AMDAL atau UKL/UPL untuk Kegiatan
Pembangunan PLTU Batubara
Disusun Oleh:
Asisten Deputi Urusan Pengkajian Dampak Lingkungan
Deputi MENLH Bidang Tata Lingkungan
Kementrian Negara Lingkungan Hidup
2007
PENGARAH Hermien Roosita
Asisten Deputi Urusan Pengkajian Dampak Lingkungan
EDITOR
Sri Wahyuni Herly
Kabid Pengembangan Asdep Urusan Pengkajian Dampak Lingkungan
Ary Sudijanto
Kabid Penyelenggaraan Asdep Urusan Pengkajian Dampak Lingkungan
Dadang Purnama
Kabid Evaluasi dan Tindak Lanjut Asdep Urusan Pengkajian Dampak Lingkungan
TIM PENYUSUN Farid Mohammad Wahyu Puspitasari Amanda Widyadwiyana Sena Pradipta
Puji dan Syukur ke hadirat Allah SWT atas
limpahan rahmat dan karunia-Nya,
sehingga buku panduan penilaian AMDAL
atau UKL-UPL untuk kegiatan pembangunan
PLTU batubara ini dapat tersusun dengan
bekerjasama dengan GTZ. Buku panduan ini
berisi tentang hal-hal yang yang perlu
diperhatikan dalam melakukan penilaian
dokumen AMDAL atau UKL-UPL kegiatan
pembangunan PLTU batubara. Penyusunan
buku panduan ini ditujukan untuk
mempermudah anggota Komisi Penilai
AMDAL atau UKL-UPL dalam melakukan
proses penilaian.
Diharapkan dengan hadirnya buku panduan
ini, proses penilaian dokumen AMDAL atau
UKL-UPL kegiatan pembangunan PLTU
batubara menjadi lebih mudah dan terarah,
sehingga kualitas dokumen AMDAL menjadi
lebih baik.
Masukan dan saran guna penyempurnaan
buku panduan ini sangat diharapkan demi
terwujudnya pembangunan PLTU Batubara
yang benar-benar memperhatikan aspek
lingkungan melalui dokumen AMDAL atau
UKL-UPL yang baik.
Jakarta, April 2007
Deputi MENLH Bidang Tata Lingkungan
Ir. Arie D. D. Djoekardi, MA
APRESIASI
Ucapan terima kasih disampaikan kepada pihak-pihak yang telah membantu penerbitan buku ini, khususnya kepada Deutsche Gesellschaft für Technische Zusammenarbeit (GTZ), Prof. Dr. Jamhur Sule, Drs. Dwi P. Sasongko, MSc, Sigit Reliantoro, Achmad Gunawan Witjaksono, Harni Sulistyowati, Widhi Handoyo, Esther Simon, Endah Sri Sudewi, Muhammad Askary, Estamina Silalahi, Rachma Venita, Josep Purnama, Mas Mumin, Mawan Wicaksono, Oktaviatun, Tarmidi, Tanuwijaya, Pemi Suthiathirtarani, Istiqomah, Ira Haryani, Ahmad Djunaedi, Darno, Sopiyan, Khamim Huda, Suryatini Verias, dan seluruh pihak yang turut membantu
terselesaikannya buku panduan ini.
Cetakan Pertama - 2007
Disclaimer
Panduan ini adalah pedoman lepas dalam penilaian AMDAL atau UKL dan UPL kegiatan pembangunan PLTU Batubara. Dampak yang potensial terjadi pada suatu rencana kegiatan sangat bergantung pada rencana kegiatan serta situasi, kondisi ekosistem, ekonomi, kesehatan masyarakat, dan sosial budaya setempat.
