam YC. 2007. Respon lumut kerak pada vegetasi pohon sebagai indikator pencemaran udara di Kebun Raya Bogor dan Hutan Kota Manggala Wana Bhakti [skripsi]. Bogor(ID): Institut Pertanian Bogor

Karyono TH. 2001. Wujud kota tropis di Indonesia: Suatu pendekatan iklim, lingkungan dan energi. Dimensi Teknik Arsitektur 29(2):141-146

Kricke R, Loppi S. 2002. Bioindication: the IAP approach. Monitoring with Lichens–Monitoring Lichens. 21–37.

Lie MH, Arup L, Grytnes JA, Ohlson M. 2009. The importance of host tree age, size and growth rate as determinants of epiphytic lichen diversity in boreal space forests. Biodiversity Conservation 18:3579-3596.doi:10.1007/s10531-00909661-z

McCune B, Paul R, Andrea R, Bruce R. 1998. Lichens communities for forest health monitoring in Colorado, USA [laporan]. A report to the USDA forest service

O-H NG, BC Tan, JP Obbard. 2005. Lichens as bioindicators of atmospheric heavy metal pollution of Singapore. Environmental monitoring and assesment. 123:63-74.doi:10.1007/s10661-005-9120-6

Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 12 Tahun 2010. Pelaksanaan Pengendalian Pencemaran Udara di Daerah. 26 Maret 2010. Jakarta

Peraturan Pemerintah Nomor 41 Tahun 1999. Pengendalian Pencemaran Udara. 26 Mei 1999. Jakarta

Pinokiyo A, Krishna PH, Samuna SS. 2008. Diversity and distribution of lichens in relation to altitude within a protected biodiversity hotspot, northeast India. The Lichenologist 40(1): 47-62.

Prasetyo AT. 2012. Pengaruh Ruang Terbuka Hijau (RTH) terhadap iklim mikro di Kota Pasuruan. Jurnal pendidikan geografi Universitas Negeri Malang 1(2):1-12

Pratiwi ME. 2006. Kajian lumut kerak sebagai bioindikator kualitas udara [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor

Slaby A, Maja L. 2012. Epiphytic lichen recolonization in the centre of Cracow as a result of air quality improvement. Polish Journal of Ecology 60(2): 225-240

Sukawi. 2008. Taman kota dan upaya pengurangan suhu lingkungan perkotaan (studi kasus Kota Semarang). Di dalam: Seminar Nasional Peran Arsitektur Perkotaan dalam Mewujudkan Kota Tropis [Internet]. 2008 Agustus 6; Semarang, Indonesia. Semarang (ID). Tersedia pada: http://eprints.undip.ac.id/32385/1/Taman_Kota_dan_Upaya_Pengurangan _Suhu_Lingkungan_Perkotaan-sukawi.pdf

(27)

17 Sutanto, Ani I. 2011. Hujan asam dan perubahan kadar nitrat dan sulfat dalam air sumur di wilayah industri Cibinong-Citeureup Bogor. Jurnal Teknologi Pengelolaan Limbah 4(1): 1-9

Wolseley PA, James PW, Theobald MR, Sutton MA. 2006. Detecting changes in epiphytic lichen communities at sites affected by atmospheric ammonia from agricultural sources. The Lichenologist 38: 161-176

(28)

18

Lampiran 1 Baku mutu udara ambien nasional (PP No. 41 Tahun 1999) PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA

NOMOR 41 TAHUN 1999 TENTANG

PENGENDALIAN PENCEMARAN UDARA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA BAKU MUTU UDARA AMBIEN NASIONAL Parameter

Waktu Penguk uran

Baku mutu Metode

Analisis Peralatan SO2 (Sulfur Dioksida) 1 Jam 24 Jam 1 Thn 900 µg/Nm3 365µg/Nm3 60 µg/Nm3 Pararosanalin Spektrofometer CO (Karbon Monoksida) 1 Jam 24 Jam 1 Thn 30.000 µg/Nm3 10.000 µg/Nm3

