• Tidak ada hasil yang ditemukan

Asuhan Keperawatan Pada Ibu Hamil Dengan Hiv

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Asuhan Keperawatan Pada Ibu Hamil Dengan Hiv"

Copied!
135
0
0

Teks penuh

(1)

ASUHAN KEPERAWATAN PADA IBU HAMIL DENGAN HIV /AIDS

BAB I PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

HIV berarti virus yang dapat merusak sistem kekebalan tubuh manusia. Ini adalah retrovirus, yang berarti virus yang mengunakan sel tubuhnya sendiri untuk memproduksi kembali dirinya. Asal dari HIV tidak jelas, penemuan kasus awal adalah dari sampel darah yang dikumpulkan tahun 1959 dari seorang laki–laki dari Kinshasa di Republik Demokrat Congo. Tidak diketahui bagaimana ia terinfeksi.

Saat ini terdapat dua jenis HIV: HIV–1 dan HIV–2. HIV–1 mendominasi seluruh dunia dan bermutasi dengan sangat mudah. Keturunan yang berbeda–beda dari HIV–1 juga ada, mereka dapat dikategorikan dalam kelompok dan sub–jenis (clades). Terdapat dua kelompok, yaitu kelompok M dan O. Dalam kelompok M terdapat sekurang–kurangnya 10 sub–jenis yang dibedakan secara turun temurun. Ini adalah sub–jenis A–J. Sub–jenis B kebanyakan ditemukan di America, Japan, Australia, Karibia dan Eropa. Sub–jenis C ditemukan di Afrika Selatan dan India. HIV–2 teridentifikasi pada tahun 1986 dan semula merata di Afrika Barat. Terdapat banyak kemiripan diantara HIV–1 dan HIV–2, contohnya adalah bahwa keduanya menular dengan cara yang sama, keduanya dihubungkan dengan infeksi–infeksi oportunistik dan AIDS yang serupa. Pada orang yang terinfeksi dengan HIV–2, ketidakmampuan menghasilkan kekebalan tubuh terlihat berkembang lebih lambat dan lebih halus. Dibandingkan dengan orang yang terinfeksi dengan HIV–1, maka mereka yang terinfeksi dengan HIV–2 ditulari lebih awal dalam proses penularannya.

HIV dapat menular melalui kontak darah, namun disini kami akan mencoba membahas bagaiamana HIV AIDS yang dialami ibu hamil dan bagaimana melakukan sebuah proses keperawatan pada ibu hamil dengan HIV AIDS.

1.2. Rumusan Masalah

1. Apa pengertian HIV/AIDS? 2. Bagaimana etiologi HIV?

(2)

4. Bagaimana patofisiologi HIV?

5. Bagaimana periode penularan HIV pada ibu hamil? 6. Bagaimana gejala HIV?

7. Apa saja pemeriksaan diagnostik HIV? 8. Bagaimana pengobatan HIV?

9. Bagaimana konsep Asuhan Keperawatan pada ibu hamil dengan HIV?

1.3. Tujuan

1. Mengetahui pengertian HIV/AIDS 2. Mengetahui etiologi HIV

3. Mengetahui macam – macam infeksi HIV 4. Mengetahui patofisiologi HIV

5. Mengetahui periode penularan HIV pada ibu hamil 6. Mengetahui gejala HIV

7. Mengetahui pemeriksaan diagnostik HIV 8. Mengetahui pengobatan HIV

9. Mengetahui konsep Asuhan Keperawatan pada ibu hamil dengan HIV

BAB II

TINJAUAN TEORI

2.1. Pengertian

HIV ( Human immunodeficiency Virus ) adalah virus pada manusia yang menyerang system kekebalan tubuh manusia yang dalam jangka waktu yang relatif lama dapat menyebabkan AIDS, sedangkan AIDS sendiri adalah suatu sindroma penyakit yang muncul secara kompleks

(3)

dalam waktu relatif lama karena penurunan sistem kekebalan tubuh yang disebabkan oleh infeksi HIV.

 AIDS (Acquired Immunodeficiency Syndrome) adalah sindroma yang menunjukkan defisiensi imun seluler pada seseorang tanpa adanya penyebab yang diketahui untuk dapat menerangkan terjadinya defisiensi tersebut sepertii keganasan, obat-obat supresi imun, penyakit infeksi yang sudah dikenal dan sebagainya ( Rampengan & Laurentz ,1997 : 171).

 AIDS adalah penyakit yang disebabkan oleh virus yang merusak sistem kekebalan tubuh manusia (H. JH. Wartono, 1999 : 09).

 AIDS merupakan kumpulan gejala penyakit akibat menurunnya sistem kekebalan tubuh (dr. JH. Syahlan, SKM. dkk, 1997 : 17).

Infeksi pada kehamilan adalah penyebab morbiditas ibu dan neonatal yang sudah diketahui. Banyak kasus dapat dicegah, dan dalam makalah ini akan dibahas mengenai penyakit infeksi yang sering ditemukan yang dapat terjadi dalam kehamilan.

2.2. Etiologi

Penyebab infeksi adalah golongan virus retro yang disebut human immunodeficiency virus (HIV). HIV pertama kali ditemukan pada tahun 1983 sebagai retrovirus dan disebut HIV-1. Pada tahun 1986 di Afrika ditemukan lagi retrovirus baru yang diberi nama HIV-2. HIV-2 dianggap sebagai virus kurang pathogen dibandingkaan dengan HIV-1. Maka untuk memudahkan keduanya disebut HIV.

Transmisi infeksi HIV dan AIDS terdiri dari lima fase yaitu :

1. Periode jendela. Lamanya 4 minggu sampai 6 bulan setelah infeksi. Tidak ada gejala. 2. Fase infeksi HIV primer akut. Lamanya 1-2 minggu dengan gejala flu likes illness. 3. Infeksi asimtomatik. Lamanya 1-15 atau lebih tahun dengan gejala tidak ada.

4. Supresi imun simtomatik. Diatas 3 tahun dengan gejala demam, keringat malam hari, B menurun, diare, neuropati, lemah, rash, limfadenopati, lesi mulut.

(4)

5. AIDS. Lamanya bervariasi antara 1-5 tahun dari kondisi AIDS pertama kali ditegakkan. Didapatkan infeksi oportunis berat dan tumor pada berbagai system tubuh, dan manifestasi neurologist.

 Cara penularan HIV:

1. Melakukan penetrasi seks yang tidak aman dengan seseorang yang telah terinfeksi. Kondom adalah satu–satunya cara dimana penularan HIV dapat dicegah.

2. Melalui darah yang terinfeksi yang diterima selama transfusi darah dimana darah tersebut belum dideteksi virusnya atau pengunaan jarum suntik yang tidak steril.

3. Dengan mengunakan bersama jarum untuk menyuntik obat bius dengan seseorang yang telah terinfeksi.

4. Wanita hamil dapat juga menularkan virus ke bayi mereka selama masa kehamilan atau persalinan dan juga melalui menyusui.

 Penularan secara perinatal

1. Ibu hamil yang terinfeksi HIV dapat menularkan HIV pada bayi yang dikandungnya.

2. Penularan dari ibu terjadi terutama pada saat proses melahirkan, karena pada saat itu terjadi kontak secara lansung antara darah ibu dengan bayi sehingga virus dari ibu dapat menular pada bayi.

3. Bayi juga dapat tertular virus HIV dari ibu sewktu berada dalam kandungan atau juga melalui ASI

4. Ibu dengan HIV dianjurkan untuk PASI

 Kelompok resiko tinggi:

1. Lelaki homoseksual atau biseks. 2. Orang yang ketagian obat intravena 3. Partner seks dari penderita AIDS

4. Penerima darah atau produk darah (transfusi). 5. Bayi dari ibu/bapak terinfeksi.

(5)

Atas dasar interaksi HIV dengan respon imun pejamu, infeksi HIV dibagi menjadi tiga Tahap :

1. Tahap dini, fase akut, ditandai oleh viremia transien, masuk ke dalam jaringan limfoid, terjadi

penurunan sementara dari CD4+ sel T diikuti serokonversi dan pengaturan replikasi virus dengan dihasilkannya CD8+ sel T antivirus. Secara klinis merupakan penyakit akut yang sembuh sendiri dengan nyeri tenggorok, mialgia non-spesifik, dan meningitis aseptik. Keseimbangan klinis dan jumlah CD4+ sel T menjadi normal terjadi dalam waktu 6-12 minggu.

2. Tahap menengah, fase kronik, berupa keadaan laten secara klinis dengan replikasi. virus yang

rendah khususnya di jaringan limfoid dan hitungan CD4+ secara perlahan menurun. Penderita dapat mengalami pembesaran kelenjar limfe yang luas tanpa gejala yang jelas. Tahap ini dapat mencapai beberapa tahun. Pada akhir tahap ini terjadi demam, kemerahan kulit, kelelahan, dan viremia. Tahap kronik dapat berakhir antara 7-10 tahun.

3. Tahap akhir, fase krisis, ditandai dengan menurunnya pertahanan tubuh penderita secara cepat

berupa rendahnya jumlah CD4+, penurunan berat badan, diare, infeksi oportunistik, dan keganasan sekunder. Tahap ini umumnya dikenal sebagai AIDS. Petunjuk dari CDC di Amerika Serikat menganggap semua orang dengan infeksi HIV dan jumlah sel T CD4+ kurang dari 200 sel/µl sebagai AIDS, meskipun gambaran klinis belum terlihat. ( Robbins, dkk, 1998 : 143 )

2.4. Patofisiologi

 HIV masuk kedalam darah dan mendekati sel T–helper dengan melekatkan dirinya pada protein CD4. Sekali ia berada di dalam, materi viral (jumlah virus dalam tubuh penderita) turunan yang disebut RNA (ribonucleic acid) berubah menjadi viral DNA (deoxyribonucleic acid) dengan suatu enzim yang disebut reverse transcriptase. Viral DNA tersebut menjadi bagian dari DNA manusia, yang mana, daripada menghasilkan lebih banyak sel jenisnya, benda tersebut mulai menghasilkan virus–virus HI.

