Perancangan dan Simulasi Reaktor Plug Flow Adiabatis untuk Reaksi Pembuatan 1,3 Butadiena Menggunakan Program Scilab 5.1.1
Disusun Oleh:
Sherly Zagita L.N 21030113120023 Farel Abdala 21030113130195
LABORATORIUM KOMPUTASI PROSES UNIVERSIITAS DIPONEGORO
SEMARANG 2015
BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang
Reaktor adalah suatu proses dimana suatu tempat terjadinya suatu reaksi berlangsung, baik itu reaksi kimia atau nuklir dan bukan secara fisika (Cordelia, 2015). Berdasarkan prosesnya, reaktor dibagi menjadi 3 yaitu: reaktor batch, reaktor kontinyu, dan reaktor semi batch (Maranatha, 2015). Pada reaktor kontinyu, proses umpan dan produk mengalir secara terus-menerus. Reaktor kontinyu dibagi menjadi 2, yaitu mixed flow reaktor (MFR) dan plug flow reaktor (PFR).
Plug flow reaktor atau reaktor alir pipa merupakan reaktor dimana umpan masuk pada masukan pipa, terjadi reaksi sepanjang pipa lalu keluar, konversi semakin lama semakin tinggi di sepanjang pipa, contohnya petrokimia dan pertamina (Maranatha, 2015). Reaktor alir pipa dapat digunakan baik pada fase cair maupun gas. Keuntungan menggunakan reaktor alir pipa adalah konversinya cukup tinggi dibanding reaktor tangki berpengaduk dan waktu yang relatif lebih singkat (Maranatha, 2015).
Model PFR seringkali digunakan untuk sebuah reaktor yang mana sistem reaksi (gas atau cair) mengalir pada kecepatan relatif tinggi (Re>>, sampai mendekati PF) melalui suatu vessel kosong atau vessel yang berisi katalis padat yang di packed. PFR tidak menggunakan peralatan pengaduk, untuk menghasilkan backmixing. PFR dapat digunakan dalam skala besar untuk produksi komersial, atau di laboratorium atau operasi skala pilot untuk mendapatkan data perancangan (Budiaman, 2007).
Seorang sarjana teknik kimia sangat perlu untuk belajar tentang reaktor kimia agar dapat merancang sebuah reaktor,mampu memilih tipe atau jenis reaktor yang tepat untuk sebuah proses,kemudian dapat menentukan keadaan operasi suatu reaktor dan memilih atau menghitung alat-alat pembantu yang digunakan seperti alat pemurnian hasil dan lain-lain.Untuk mempermudahkan dalam menghitung keadaan operasi suatu reaktor maka dapat dilakukan dengan memanfaatkan program scilab.
I.2. Rumusan Masalah
Reaksi pembuatan 1,3 butadiena dari 1 butenaberlansung pada suhu 470 - 540oC dan tekanan 1 bar dengan jenis reaksi eksotermis, irreversible dan paralel dalam reaktor alir pipa adiabatis. Melalui tugas ini, mahasiswa diminta membuat sebuah program yang dapat membantu dalam menyelesaikan berbagai persamaan yang ada pada reaksi tersebut. Penyelesaian yang akan dipelajari dan dilakukan dalam tugas ini yaitu penyelesaian
melalui metode numerik dengan pemodelan reaksi pada program Scilab versi 5.1.1. Pemodelan matematis dilakukan untuk mengetahui hubungan suhu reaksi terhadap efek panas dan mengetahui hubungan volume optimum reaktor alir pipa terhadap suhu reaksi dan konversi dengan pemodelan matematis.
I.3. Tujuan
Tujuan yang ingin dicapai dari tugas ini adalah:
1. Untuk memahami metode pemodelan matematis dengan menggunakan perangkat lunak Scilab 5.1.1.
2. Untuk mengetahui hubungan suhu reaksi terhadap konversi dengan pemodelan matematis.
3. Untuk mengetahui hubungan volume optimum reaktor alir pipa terhadap suhu reaksi dan konversi dengan pemodelan matematis.