NDIR NDIR Analyzer

NO2 (Nitrogen Dioksida) 1 Jam 24 Jam 1 Thn 400 µg/Nm3 150 µg/Nm3 100 µg/Nm3 Saltzman Spektrofometer O3 (Oksida) 1 Jam 1 Thn 235 µg/Nm3 50 µg/Nm3 Chomilumine scent Spektrofometer HC (Hidro Karbon) 3 Jam 160 µg/Nm3 Flamed Ionization Gas Chormatografi PM10 (Partikel < 10 mm)

24 Jam 150 µg/Nm3 Gravimetric Hi - Vol PM2,5 (Partikel <2,5 mm) 24 Jam 1 Thn 65 µg/Nm3 15 µg/Nm3 Gravimetric Hi – Vol TSP (Debu) 24 Jam 1 Thn 230 µg/Nm3 90 µg/Nm3 Gravimetric Hi – Vol Pb (Timah Hitam) 24 Jam 1 Thn 2 µg/Nm3 1 µg/Nm3 Gravimetric Ekstraktif Pengabuan Hi – Vol AAS Dustfall (Debu Jatuh)

30 Hari 10 Ton/km2/Bulan (pemukiman) 10 Ton/km2/Bulan (Industri) Gravimetric Camnister Total Fluorides (as F) 24 Jam 90 Hari 3 µg/Nm3 0,5 µg/Nm3 Specific Ion Electrode Impinger atau Countinous Analyzer Flour Indeks 30 Hari 40 µg/ 100 cm2 dari

kertas limed filter

Colourimetric Limed Filter Paper Khlorine &

Khlorine Dioksida

24 Jam 150 µg/Nm3 Specific Ion Electrode

Imping atau Countinous Analyzer Sulphat Indeks 30 Hari 1 mg SO3/ 100 cm3 dari

lead peroksida

Colourimetric Lead Peroxida Candle Catatan:

(29)

21 Lampiran 2 Suhu dan kelembapan di tiga taman kota

Taman Kota Martha Tiahahu

Taman Kota Ayodya

Taman Kota Gandaria Tengah Ulangan

ke-

Pagi Siang Sore

Suhu (0C) Kelembapan (%) Suhu (0C) Kelembapan (%) Suhu (0C) Kelembapan (%) 1 30.6 79 31.2 72 31 75 2 30.8 75 32 79 31.4 68.5 3 31 72 31.5 65.5 31.5 65.5 Ulangan ke-

Pagi Siang Sore

Suhu (0C) Kelembapan (%) Suhu (0C) Kelembapan (%) Suhu (0C) Kelembapan (%) 1 31.4 69 31.9 65.5 31.5 68.5 2 31.6 65.5 32.7 62.5 32 62 3 31.7 68.5 32.5 59 32.3 59 Ulangan ke-

Pagi Siang Sore

Suhu (0C) Kelembapan (%) Suhu (0C) Kelembapan (%) Suhu (0C) Kelembapan (%) 1 28.8 87 29.2 87 29 87 2 29 87 29.1 87 29.1 87 3 29 87 29.1 87 29 87

(30)

22

(31)

23 Lampiran 3 Hasil analisa kualitas udara (lanjutan)

(32)

24

(33)

25 Lampiran 3 Hasil analisa kualitas udara (lanjutan)

(34)

26

Lampiran 4 Dokumentasi lumut kerak yang ditemukan

Graphis sp. Parmeliaceae

Chiodecton sp. Jenis D

(35)

27

Lampiran 4 Dokumentasi lumut kerak yang ditemukan (lanjutan)

Jenis G Fissurina sp. Jenis I

Jenis J Jenis K

(36)

28

Lampiran 4 Dokumentasi lumut kerak yang ditemukan (lanjutan)

Lepraria sp. Jenis P

Jenis Q Jenis R

(37)

29 Lampiran 5 Hasil identifikasi jenis lumut kerak

(38)

30

(39)

31

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Tangerang pada tanggal 31 Januari 1993. Penulis merupakan anak bunggsu dari dua bersaudara, keluarga Bapak Gandi Mardjoko dan Ibu Fitryan Dennis. Pendidikan formal yang ditempuh penulis yaitu TK Nurul Huda (1996-1998), SD Islam Al-Falaah (1998-2004), SMP Negeri 12 Jakarta (2004-2007) dan SMA Negeri 82 Jakarta (2007-2010). Pada tahun 2010, penulis diterima di Institut Pertanian Bogor (IPB) melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI IPB). Penulis memilih Departemen Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata, Fakultas Kehutanan.