 Enzim lainnya, protease, mengatur viral kimia untuk membentuk virus–virus yang baru. Virus– virus baru tersebut keluar dari sel tubuh dan bergerak bebas dalam aliran darah, dan berhasil menulari lebih banyak sel. Ini adalah sebuah proses yang sedikit demi sedikit dimana akhirnya merusak sistem kekebalan tubuh dan meninggalkan tubuh menjadi mudah diserang oleh infeksi dan penyakit–penyakit yang lain. Dibutuhkan waktu untuk menularkan virus tersebut dari orang ke orang.

(6)

 Respons tubuh secara alamiah terhadap suatu infeksi adalah untuk melawan sel–sel yang terinfeksi dan mengantikan sel–sel yang telah hilang. Respons tersebut mendorong virus untuk menghasilkan kembali dirinya.

 Jumlah normal dari sel–sel CD4+T pada seseorang yang sehat adalah 800–1200 sel/ml kubik darah. Ketika seorang pengidap HIV yang sel–sel CD4+ T–nya terhitung dibawah 200, dia menjadi semakin mudah diserang oleh infeksi–infeksi oportunistik.

 Infeksi–infeksi oportunistik adalah infeksi–infeksi yang timbul ketika sistem kekebalan tertekan. Pada seseorang dengan sistem kekebalan yang sehat infeksi–infeksi tersebut tidak biasanya mengancam hidup mereka tetapi bagi seorang pengidap HIV hal tersebut dapat menjadi fatal.

Menyerang T Limfosit, sel saraf,makrofag, monosit,

limfosit B

(7)
(8)
(9)

produk-produk darah). Wanita dapat menjadi calon yang menerima Rho D Imunoglobulin. Penularan HIV belum ditemukan adanya vaksin Rh. Proses persiapan melibatkan alcohol ethyl yang membuat virus tidak aktif. Vaksin ini dibuat dari darah yang diambil dari kelompok donor regular yang tidak dikenali. Darah yang digunakan untuk memproduksi vaksin menjalani tes darah yang dapat mendeteksi darah adanya HIV (Francis, Chin, 1987, MMWR, 1987). Beberapa ketidaknyamanan yang dihadapi pada masa prenatal (seperti kelelahan, anoreksia, dan penurunan berat badan) menyiratkan tanda-tanda dan gejal-gejala infeksi HIV.

Diagnosa yang berbeda-beda terhadap seluruh keluhan dan gejala infeksi yang disebabkan kehamilan dibenarkan. Tanda-tanda utama infeksi HIV yang semakin memburuk mencakup turunnya berat badan lebih dari 10% dari berat badab sebelum kehamilan, diare kronis lebih dari 1bulan dan demam (kambuhan atau konstan) selama lebih dari 1 bulan. Untuk mendukung system, wanita hamil harus mendapat nutrisi yang optimal, tidur, istirahat, latihan, dan reduksi stress. Jika infeksi HIV telah didiagnosa, wanita tersebut diberitahukan mengenai konsekwensi yang mungkin terjadi pada bayi.

2. Periode Intrapartum

Perawatan wanita yang sakit saat melahirkan tidak diubah secara substansial untuk infeksi tanpa gejala dengan HIV (Minkoff,1987). Cara kelahiran didasarkan hanya pada pertimbangan obstetric karena virus melalui plasenta pada awal kehamilan. Fokus utama pencegahn penyebaran HIV nosocomial dan perlindungan terhadap pelaku perawatan. Resiko penularan HIV dianggap rendah selama kelahiran vaginal.. EPM (Elektrinic Fetal Monitoring) eksternal dilakukan jika EPM diperlukan. Terdapat kemungkinan inokulasi virus ke dalam neonatus jika dilakukan pengambilan sempel darah pada bayi dilakukan atau jika elektroda jangat kepala bayi diterapkan. Disamping itu, seseorang yang melakukan prosedur ini berada pada resiko tertular virus HIV.

3. Periode Postpartum.

Hanya sedikit yang diketahui tentang tindakan klinis selama periode postpartum yang dapat dilakukan pada wanita yang terinfeksi HIV. Walaupun periode postpartum pertengahan tercatat signifikan (update, 1987), tindak lanjut yang lebih lama telah mengungkap frekwensi

(10)

penyakit kilinis yang tinggi pada ibu-ibu yang anaknya menderita penyakit (Skott, 1985; Minkoff et al, 1987). Tindakan pencegahan universal dilakukan terhadap ibu dan bayi, seperti yang dilakukan terhadap semua pasien. Wanita dan bayinya diarahkan pada dokter yang berpengalamn dalam pengobatan AIDS dan keadaan-keadaan yang menyertainya. Pengaruh infeksi pada bayi dan neonatal mungkin tidak jelas. Karena virus yang melalui plasenta, darah di tali pusat akan menunjukkan antibody HIV baik apabila bayi terinfeksi ataupun tidak. Selama itu antibody yang melalui palang plasenta mungkin tidak terdapat pada bayi yang tidak terinfeksi sampai usia 15 bulan. Ketika infeksi HIV menjadi aktif banyak infeksi lain yang biasa menyertai pada orang dewasa terjadi pada bayi. Komplikasi yang menyertai infeksi HIV pada bayi mencakup Enchephalopati, Microchephalli, Defisit Kognitif, system saraf pusat (CNS/central nervous system) Lhympoma, Cerebro Vaskuler Accident, gagal pernapasan dan Lhympaclenophaty.

2.6. Gejala HIV AIDS

1. Gejala mayor

a. BB menurun lebih dari 10% dalam 1 bulan b. Diare kronik yang berlangsung lebih dari 1 bulan c. Penurunan kesadaran dan adanya gangguan neurologis d. Demensia / HIV Ensefalopati

2. Gejala minor

a. Batuk menetap lebih dari 1 bulan b. Dermatitis generalist

c. Adanya herpes zoster yang berulang d. Kandidiasis orofaringeal

e. Herpes simplex kronik progresif f. Limfadenopati generalist

g. Infeksi jamur berulang pada kelamin wanita h. Retinitis Cytomegalovirus

2.7. Pemeriksaan diagnostik

(11)

- ELISA - Western blot - P24 antigen test - Kultur HIV

2. Tes untuk deteksi gangguan system imun. - Hematokrit. - LED - CD4 limfosit - Rasio CD4/CD limfosit - Serum mikroglobulin B2 - Hemoglobulin 2.8. Pengobatan

 Obat–obatan Antiretroviral (ARV) bukanlah suatu pengobatan untuk HIV/AIDS tetapi cukup memperpanjang hidup dari mereka yang mengidap HIV. Pada tempat yang kurang baik pengaturannya permulaan dari pengobatan ARV biasanya secara medis direkomendasikan ketika jumlah sel CD4 dari orang yang mengidap HIV/AIDS adalah 200 atau lebih rendah. Untuk lebih efektif, maka suatu kombinasi dari tiga atau lebih ARV dikonsumsi, secara umum ini adalah mengenai terapi Antiretroviral yang sangat aktif (HAART). Kombinasi dari ARV berikut ini dapat mengunakan:

1. Nucleoside Analogue Reverse Transcriptase Inhibitors (NRTI'), mentargetkan pencegahan protein reverse transcriptase HIV dalam mencegah perpindahan dari viral RNA menjadi viral DNA (contohnya AZT, ddl, ddC & 3TC).

2. Non–nucleoside Reverse Transcriptase Inhibitors (NNRTI's) memperlambat reproduksi dari HIV dengan bercampur dengan reverse transcriptase, suatu enzim viral yang penting. Enzim tersebut sangat esensial untuk HIV dalam memasukan materi turunan kedalam sel–sel. Obat–obatan NNRTI termasuk: Nevirapine, delavirdine (Rescripta), efavirenza (Sustiva).

3. Protease Inhibitors (PI) mengtargetkan protein protease HIV dan menahannya sehingga suatu virus baru tidak dapat berkumpul pada sel tuan rumah dan dilepaskan.

 Pencegahan perpindahan dari ibu ke anak (PMTCT): seorang wanita yang mengidap HIV(+) dapat menularkan HIV kepada bayinya selama masa kehamilan, persalinan dan masa menyusui. Dalam ketidakhadiran dari intervensi pencegahan, kemungkinan bahwa bayi dari seorang wanita

(12)

yang mengidap HIV(+) akan terinfeksi kira–kira 25%–35%. Dua pilihan pengobatan tersedia untuk mengurangi penularan HIV/AIDS dari ibu ke anak. Obat–obatan tersebut adalah:

1. Ziduvidine (AZT) dapat diberikan sebagai suatu rangkaian panjang dari 14–28 minggu selama masa kehamilan. Studi menunjukkan bahwa hal ini menurunkan angka penularan mendekati 67%. Suatu rangkaian pendek dimulai pada kehamilan terlambat sekitar 36 minggu menjadi 50% penurunan. Suatu rangkaian pendek dimulai pada masa persalinan sekitas 38%. Beberapa studi telah menyelidiki pengunaan dari Ziduvidine (AZT) dalam kombinasi dengan Lamivudine (3TC) 2. Nevirapine: diberikan dalam dosis tunggal kepada ibu dalam masa persalinan dan satu dosis tunggal kepada bayi pada sekitar 2–3 hari. Diperkirakan bahwa dosis tersebut dapat menurunkan penularan HIV sekitar 47%. Nevirapine hanya digunakan pada ibu dengan membawa satu tablet kerumah ketika masa persalinan tiba, sementara bayi tersebut harus diberikan satu dosis dalam 3 hari.