PENERBIT
ASISTEN DEPUTI URUSAN PENGKAJIAN DAMPAK LINGKUNGAN DEPUTI MENLH BIDANG TATA LINGKUNGAN
KEMENTERIAN NEGARA LINGKUNGAN HIDUP Gedung A Lantai 6 Otorita Batam
Jl. DI. Panjaitan Kav. 24, Kebon Nanas, Jakarta Timur Telp/Faks: 021 85904925/021 85906168
Email: amdal@menlh.go.id Website: www.menlh.go.id
2. Pelaksanaan Proyek... 2
3. Lokasi Kegiatan ... 2
4. Deskripsi Bahan Bakar ... 2
5. Deskripsi Pembangkit ... 3
6. Deskripsi Kebutuhan Air ... 4
7. Deskripsi Transmisi (bila jadi satu) ... 4
8. Deskripsi Sistem Tanggap Darurat ... 5
9. Peralatan dan Bahan Bangunan ... 5
10. Fasilitas Pendukung ... 5
11. Tenaga Kerja... 5
KOMPONEN LINGKUNGAN YANG DIPERHATIKAN ... 6
1. Komponen Tata Ruang ... 6
A. Tata Ruang dan Lahan... 6
B. Kegiatan sekitar ... 6 2. Komponen Fisik ... 6 A. Fisiografi ... 6 B. Iklim ... 6 C. Kualitas Udara... 6 D. Getaran ... 6 E. Kualitas air ... 6 F. Geologi... 6 G. Geohidrologi ... 7 H. Hidrooceanografi ... 7 3. Komponen Biologi ... 7
4. Komponen Sosial, Ekonomi, dan Budaya... 7
A. Demografi... 7 B. Prasarana Wilayah ... 7 C. Transportasi... 7 D. Sosial Ekonomi ... 7 E. Sosial Budaya ... 7 F. Kesehatan Masyarakat ... 7 POTENSI DAMPAK ... 8
1. Perubahan fungsi dan tata guna lahan... 8
2. Penurunan kualitas udara ... 8
3. Penurunan kualitas air ... 8
4. Potensi limbah B3 ... 8
A. Timbulan fly ash dan bottom ash ... 8
B. Low volume waste (limbah bervolume kecil) ... 8
RENCANA PENGELOLAAN DAN PEMANTAUAN ... 9
1. Perubahan fungsi dan tata guna lahan... 9
2. Penurunan kualitas udara ... 9
3. Penurunan kualitas air ... 10
A. Air Bahang... 10
B. Air Limbah lainnya ... 10
4. Potensi limbah B3 ... 11
A. Timbulan fly ash dan bottom ash ... 11
B. Low volume waste (limbah bervolume kecil) ... 12
PENUTUP ... 13 LAMPIRAN: Daftar Proses Penyusunan AMDAL dan UKL/UPL
LEMBAR INI SENGAJA DIKOSONGKAN
1
Dalam rangka mengatasi krisis energi di Indonesia, melalui Peraturan Presiden RI Nomor 71 Tahun 2006, pemerintah telah mencanangkan diversifikasi energi khususnya untuk pembangkit tenaga listrik ke bahan bakar non minyak yaitu dengan melakukan percepatan pembangunan pembangkit tenaga listrik yang menggunakan batubara dan telah siap beroperasi pada tahun 2009. PLTU batubara yang akan dibangun berjumlah 80 unit (20 unit di Jawa-Bali, dan 60 unit di luar Jawa-Bali) dengan total daya mencapai 10.000 MW tersebar di 23 provinsi.
Meskipun batubara adalah sumber energi tak terbarukan, namun hasil penelitian menunjukkan bahwa cadangan batubara di dunia saat ini masih sangat melimpah. Pada tahun 1990 jumlah cadangan batubara dunia diperkirakan mencapai 1.079 milyar ton dan masih dapat diandalkan sebagai sumber energi dunia hingga lebih dari 230 tahun, bahkan diperkirakan dapat mencapai hingga 300 tahun mendatang. Apabila dibandingkan dengan minyak bumi, diperkirakan cadangan di dunia hanya tinggal 20-30 tahun lagi (Indonesia hanya memiliki cadangan kurang dari 20 tahun). Di Indonesia sendiri, berdasarkan data pada PT. Tambang Batubara Bukit Asam, hingga tahun 1991 jumlah batubara yang ditambang baru sebesar 14.478 ribu ton, dari total cadangan yang diperkirakan sebesar 34 milyar ton. Pembangkit Listrik Tenaga Uap berbahan bakar batubara (PLTU batubara) memiliki dua kelebihan yang saling berlawanan. Di satu sisi, PLTU batubara sangat ekonomis, karena mampu memproduksi listrik dengan biaya operasional paling murah dibandingkan sistim pembangkit listrik lainnya, kurang lebih 30%
lebih rendah dibandingkan sistim pembangkit listrik yang lain. Namun di sisi lain, PLTU batubara melepaskan gas-gas polutan berbahaya ke udara, seperti gas oksida nitrogen (NOx) dan oksida sulfur (SOx) yang berasal dari proses pembakaran batubara. Kedua gas tersebut di udara akan berubah menjadi asam nitrat dan asam sulfat yang merupakan senyawa utama penyebab terjadinya hujan asam.
Mengingat potensi dampak lingkungan yang timbul dari kegiatan ini, maka sebagai upaya dalam melakukan pengendalian dampak lingkungan, baik pada saat pra konstruksi, konstruksi, dan operasi PLTU Batubara tersebut, diperlukan perencanaan pengelolaan dan pemantauan lingkungan yang dapat dipertanggungjawabkan dalam dokumen pengelolaan lingkungan (dokumen AMDAL maupun UKL/UPL).
Dari 80 unit PLTU Batubara yang akan dibangun, 30 unit PLTU Batubara merupakan kegiatan yang wajib menyusun dokumen AMDAL, sedangkan 50 unit PLTU Batubara wajib menyusun UKL/UPL. Sebagai salah satu acuan dalam melakukan penilaian dokumen pengelolaan lingkungan, Kementerian Negara Lingkungan Hidup menerbitkan Panduan Penilaian AMDAL atau UKL/UPL untuk kegiatan pembangunan PLTU Batubara. Diharapkan, panduan ini akan dapat bermanfaat bagi anggota Komisi Penilai AMDAL dan instansi yang mengawasi pelaksanaan AMDAL dan UKL-UPL sebagai gambaran proses pembangunan PLTU Batubara.
z
2
Dalam setiap pembangunan PLTU Batubara, deskripsi kegiatan yang akan dilakukan harus jelas dan harus mencakup antara lain:
1. IDENTITAS PEMRAKARSA
Terdapat penjelasan tentang nama dan alamat pemrakarsa, struktur organisasi, penanggungjawab proyek dan bagian yang bertanggungjawab terhadap pengelolaan lingkungan.