Selama masa perkuliahan, penulis aktif di organisasi kemahasiswaan Himpunan Mahasiswa Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata (HIMAKOVA) hingga saat ini. Pada periode 2011-2012, penulis menjabat sebagai Sekretaris II Himakova. Selain itu, penulis menjadi Ketua Kelompok Pemerhati Kupu-kupu (K K) ‘ arpedon’ HIMAKOVA pada periode 2012-2013. Prestasi yang penulis dapatkan dalam masa studi adalah menulis PKM bidang Artikel Ilmiah yang masuk ke dalam jajaran PKM diterima oleh DIKTI. Selain itu, pada Agustus 2014 penulis menjadi asisten Praktek Pengelolaan Hutan (PPH) di Hutan Pendidikan Gunung Walat.

Praktek lapang profesi yang telah dilakukan penulis diantaranya Group Project di Kampus IPB Dramaga, Eksplorasi Fauna Flora dan Ekowisata Indonesia (RAFFLESIA) di Cagar Alam Sukawayana dan Tangkuban Perahu (2012) dan Cagar Alam Bojonglarang Jayanti (2013), Studi Konservasi ungkungan (SURILI) di Taman Nasional Bukit Tigapuluh (2012) dan Taman Nasional Manusela (2013), Praktek Pengenalan Ekosistem Hutan (PPEH) di Cagar Alam Pangandaran dan Suaka Margasatwa Gunung Sawal (2012), Praktek Pengelolaan Hutan (PPH) di Hutan Pendidikan Gunung Walat (2013) dan Praktek Kerja Lapang di Taman Wisata Alam Talaga Warna-Pengilon, Jawa Tengah (2014). Sebagai salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Kehutanan, penulis menyusun skripsi yang ber udul “Keanekaragaman Lumut Kerak di Tiga Taman Kota Jakarta Selatan Sebagai Bioindikator encemaran dara” dibawah bimbingan Dr Ir Endes N Dachlan, MS dan Dr Ir Elis Nina Herliyana, MSi.

Gambar

Gambar 1  Kotamadya Jakarta Selatan
Tabel 1 Alat dan bahan yang digunakan saat penelitian
Tabel 2  Suhu dan kelembapan harian rata-rata di tiga taman kota  Taman Kota  Suhu harian rata-rata
Gambar 3  Taman Kota Ayodya yang terletak di kawasan padat transportasi Kekayaan Jenis Lumut Kerak
+6

Referensi

Dokumen terkait

Indonesia. Namun daya saing IKM Indonesia di pasar internasional tergolong rendah. Salah satu kegiatan penguatan IKM adalah pengembangan klaster IKM, dimana salah satu komoditi

Mengikuti alur pemikiran Foucauldian, film bisa didefinisikan sebagai “struktur dunia naratif yang diproduksi para sineas dalam institusi industri perfilman di mana di dalamnya

Dari hasil pengujian sistem, penentuan guru teladan dengan metode Fuzzy-AHP menunjukkan bahwa kriteria yang tadinya subjektif dapat menjadi lebih objektif dengan

Untuk mengetahui beban pekerjaan manager termasuk dalam kategori pekerjaan fisik atau mental maka dihitung rata-rata skor variabel, dimana kategori pekerjaan mental

Suhu terendah pada air radiator terjadi pada penggunaan jumlah sudu 7 dengan jarak pemasangan kipas terhadap radiator 15mm, yaitu mencapai suhu 50.8 o C. Daryanto, 2003,

Mata kuliah ini melihat isu-isu lingkungan dari berbagai pendekatan dari dalam sosiologi, mengeksplorasi saling hubungan antara ketimpangan social dan lingkungan,

penyampaian pernyataan kebenaran isi dokumen yang dibuktikan dengan surat pernyataan yang menyatakan kebenaran isi dokumen yang ditandatangani di atas materai oleh

Pemberian perlakuan bio-fosfat dengan dosis 50 kg/ha memberikan tinggi tanaman tertinggi dibandingkan dengan perlakuan lainnya, sedangkan varietas Takar memiliki