• Tidak ada hasil yang ditemukan

Politeknik Negeri Malang 2) Politeknik Negeri Malang 3)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Politeknik Negeri Malang 2) Politeknik Negeri Malang 3)"

Copied!
8
0
0

Teks penuh

(1)

A.69

ANALISIS MANAJEMEN LINGKUNGAN DI DAERAH

PASCATAMBANG BERDASAR UNDANG-UNDANG NOMOR 3

TAHUN 2020 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG

NOMOR 4 TAHUN 2009 TENTANG PERTAMBANGAN MINERAL

DAN BATUBARA

Hudriyah Mundzir1), Khrisna Hadiwinata2), Shohib Muslim3)

1) Politeknik Negeri Malang hudriyah.mundzir@polinema.ac.id

2) Politeknik Negeri Malang khrisna.hadiwinata@polinema.ac.id

3) Politeknik Negeri Malang

shohib.muslim@polinema.ac.id

Abstract

Law Number 3 of 2020 concerning Amendments to Law Number 4 of 2009 concerning Minerba Mining was promulgated because Law Number 4 of 2009 concerning Mineral and Coal Mining is deemed no longer in accordance with the development of problems and legal needs in mineral and coal affairs. One of the things added to the Minerba Law is the strengthening of policies related to environmental management in the implementation of reclamation and post-mining. The research objective is to formulate an environmental management model in post-mining areas that is environmentally just. This type of research is normative legal research, the approach used is a philosophical, statutory, and conceptual approach. Post-mining area environmental management is carried out by restoring the environmental carrying capacity of the post-mining area with a percentage of 40% which is carried out by involving the community around the post-mining area.

Keywords: environmental management, mineral and coal law, environmental

justice

Abstrak

Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2020 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Minerba diundangkan karena Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Minerba dianggap tidak sesuai lagi dengan perkembangan permasalahan dan kebutuhan hukum dalam urusan minerba. Salah satu hal yang ditambahkan dalam UU Minerba adalah penguatan kebijakan terkait manajemen lingkungan hidup pada pelaksanaan reklamasi dan pascatambang. Tujuan penelitian adalah untuk merumuskan model manajemen lingkungan di daerah pascatambang yang berkeadilan lingkungan. Jenis penelitian ini adalah penelitian hukum normatif, pendekatan yang digunakan adalah pendekatan filosofis, perundang-undangan, dan konseptual. Manajemen lingkungan daerah pascatambang dilakukan dengan mengembalikan kembali daya

(2)

A.70

dukung lingkungan daerah pascatambang dengan persentase 40% yang dilaksanakan melibatkan masyarakat sekitar daerah pasca tambang.

Kata Kata Kunci: manajemen lingkungan, undang-undang minerba, keadilan lingkungan

1. PENDAHULUAN

Ketika perusahaan melaksanakan kegiatan bisnis maka akan berpotensi untuk menimbulkan dampak terhadap lingkungan, baik dampak positif maupun dampak negatif. Dampak yang timbul dikelompokkan menjadi dua bagian, yaitu dampak bio-kimia-fisik dan dampak sosial. Contoh dari dampak bio-fisik-kimia misalnya pencemaran air, pencemaran udara, kerusakan keanekaragaman hayati, atau pengurangan cadangan air tanah. Semua jenis dampak ini akan memberikan resiko dampak sosial yang mempengaruhi bisnis yang dijalankan oleh perusahaan. Misalnya pencemaran air yang ditimbulkan oleh aktivitas perusahaan, akan memberikan resiko pertanggungjawaban dalam bentuk tuntutan pidana dan tuntutan perdata, apakah tuntutan tersebut dari pemerintah, masyarakat, atau lembaga swadaya masyarakat (LSM).