I.4. Manfaat
Manfaat dari tugas ini adalah:
1. Mahasiswa mampu mengetahui hubungan suhu reaksi terhadap konversi pada perancangan reaktor dengan pemodelan matematis.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Dasar Teori
2.1.1. Reaktor Kimia
Reaktor kimia berdasarkan prosesnya dibedakan menjadi 3, yaitu: 1. Reaktor Batch
Gambar 2.1. Reaktor Batch
Reaktor batch ini dalam prosesnya tidak ada massa masuk dan keluar selama reaksi. Jadi bahan dimasukkan, direaksikan beberapa waktu / hari (residence time) dan dikeluarkan sebagai produk dan selama proses tidak ada umpan-produk mengalir. Reaktor batch ini umumnya digunakan pada bahan berfase cair-cair ataupun cair-padat, skala proses yang kecil, proses yang membutuhkan waktu yang lama dan proses yang sulit diubah menjadi kontinyu (Maranatha, 2015).
Keuntungan dari penggunaan reaktor batch ini di antaranya lebih murah dan lebih mudah dalam pengoperasian dan pengontrolan. Sedangkan kekurangannya adalah tidak bisa untuk memproduksi dengan skala yang besar, tidak baik/sesuai dengan bahan gas karena rentan bocor serta lebih banyak membutuhkan pekerja untuk melakukan pengawasan dari awal proses hingga akhir proses.
Persamaan-persamaan yang terkait dalam reaktor batch di antaranya : dijelaskan melalui persamaan berikut :
Misalkan dari laju pengurangan reaktan A pada suatu reaksi. Neraca massanya dapat
−rA= 1 V
d NA dt
Jika NA0merupakan jumlah mol A mula-mula dan NA0X adalah jumlah reaktan A yang telah bereaksi pada waktu t. Maka konversi dapat ditulis dengan persamaan berikut :
[
NA]
=[
NA 0]
−[
NA 0. X]
Tabel 2.1 Stoikiometri Reaktor Batch (Fogler, 2004)
maka dapat ditulis juga, NA 0dX dt =−rA.V dt=NA 0 dX −rA.V t=NA 0
∫
0 X (t) dX −rA.V CA = CA0(1-X) t=CA 0∫
0 X d X A −rA (Fogler, 2004) 2. Reaktor Alir (Continous Flow)Pada reaktor kontinyu ini terdapat pemasukan reaktan maupun pengeluaran hasil selama reaksi berlangsung. Reaktor kontinyu ini paling banyak digunakan di berbagai industri kimia. Kelebihan penggunaan kontinyu ini di antaranya alat lebih kecil dan murah, bahan yang diolah lebih sedikit sehingga resiko kerusakan bahan lebih kecil, kondisi operasi lebih seragam, produknya seragam, biaya operasi dan investasi rendah serta pengendalian kondisi operasi yang lebih mudah (Marathana, 2015).
Jenis reaktor kontinyu diantaranya sebagai berikut :
Gambar 2.2. Reaktor Alir Tangki Berpengaduk
Mixed low reactor ini atau biasa disebut juga CSTR (Reaktor Alir Tangki Berpengaduk)dimana umpan masuk, diproses beberapa waktu (residence time) lalu produk keluar. Biasanya reaktor jenis ini disusun paralel sehingga mempunyai kapasitas yang besar dan efisien waktu. Kelebihan dari penggunaan reaktor ini adalah suhu dan konsentrasi di tiap titik sama karena menggunakan pengaduk serta mudah dalam pengontrolan suhu sehingga kondisi operasi isotermal dapat terpenuhi. Sedangkan kekurangan dalam penggunaan reaktor ini di antaranya tidak cocok digunakan jika reaktan dalam fase gas dan untuk volume yang sama, konversi yang didapatkan lebih rendah dari jenis reaktor kontinyu yang lain yaitu plug flow reactor (PFR).
Persamaan – persamaan yang terkait adalah sebagai berikut :
Neraca massa reaktor : V =
Fj 0−Fj −rj
Umumnya, konversi akan meningkat dengan peningkatan waktu tinggal bahan dalam reaktor. Untuk reaksi kontinyu, waktu tinggal meningkat dengan meningkatnya volume reaktor sehingga dalam hal ini konversi adalah fungsi dari volume reaktor.