 Post–exposure prophylaxis (PEP) adalah sebuah program dari beberapa obat antiviral, yang dikonsumsi beberapa kali setiap harinya, paling kurang 30 hari, untuk mencegah seseorang menjadi terinfeksi dengan HIV sesudah terinfeksi, baik melalui serangan seksual maupun terinfeksi occupational. Dihubungankan dengan permulaan pengunaan dari PEP, maka suatu pengujian HIV harus dijalani untuk menetapkan status orang yang bersangkutan. Informasi dan bimbingan perlu diberikan untuk memungkinkan orang tersebut mengerti obat–obatan, keperluan untuk mentaati, kebutuhan untuk mempraktekan hubungan seks yang aman dan memperbaharui pengujian HIV. Antiretrovirals direkomendasikan untuk PEP termasuk AZT dan 3TC yang digunakan dalam kombinasi. CDC telah memperingatkan mengenai pengunaan dari Nevirapine sebagai bagian dari PEP yang berhutang pada bahaya akan kerusakan pada hati. Sesudah terkena infeksi yang potensial ke HIV, pengobatan PEP perlu dimulai sekurangnya selama 72 jam, sekalipun terdapat bukti untuk mengusulkan bahwa lebih awal seseorang memulai pengobatan, maka keuntungannya pun akan menjadi lebih besar. PEP tidak merekomen dasikan proses terinfeksi secara biasa ke HIV/AIDS sebagaimana hal ini tidak efektif 100%; hal tersebut dapat memberikan efek samping yang hebat dan mendorong perilaku seksual yang tidak aman.

(13)

2.9. Konsep Asuhan Keperawatan

A.

Pengkajian

1. Biodata Klien 2. Riwayat Penyakit

Jenis infeksi sering memberikan petunjuk pertama karena sifat kelainan imun. Umur kronologis pasien juga mempengaruhi imunokompetens. Respon imun sangat tertekan pada orang yang sangat muda karena belum berkembangnya kelenjar timus. Pada lansia, atropi kelenjar timus dapat meningkatkan kerentanan terhadap infeksi. Banyak penyakit kronik yang berhubungan dengan melemahnya fungsi imun. Diabetes meilitus, anemia aplastik, kanker adalah beberapa penyakit yang kronis, keberadaan penyakit seperti ini harus dianggap sebagai factor penunjang saat mengkaji status imunokompetens pasien. Berikut bentuk kelainan hospes dan penyakit serta terapi yang berhubungan dengan kelainan hospes :

 Kerusakan respon imun seluler (Limfosit T )

Terapi radiasi, defisiensi nutrisi, penuaan, aplasia timik, limfoma, kortikosteroid, globulin anti limfosit, disfungsi timik congenital.

 Kerusakan imunitas humoral (Antibodi)

Limfositik leukemia kronis, mieloma, hipogamaglobulemia congenital, protein liosing enteropati (peradangan usus)

(14)

a) Aktifitas / Istirahat

- Gejala : Mudah lelah,intoleran activity,progresi malaise,perubahan pola tidur.

- Tanda : Kelemahan otot, menurunnya massa otot, respon fisiologi aktifitas ( Perubahan TD, frekuensi Jantun dan pernafasan ).

b) Sirkulasi

- Gejala : Penyembuhan yang lambat (anemia), perdarahan lama pada cedera.

- Tanda : Perubahan TD postural,menurunnya volume nadi perifer, pucat / sianosis, perpanjangan pengisian kapiler.

c) Integritas dan Ego

- Gejala : Stress berhubungan dengan kehilangan,mengkuatirkan penampilan, mengingkari doagnosa, putus asa,dan sebagainya.

- Tanda : Mengingkari,cemas,depresi,takut,menarik diri, marah. d) Eliminasi

- Gejala : Diare intermitten, terus menerus, sering dengan atau tanpa kram abdominal, nyeri panggul, rasa terbakar saat miksi

- Tanda : Feces encer dengan atau tanpa mucus atau darah, diare pekat dan sering, nyeri tekan abdominal, lesi atau abses rectal, perianal, perubahan jumlah, warna dan karakteristik urine. e) Makanan / Cairan

- Gejala : Anoreksia, mual muntah, disfagia

- Tanda : Turgor kulit buruk, lesi rongga mulut, kesehatan gigi dan gusi yang buruk, edema f) Hygiene

- Gejala : Tidak dapat menyelesaikan AKS

- Tanda : Penampilan tidak rapi, kurang perawatan diri. g) Neurosensoro

- Gejala : Pusing, sakit kepala, perubahan status mental,kerusakan status indera,kelemahan otot,tremor,perubahan penglihatan.

- Tanda : Perubahan status mental, ide paranoid, ansietas, refleks tidak normal,tremor,kejang,hemiparesis,kejang.

h) Nyeri / Kenyamanan

(15)

- Tanda : Bengkak sendi, nyeri kelenjar,nyeri tekan,penurunan rentan gerak,pincang. i) Pernafasan

- Gejala : ISK sering atau menetap, napas pendek progresif, batuk, sesak pada dada. - Tanda : Takipnea, distress pernapasan, perubahan bunyi napas, adanya sputum. j) Keamanan

- Gejala : Riwayat jatuh, terbakar,pingsan,luka,transfuse darah,penyakit defisiensi imun, demam berulang,berkeringat malam.

- Tanda : Perubahan integritas kulit,luka perianal / abses, timbulnya nodul, pelebaran kelenjar limfe, menurunya kekuatan umum, tekanan umum.

k) Seksualitas

- Gejala : Riwayat berprilaku seks dengan resiko tinggi, menurunnya libido, penggunaan pil pencegah kehamilan.

- Tanda : Kehamilan,herpes genetalia. l) Interaksi Sosial

- Gejala : Masalah yang ditimbulkan oleh diagnosis, isolasi, kesepian, adanya trauma AIDS. - Tanda : Perubahan interaksi.

4. Pemeriksaan Diagnostik a) Tes Laboratorium

Telah dikembangkan sejumlah tes diagnostic yang sebagian masih bersifat penelitian. Tes dan pemeriksaan laboratorium digunakan untuk mendiagnosis Human Immunodeficiency Virus (HIV) dan memantau perkembangan penyakit serta responnya terhadap terapi Human Immunodeficiency Virus (HIV)

 Serologis

- Tes antibody serum

Skrining Human Immunodeficiency Virus (HIV) dan ELISA. Hasil tes positif, tapi bukan merupakan diagnosa

- Tes blot western

Mengkonfirmasi diagnosa Human Immunodeficiency Virus (HIV) - Sel T limfosit

(16)

- Sel T4 helper

Indikator system imun (jumlah <200> - T8 ( sel supresor sitopatik )

Rasio terbalik ( 2 : 1 ) atau lebih besar dari sel suppressor pada sel helper ( T8 ke T4 ) mengindikasikan supresi imun.

- P24 ( Protein pembungkus HIV)

Peningkatan nilai kuantitatif protein mengidentifikasi progresi infeksi - Kadar Ig

Meningkat, terutama Ig A, Ig G, Ig M yang normal atau mendekati normal - Reaksi rantai polimerase

Mendeteksi DNA virus dalam jumlah sedikit pada infeksi sel perifer monoseluler. - Tes PHS

Kapsul hepatitis B dan antibody, sifilis, CMV mungkin positif

 Neurologis

- EEG, MRI, CT Scan otak, EMG (pemeriksaan saraf) - Tes Lainnya

- Sinar X dada

- Menyatakan perkembangan filtrasi interstisial dari PCP tahap lanjut atau adanya komplikasi lain - Tes Fungsi Pulmonal

- Deteksi awal pneumonia interstisial

- Skan Gallium Ambilan difusi pulmonal terjadi pada PCP dan bentuk pneumonia lainnya. - Biopsis

- Diagnosa lain dari sarcoma Kaposi

- Bronkoskopi / pencucian trakeobronkial Dilakukan dengan biopsy pada waktu PCP ataupun dugaan kerusakan paru-paru

 Tes Antibodi

Jika seseorang terinfeksi Human Immunodeficiency Virus (HIV), maka system imun akan bereaksi dengan memproduksi antibody terhadap virus tersebut. Antibody terbentuk dalam

(17)

3 – 12 minggu setelah infeksi, atau bisa sampai 6 – 12 bulan. Hal ini menjelaskan mengapa orang yang terinfeksi awalnya tidak memperlihatkan hasil tes positif. Tapi antibody ternyata tidak efektif, kemampuan mendeteksi antibody Human Immunodeficiency Virus (HIV) dalam darah memungkinkan skrining produk darah dan memudahkan evaluasi diagnostic. Pada tahun 1985 Food and Drug Administration (FDA) memberi lisensi tentang uji kadar Human Immunodeficiency Virus (HIV) bagi semua pendonor darah atau plasma. Tes tersebut, yaitu : - Tes Enzym – Linked Immunosorbent Assay ( ELISA)

Mengidentifikasi antibody yang secara spesifik ditujukan kepada virus Human Immunodeficiency Virus (HIV). ELISA tidak menegakan diagnosa AIDS tapi hanya menunjukkan bahwa seseorang terinfeksi atau pernah terinfeksi Human Immunodeficiency Virus (HIV). Orang yang dalam darahnya terdapat antibody Human Immunodeficiency Virus (HIV) disebut seropositif.

- Western Blot Assay

Mengenali antibody Human Immunodeficiency Virus (HIV) dan memastikan seropositifitas Human Immunodeficiency Virus (HIV)

- Indirect Immunoflouresence

Pengganti pemeriksaan western blot untuk memastikan seropositifitas. - Radio Immuno Precipitation Assay ( RIPA )

Mendeteksi protein dari pada antibody.

B.

Diagnosa Keperawatan

1. Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan imunosupresi, malnutrisi dan pola hidup yang beresiko.