Salah satu perusahaan yang kegiatan bisnisnya berdampak lingkungan adalah perusahaan di bidang pertambangan mineral dan batubara. Karena kegiatan pertambangan adalah rangkaian kegiatan dalam rangka upaya pencarian, penambangan (penggalian), pengolahan, pemanfaatan dan penjualan bahan galian (mineral, batubara, panas bumi, migas). Perusahaan pertambangan minerba dalam melaksanakan kegiatannya diwajibkan untuk menerapkan manajemen lingkungan dalam rangka untuk menerapakan ISO 14001: 20015. Perusahaan pertambangan mineral dan batubara yang selanjutnya akan ditulis dengan perusahaan minerba berkomitmen untuk memperbaiki secara terus menerus kinerja lingkungannya dalam rangka untuk menerapkan ISO 14001: 2015. Perlu kita ketahui bahwa ISO 14001: 2015 merupakan standar yang memadukan

dan menyeimbangkan kepentingan bisnis dengan lingkungan hidup. Sebagai upaya perbaikan kinerja yang dilakukan oleh perusahaan akan disesuaikan dengan sumberdaya perusahaan, apakah itu sumberdaya manusia, teknis, atau finansial. Adakalanya, perbaikan kinerja lingkungan tidak dapat dicapai dalam waktu singkat karena keterbatasan finansial. Misalnya, sebuah perusahaan yang proses bisnisnya menimbulkan limbah cair yang mencemari lingkungan berupaya untuk menerapkan ISO 14001 : 2015 di perusahaannya. Setelah kajian dilakukan, ternyata keterbatasan finansial membuat perusahaan tersebut sukar untuk mengelola limbahnya sehingga mencapai baku mutu limbah cair yang disyaratkan oleh pemerintah. Berdasarkan analisis finansial, ternyata perusahaan tersebut baru akan mampu membangun sistem pengolahan limbah yang memadai kira-kira beberapa tahun ke depan. Sehingga sebelum masa tersebut terlampaui, perusahaan tidak akan pernah memenuhi baku mutu lingkungan. Namun, bila perusahaan tersebut mengembangkan sistem manajemen lingkungan yang memenuhi persyaratan ISO, maka perusahaan tersbut bisa saja memperoleh sertifikat ISO 14001 : 2015.

2. KAJIAN LITERATUR 2.1 Manajemen Lingkungan

Perusahaan dalam mengelola lingkungan menggunakan sistem manajemen lingkungan. Sistem Manajemen Lingkungan (SML) yang selanjutnya akan ditulis dengan SML adalah sistem manajemen yang berencana, menjadwalkan, menerapkan dan memantau kegiatan-kegiatan yang bertujuan untuk meningkatkan kinerja lingkungan. Penerapan SML ini memiliki banyak

(3)

A.71 manfaat bagi perusahaan, baik yang bersifat kuantitatif maupun kualitatif. Manfaat SML adalah sebagai berikut: 1) pengurangan pencemaran lingkungan; 2) peningkatan pada proses efisiensi; 3) peningkatan pada kinerja manajemen/moral kerja; 4) peningkatan kepuasan konsumen; 5) peningkatan pemenuhan peraturan lingkungan, dan 6) peningkatan penjualan. 2.2 ISO 14001: 2015 Standar Manajemen Lingkungan

ISO 14001: 2015 dikembangkan dari konsep Total Quality Management (TQM) yang berprinsip pada aktivitas PDCA (Plan – Do – Check – Action), sama halnya seperti OHSAS 18001 : 2007 yang juga berprinsip pada aktivitas PDCA (Plan – Do – Check – Action). Sehingga elemen-elemen utama EMS akan mengikuti prinsip PDCA ini, yang dikembangkan menjadi enam prinsip dasar EMS, yaitu: 1) kebijakan (dan komitmen) lingkungan; 2) perencanaan; 3) penerapan dan operasi; 4) pemeriksaan dan tindakan koreksi; 5) tinjauan manajemen, dan 6) penyempurnaan menerus. Kebijakan lingkungan harus terdokumentasi dan dikomunikasikan kepada seluruh karyawan dan tersedia bagi masyarakat, dan mencakup komitmen terhadap perbaikan berkelanjutan, pencegahan pencemaran, dan patuh pada peraturan serta menjadi kerangka kerja bagi penetapan tujuan dan sasaran. Perencanaan mencakup indentifkasi aspek lingkungan dari kegiatan organisasi, identifikasi dan akses terhadap persyaratan peraturan, adanya tujuan dan sasaran yang terdokumentasi dan konsisten dengan kebijakan, dan adanya program untuk mencapai tujuan dan sasaran yang direncanakan (termasuk siapa yang bertanggung jawab dan kerangka waktu). Implementasi dan Operasi mencakup definisi, dokumentasi, dan komunikasi peran dan tanggung jawab, pelatihan yang memadai, terjaminnya komunikasi internal dan eksternal, dokumentasi tertulis sistem manajemen lingkungan dan prosedur pengendalian dokumen yang baik, prosedur pengendalian operasi yang terdokumentasi,