FA = FA0(1-X) FA0 = CA0. V0
Asumsi gas ideal : CA 0= PA 0 RT0=
yA 0.P0 RT0 Dimana :
Menghitung volume reaktor yang dibutuhkan : CAO : Konsentrasi masuk (mol/L) yA0 : Fraksi mol A masuk P0 : Tekanan Total masuk (kPa) T0 : Suhu masuk (K)
PA0 : Tekanan parsial masuk (kPa) R : Konstanta gas ideal
FA 0−FA=−rA. V
V =FA 0. XA −rA keluar
b. Plug Flow Reactor (RAP)
Gambar 2.3. Reaktor Alir Pipa
Reaktor alir pipa merupakan reaktor di mana cairan bereaksi dan mengalir dengan cara melewati tube (tabung) dengan kecepatan tinggi, tanpa terjadi pembentukan arus putar pada aliran cepat. Reaktor alir pipa pada hakekatnya hampir sama dengan pipa dan relatif cukup mudah dalam perancangannya. Reaktor ini biasanya dilengkapi dengan selaput membran untuk menambah yield produk pada reaktor. Produk secara selektif ditarik dari reaktor sehingga keseimbangan dalam reaktor secara kontinu bergeser membentuk lebih banyak produk.
Pada umumnya reaktor alir pipa dilengkapi dengan katalisator. Seperti sebagian besar reaksi pada industry kimia, reaksinya membutuhkan katalisator secara signifikan pada suhu layak (standar). Dalam RAP, satu atau lebih reaktan dipompakan ke dalam suatu pipa. Biasanya reaksi yang digunakan pada reaktor ini adalah reaksi fasa gas. Reaksi kimia berlangsung sepanjang pipa sehingga semakin panjang pipa maka konversi yield akan semakin tinggi.
Di dalam reaktor alir pipa, fluida mengalir dengan perlakuan yang sama sehingga waktu tinggal (τ) sama untuk semua elemen fluida. Fluida sejenis yang mengalir melalui reaktor ideal ini disebut dengan plug. Saat plug mengalir sepanjang reaktor alir pipa, fluida bercampur sempurna dalam arah radial bukan dalam arah axial (dari arah depan atau belakang). Setiap plug dengan volume berbeda dinyatakan sebagai kesatuan yang terpisah-pisah (hampir seperti batch reaktor) dimana plug mengalir turun melalui pipa reaktor ini (Yahdi, 2013).
Persamaan yang berlaku pada Plug flow reactor (RAP) adalah sebagai berikut :
Neraca massa : FJ(y )−FJ(y + Ay )+rJ. AV =0 Konversi dan ukuran reaktor :
−d FA dV =−rA FA 0dX dV=−rA V =FA 0
∫
0 X d X A −rA (Fogler, 2004) Beberapa hal penting dalam reaktor alir pipa adalah:1. Perhitungan dalam model RAP mengasumsi kan tidak terjadi pencampuran (mixing) dan reaktan bergerak secara aksial bukan radial. 2. Katalisator dapat dimasukkan melalui titik yang berbeda dari titik
masukan dimana katalisator ini diharapkan dapat mengoptimalkan reaksi dan terjadi penghematan.
3. Umumnya RAP memiliki konversi yang lebih besar dibandingkan dengan reaktor alir tangki berpengaduk (RATB) dalam volume yang sama. Artinya, dengan waktu tinggal yang sama reaktor alir pipa memberikan hasil yang lebih besar dibandingkan RATB.
3. Reaktor semi batch
Gambar 2.4. Reaktor Semi Batch 2.1.2. Kondisi Operasi
Jenis reaktor berdasarkan kondisi operasinya dibedakan menjadi 2 yaitu reaktor adiabatis dan non adiabatis. Penggolongan ini berdasarkan ada tidaknya perpindahan panas antara reaktor dengan sekitarnya.
1. Reaktor adiabatis
Reaktor Adiabatis adalah reaktor yang dalam prosesnya tidak ada perpindahan panas antara reactor dengan sekelilingnya. Ditinjau dari segi operasionalnya, reactor adiabatic yang paling sederhana, cukup dengan menyekat reactor, sehingga tidak ada panas yang hilang ke sekelilingnya. 2. Reaktor non-Adiabatis
Dikatakan reaktor Non-Adiabatis apabila terdapat perpindahan panas antara reaktor dengan sekelilingnya.