2. Resiko tinggi penularan infeksi pada bayi berhubungan dengan adanya kontak darah dengan bayi sekunder terhadap proses melahirkan.

(18)

3. Resiko tinggi defisit volume cairan berhubungan dengan output cairan berlebih sekunder terhadap diare

4. Intolerans aktivitas berhubungan dengan kelemahan, pertukaran oksigen, malnutrisi, kelelahan. 5. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan intake yang kurang,

meningkatnya kebutuhan metabolic, dan menurunnya absorbsi zat gizi.

(19)

C.

Rencana Keperawatan

N

o Diagnosa

Tujuan dan Kriteria

hasil Intervensi Rasional

1 Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan imunosupresi, malnutrisi dan pola hidup yang beresiko.

Pasien akan bebas infeksi setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3×24 jam dengan kriteria hasil:

- Tidak ada luka atau eksudat.

- Tanda vital dalam

batas normal (TD=110/70, RR=16-24, N=60-100, S=36-37) - Pemeriksaan leukosit normal (6000-10000)

1. Monitor tanda-tanda infeksi baru.

2. gunakan teknik aseptik pada setiap tindakan invasif. Cuci tangan sebelum meberikan tindakan.

3. Anjurkan pasien metoda mencegah terpapar terhadap lingkungan yang patogen.

4. Kumpulkan spesimen untuk tes lab sesuai order.

5. Atur pemberian antiinfeksi sesuai order

1. Untuk pengobatan dini

2. Mencegah pasien terpapar oleh kuman patogen yang diperoleh di rumah sakit.

3. Mencegah bertambahnya infeksi

4. Meyakinkan diagnosis akurat dan pengobatan

5. Mempertahankan kadar darah yang terapeutik

2 Resiko tinggi infeksi

(kontak pasien)

berhubungan dengan infeksi HIV, adanya infeksi nonopportunisitik yang dapat ditransmisikan.

Infeksi HIV tidak ditransmisikan setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3×24 jam dengan kriteria hasil:

- kontak pasien dan tim kesehatan tidak terpapar HIV

- Tidak terinfeksi patogen lain seperti TBC.

1. Anjurkan pasien atau orang penting lainnya metode mencegah transmisi HIV dan kuman patogen lainnya.

2. Gunakan darah dan cairan tubuh precaution bial merawat pasien. Gunakan masker bila perlu.

1. Pasien dan keluarga mau dan memerlukan informasikan ini

2. Mencegah transimisi infeksi HIV ke orang lain

(20)

cairan berhubungan dengan output cairan berlebih sekunder terhadap diare

dapat teratasi setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1×24 jam dengan criteria hasil: - perut lunak - tidak tegang

- feses lunak, warna normal

- kram perut hilang,

feses dan adanya darah. Auskultasi bunyi usus

Atur agen antimotilitas dan psilium (Metamucil) sesuai order

Berikan ointment A dan D, vaselin atau zinc oside

dalam feses

2. Hipermotiliti mumnya dengan diare

3. Mengurangi motilitas usus, yang pelan, emperburuk perforasi pada intestinal

4. Untuk menghilangkan distensi

D.

Implementasi

Didasarkan pada diagnosa yang muncul baik secara aktual, resiko, atau potensial. Kemudian dilakukan tindakan keperawatan yang sesuai berdasarkan NCP.

E.

Evaluasi

Disimpulkan berdasarkan pada sejauh mana keberhasilan mencapai kriteria hasil, sehingga dapat diputuskan apakah intervensi tetap dilanjutkan, dihentikan, atau diganti jika tindakan yang sebelumnya tidak berhasil

(21)

BAB III PENUTUP

3.1. Kesimpulan

`HIV ( Human immunodeficiency Virus ) adalah virus pada manusia yang menyerang system kekebalan tubuh manusia yang dalam jangka waktu yang relatif lama dapat menyebabkan AIDS. Penyebab infeksi adalah golongan virus retro yang disebut human immunodeficiency virus (HIV). Cara penularan HIVmelakukan penetrasi seks, melalui darah yang terinfeksi, dengan mengunakan bersama jarum untuk menyuntik obat bius dengan seseorang yang telah terinfeksi, wanita hamil. Penularan secara perinatal terjadi terutama pada saat proses melahirkan, karena pada saat itu terjadi kontak secara lansung antara darah ibu dengan bayi sehingga virus dari ibu dapat menular pada bayi.

Kelompok resiko tinggi: lelaki homoseksual atau biseks, orang yang ketagian obat intravena, partner seks dari penderita AIDS, penerima darah atau produk darah (transfusi), bayi dari ibu/bapak terinfeksi. Gejala mayor infeksi HIV adalah BB menurun lebih dari 10% dalam 1 bulan, diare kronik yang berlangsung lebih dari 1 bulan, penurunan kesadaran dan adanya gangguan neurologis, demensia / HIV ensefalopati. Gejala minor: batuk menetap lebih dari 1 bulan, dermatitis generalist, adanya herpes zoster yang berulang, kandidiasis orofaringeal, herpes simplex kronik progresif, limfadenopati generalist,

infeksi jamur berulang pada kelamin wanita, retinitis cytomegalovirus.

3.2. Saran

Dengan dibuatnya makalah HIV pada ibu hamil ini, diharapkan nantinya akan memberikan manfaat bagi para pembaca terutama pemahaman yang berhubungan dengan bagaimana melakukan sebuah proses asuhan keperawatan maternitas terutama pada ibu hamil yang juga menderita HIV.

(22)

DAFTAR PUSTAKA

Carpenito, Lynda Juall. 2006. Diagnosis Keperawatan. Jakarta: EGC

Doengoes, Marilynn, dkk, 2000, Rencana Asuhan Keperawatan ; Pedoman untuk Perencanaan dan

Pendokumentasian Perawatan Pasien, edisi 3, alih bahasa : I Made Kariasa dan Ni Made S,

EGC, Jakarta

Kuswayan. 2009. Apa itu HIV/AIDS?. http://www.kswann.com/WhatisHIVAIDS.pdf. 07 Oktober 2013. 13.00 WIB (access online)

Yati, Ida. 2010. AIDS pada ibu hamil. http://www.docstoc.com/docs/. 05 Oktober 2013. 15.10 WIB (access online)

(23)

Administrator. 2010. Pencegahan dan Penatalaksanaan Infeksi HIV (AIDS) pada kehamilan. http://www.mkb-online.org/. 05 Oktober 2013. 13.30 WIB (access online)

http://adinasyafa32.blogspot.co.id/2015/03/asuhan-keperawatan-pada-ibu-hamil.html

Kamis, 12 Maret 2015

Jumat, 28 Maret 2014

HIV/AIDS PADA IBU HAMIL

DAFTAR ISI

DAFTAR ISI...i BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG...1 B. RUMUSAN MASALAH...2 C. JUTUAN PENULISAN...2 BAB II PEMBAHASAN

I. KONSEP HIV/AIDS PADA IBU HAMIL/PEREMPUAN

A. Pengertian...4 B. Etiologi...5 C. Manifestasi Klinis...6 D. Patofisiologi...7 E. Penularan HIV dari Ibu ke Bayinya...7

(24)

F. Factor Resiko...10 G. Pemeriksaan Penunjang...11 H. Penatalaksanaan...12 I. Pencegahan...13 II. KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN HIV/AIDS PADA IBU HAMIL A. Pengkajian...15 B. Diagnose keperawatan...16 C. Perencanaan...16 D. Evaluasi...21

BAB III PENUTUP

A. KESIMPULAN...23 B. SARAN...23

DAFTAR PUSTAKA...24

KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Kuasa atas segala limpahan Rahmat-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan penyusunan makalah ini dalam bentuk maupun isinya yang sangat sederhana.

Harapan kami Semoga makalah ini dapat dipergunakan sebagai salah satu acuan, petunjuk maupun pedoman bagi pembaca untuk mengetahui informasi tentang penyakit

HIV/AIDS pada ibu hamil/perempuan sehingga kami dapat memperbaiki bentuk maupun isi

makalah ini sehingga kedepannya dapat lebih baik.

Makalah ini kami akui masih banyak kekurangan karena pengalaman yang kami miliki sangat kurang. Oleh kerena itu, kami harapkan kepada pembaca untuk memberikan masukan-masukan yang bersifat membangun untuk kesempurnaan makalah ini.

(25)

BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Kehamilan merupakan peristiwa alami yang terjadi pada wanita, namun kehamilan dapat mempengaruhi kondisi kesehatan ibu dan janin terutama pada kehamilan trimester pertama. Wanita hamil trimester pertama pada umumnya mengalami mua, muntah, nafsu makan berkurang dan kelelahan. Menurunnya kondisi wanita hamil cenderung memperberat kondisi klinis wanita dengan penyakit infeksi antara lain infeksi HIV-AIDS.

Sejak ditemukannya infeksi human immunodeficiency virus (HIV) pada tahun 1982, penelitian semakin banyak dilakukan dan ternyata hasilnya sangat mengejutkan dunia. Terdapat sekitar lima jenis HIV dengan bentuk infeksi terakhir disebut AIDS (acquired immunodeficiency

syndrome), yaitu kondisi hilangnya kekebalan tubuh sehingga member kesempatan

berkembangnya berbegai bentuk infeksi dan keganasan, kemunduran kemampuan intelektual, dan penyakit lainnya. Dengan hilangnya semua kekebalan tubuh manusia pada AIDS, tubuh seolah-olah menjadi tempat pembenihan bakteri, protozoa, jamur serta terjadi degenerasi ganas.

Penelitian telah dilakukan sejak HIV pertama kali ditemukan, tetapi sampai saat ini obatnya belum ditemukan sehingga bila terinfeksi virus HIV berarti sudah menuju kematian. Obat yang tersedia sekedar untuk mempertahankan atau memperpanjang usia, bukan untuk membunuh virus HIV.