dan prosedur tindakan darurat yang terdokumentasi. Pemeriksaan dan tindakan Perbaikan mencakup prosedur yang secara teratur memantau dan mengukur karakteristik kunci dari kegiatan dan operasi, prosedur untuk menangani situasi ketidaksesuaian, prosedur pemeliharaan catatan spesifik dan prosedur audit kenerja sistem manajemen lingkungan. Tinjauan Ulang Manajemen mengkaji secara periodik sistem manajemen lingkungan keseluruhan untuk memastikan kesesuaian, kecukupan, efektifitas sistem manajemen lingkungan terhadap perubahan yang terjadi.

Pada prinsipnya, keenam prinsip ISO 14001: 2015 – Environmental Management System diatas dapat dibagi menjadi 17 elemen, yaitu:

1. Environmental policy (kebijakan lingkungan): Pengembangan sebuah pernyataan komitmen lingkungan dari suatu organisasi. Kebijakan ini akan dipergunakan sebagai kerangka bagi penyusunan rencana lingkungan. 2. Environmental aspects (aspek

lingkungan): Identifikasi aspek lingkungan dari produk, kegiatan, dan jasa suatu perusahaan, untuk kemudian menentukan dampak-dampak penting yang timbul terhadap lingkungan. 3. Legal and other requirements

(persyaratan perundang-undangan dan persyaratan lain): Mengidentifikasi dan mengakses berbagai peraturan dan perundangan yang terkait dengan kegiatan perusahaan.

4. Objectives and targets (tujuan dan sasaran): Menetapkan tujuan dan sasaran lingkungan, yang terkait dengan kebijakan yang telah dibuat, dampak lingkungan, stakeholders, dan faktor lainnya.

5. Environmental management program (program manajemen lingkungan): rencana kegiatan untuk mencapai tujuan dan sasaran

6. Structure and responsibility (struktur dan tanggung jawab): Menetapkan peran dan tanggung jawab serta

(4)

A.72 menyediakan sumber daya yang diperlukan

7. Training awareness and competence (pelatihan, kepedulian, dan kompetensi): Memberikan pelatihan kepada karyawan agar mampu mengemban tanggung jawab lingkungan.

8. Communication (komunikasi): Menetapkan proses komunikasi internal dan eksternal berkaitan dengan isu lingkungan

9. EMS Documentation (dokumentasi SML): Memelihara informasi EMS dan sistem dokumentasi lain

10. Document Control (pengendalian dokumen): Menjamin kefektifan pengelolaan dokumen prosedur dan dokumen lain.

11. Operational Control (pengendalian operasional): Mengidentifikasi, merencanakan dan mengelola operasi dan kegiatan perusahaan agar sejalan dengan kebijakan, tujuan, dan saasaran.

12. Emergency Preparedness and response (kesiagaan dan tanggap darurat): mengidentifikasi potensi emergency dan mengembangkan prosedur untuk mencegah dan menanggapinya.

13. Monitoring and measurement (pemantauan dan pengukuran): memantau aktivitas kunci dan melacak kinerjanya

14. Nonconformance and corrective and preventive action (ketidaksesuaian dan tindakan koreksi dan pencegahan): Mengidentifikasi dan melakukan tindakan koreksi terhadap permasalahan dan mencegah terulang kejadiannya.

15. Records (rekaman): Memelihara rekaman kinerja SML

16. EMS audits (audit SML): Melakukan verifikasi secara periodik bahwa SML berjalan dengan baik.

17. Management Review (pengkajian manajemen): Mengkaji SML secara periodik untuk melihat

kemungkinan-kemungkinan peyempurnaan berkelanjutan.