2.1.3. Reaksi Endotermis dan Reaksi Eksotermis A. Reaksi Eksoterm
Pada reaksi eksoterm terjadi perpindahan kalor dari sistem ke lingkungan atau pada reaksi tersebut dikeluarkan panas. Pada reaksi eksoterm harga ΔH = negatif ( – )
Contoh :
CaO(s) + CO2(g)→CaCO3(s)+178.5 kJ ΔH = -178.5 kJ
B. Reaksi Endoterm
Pada reaksi terjadi perpindahan kalor dari lingkungan ke sistem atau pada reaksi tersebut dibutuhkan panas.
Pada reaksi endoterm harga ΔH = positif ( + ) Contoh :
CaCO3(s) → CaO(s) + CO2(g)- 178.5 kJ ΔH = +178.5 kJ
(Etna, 2011)
2.1.4.Reaksi Reversible danReaksi Irreversible A. Reaksi reversible
Reaksi reversible adalah suatu reaksi yang berlangsung dalam dua arah. Zat hasil reaksi dapat bereaksi kembali membentuk pereaksi. Misalnya reaksi pembentukan ammonia dari gas hydrogen dan gas nitrogen.
B. Reaksi irreversible
Reaksi irreversible adalah suatu reaksi yang berlangsung dalam satu arah. Zat hasil reaksi tidak dapat bereaksi kembali membentuk pereaksi. Misalnya reaksi pembentukan garam klorida dari asam klorida dan natrium hidroksida.
(Susila, 2009) 2.1.5.Unimolekular dan Bimolekular
1. Reaksi unimolekuler
Hanya 1 mol reaktan yang bereaksi. Contoh : N2O5 N2O4 + ½ O2 2. Reaksi bimolekuler
Ada 2 mol reaktan yang bereaksi. Contoh : 2HI H2 + I2
(Sastrohamidjojo, 2005) 2.1.6. Reaksi Seri dan Parallel
Reaksi yang terjadi di dalam suatu reaktor jarang sekali hanya terdiri satu buah reaksi (reaksi tunggal/ single reaction) tetapi kebanyakan yang terjadi
adalah reaksi ganda (multiple reaction) yang akan dihasilkan produk yang diinginkan dan produk yang tidak diinginkan. Reaksi ganda terdiri dari reaksi paralel dan reaksi seri.
1. Reaksi paralel
Reaksi paralel atau reaksi samping (competitive reaction) yaitu dari reaktan yang sama menghasilkan produk yang berbeda melalui jalur reaksi yang berbeda pula. (Levenspiel, 1999)
A R
A S
2. Reaksi seri
Reaksi seri yaitu dari reaktan terbentuk produk antara yang aktif kemudian lebih lanjut berubah menjadi produk lain yang stabil. (Levenspiel, 1999)
A R S
2.2. Studi Kasus 2.2.1 Dasar Reaksi
1,3 butadiena banyak digunakan dalam industri kimia untuk bahan dasar pembuatan karet sintetis. Katalis yang digunakan adalah campuran Al2O3 dan Cr2O3 yang berbentuk serbuk. Katalis yang digunakan mempunyai komposisi 80% Al2O3 dan 20% Cr2O3 dengan umur katalis 12-24 bulan.
Reaksi oxydehidrogenasi butena menjadi 1,3 butadiena adalah termasuk reaksi heterogen yang melibatkan dua fase, katalis bentuk padat dan reaktan dalam bentuk gas.
Reaksi utama yang terjadi
C4H8 C4H6 + H2
C4H8 + ½ O2 C4H6 + H2O Reaksi samping yang terjadi
2.2.2 Tinjauan Termodinamika
Pembentukan 1,3 butadiena dengan bahan baku butena adalah reaksi yang bersifat eksotermis.
C4H8 C4H6 + H2
Entalpi reaksi standar (ΔH298) untuk reaksi 1 adalah 26.360 cal/gmol. C4H8 + ½ O2 C4H6 + H2O
Entalpi reaksi standar (ΔH298) untuk reaksi 1 adalah -31.438 cal/gmol.