Orang-orang yang terinfeksi positif HIV yang mengetahui status mereka mungkin dapat memberikan manfaat. Namun, seks tanpa perlindungan antara orang yang yang berisiko membawa HIV sero-positif sebagai super infeksi, penularan infeksi seksual, dan kehamilan yang tidak direncanakan dapat membuat penurunan kesehatan seksual dan reproduksi. Hal ini jelas bahwa banyak pasangan yang harus didorong untuk melakukan tes HIV untuk memastikan status mereka dengan asumsi bahwa mereka mungkin terinfeksi karena pernah memiliki hubungan seksual denga seseorang yang telah diuji dan ditemukan sero-positif HIV.

Komunikasi seksualitas antara orangtua dan anak telah diidentifikasi sebagai factor pelindung untuk seksual emaja dan kesehatan reproduksi, termasuk infeksi HIV. Meningkatkan kesehatan seksual dan reproduksi remaja merupakan prioritas dunia. Intervensi yang bertujuan untuk menunda perilaku seksual, mengurangi jumlah pasangan seksual dan meningkatkan penggunaan kondom. Dari penelitian yang dilakukan di negara berkembang menunjukkan

(26)

bahwa pendidikan seksualitas memiliki potensi untuk memberikan dampak positif pada pengetahuan, sikap, norma dan niat, meskipun mengubah perilaku seksual sangat terbatas.

Evolusi infeksi HIV menjadi penyakit kronis memiliki implikasi di semua pengaturan perawat klinis. Setiap perawat harus memiliki perawatan klinis. Setiap perawat harus memiliki pengetahuan tantang pencegahan, pemeriksaan, pengobatan, dan kronisitas dari penyakit dalam rangka untuk memberikan perawatan yang berkualitas tinggi kepada orang-orang dengan atau berisiko untuk HIV.

B. RUMUSAN MASALAH

1. Konsep HIV/IADS pada ibu hamil/perempuan

a. Apa yang dimaksud HIV/AIDS pada perempuan/ibu hamil? b. Apa penyebab HIV/AIDS pada perempuan/ibu hamil?

c. Sebutkan menifestasi klinis HIV/AID pada perempuan/ibu hamil? d. Bagaimana patofisiologi HIV/AIDS pada perempuan/ibu hamil? e. Bagaimana cara penularan HIV/AIDS?

f. Apa faktor risiko HIV/AIDS pada perempuan/ibu hamil?

g. Sebutkan pemeriksaan penunjang HIV/AIDS pada perempuan/ibu hamil? h. Sebutkan penatalaksanaan HIV/AIDS pada perempuan/ibu hamil?

i. Bagaimana pencegahan HIV/AIDS pada perempuan/ibu hamil?

j. Bagaimana sikap dan pertolongan persalinan pada perempuan/ibu hamil? 2. Konsep asuhan keperawatan pada klien HIV/AIDS pada ibu hamil/perempuan a. Bagaimana asuhan keperawatan HIV/AIDS pada perempuan/ibu hamil?

k. TUJUAN PENULISAN 1. Tujuan umum

Untuk mengetahui penyakit HIV/AIDS pada perempuan/ibu hamil dan untuk mengetahui Asuhan Keperawatan HIV/AIDS pada perempuan/ibu hamil.

2. Tujuan khusus

a. Untuk mengetahui pengertian HIV/AIDS pada perempuan/ibu hamil

b. Untuk mengetahui penyebab/etiologi HIV/AIDS pada perempuan/ibu hamil c. Untuk mengetahui menifestasi klinis HIV/AIDS pada perempuan/ibu hamil d. Untuk mengetahui patofisiologi HIV/AIDS pada perempuan/ibu hamil e. Untuk mengetahui cara penularan HIV/AIDS

f. Untuk mengetahui factor risiko HIV/AIDS pada perempuan/ibu hamil

g. Untuk mengetahui pemeriksaan penunjang HIV/AIDS pada perempuan/ibu hamil h. Untuk mengetahui penatalaksaan HIV/AIDS pada perempuan/ibu hamil

i. Untuk mengetahui pencegahan HIV/AIDS pada perempuan/ibu hamil j. Untuk mengetahui sikap dan pertolongan persalinan

(27)

k. Untuk mengetahui Asuhan keperawatan HIV/AIDS pada perempuan/ibu hamil

BAB II

PEMBAHASAN

I. KONSEP HIV AIDS PADA IBU HAMIL/PEREMPUAN

A. Pengertian

Human immunodeficiency virus (HIV) adalah retrovirus yang menginfeksi sel-sel sistem kekebalan tubuh, menghancurkan atau merusak fungsinya. Selama infeksi berlangsung, sistem kekebalan tubuh menjadi lemah, dan orang menjadi lebih rentan terhadap infeksi. Tahap yang lebih lanjut dari infeksi HIV adalah acquired immunodeficiency syndrome (AIDS). Hal ini dapat memakan waktu 10-15tahun untuk orang yang terinfeksi HIV hingga berkembang menjadi AIDS, obat antiretroviral dapat memperlambat proses lebih jauh. HIV ditularkan melalui hubungan seksual (anal atau vaginal), transfusi darah yang terkontaminasi, berbagi jarum yang terkontaminasi, dan antara ibu dan bayinya selama kehamilan, melahirkan dan menyusui.

AIDS diartikan sebagai bentuk paling erat dari keadaan sakit terus menerus yang berkaitan dengan infeksi Human Immunodeficiency Virus (HIV). (Suzane C. Smetzler dan Brenda G.Bare).

AIDS (acquired immunodeficiency syndrome) adalah suatu penyakit retrovirus epidemik menular, yang disebabkan oleh infeksi HIV, yang pada kasus berat bermanifestasi sebagai depresi berat imunitas seluler, dan mengenai kelompok risiko tertentu, termasuk pria homoseksual atau biseksual, penyalahgunaan obat intravena, penderita hemofilia, dan penerima

(28)

transfusi darah lainnya, hubungan seksual dari individu yang terinfeksi virus tersebut. (Kamus kedokteran Dorlan, 2002).

AIDS merupakan bentuk paling hebat dari infeksi HIV, mulai dari kelainan ringan dalam respon imun tanpa tanda dan gejala yang nyata hingga keadaan imunosupresi dan berkaitan dengan berbagai infeksi yang dapat membawa kematian dan dengan kelainan malignitas yang jarang terjadi. (Menurut Center for Disease Control and Prevention).

Wanita hamil lebih berisiko tertular Human Immunodeficien Virus (HIV) dibandingkan dengan wanita yang tidak hamil. Jika HIV positif, wanita hamil lebih sering dapat menularkan HIV kepada mereka yang tidak terinfeksi daripada wanita yang tidak hamil.

Menurut laporan CDR (Center for Disease Control) Amerika mengemukakan bahwa jumlah wanita penderita AIDS di dunia terus bertambah, khususnya pada usia reproduksi. Sekitar 80% penderita AIDS anak-anak mengalami infeksi prenatal dari ibunya. Seroprevalensi HIV pada ibu prenatal adalah 0,0-1,7%, saat persalinan 0,4-0,3% dan 9,4-29,6% pada ibu hamil yang biasa menggunakan narkotika intravena.

Wanita usia produktif merupakan usia yang berisiko tertular infeksi HIV. Dilihat dari profil umur, ada kecendrungan bahwa infeksi HIV pada wanita mengarah ke umur yang lebih muda, dalam arti bahwa usia muda lebih banyak terdapat wanita yang terinfeksi, sedangkan pada usia di atas 45 tahun infeksi pada wanita lebih sedikit. Dilain pihak menurut para ahli kebidanan bahwa usia reproduktif merupakan usia wanita yang lebih tepat untuk hamil dan melahirkan. Hasil survey di Uganda pada tahun 2003 mengemukakan bahwa prevalensi HIV di klinik bersalin adalah 6,2%, dan satu dari sepuluh orang Uganda usia antara 30-39 tahun positif HIV-AIDS perlu diwaspadai karena cenderung terjadi pada usia reproduksi.

B. Etiologi

Penyebab AIDS adalah sejenis virus yang tergolong Retrovirus yang disebut Human Immunodeficiency Virus (HIV). Virus ini pertama kali diisolasi oleh Montagnier dan kawan-kawan di Prancis pada tahun 1983 dengan nama Lymphadenopathy Associated Virus (LAV), sedangkan Gallo di Amerika Serikat pada tahun 1984 mengisolasi (HIV) III. Kemudian atas kesepakatan internasional pada tahun 1986 nama firus dirubah menjadi HIV.

Muman Immunodeficiency Virus adalah sejenis Retrovirus RNA. Dalam bentuknya yang asli merupakan partikel yang inert, tidak dapat berkembang atau melukai sampai ia masuk ke sel target. Sel target virus ini terutama sel Lymfosit T, karena ia mempunyai reseptor untuk virus

(29)

HIV yang disebut CD-4. Didalam sel Lymfosit T, virus dapat berkembang dan seperti retrovirus yang lain, dapat tetap hidup lama dalam sel dengan keadaan inaktif. Walaupun demikian virus dalam tubuh pengidap HIV selalu dianggap infeksius yang setiap saat dapat aktif dan dapat ditularkan selama hidup penderita tersebut..

Secara mortologis HIV terdiri atas 2 bagian besar yaitu bagian inti (core) dan bagian selubung (envelop). Bagian inti berbentuk silindris tersusun atas dua untaian RNA (Ribonucleic Acid). Enzim reverce transcriptase dan beberapa jenis prosein. Bagian selubung terdiri atas lipid dan glikoprotein. Karena bagian luar virus (lemak) tidak tahan panas, bahan kimia, maka HIV termasuk virus sensitif terhadap pengaruh lingkungan seperti air mendidih, sinar matahari dan mudah dimatikan dengan berbagai disinfektan seperti eter, aseton, alkohol, jodium hipoklorit dan sebagainya, tetapi telatif resisten terhadap radiasi dan sinar utraviolet.