2.3 Hukum Pertambangan Mineral dan Batubara

Pertambangan adalah sebagian atau seluruh tahapan kegiatan dalam rangka penelitian, pengelolaan, dan pengusahaan mineral atau batubara yang meliputi penyelidikan umum, eksplorasi, studi kelayakan, konstruksi, penambangan, pengolahan dan pemurnian, pengangkutan dan penjualan, serta kegiatan pasca tambang. Jadi kegiatan dalam pertambangan itu meliputi (1) Penelitian, (2) Pengelolaan, dan (3) Pengusahaan. Hukum pertambangan mengatur kepentingan negara dengan sumber daya alam dan hubungan antara negara (pemerintah) dengan kontraktor sebagai pelaksana dalam kegiatan eksplorasi dan eksploitasi terhadap sumber daya alam yang terdapat di Indonesia.

Dalam pasal 2 Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara telah ditentukan asas-asas hukum pertambangan mineral dan batubara. Ada tujuh asas hukum pertambangan mineral dan batubara yang meliputi: manfaat, keadilan, keseimbangan, keberpihakan kepada kepentingan bangsa, partisipatif, transparansi, berkelanjutan dan berwawasan lingkungan.

3. METODOLOGI PENELITIAN Jenis penelitian ini adalah penelitian hukum normatif, yaitu penelitian hukum sebagai norma dengan menggunakan metode pendekatan secara yuridis normatif atau penelitian hukum normatif yang dilakukan dengan cara meneliti bahan pustaka atau data sekunder. Pendekatan yang digunakan adalah pendekatan filosofis (philosophical approach), pendekatan perundang-undangan (statuta approach), dan pendekatan konseptual (conceptual approach).

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

Beberapa kajian tentang Pasal 33 UUD 1945 selalu mendengung dan dijadikan

(5)

A.73 dasar dalam pengelolaan pertambangan di Indonesia. Bahkan ini menjadi isu yang usang dan lebih bermotif keadilan ekonomi daripada keadilan ekologi. Memang dapat kita lihat dalam beberapa aspek pengelolaan ekonomi yang berhubungan atau berbasiskan penggunan lahan atau

sumber daya alam selalu

mengesampingkan aspek lingkungan. Lingkungan oleh sebagian kaum antroposentrisme dianggap sebagai obyek yang dikelola secara maksimal karena manusia dianggap mahluk yang paling tinggi derajatnya dari mahluk lain baik yang sifatnya abiotik (benda mati seperti gunung, hutan, sungai,dll) dan juga sifatnya biotik (benda hidup seperti hewan dan tumbuhan) sehingga tidak perduli apa yang terjadi kelak atau generasi selanjutnya. Sehinga bisa dianalisis bahwa kurangnya keberpihakan pengelolaan ekonomi terhadap lingkungan.

Pengesahan Revisi Undang-Undang (RUU) Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara (Minerba) menjadi Undang-Undang No. 3 tahun 2020 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara dicemooh organisasi pegiat lingkungan yaitu Greenpeace yang menilai bahwa pengesahan UU Minerba hanya menguntungkan kaum oligarki, dan tidak berpihak pada rakyat kecil. Terdapat pengaruh besar dari pihak-pihak terterntu dalam mempengaruhi pengambilan keputusan ini. Salah satunya terkait kepastian perpanjangan Kontrak Karya (KK), dan Perjanjian Karya Pengusahaan Pertambangan Batubara (PKP2B). Dalam versi terbaru RUU Minerba, perpanjangan kontrak ini mendapat jaminan perpanjangan. Hal ini dipandang menguntungkan para perusahaan pertambangan, yang memang membutuhkan kepastian izin pengelolaan batu bara. Apalagi, beberapa perusahaan tambang batu bara memiliki hutang jatuh tempo. Keberadaan hutang jatuh tempo ini menjadi risiko tersendiri, jika perusahaan

tersebut tidak memiliki rencana pembiayaan refinancing plans. Selain itu, pihak perbankan atau kreditor, juga lebih menyoroti soal kepastian izin, agar yakin bahwa perusahaan tambang tidak berisiko besar.