2. PELAKSANAAN PROYEK
Terdapat penjelasan tentang jadwal waktu pelaksanaan setiap tahapan proyek (prakonstruksi, konstruksi, operasi dan pasca operasi).
3. LOKASI KEGIATAN
Terdapat informasi spesifik mengenai lokasi kegiatan termasuk di dalamnya:
x Nama desa, kecamatan, kabupaten, provinsi, luas lahan yang akan digunakan harus jelas dan sebaiknya dilengkapi dengan letak geografis (koordinat);
Luas area yang dibutuhkan mencakup deskripsi layout proyek;
Kesesuaian dengan Rencana Tata Ruang Wilayah (sesuai dengan RTRW Nasional, Provinsi, dan Kabupaten/Kota), harus
disertakan Peraturan Daerah yang mengatur tata ruang tersebut;
Kondisi ekosistem setempat (rawa, tanah mineral, gambut, sawah, pesisir, DAS, Estuaria, dll).
Penjelasan umum tentang lokasi tersebut apakah membutuhkan kegiatan pemadatan atau pengurugan, datar atau berbukit (apakah akan dilakukan kegiatan cut and
fill?), kemungkinan dilakukan reklamasi, dan
kemungkinan relokasi penduduk.
4.DESKRIPSI BAHAN BAKAR
Dalam pembangunan PLTU Batubara, yang pertama harus diketahui adalah kisaran kualitas batubara yang akan digunakan dan jaminan suplai yang kontinyu, karena akan digunakan sebagai dasar dalam penetapan teknologi yang akan digunakan dan akan mempengaruhi performa limbah yang akan dihasilkan. Hal ini disebabkan bahan bakar adalah adalah sumber utama terjadinya pencemaran lingkungan, sehingga apabila kualitasnya tidak dapat diprediksi dari awal, maka limbah yang ditimbulkan akan sulit diprediksi. Secara lebih jelas, deskripsi bahan bakar tersebut harus mencakup beberapa hal di bawah ini:
Bahan bakar yang digunakan, hanya menggunakan batubara atau dicampur dengan bahan bakar minyak. Terdapat
3
penjelasan rinci mengenai sifat fisika dan kimianya, misal:
Mesh/ size distribution;
Heating value (HHV), nilai heating
rata-rata batubara yang baik adalah 3700-4500 kkal/kg;
Kandungan abu x%-y% (AR dry base); Kandungan S z%-q% (AR dry base); Analisis proximate secara lengkap; Kandungan N;
dll.
Neraca Massa, mencantumkan neraca massa yang komprehensif yang mencakup kebutuhan batubara (coal consumpsion) per satuan waktu (x ton/jam), Dasar perhitungan kebutuhan batubara (harus dijelaskan secara rinci) serta besaran buangan yang dihasilkan, kisaran kualitas batubara yang dapat diterima dalam sistem, dan dasar pemilihan kisaran tersebut;
Coal Stockpile, terdapat gambaran mengenai coal stockpile yang mencakup luas area stockpile, soil test dari stockpile,
kapasitas volume tampungan, desain teknik
stockpile, self combustion prevention program (pencegahan kebakaran), jumlah coal/tahun, sistem drainase, pengelolaan air lindi, pengolahan debu, sistem transfer (menggunakan truk atau conveyor system), dan sistem tanggap darurat.
5. DESKRIPSI PEMBANGKIT
Hal-hal yang harus diperhatikan dalam penjelasan tentang deskripsi pembangkit adalah sebagai berikut:
Kapasitas pembangkit, terdapat penjelasan tentang kapasitas desain (MW), reliability dalam setahun, teknologi yang akan digunakan, karena akan mempengaruhi umur PLTU, operational cost, efisiensi, jumlah limbah yang akan dihasilkan baik dari kualitas dan kuantitas yang pada akhirnya akan mempengaruhi kualitas lingkungan sekitar;
Penjelasan tentang karakteristik boiler, terdapat penjelasan tentang rancangan boiler untuk (single fuel atau dual fuel) kapasitas dan parameter utama (Satuan, BMCR, BECR) untuk continous rating, superheater outlet
steam pressure, superheater outlet steam temperature, reheater steam flow, reheater inlet steam pressure, reheater outlet steam pressure, reheater inlet steam temperature, reheater outlet steam temperature, economic inlet feedwater temperature;
Penjelasan tentang kinerja boiler (satuan, BMCR), termasuk di dalamnya dicantumkan informasi mengenai thermal efficiency, furnace volume heat release rate, furnace plant heat release rate, EPRS heat release rate, burner zones heat release rate, hot primary air temperature at air preheater outlet, hot secondary air temperature at air preheater outlet, excess air coefficient at furnace exit, excess air coefficient at economizer outlet, economizer outlet gas temperature, air preheater inlet gas temperature, air preheater inlet gas temperature before correction, air preheater inlet gas temperature after correction, air preheater inlet air temperature;
Penjelasan tentang karakteristik turbin, terdapat keterangan lengkap mengenai jumlah turbin, tekanan subkritis, tipe impuls,
tandem compound two cylinders, double flow exhausts, reheat condensing turbine. Untuk VWO and THA Condition: maximum output, steam pressure at the inlet of MSV, steam temperature at the inlet of MSV, reheat steam temperature at the inlet of MSV, steam flow at the inlet of MSV, back of condenser, number of extraction for feedwater heating, final feedwater temperature;
Penjelasan tentang karakteritik generator, yang mencakup tipe generator, keluaran rata (rate output), voltase rata-rata (rate voltage), arus rata-rata-rata-rata (rate current), power factor, speed, frequency,
4
number of phase, short circuit ratio, efficiency, metode pendinginan, stator winding connection, number of terminals, insulation class, resistenace.