Virus HIV hidup dalam darah, saliva, semen, air mata dan mudah mati diluar tubuh. HIV dapat juga ditemukan dalam sel monosit, makrotag dan sel glia jaringan otak.

Penularan virus HIV/AIDS terjadi karena beberapa hal, di antaranya ; 1. Penularan melalui darah, penularan melalui hubungan seks (pelecehan seksual). 2. Hubungan seksual yang berganti-ganti pasangan.

3. Perempuan yang menggunakan obat bius injeksi dan bergantian memakai alat suntik.

4. Individu yang terpajan ke semen atau cairan vagina sewaktu berhubungan kelamin dengan orang yang terinfeksi HIV.

5. Orang yang melakukuan transfusi darah dengan orang yang terinfeksi HIV, berarti setiap orang yang terpajan darah yang tercemar melalui transfusi atau jarum suntik yang terkontaminasi.

C. Manifestasi Klinis

Manifestasi klinis yang tampak dibagi menjadi 2, yaitu: 1. Manifestasi Klinis Mayor

a. Demam berkepanjangan lebih dari 3 bulan.

b. Diare kronis lebih dari satu bulan berulang maupun terus-menerus. c. Kehilangan napsu makan.

d. Penurunan berat badan lebih dari 10% dalam 3 tiga bulan. e. Berkeringat.

2. Manifestasi Klinis Minor a. Batuk kronis

b. Infeksi pada mulut dan jamur disebabkan karena jamur Candida Albicans c. Pembengkakan kelenjar getah bening yang menetap di seluruh tubuh

d. Munculnya Herpes zoster berulang dan bercak-bercak gatal di seluruh tubuh

(30)

Kehamilan merupakan usia yang rawan tertular HIV-AIDS. Penularan HIV-AIDS pada wanita hamil terjadi melalui hubungan seksual dengan suaminya yang sudah terinfeksi HIV. Pada negara berkembang istri tidak berani mengatur kehidupan seksual suaminya di luar rumah. Kondisi ini dipengaruhi oleh sosial dan ekonomi wanita yang masih rendah, dan isteri sangat percaya bahwa suaminya setia, dan lagi pula masalah seksual masih dianggap tabu untuk dibicarakan.

Virus HIV tergolong retrovirus, yang merupakan standar RNA, tunggal terbungkus. Bila memasuki tubuh, virus akan melekat pada reseptor CD4 sel terinfeksi. Kemudian virus mempergunakan enzim reverse transcriptase, yang mampu membentuk DNA ganda. Standar DNA ganda ini mampu masuk sirkulasi sel menuju intinya dan bersatu dengan DNA inti sel yang asli. DNA virus dapat membentuk RNA yang terinfeksi dan RNA yang akan membawa tanda (berita) sehingga dapat membentuk protein.

Pertumbuhan virus HIV terbatas pada limfosit, monosit, makrofag, dan sumber pembentuk sum-sum tulang tertentu. Secara intraseluler, virus dapat memecah diri sehingga setelah selnya hancur dapat dikeluarkan virus HIV baru yang akan menyerang sel lainnya. Bentuk virus HIV selalu berubah-ubah, sesuai dengan sel yang diserangnya sehingga sulit untuk membuat antibody atau antigen agar mampu membuat vaksinnya. Oleh karena itu, obatnya masih sulit untuk dibuat sampai saat ini.

E. Penularan HIV dari Ibu kepada Bayinya

Cara penularan virus HIV-AIDS pada wanita hamil dapat melalui hubungan seksual. Salah seorang peneliti mengemukakan bahwa penularan dari suami yang terinfeksi HIV ke isterinya sejumlah 22% dan istri yang terinfeksi HIV ke suaminya sejumlah 8%. Namun penelitian lain mendapatkan serokonversi (dari pemeriksaan laboratorium negatif menjadi positif) dalam 1-3 tahun dimana didapatkan 42% dari suami dan 38% dari isteri ke suami dianggap sama.

Penularan HIV dari ibu ke anak terjadi karena wanita yang menderita HIV/AIDS sebagian besar masih berusia subur, sehingga terdapat resiko penularan infeksi yang terjadi pada saat kehamilan (Richard, et al., 1997). Selain itu juga karena terinfeksi dari suami atau pasangan yang sudah terinfeksi HIV/AIDS karena sering berganti-ganti pasangan dan gaya hidup. Penularan ini dapat terjadi dalam 3 periode :

1. Periode kehamilan

Selama kehamilan, kemungkinan bayi tertular HIV sangat kecil. Hal ini disebabkan karena terdapatnya plasenta yang tidak dapat ditembus oleh virus itu sendiri. Oksigen, makanan,

(31)

antibodi dan obat-obatan memang dapat menembus plasenta, tetapi tidak oleh HIV. Plasenta justru melindungi janin dari infeksi HIV. Perlindungan menjadi tidak efektif apabila ibu:

a. Mengalami infeksi viral, bakterial, dan parasit (terutama malaria) pada plasenta selama kehamilan.

b. Terinfeksi HIV selama kehamilan, membuat meningkatnya muatan virus pada saat itu. c. Mempunyai daya tahan tubuh yang menurun.

d. Mengalami malnutrisi selama kehamilan yang secara tidak langsung berkontribusi untuk terjadinya penularan dari ibu ke anak.

2. Periode persalinan

Pada periode ini, resiko terjadinya penularan HIV lebih besar jika dibandingkan periode kehamilan. Penularan terjadi melalui transfusi fetomaternal atau kontak antara kulit atau membrane mukosa bayi dengan darah atau sekresi maternal saat melahirkan. Semakin lama proses persalinan, maka semakin besar pula resiko penularan terjadi. Oleh karena itu, lamanya persalinan dapat dipersingkat dengan section caesaria. Faktor yang mempengaruhi tingginya risiko penularan dari ibu ke anak selama proses persalinan adalah:Lama robeknya membran. a. Chorioamnionitis akut (disebabkan tidak diterapinya IMS atau infeksi lainnya).

b. Teknik invasif saat melahirkan yang meningkatkan kontak bayi dengan darah ibu misalnya, episiotomi.

c. Anak pertama dalam kelahiran kembar 3. Periode Post Partum

Cara penularan yang dimaksud disini yaitu penularan melalui ASI. Berdasarkan data penelitian De Cock, dkk (2000), diketahui bahwa ibu yang menyusui bayinya mempunyai resiko menularkan HIV sebesar 10- 15% dibandingkan ibu yang tidak menyusui bayinya. Risiko penularan melalui ASI tergantung dari:

a. Pola pemberian ASI, bayi yang mendapatkan ASI secara eksklusif akan kurang berisiko dibanding dengan pemberian campuran.

b. Patologi payudara: mastitis, robekan puting susu, perdarahan putting susu dan infeksi payudara lainnya.

c. Lamanya pemberian ASI, makin lama makin besar kemungkinan infeksi. d. Status gizi ibu yang buruk.

Banyak cara yang diduga menjadi cara penularan virus HIV, namun hingga kini cara penularan HIV yang diketahui adalah melalui:

1. Transmisi Seksual

Penularan melalui hubungan seksual baik Homoseksual maupun Heteroseksual merupakan penularan infeksi HIV yang paling sering terjadi. Penularan ini berhubungan dengan semen dan cairan vagina atau serik. Infeksi dapat ditularkan dari setiap pengidap infeksi HIV kepada pasangan seksnya. Resiko penularan HIV tergantung pada pemilihan pasangan seks, jumlah

(32)

pasangan seks dan jenis hubungan seks. Pada penelitian Darrow (1985) ditemukan resiko seropositive untuk zat anti terhadap HIV cenderung naik pada hubungan seksual yang dilakukan pada pasangan tidak tetap. Orang yang sering berhubungan seksual dengan berganti pasangan merupakan kelompok manusia yang berisiko tinggi terinfeksi virus HIV.

a. Homoseksual

Didunia barat, Amerika Serikat dan Eropa tingkat promiskuitas homoseksual menderita AIDS, berumur antara 20-40 tahun dari semua golongan rusial. Cara hubungan seksual anogenetal merupakan perilaku seksual dengan resiko tinggi bagi penularan HIV, khususnya bagi mitra seksual yang pasif menerima ejakulasi semen dari seseorang pengidap HIV. Hal ini sehubungan dengan mukosa rektum yang sangat tipis dan mudah sekali mengalami pertukaran pada saat berhubungan secara anogenital.

b. Heteroseksual

Di Afrika dan Asia Tenggara cara penularan utama melalui hubungan heteroseksual pada promiskuitas dan penderita terbanyak adalah kelompok umur seksual aktif baik pria maupun wanita yang mempunyai banyak pasangan dan berganti-ganti.

2. Transmisi Non Seksual a. Transmisi Parenral

Yaitu akibat penggunaan jarum suntik dan alat tusuk lainnya (alat tindik) yang telah terkontaminasi, misalnya pada penyalah gunaan narkotik suntik yang menggunakan jarum suntik yang tercemar secara bersama-sama. Disamping dapat juga terjadi melaui jarum suntik yang dipakai oleh petugas kesehatan tanpa disterilkan terlebih dahulu. Resiko tertular cara transmisi parental ini kurang dari 1%.

1) Darah/Produk Darah

Transmisi melalui transfusi atau produk darah terjadi di negara-negara barat sebelum tahun 1985. Sesudah tahun 1985 transmisi melalui jalur ini di negara barat sangat jarang, karena darah donor telah diperiksa sebelum ditransfusikan. Resiko tertular infeksi/HIV lewat trasfusi darah adalah lebih dari 90%.