Pengesahan RUU Minerba yang terkesan terburu-buru ini justru menyediakan jaminan (bailout) dan memfasilitasi perlindungan bagi perusahaan tambang. Selain itu, penambahan dalam Pasal 169 dinilai mencerminkan sikap pemerintah dan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) yang hanya mengutamakan kepentingan investor. Ada beberapa penambahan dalam Pasal 169, bahwa mereka (perusahaan tambang) dijamin perpanjanganannya. Di samping itu, tanpa adanya kejelasan kontrak jangka panjang, PKP2B yang akan habis masa kontraknya ini juga tak bakal mendapat jaminan refinancing. Adapun, terdapat tujuh pemegang PKP2B generasi I yang kontraknya mau habis, di antaranya PT Arutmin Indonesia, yang akan habis izinnya tahun ini, dan PT Kendilo Coal Indonesia, yang akan habis izinnya tahun depan.

Kemudian, PT Kaltim Prima Coal (2021), PT Adaro Energy Tbk (2022), PT Multi Harapan Utama (2022), PT Kideco Jaya Agung (2023), dan PT Berau Coal (2025). Pembahasan RUU Minerba terkesan dipaksakan. Ia mengkritik klausal "menjamin" perpanjangan kontrak dalam RUU Minerba. Menurutnya, Kontrak Karya (KK) dan Perjanjian Karya Pengusahaan Pertambangan Batubara (PKP2B) seharusnya tidak diperpanjang dan dikembalikan kepada negara. Selain itu, dia menyoroti tidak adanya perubahan luas wilayah dalam perpanjangan kontrak. Lebih parahnya lagi perpanjangan PKP2B tersebut dengan luas wilayah yang tidak dikurangi, ini jelas tidak adil serta tidak sesuai dengan asas proporsionalitas dan pemerataan pengelolaan sumber daya alam.

Isu lingkungan dimunculkan ketika terjadi perusakan dan atau pencemaran atau kemudian ada korban atas suatu kegiatan

(6)

A.74 usaha tersebut. Aspek preemtif dan preventif selalu diabaikan untuk menghasilkan produk yang baik dan ekonomis dan cepat menghasilkan uang daripada aspek penanggulangan dan pemulihan. Sehingga bisa dipastikan kerusakan semakin meluas dan tidak terkendali. Sebagus apapun suatu usaha untuk memulihkan lingkungan yang telah rusak atau tercemar tidak akan mengembalikan ke posisi kualitas lingkungan sebelumnya. Posisi hukum lingkungan sebagai ilmu yang multidisipliner diantara ilmu-ilmu lain seperti teknik lingkungan, kesehatan lingkungan, biologi lingkungan, kimia lingkungan dan ilmu lain yang berkaitan dirasakan terlambat untuk mengikuti percepatan ilmu-ilmu tersebut dan hanya sebagai pemanis dan obyek pelengkap yang menjelma melalui lemahnya penegakan hukum lingkungan di Indonesia. Di dalam bidang hukum tersendiripun, hukum lingkungan menjadi hukum fungsional karena hukum lingkungan merupakan potongan dari genus ilmu hukum dimana hukum lingkungan tidak mempunyai eksplanatif. Hukum lingkungan yang bersifat interdisipliner merupakan terobosan dari ilmu hukum yang telah ada sebelumnya. Formulasi manajeman lingkungan berdasar Hukum Pertambangan Minerba digambarkan dalam Tabel 1. Tabel 1 Formulasi manajeman lingkungan berdasar Hukum Pertambangan Minerba

Terdapat hukum lingkungan keperdataan, kepidanaan dan administrasi. Lebih jauh lagi hukum lingkungan semakin berperan dalam beberapa bidang hukum yang lain antara lain hukum tata ruang, pajak hingga hukum lingkungan internasional. Kesadaran ini muncul ketika kesadaran tentang lingkungan mulai didengungkan secara internasional pada Konferensi Stockholm 1972 dan mulai diimplementasikan ke hukum Indonesia sepuluh tahun kemudian dengan lahirnya UU No. 4 tahun 1982 dan kemudian menjadi UU No. 23 Tahun 1997 yang bersifat Umbrella Act. Dan yang terakhir adalah UU No. 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan hidup. Sejarah pertambangan Indonesia dimulai dengan hak konsesi pengelolan pertama oleh Freepot dengan ekploitasi tanpa batas dan dapat diperpanjang sewaktuwaktu membuat Indonesia sudah merugi secara ekonomi dan ekologi.Hal ini didorong dengan kebijakan Presiden di zaman orde baru dengan dalih untuk pembangunan membuat kita terbuai.