6. DESKRIPSI KEBUTUHAN AIR
Terdapat penjelasan mengenai 2 (dua) jenis air yang digunakan di PLTU, yaitu:
Air pembangkit, yaitu air yang berada di dalam boiler, yang akan dipanaskan sehingga menjadi uap (steam) dengan tekanan tertentu sehingga dapat menggerakkan turbin. Air ini berada pada sistem tertutup sehingga jumlahnya tetap. Apabila air tersebut berkurang, maka diperlukan make
up water untuk menambah jumlah air
pembangkit sehingga jumlahnya tetap. Biasanya, air ini diperoleh dari desalinasi atau demineralisasi air laut/air sungai;
Air pendingin, yaitu air yang digunakan untuk mendinginkan uap (steam) tersebut sehingga menjadi air kembali (air pembangkit merupakan sistem tertutup). Biasanya, yang digunakan sebagai air pendingin adalah air laut atau air sungai, sehingga semua PLTU pasti berada di pinggir sungai atau laut. Karena air yang digunakan adalah air sungai atau air laut, dimana banyak mengandung organisme seperti mikroorganisme, teritip, dan alga, maka diperlukan injeksi klorin (natrium hipoklorit) untuk mencegah pertumbuhan organisme tersebut di pipa. Apabila dibiarkan, maka organisme tersebut akan menempel dan menyumbat pipa.
Hal-hal yang harus diperhatikan dalam deskripsi kebutuhan air PLTU secara lengkap adalah sebagai berikut:
Air Pendingin, penjelasan kebutuhan air pendingin (air laut/air sungai) per satuan waktu (ton/jam atau liter/jam), sumber air pendingin, sistem sirkulasi air pendingin (65% PLTU menggunakan Once through
system karena lebih murah daripada
recirculating system), penjelasan dosis
natrium hipokhlorit yang digunakan (Continous and shock dose). Jumlah sisa natrium hipokhlorit yang terbuang ke laut. Penjelasan tentang penggunaan corrotion
inhibitor;
Air pembangkit,
Penjelasan tentang sistem penyediaan air pembangkit (proses Desalination Plant atau
Deminwater Plant), debit pengambilan air
laut dengan teknologi desalinasi, teknologi yang digunakan (Reverse osmosis dengan
semipermeable membrane), ukuran pori
dari membran, kebutuhan air pembangkit, neraca air, karakteristik air untuk make up
water dan cara memperolehnya serta
metoda yang digunakan.
Penjelasan tentang karakteristik standar yang digunakan (kesadahan total, oksigen terlarut, besi, tembaga, minyak, pH, DHL, hydrazine, silika dioksida), kriteria kualitas uap yang digunakan (natrium, silikon dioksida, DHL, besi, tembaga), laju air
blowdown;
Metode pengambilan air pendingin, penjelasan desain teknis inlet canal, kedalaman Intake canal yang dibangun dengan dredging, dimensi kanal (panjang, lebar, kedalaman), apabila dikeruk, berapa volume hasil pengerukan, lokasi disposal area untuk material keruk (di laut atau di darat, di dalam atau di luar tapak proyek), sistem drainase, dan status lokasi disposal area.
7. DESKRIPSI TRANSMISI (BILA
JADI SATU)
Terdapat penjelasan tentang sistem transmisi, kapasitas daya dan arus yang dialirkan, konfigurasi, posisi dalam sistem transmisi yang ada.
5
8. DESKRIPSI SISTEM TANGGAP
DARURAT
Dalam penanganan keadaan darurat, minimal harus mencakup hal-hal sebagai berikut: Penjelasan lengkap sistem pemadam kebakaran yang digunakan (Fire Protection & Detection System). Adapun jenis-jenis sistem pemadam kebakaran antara lain Fire Water System, Foam System, atau CO2 System. Penjelasan harus mencakup alasan penggunaan sistem tersebut;
Penyediaan Air Cadangan kapasitas (volume air cadangan), sistem pengumpulan dan penyimpanan, konstruksi penyimpanan.