(33)

Penularan dari ibu yang mengandung HIV positif ke anak mempunyai resiko sebesar 50%. Penularan dapat terjadi sewaktu hamil, melahirkan dan sewaktu menyusui. Penularan melalui air susu ibu termasuk penularan dengan resiko rendah.

F. Faktor Resiko

Semula diperkirakan factor risiko infeksi HIV hanya homoseksual, dan pengguna narkoba yang menggunakan suntikan terinfeksi, tetapi jumlahnya semakin besar. Infeksi HIV terutama menyerang sel T limfosit dan system saraf pusat. Cara masuknya ke dalam sel mulai dengan ikatan reseptornya pada sel lomfosit dan diikuti rusaknya inti kemudian memecahkan dirinya menjadi beberapa virus HIV. Secara berabtai, virus HIV kembali akan menyerang sel lomfosit CD4 sehingga akhirnya terjadi penurunan daya tahan tubuh secara menyeluruh dan disebut acquired immunodefeciency syndrome (AIDS).

Kelompok orang yang berisiko tinggi terinfeksi Virus HIV sebagai berikut : 1. Janin dengan ibu yang terjangkit HIV

2. Perempuan yang menggunakan obat bius injeksi dan bergantian memakai alat suntik. 3. Pekerja seks komersial

4. Pasangan yang heteroseks dengan adanya penyakit kelamin

G. Pemeriksaan Penunjang

Tes-tes saat ini tidak membedakan antara antibody ibu/bayi, dan bayi dapat menunjukkan tes negatif pada usia 9 sampai 15 bulan. Penelitian mencoba mengembangkan prosedur siap pakai yang tidak mahal untuk membedakan respons antibody bayi dan ibu.

1. Pemeriksaan histologis, sitologis urin , hitung darah lengkap, feces, cairan spina, luka, sputum, dan sekresi.

2. Tes neurologis: EEG, MRI, CT Scan otak, EMG.

3. Tes lainnya: sinar X dada menyatakan perkembangan filtrasi interstisial dari PCV tahap lanjut atau adanya komplikasi lain; tes fungsi pulmonal untuk deteksi awal pneumonia interstisial; Scan gallium; biopsy; branskokopi.

4. Tes Antibodi

a. Tes ELISA (enzyme-linked immunosorbent assay), untuk menunjukkan bahwa seseorang terinfeksi atau pernah terinfeksi HIV.

b. Western blot asay/ Indirect Fluorescent Antibody (IFA), untuk mengenali antibodi HIV dan memastikan seropositifitas HIV.

c. Indirect immunoflouresence, sebagai pengganti pemerikasaan western blot untuk memastikan seropositifitas.

(34)

d. Radio immuno precipitation assay, mendeteksi protein pada antibodi. e. Pendeteksian HIV.

Dilakukan dengan pemeriksaan P24 antigen capture assay dengan kadar yang sangat rendah. Bisa juga dengan pemerikasaan kultur HIV atau kultur plasma kuantitatif untuk mengevaluasi efek anti virus, dan pemeriksaan viremia plasma untuk mengukur beban virus (viral burden).

Antibody yang ditimbulkan oleh infeksi HIV terjadi sejak infeksi berusia 2-3 bulan. Antibody ini akan masuk melalui plasenta menuju janin.Infeksi langsung pada janin mulai sejak usia 13 minggu dengan mekanisme yang tidak diketahui. Infeksi ini disebut sebagai infeksi vertical karena berlangsung semasih intrauterin. Cara infeksi lainnya pada bayi adalah saat pertolongan persalinan karena melalui jalan lahir dengan cairannya yang penuh dengan virus HIV.

H. Penatalaksanaan

Pengalaman program yang signifikan dan bukti riset tentang HIV dan pemberian makanan untuk bayi telah dikumpulkan sejak rekomendasi WHO untuk pemberian makanan bayi dalam konteks HIV terakhir kali direvisi pada tahun 2006. Secara khusus, telah dilaporkan bahwa antiretroviral (ARV) intervensi baik ibu yang terinfeksi HIV atau janin yang terpapar HIVsecara signifikan dapat mengurangi risiko penularan HIV pasca kelahiran melalui menyusui. Bukti ini memiliki implikasi besar untuk bagaimana perempuan yang hidup dengan HIV mungkin dapat memberi makan bayi mereka, dan bagaimana para pekerja kesehatan harus nasihati ibu-ibu ini. Bersama-sama, intervensi ASI dan ARV memiliki potensi secara signifikan untuk meningkatkan peluang bayi bertahan hidup sambil tetap tidak terinfeksi HIV.

Dimana otoritas nasional mempromosikan pemberian ASI dan ARV, ibu yang diketahui terinfeksi HIV sekarang direkomendasikan untuk menyusui bayi mereka setidaknya sampai usia 12 bulan. Rekomendasi bahwa makanan pengganti tidak boleh digunakan kecuali jika dapat diterima, layak, terjangkau, berkelanjutan dan aman (AFASS).

Pemberian antiretroviral bertujuan agar viral load rendah sehingga jumlah virus yang ada dalam darah dan cairan tubuh kurang efektif untuk menularkan HIV. Obat yang bisa dipilih untuk negara berkembang adalah Nevirapine, pada saat ibu saat persalinan diberikan 200mg dosis tunggal, sedangka bayi bisa diberikan 2mg/kgBB/72 jam pertama setelah lahir dosis tunggal.

(35)

Obat lain yang bisa dipilih adalah AZT yang diberikan mulai kehamilan 36 minggu 2x300mg/hari dan 300mg setiap jam selama persalinan berlangsung.

Belum ada penyembuhan untuk AIDS jadi yang dilakukan adalah pencegahan seperti yang telah dijelaskan sebelumnya. Tapi, apabila terinfeksi Human Immunodeficiency Virus (HIV) maka terapinya yaitu :

1. Pengendalian infeksi oportunistik. Bertujuan menghilangkan, mengendalikan dan pemulihan infeksi opurtuniti, nosokomial atau sepsis, tindakan ini harus di pertahankan bagi pasien di lingkungan perawatan yang kritis.

2. Terapi AZT (Azidotimidin). Obat ini menghambat replikasi antiviral HIV dengan menghambat enzim pembalik transcriptase.

3. Terapi antiviral baru. Untuk meningkatkan aktivitas system imun dengan menghambat replikasi virus atau memutuskan rantai reproduksi virus pada proses nya. Obat- obat ini adalah : didanosina, ribavirin, diedoxycytidine, recombinant CD4 dapat larut.

4. Vaksin dan rekonstruksi virus, vaksin yang digunakan adalah interveron.

5. Menghindari infeksi lain, karena infeksi dapat mengaktifkan sel T dan mempercepat replikasi HIV.

6. Rehabilitas. Bertujuan untuk memberi dukungan mental-psikologis, membantu mengubah perilaku risiko tinggi menjadi perilaku kurang berisiko atau tidak berisiko, mengingatkan cara hidup sehat dan mempertahankan kondisi tubuh sehat.

7. Pendidikan. Untuk menghindari alkohol dan obat terlarang, makan makanan yang sehat, hindari stres, gizi yang kurang, obat-obatan yang mengganggu fungsi imun. Edukasi ini juga bertujuan untuk mendidik keluarga pasien bagaimana menghadapi kenyataan ketika anak mengidap AIDS dan kemungkinan isolasi dari masyarakat.

I. Pencegahan

Pencegahan penularan HIV dari ibu ke bayi dapat dicegah melalui tiga cara, dan bisa dilakukan mulai saat masa kehamilan, saat persalinan, dan setelah persalinan. Cara tersebut yaitu:

1. Penggunaan obat Antiretroviral selama kehamilan, saat persalinan dan untuk bayi yang baru dilahirkan.

Pemberian antiretroviral bertujuan agar viral load menjadi lebih rendah sehingga jumlah virus yang ada dalam darah dan cairan tubuh kurang efektif untuk menularkan HIV. Satu tablet nevirapine pada waktu mulai sakit melahirkan, kemudian satu tablet lagi diberi pada bayi 2–3

(36)

hari setelah lahir. Menggabungkan nevirapine dan AZT selama persalinan mengurangi penularan menjadi hanya 2 persen.

2. Penanganan obstetrik selama persalinan

Persalinan sebaiknya dipilih dengan menggunakan metode Sectio caesaria karena metode ini terbukti mengurangi resiko penularan HIV dari ibu ke bayi sampai 80%. Apabila pembedahan ini disertai dengan penggunaan terapi antiretroviral, maka resiko dapat diturunkan sampai 87%. Walaupun demikian, pembedahan ini juga mempunyai resiko karena kondisi imunitas ibu yang rendah yang bisa memperlambat penyembuhan luka. Oleh karena itu, persalinan per vagina atau sectio caesaria harus dipertimbangkan sesuai kondisi gizi, keuangan, dan faktor lain.

3. Penatalaksanaan selama menyusui

Pemberian susu formula sebagai pengganti ASI sangat dianjurkan untuk bayi dengan ibu yang positif HIV. Karena sesuai dengan hasil penelitian, didapatkan bahwa ± 14 % bayi terinfeksi HIV melalui ASI yang terinfeksi.