Undang-Undang No. 3 Tahun 2020 tentang Perubahan terhadap UU minerba Nomor 4 Tahun 2009 tentang pertambangan mineral dan batu bara menjadi gejolak perlawanan dari berbagai kalangan. Bahkan, di tengah situasi wabah pandemi Covid-19, DPR RI mengesahkan UU minerba yang terkesan terburu-buru. Pada saat pembahasan UU minerba, pemerintah Indonesia seakan-akan melakukan pengabaian terhadao teriakan kritis yang menyoroti beberapa pasal yang terkandung dalam RUU Minerba yang dinilai tidak pro-rakyat. Kegiatan pertambangan batu bara sebagai salah satu pemanfaatan sumber daya alam pada dasarnya merupakan bagian dari pelaksanaan pembangunan perekonomian yang pada hakikatnya mengacu pada tujuan pembangunan nasional, yakni peningkatan kesejahteraan masyarakat. Akan tetapi pertambangan juga merupakan eksploitasi yang sangat rentan terhadap resiko pencemaran dan kerusakan lingkungan

(7)

A.75 hidup. Sehingga sudah semestinya pemerintah sebagai konsekuensi dari Hak Menguasai Negara atas Sumber Daya Alam, wajib menyelenggarakan fungsi mengatur, mengurus dan mengawasi setiap pengelolaan sumber daya alam.

Pasal-pasal bermasalah dalam UU minerba yang telah disahkan, seperti terkandung dalam pasal 4, 7 dan 8, yang mengubah kewenangan pemberian izin pertambangan ke pemerintah pusat. Pasal lain yang dinilai bermasalah yakni pasal 45 yang mengatakan "jika terdapat mineral lain yang tergali dalam satu masa eksplorasi, maka tak akan terkena rolyati; pasal 128 A yang mengatur "pemberian insentif kepada perusahaan yang melakukan pemurnian", serta pasal 169 A dan 169 B yang dinilai bisa menjadi karpet merah bagi perusahaan tambang batubara yang saat ini menguasai 70 persen pertambangan di Indonesia.

Undang-Undang Nomer 3 Tahun 2020 tentang Perubahan Terhadap Undang-Undang-Undang Nomer 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara dianalisis dapat mengancam masyarakat, lingkungan dan bahkan ekosistem yang berada di daerah sekitar tambang. Selain itu, UU Minerba juga mengancam hutan lindung dan konservasi. Sebab, dalam UU mengisyaratkan semua kawasan, termasuk hutan lindung dan konservasi boleh dieksplorasi. Dengan izin eksplorasi tersebut, maka akan semakin memuluskan eksploitasi di kawasan hutan lindung dan akan sangat berdampak buruk bagi lingkungan. Di balik semua ini, tentu secara implisit mengisyaratkan kepentingan; bahwa penilaian ekonomi lebih dikedepankan daripada konservasi. 5. SIMPULAN DAN SARAN

Pelaksanaan hak-hak yang ada dalam lingkup hak asasi lingkungan berupa hak pembangunan dan hak penggunaan kekayaan dan sumber alam (batubara), tidak boleh sama sekali mengurangi hak setiap warga negara atas lingkungan hidup yang baik dan sehat seperti yang

diamanatkan dalam Pasal 28H ayat (1) UUD 1945 dan UUPPLH dan menerapkan ISO 14001 : 2015. Oleh karena itu, negara wajib mempertegas kebijakan perizinan, baik izin lingkungan maupun izin usaha pertambangan yang terpadu dan mengacu pada konsep pembangunan yang berkelanjutan serta berwawasan lingkungan, sebagai upaya preventif terjadinya pencemaran dan kerusakan lingkungan hidup. Sebagaimana diatur dalam Pasal 2 huruf J UUPPLH, maka perlu adanya penelitian lanjutan berkaitan dengan pemenuhan hak-hak warga negara, khususnya hak atas lingkungan hidup yang baik dan sehat yang telah dilanggar akibat kegiatan pertambangan batubara.