9. PERALATAN DAN BAHAN
BANGUNAN
Dalam pembangunan PLTU, secara umum penjelasan tentang peralatan dan bahan bangunan yang digunakan harus mencakup antara lain sebagai berikut:
Peralatan, peralatan yang digunakan untuk konstruksi (termasuk jenis dan kapasitas peralatan yang digunakan untuk dredging), bahan yang dibutuhkan (termasuk bahan bangunan konstruksi)
Bahan utama pembangkit, sumber, jenis dan volume setiap bahan bangunan yang digunakan
Mobilisasi alat dan bahan, jenis transportasi darat, jenis transportasi laut (Jenis dan kapasitas tongkang yang akan digunakan, kedalaman draf tongkang yang diperlukan, moda pengangkutan batubara (belt conveyor?) ke stock yard. Apabila dikaitkan dengan kebutuhan batubara, berapa base load untuk tongkang, frekuensi pengangkutan/bulan, dan delivery time tongkang), kemungkinan ada dermaga/jetty, akses jalan, frekuensi angkutan
10. FASILITAS PENDUKUNG
Dalam menunjang pembangunan dan operasional PLTU diperlukan beberapa fasilitas pendukung antara lain seperti perkantoran, laboratorium, ruang tombol, perumahan, area parkir, gardu listrik, sumber energi (PLN, generator sendiri, kapasitas yang diperlukan), dan jetty.
Secara lebih rinci, khusus untuk fasilitas jetty, penjelasan yang disampaikan harus mencakup sebagai berikut:
Dimensinya, (panjang, lebar, tinggi), konstruksi tambahan, jetty, posisi, koordinat, kedalaman kolam pelabuhan, jalur
Jenis kapal, yang akan berlabuh, bobot kapal (DWT).
Capital Dredging/pengerukan awal (biasanya dalam setiap pembangunan jetty diperlukan pengerukan awal untuk membangun alur pelayaran), penjelasan harus mencakup volume material keruk, metode pengerukan, pengangkutan material keruk, dan lokasi pembuangan material keruk tersebut;
Perhitungan tentang Maintenance Dredging (pengerukan rutin), termasuk berapa volume material keruk, frekuensi pengerukan, metode pengerukan, pengangkutan material pengerukan, serta lokasi pembuangan material keruk tersebut.
11. TENAGA KERJA
Hal-hal yang harus diperhatikan dalam pengerahan tenaga kerja adalah jumlah, jenis dan kualifikasi tenaga kerja \yang dibutuhkan untuk setiap tahap, serta sistem rekruitmen.
z
6
1. KOMPONEN TATA RUANG
A. Tata Ruang dan Lahan
Lokasi kegiatan harus sesuai dengan peruntukan rencana tata ruang wilayah setempat, lampirkan Perda Tata Ruang Kabupaten atau Kota (jika tidak tersedia gunakan Perda Tata Ruang Provinsi). Gambarkan kondisi eksisting tata guna lahan setempat;
B. Kegiatan Sekitar
Perlu diperhatikan keberadaan pasar tradisional, perkampungan penduduk lokal, daerah wisata, situs bersejarah, kawasan lindung.
2. KOMPONEN FISIK
A. Fisiografi
Jelaskan kondisi topografi setempat (nyatakan ketinggian dalam meter di atas permukaan laut guna menentukan ketinggian agar mengacu pada peta topografi di mana diberikan garis kontur ketinggian serta sumber-sumber lain seperti foto satelit), kemiringan lahan, perhatikan lokasi proyek dan signigfikan landmark, badan-badan air serta daerah-daerah relevan lain yang akan terkena dampak, inventarisasi daerah terlindungi, tangkapan air dan daerah banjir
pada lokasi proyek dan sekitarnya. Potensi erosi, longsor, land subsidence;
x Perlu diperhatikan pula potensi terjadinya perubahan fungsi lahan, sedimentasi.
B. Iklim
Data iklim setempat yang mencakup curah hujan rata-rata, maksimum dan minimum; jumlah bulan hujan, bulan kering; suhu rata-rata, maksimum, minimum; kelembaban rata-rata, maksimum dan minimum; penyinaran matahari, arah dan kecepatan angin.
C. Kualitas Udara
Kualitas udara termasuk debu dan kebisingan.
D. Getaran
Akibat dari kegiatan konstruksi dan operasi. E. Kualitas Air
Kualitas air (air laut, air permukaan, air tanah), pemanfaatan air tanah atau air permukaan untuk aktivitas penduduk, ketersediaannya.
F. Geologi
Struktur tanah, bearing capacity, Kondisi geologi, kegempaan, potensi tsunami, patahan, sesar.
7
G. Geohidrologi Aliran air tanah. H. Hidrooceanografi
Pasang surut, arah arus, gelombang, perubahan garis pantai (akresi dan abrasi), kondisi bathimetri.