(37)

II. KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN HIV/AIDS PADA IBU HAMIL

A. Pengkajian

1. Data yang dapat dikumpulkan pada klien yaitu data sebelum dan selama kehamilan a. Identitas pasien b. Riwayat Kesehatan 1) Masa lalu 2) Sekarang c. Menstruasi d. Reproduksi e. Keluhan Utama f. Data Psikologi

Kondisi ibu hamil dengan HIV / AIDS takut akan penularan pada bayi yang dikandungnya. Bagi keluarga pasien cenderung untuk menjauh sehingga akan menambah tekanan psikologis pasien. 2. Pemeriksaan fisik

a. Breating

Kaji pernafasan ibu hamil, apabila ibu telah terinfeksi sistem pernafasan maka sepanjang jalr pernafasan akan mengalami gangguan. Misal RR meningkat, kebersihan jalan nafas.

b. Blood

Pemeriksaan darah meliputi pemeriksaan virus HIV/AIDS. Penurunan sel T limfosit; jumlah sel T4 helper; jumlah sel T8 dengan perbandingan 2:1 dengan sel T4; peningkatan nilai kuantitatif P24 (protein pembungkus HIV); peningkatan kadar IgG, Ig M dan Ig A; reaksi rantai polymerase untuk mendeteksi DNA virus dalam jumlah sedikit pada infeksi sel perifer monoseluler; serta tes PHS (pembungkus hepatitis B dan antibodi,sifilis, CMV mungkin positif).

c. Brain

Tingkat kesadaran ibu hamil dengan HIV/AIDS terkadang mengalami penurunan karena proses penyakit. Hal itu dapat disebabkan oleh gangguan imunitas pada ibu hamil.

d. Bowel

Keadaan sisitem pencernaan pada ibu hamil akan mengalami gangguan. Kebanyakan gangguan tersebut adalah diare yang lama. Hal itu disebabkan oleh penurunan sistem imun yang berada di

(38)

tubuh sehingga bakteri yang ada di saluran pencernaan akan mengalami gangguan. Hal itu dapat menyebabkan infeksi saluran pencernaan.

e. Bladder

Kaji tingkat urin klien apakah ada kondisi patologis seperti perubahan warna urin, jumlah dan bau. Hal itu dapan mengidentifikasikan bahwa ada gangguan pada sistem perkemihan. Biasanya saat imunitas menurun resiko infeksi pada uretra klien.

f. Bone

Kaji respon klien, apakah mengalami kesulitan bergerak,reflek pergerakan. pada ibu hamil kebutuhan akan kalsium meningkat,periksa apabila ada resiko osteoporosis. Hal itu dapat memburuk dengan bumil HIV/AIDS.

B. Dignosa Keperawatan

1. Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan imunosupresi, malnutrisi dan pola hidup yang beresiko.

2. Perubahan nutrisi : kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan pengeluaran yang berlebihan ( muntah dan diare berat ).

3. Nyeri akut/kronis berhubungan dengan inflamasi, kejang abdomen dan infeksi.

4. Kurang pengetahuan berhubungan dengan HIV dan AIDS (perjalanan, penyebaran penyakit, efek jangka panjang pada wanita dan janin.

C. Perencanaan

1. Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan imunosupresi, malnutrisi dan pola hidup yang beresiko.

Tujuan : Infeksi tidak terjadi

Kriteria hasil : Mengidentifikasi/ikut serta dalam perilaku yang mengurangi resiko infeksi, tidak demam dan bebas dari pengeluaran/sekresi purulen dan tanda-tanda lain dari kondisi infeksi.

INTERVENSI RASIONAL

Mandiri

1. pasien dan orang terdekat sebelum dan sesudah seluruh kontak perawatan dilakukan.

Mengurangi resiko kontaminasi silang.

2. Berikan lingkungan bersih dan berventilasi.

Mengurangi patogen pada system imun.

3. Pantau TTV, terutama suhu. Peningkatan suhu secara berulang-ulang dari demam yang terjadi untuk

(39)

menunjukkan bahwa tubuh bereaksi pada proses infeksi.

4. Selidiki keluhan sakit kepala, kaku leher, perubahan penglihatan.

Ketidak normalan neurologis umum dan mungkin di hubungkan dengan HIV ataupun infeksi sekunder.

5. Bersihkan kuku setiap hari. Dikikir lebih baik daripada dipotong dan hindari memotong kutikula.

Mengurangi resiko tranmisi bakteri pathogen melalui kulit.

6. Periksa adanya luka/lokasi alat invasif, perhatikan tanda-tanda inflamasi/infeksi local.

Identifikasi/perawatan awal dari infeksi sekunder dapat mencegah terjadinya sepsis.

7. Bersihkan percikan cairan tubuh/darah dengan larutan pemutih.

Mengontrol mikroorganisme pada permukaan kertas.

Kolaborasi

8. Patau studi laboratorium. Mis. Periksa darah, urin, sputum dan lain-lain.

Dilakukan untuk mengidentifikasi demam.

9. Berikan antibiotik, antijamur dan anti mikroba. Seperti pentamidin atau AZT/retrovir.

Mengahambat proses infeksi.

2. Perubahan nutrisi : kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan pengeluaran yang berlebihan ( muntah dan diare berat ).

Tujuan : Mempertahankan massa otot yang adekuat dan mempertahankan berat antara 0,9-1,35 kg dari berat sebelum sakit.

Kriteria hasil : Mempertahankan berat badan atau memperlihatkan peningkatan berat badan dan mendemonstrasikan keseimbangan nitrogen positif, bebas dari malnutrisi dan menunjukkan perbaikan tingkat energy.

INTERVENSI RASIONAL

Mandiri

1. Kaji kemampuan mengunyah, merasakan, dan menelan.

lesi mulut, tenggorokan, dan esophagus dapat menyebabkan disfagia (penurunan kemampuan mengolah makanan dan mengurangi keinginan untuk makan).

(40)

2. Aukultasi bising usus. Hipermotilitas saluran intestinal umum terjadi dan di hubungkan dengan muntah dan diare, yang mempengaruhi pilihan diet. 3. Timbanng berat badan sesuai kebutuhan. Indicator kebutuhan nutrisi/pemasukan yang

adekuat. 4. Berikan perawatan mulut yang terus

menerus, awasi tindakan pencegahan sekresi. Hindari obat kumur yang mengandung alcohol.

Mengurangi ketidaknyamanan yang berhubungan dengan mual/mual, lesi oral, penegeringan mukosa, dan halitosis. Mulut yang bersih akan meningkatkan napsu makan.

5. Kaji obat-obatan tehadap efek samping nutrisi.

profilaktik dan obat-obatan terapeutik mungkin memiliki efeksamping, misalnya AZT (pengubah rasa, mual/muntah).

6. Dorong aktivitas fisik sebanyak mungkin.

Dapat meningkatkan napsu makan dan rasa sehat.

7. Dorong pasien duduk pada saat makan. Mempermudah proses menelan dan mengurangi resiko aspirasi.

Kolaborasi

8. Tinjau ulang pemeriksaan laboratorium. Misalnya glukosa, protein dan albumin.

Mengindikasikan status nutrisi dan fungsi organ, dan mengidentifikasi kebutuhan pengganti.

9. Pasang/pertahankan selang NGT sesuai petunjuk.

Mungkin diperlukan unntuk mengurangi mual/muntah atau untuk pemberian makan per selang.

10. Konsultasikan dengan tim pendukung ahli diet/gizi.

Menyediakan diet berdasarkan kebutuhan individu dengan rute yang tepat.

11. Berikan obat-obatan sesuai petujuk, misal:

Suplemen makanan.

Antiemetik (metoklopramid)

Kekurangan vitamin terjadi akibat penurunan pemasukan makanan.

Menguraningi insiden muntah, meningkatkan fungi gaster.

3. Nyeri akut/kronis berhubungan dengan inflamasi, kejang abdomen dan infeksi. Tujuan : Nyeri dapat diatasi dan hilang.

(41)

Kriteria hasil : Hilangnya/terkontrolnya rasa sakit, menunjukkan posisi/ekspresi wajah rileks.

INTERVENSI RASIONAL

Mandiri

1. Kaji keluhan nyeri, perhatikan lokasi, intensitas nyeri (skala 0-10), frekuensi dan waktu.

Mengindikasikan kebutuhan untuk intervensi dan juga tanda-tanda perkembangan komplikasi.

2. Berikan aktivitas hiburan, misalnya membaca, menonton TV dan berkunjung.

Memfokuskan kembali perhatian, mungkin dapat meingkatkan kemampuan untuk mennanggulangi.

3. Lakukan tindakan paliatif, misalnya pengubahan posisi, masase, rentang gerak pada sendi yang sakit.

Meningkatkan relaksasi/menurunkan tegangan otot.

4. Berikan kompres hangat/lembab pada sisi injeksi pentamidin IV selama 20 menit setelah pemberian.

injeksi ini diketahui sebagai penyebab rasa sakit dan abses steril.

5. Instruksikan melakukan relaksasi progresif dan teknik napas dalam.

Meningkatkan relaksasi dan perasaan sehat. Dapat menurunkan kebutuhan narkotik analgesic.

6. Berikan perawatan oral. Ulserasi/lesi mungkin menyebabkan ketidaknyamanan yang sangat.

Kolaborasi

7. Berikan analgesic/antipiretik narkotik. Gunakan ADP untuk memberikan analgasik 24 jam.

Memberikan penurunan nyeri/tidak nyaman dan mengurangi demam.

4. Kurang pengetahuan berhubungan dengan HIV dan AIDS (perjalanan, penyebaran penyakit, efek jangka panjang pada wanita dan janin.

Tujuan : Pasien mengetahui pengertian, penyebab, akibat dan penatalaksanaan penyakit HIV dan AIDS. Kriteria hasil : Mengungkapkan pemahaman tentang kondisi/proses penyakit dan tindakan, melakukan perubahan

gaya hidup yang sesuai dan berpartisipasi dalam aturan perawatan.

INTERVENSI RASIONAL

Mandiri

1. Berikan informasi mengenai system/respon imun normal dan bagaimana efek dari HIV, penyebaran

Pasien perlu waspada terhadap resiko bagi dirinya sendiri sama seperti resiko bagi bayi dan orang lain disekitarnya.

Gambar

Tabel 1. Rekomendasi untuk pengobatan antiretroviral infeksi HIV selama kehamilan[21]

Referensi

Garis besar

Dokumen terkait