6. DAFTAR RUJUKAN

Bаtubаrа, Bosmаn, dkk. (2010). Bencаnа

Industri : Relаsi Negаrа,

Perusаhааn, dаn Mаsyаrаkаt Sipil, cetаkаn pertаmа. Depok: Desаntаrа Franky Butar Butar. (2010), Penegakan

Hukum Lingkungan di Bidang Pertambangan, Yuridika Vol. 25 No. 2, Mei–Agustus 2010: 151–168 : file:///C:/Users/hudri/Downloads/252 -18295-1-PB%20(1).pdf, diakses pada 25 September 2020.

Fаdli, Moh., Mukhlish, dаn Lutfim Mustаfа. (2016). Hukum dаn Kebijаkаn Lingkungаn cetаkаn I. Mаlаng: UB Press

Hidayat, Atep dan Muhammad Kholil. (2018). Manajemen Lingkugan dengan Berpikir Hijau. Writing Revolution: Yogyakarta.

HS, Sаlim. (2014). Hukum Pertаmbаngаn Minerаl dаn Bаtubаrа. Jаkаrtа Timur: Sinаr Grаfikа

Hаmzаh, Аmir. (1995). Sekitаr Аsаs-Аsаs Hukum dаn Sistem Hukum. Mаlаng: Fаkultаs Hukum Universitаs Brаwijаyа

Ibrаhim, Johnny. (2006). Teori dаn

Metodologi Penelitiаn Hukum

Normаtif. Mаlаng: Bаyumediа

(8)

A.76 Kerаf, А. Sonny. (2014). Filsаfаt

Lingkungаn Hidup Аlаm Sebаgаi Sebuаh Sistem Kehidupаn, Yogyаkаrtа: PT. Kаnisius

Mаrzuki, Peter Mаhmud. (2016). Penelitiаn Hukum. Jаkаrtа: Kencаnа Prenаmediа Group

Sаfа’аt, Rаchmаd, I Nyomаn Nurjаyа, Imаm Koeswаhyono, dkk. (2015). Relаsi Negаrа dаn Mаsyаrаkаt Аdаt

Perebutаn Kuаsа аtаs Hаk

Pengelolааn Sumber Dаyа Аlаm. Mаlаng; Suryа Penа Gemilаng

Gambar

Tabel  1  Formulasi  manajeman  lingkungan  berdasar Hukum Pertambangan Minerba

Referensi

Dokumen terkait

Pemeliharaan alat diartikan sebagai suatu kegiatan untuk merawat serta menjaga setiap fasilitas atau peralatan dari bagian-bagian alat pencacah jagung agar dalam keadaan siap

bertujuan untuk melengkapi kelemahan yang berada dalam pendekatan pertama. Pendekatan yang ketiga yaitu pendekatan yang digunakan ialah pendekatan. semiotika. Pendekatan ini

Pada wanita penderita Diabetes Mellitus mempunyai gula ekstra dalam dinding vagina, sehingga menyediakan makanan untuk pertumbuhan jamur seperti Candida

: Eduart Hartono ~ : 014826764 Program Studi : Magister Administrasi Publik MAP Judul Tesis : "Hubungan Antara Aspek-aspek Pendidikan dan Pelatihan Anggota DPRD dengan Unsur

Dengan mengetahui persamaan regresi ini peramalan nilai Y (kreterium) dapat dibuat berdasarkan nilai X (predictor) tertentu. Untuk garis linier dengan satu variable

Kesimpulan yang logis adalah bahwa jika emosi- emosi negatif yang kuat dapat menyebabkan timbulnya perubahan fisiologis tertentu pada tubuh, perubahan yang mugkin dapat

Batas daerah Kabupaten Bolaang Mongondow dengan Kota. Kotamobagu

E-govt dan e-administration yang perlu dikembangkan di Indonesia lebih lanjut Bambang (2003) menjelaskan bahwa sistem harus mampu memberikan layanan yang bersifat elektronik