3. KOMPONEN BIOLOGI
A. Terestrial
Vegetasi (apakah terdapat vegetasi endemik, keragaman, kerapatan). Fauna (apakah ada satwa endemik yang dilindungi).
B. Perairan
Plankton, bentos, terumbu karang, padang lamun, mangrove, nekton (sumber daya perikanan termasuk tangkap dan budidaya). C. Habitat spesifik
Mengecek adanya habitat spesifik di lokasi tersebut.
4. KOMPONEN SOSIAL,
EKONOMI, DAN BUDAYA
A. Demografi
Jumlah penduduk, komposisi berdasarkan jenis kelamin dan umur, kondisi demografi berdasarkan mata pencaharian.
B. Prasarana Wilayah
Infrastrukstur, ketersediaan fasilitas sosial dan fasilitas umum.
C. Transportasi
Transportasi darat: bangkitan lalu lintas, volume lalu lintas, beban jalan.
Transportasi laut: jalur pelayaran, jalur lintas nelayan.
D. Sosial Ekonomi
Tingkat pendapat, jenis mata pencaharian. (Lihat KEPDAL 299 tahun 1996 dan sesuaikan dengan kondisi setempat).
E. Sosial Budaya
Apakah ada kegiatan relokasi penduduk (bila ya, harus ada penjelasan mengenai jumlah penduduk yang dipindah dan luas areal relokasi dan rencana lokasi yang baru), penduduk lokal, suku dan adat istiadat, nilai budaya dan prilaku, tradisi dan agama, pola kepemimipinan formal dan tradisional (Lihat KEPDAL 299 tahun 1996 dan sesuaikan dengan kondisi setempat).
F. Kesehatan Masyarakat
Lihat KEPDAL 124 tahun 1997 dan sesuaikan dengan kondisi setempat.
z
8
1. PERUBAHAN FUNGSI
DAN TATA GUNA LAHAN
Pembangunan PLTU akan mengubah fungsi dan tata guna lahan di lokasi tersebut.
2. PENURUNAN KUALITAS
UDARA
Partikulat dan emisi gas yang mengandung NO2 (noxious gas emissions) merupakan komponen utama dari buangan limbah gas yang dihasilkan oleh PLTU. Walaupun stasiun pembangkit listrik batubara saat ini telah menggunakan alat pembersih endapan (presipitator) untuk membersihkan partikel-partikel kecil dari asap pembakaran batubara, namun senyawa-senyawa seperti SOx dan NOx yang berbentuk gas dengan bebasnya naik melewati cerobong dan terlepas ke udara bebas. Kedua gas tersebut dapat bereaksi dengan uap air yang ada di udara sehingga membentuk H2SO4 (asam sulfat) dan HNO3 (asam nitrat). Keduanya dapat jatuh bersama-sama air hujan sehingga mengakibatkan terjadinya hujan asam. Berbagai kerusakan lingkungan, gangguan terhadap flora dan fauna, serta gangguan terhadap kesehatan manusia dapat muncul karena terjadinya hujan asam tersebut.
3. PENURUNAN KUALITAS
AIR
Air limbah yang dihasilkan dari kegiatan PLTU berasal dari sistem pendingin (air bahang), sistem penanganan abu (ash handling system), sistem kontrol pencemaran udara (wet scrubber air pollution system), boiler
blowdown, metal cleaning waste (limbah
pencucian), dan air limbah domestik.
4. POTENSI LIMBAH B3
A. Timbulan Fly Ash dan Bottom AshFly ash (abu terbang) dan bottom ash (abu
jatuh) termasuk dalam katagori limbah B3 dihasilkan dari proses pembakaran yang terjadi pada boiler.
B. Low Volume Waste (Limbah Bervolume Kecil)
Yang dimaksud dengan Low volume waste (limbah bervolume kecil) adalah bahan kimia penunjang yang bersifat B3 namun dalam jumlah yang kecil seperti corrotion inhibitor, minyak pelumas bekas, minyak trafo, dll.
z
9
1. PERUBAHAN FUNGSI DAN
TATA GUNA LAHAN
A. Rencana Pengelolaan
Membuat desain kegiatan yang sesuai dengan tata guna lahan eksisting.
B. Rencana Pemantauan
Pemantauan tata guna lahan secara berkala untuk memastikan tidak ada perubahan tata guna lahan.
2. PENURUNAN KUALITAS
UDARA
A. Rencana Pengelolaan
Komponen utama gas pencemar yang ditimbulkan adalah partikulat, NO2, dan SO2. Komposisi ini sangat dipengaruhi oleh jenis dan karakteristik batubara yang dibakar, sehingga informasi tersebut sangat penting. B. Batubara Berkadar Sulfur Rendah Apabila digunakan batubara berkadar sulfur rendah, maka sistem combustion-nya (pembakarannya) menggunakan teknologi teknologi fluidised bed combustion (FBC). Teknologi ini disamping mempunyai efisiensi pembakaran batubara yang tinggi, juga
mampu meredam secara drastis emisi gas-gas polutan seperti SOx dan NOx. Emisi gas buang pada pembakaran batubara dengan teknik FBC bisa ditekan menjadi lebih rendah karena suhu operasi pembakaran batubaranya relatif rendah. Pada teknologi FBC, suhu operasinya sekitar 750-950 oC, sehingga batubara dapat terbakar secara efisien, tidak meleburkan abu serta sisa pembakaran lainnya. Sedangkan pada suhu pembakaran 800 oC, emisi NOx dapat dikurangi hingga 33 %.
C. Batubara Berkadar Sulfur Tinggi Apabila digunakan batubara berkadar sulfur tinggi, maka metode pembakarannya menggunakan pulverised coal combustion (PCC). Teknologi proses ini telah lama digunakan dan telah berusia lebih dari 1 abad. Pada teknologi PCC menggunakan suhu pembakaran yang lebih tinggi sehingga emisi gas NOx juga tinggi. Karena itu, untuk mengurangi kadar SO2 dan NO2dalam emisi, mutlak diperlukan Flue Gas Desulphurization (FGD) Plant;
D. Posisi dan Tinggi Cerobong (Chimney/Stack)
Dalam menentukan posisi dan tinggi stack minimum, harus mempunyai scientific base
10
(dasar ilmiah) yang jelas misalnya dengan modeling yang melibatkan cakupan area terdekat yang akan terkontaminasi (penduduk terdekat), arah angin tahunan (kondisi tahunan setempat). Desain stack harus diatas lapisan inversi, sehingga aliran gas yang dikeluarkan tidak turun ke bawah. Selain itu, perlu dijelaskan apakah menggunakan concrete wind shield dengan 2 (dua) inner flue atau tidak. Ketinggian minimum inner flue akan ditentukan
berdasarkan studi plume dispersion. Stack harus memenuhi standar yang ada untuk penempatan lubang sampling dan penempatan alat CEM di stack;
E. Sistem Pencegah Polusi Udara
Pada Coal Handling dan Ash Handling System, harus dilengkapi sistem pencegahan
debu untuk mencegah terjadinya pencemaran udara dari debu yang ditimbulkan. Sistem tersebut antara lain dust suppression system pada belt conveyor, dapat pula menggunakan air laut (submerged) untuk wet type – bottom
ash, atau udara (pneumatic) untuk dry tipe- bottom ash.
F. Rencana Pemantauan
Pemasangan CEM (continous emission
monitoring) di setiap stack yang ada untuk
kapasitas > 10Mwe, 3 parameter utama (SO2, NOx dan partikulat) harus memenuhi standar yang ada. Biasanya dijumpai permasalahan SO2 bila menggunakan batubara berkadar sulfur tinggi. Selain itu, perlu juga dilakukan pengukuran udara emisi 3 bulan sekali. (atau menyesuaikan peraturan perundang-undangan yang berlaku untuk kualitas udara).
3. PENURUNAN KUALITAS AIR
A. Air Bahang
x Rencana Pengelolaan
Air bahang merupakan air pendingin yang telah digunakan dalam proses pendinginan dan telah keluar dari sistem untuk dibuang ke perairan. Sesuai Peraturan Menteri LH Nomor 12 tahun 2006 yang mengatur mengenai pembuangan air ke laut menyatakan bahwa air bahang yang masuk ke perairan harus memiliki selisih suhu maksimal 2 oC dari suhu air alami di perairan tersebut. Sedangkan standar yang diberlakukan oleh World Bank air, bahang yang masuk ke perairan memiliki selisih suhu maksimal 3oC pada jarak 100m dari outlet. Karena suhu air bahang dapat mencapai hampir 100oC, maka diperlukan suatu pengelolaan untuk menurunkan suhu tersebut sampai batas maksimum yang diperbolehkan. Penjelasan tentang pengelolaan air bahang tersebut harus mencakup beberapa hal di bawah ini:
o Metode pengelolaan air bahang (menggunakan metode canal atau metode pengelolaan lainnya) dan prakiraan suhu
outputnya;
o Permodelan (modelling) persebaran suhu air bahang yang masuk di perairan beserta asumsi-asumsi yang digunakan.
x Rencana Pemantauan
Pemantuan suhu di lokasi lokasi tertentu (fixed location) harus dilakukan secara periodik dan disepakati di dalam dokumen AMDAL sebagai titik pemantauan temperatur sebaran air bahang. Jika perbedaan temperatur antara outlet air bahang dengan temperatur air ambien sekitar cukup tinggi maka wajib menggunakan cooling tower. B. Air Limbah Lainnya
x Rencana Pengelolaan
Seluruh air limbah yang berasal dari sistem penanganan abu (ash handling system), sistem kontrol pencemaran udara (wet
scrubber air pollution system), boiler
blowdown, metal cleaning waste (limbah pencucian heat exchanger), dan air limbah
11
domestik, dll harus diolah di IPAL terlebih dahulu sebelum dibuang kelingkungan.
x Waste Water Treatment Plant (WWTP)
Penjelasan yang detail tentang WWTP sebelum limbah dialirkan ke lingkungan serta sistem pengolahan air buangan, sistem yang digunakan antara lain Neutralization System dan Settling Pond System, penggunaan Oil
separator atau memakai sistem lainnya.
Limbah cair bisa berasal dari air pendingin, air lindi penimbunan batubara dan fly ash, air limbah demineralisasi, limbah cair domestik dan limbah ceceran minyak. Penjelasan mengenai proses segregasi pengolahan air limbah, penjelasan proses pengolahan air limbah untuk masing-masing jenis air limbah yang karakteristiknya berbeda, serta dimensi WWTP yang direncanakan.
x Rencana Pemantauan
Air limbah yang keluar dari outlet harus dipantau secara periodik dan harus sesuai dengan KEPMEN LH Nomor 51 Tahun 1995 tentang Baku Mutu Limbah Cair bagi Kegiatan Industri.
4. POTENSI LIMBAH B3
A. Timbulan Fly Ash dan Bottom Ash
x Rencana Pengelolaan
Limbah B3 utama yang akan dihasilkan adalah Fly Ash dan Bottom Ash, sehingga pengelolaan yang sebaiknya dilakukan adalah sebagai berikut:
Sedapat mungkin menggunakan kembali
bottom ash dalam proses pembakaran,
sehingga bottom ash yang dihasilkan
seminimal mungkin;
Menghindari memasang alat penangkap debu (fly ash) dengan sistem basah (wet
scrubber), harus sistem kering seperti bag
house atau electric presipitator. Harus ada
penjelasan secara detil dan jelas untuk: 1. Sistem pemisahan antara air dan debu
hasil tangkapan;
2. Pengelolaan air hasil pemisahan;
3. Jika open system dibuang kemana air hasil pemisahan, berapa air yang akan digunakan, air apa yang digunakan; 4. Jika closed system bagaimana sistemnya
secara detil.
x Tidak boleh mencampurkan limbah fly ash dan bottom ash. Karena fly ash dan bottom
ash mempunyai karakter yang berlainan, tempat penyimpanan fly ash dan bottom ash harus memadai. Hal ini akan dijabarkan detail persyaratan-persyaratannya di perijinan limbah B3, setelah PLTU beroperasi.
x Ash Disposal System yang mencakup luas area disposal, kapasitas volume tampungan, jumlah ash/tahun, komposisi perbandingan
fly ash dan bottom ash, karakteristik fly ash
(silika, alumina, besi oksida, kalsium, magnesium, titanium, kalium oksida, sulfur, natrium oksida dalam abu, suhu fusibilitas pada deformasi awal). Di studi AMDAL harus muncul berapa prakiraan limbah fly ash dan
bottom ash dalam satuan massa yang akan
diproduksi persatuan waktu tertentu sehingga dapat diperkirakan atau diantisipasi dari awal: lokasi penyimpanan, luas/volume tempat penyimpanan, metodologi penyimpanan, sistem transfer ash dari silo ke
ash disposal (truk atau conveyor), rencana
pengelolaan lain seperti misalnya penimbunan atau pemanfaatan. Jika dilakukan penimbunan, maka perlu informasi tentang site selection lokasi penimbunan seperti geohidrologi, potensi banjir, permeabilitas tanah, muka air tanah setempat dll; konstruksi landfill, sistem penimbunan, serta izin penimbunan. Jika dilakukan pemanfaatan, harus dijelaskan
12
perusahaan yang memanfaatkan (termasuk izin pemanfaatannya) dan jenis pemanfaatan.
x Rencana Pemantauan
Pemantauan dilakukan sesuai dengan peraturan tentang pengelolaan limbah B3 yang berlaku.
B. Low Volume Waste (limbah bervolume kecil)
x Rencana Pengelolaan
Low volume waste yang berupa bahan kimia
penunjang proses operasi dikelola dengan cara:
Membuat wadah sesuai dengan karakteristik bahan kimia penunjang tersebut;
Jika memungkinkan dilakukan pengolahan pendahuluan atau dikirim ke industri pengolahan yang sudah mempunyai ijin.
x Rencana Pemantauan
Melakukan pemantauan secara berkala berupa laporan penggunaan bahan kimia penunjang dan limbah dari penggunaan bahan kimia penunjang tersebut.
z
13
Buku panduan ini adalah alat bantu penilaian dokumen AMDAL atau UKL-UPL yang bersifat umum dan cukup fleksibel terhadap kemungkinan perubahan terhadap hal-hal yang perlu diperhatikan akibat perbedaan kondisi di lapangan.
Kegiatan pembangunan PLTU memiliki beberapa aspek yang sangat tergantung pada kondisi setempat, sehingga diharapkan penilai dapat memperhatikan pula kondisi lokal dalam melakukan penilaian. Secara
lebih jelas, pada lampiran terdapat daftar proses yang lebih rinci untuk memudahkan para anggota komisi penilai AMDAL melakukan penilaian dokumen AMDAL dan UKL-UPL. Semoga buku panduan ini dapat memberikan manfaat untuk terwujudnya pembangunan yang berwawasan lingkungan, khususnya pada pembangunan PLTU batubara.