Secara keseluruhan reaksi bersifat eksotermis, artinya ada sejumlah panas yang dilepaskan oleh reaksi pembentukan 1 gmol 1,3-butadiena pada kondisi standar 298 K.
Agar produk dapat terlepas dari situs aktifnya maka langkah ini diperlakukan suhu yang tinggi. Suhu tinggi juga diperlukan untuk mempercepat deaktivasi produk di permukaan katalis.
Reaksi bersifat dapat balik (reversibel) atau searah (irreversibel) dapat ditentukan secara termodinamika, yaitu berdasarkan persamaan Van’t Hoff
d (∆ ° G RT) dT = −∆ H ° RT 2 (2.1) Dengan, ∆ G° = -RT ln K (2.2)
data-data energi Gibbs (Gibbs heat of formation) ΔG°fC4H8 = -239,577 kJ/mol
ΔG°fC4H6 = -135,871 kJ/mol ΔG°fH2 = 0 kJ/mol
ΔGReaksi = ∑ΔG298 produk - ∑ΔG298 reaktan ΔG°f total =(-135,871+0) – ( -239,577)
Konstanta kesetimbangan reaksi standart pada suhu 298,15 K dapat dihitung, dengan: RT G K exp K K mol kJ mol kJ K o o 298,15 314 . 8 ) 448 , 375 ( exp
0,1515
exp K K 1,1636Harga K yang sangat besar menunjukkan menunjukkan bahwa reaksi pembentukan 1,3 butadiena bersifat searah (irreversibel).
2.2.3 Permasalahan
Diketahui Reaksi dekomposisi sebagai berikut: C4H8 C4H6 +H2
C4H8 + 1/2 O2 C4H6 + H2O
direaksikan pada suhu 100 K dengan asumsi kecepatan reaksi: -rC4H8 = (10/hr) CC4H8
Umpan masuk reaktor pada tekanan 100 kPa dan suhu 100 K, terdiri dari A dan B murni dalam perbandingan yang stoikiometris. Diinginkan hasil konversi dari reaksi ini sebesar 80%.
Data - data kinetika diketahui sebagai berikut :
Reaksi 1: C4H8 C4H6 + H2 - r1A = k1ACA Reaksi 2: C4H8 + 1/2 O2 C4H6 + H2O - r2A = k2AC2A Asumsi : ∆HRx1A = - 540000 kJ/mol
∆HRx2A = 109240 kJ/mol CPC4H8 = 126.26 kJ/mol.K CPC4H6 = 225.970 kJ/mol.K CPH2 = 288 kJ/mol.K CPO2 = 294 kJ/mol.K CPH2O = 753 kJ/mol.K k1 k2
k1 A=10 exp
[
E1 R(
1 300− 1 T)
]
s −1 E1 = 29300.6 kJ/mol k2 A=0.09 exp[
E2 R(
1 300− 1 T)
]
dm3 mol . s E2 = 75344.4 kJ/mol Ta = 5000C FAO = 14,7 kmol.A/h FDO = 14,7 kmol.A/hReactor akan dioperasikan pada kondisi adiabatis. Dari persoalan diatas, akan dicari hubungan hubungan suhu reaksi terhadap efek panas dan hubungan volume optimum reaktor alir pipa terhadap suhu reaksi dan konversi.
BAB III
METODE PENYELESAIAN 3.1. Permodelan
Reaksi utama yang terjadi:
C4H8 C4H6 +H2 C4H8 + 1/2 O2 C4H6 + H2O Asumsi:
A B + C
A + 1/2 D B + E
Gambar 3.1. Permodelan Reaktor Alir Pipa Keterangan :
FA0 = Laju alir komponen A masuk sistem FA = Laju alir komponen A keluar sistem
V = Volume pipa pada suatu titik di dalam sistem To = Suhu feed masuk sistem
T = Suhu reaksi
Ti = Suhu produk keluar sistem 3.2. Algoritma
3.2.1. Neraca massa:
[
Kecepatan Aliran A masuk sistem]
+[
Kecepatan Perubahan A
Karena Reaksi Dalam Sistem
]
-[
Kecepatan Aliran A Keluar Sistem
]
=[
Akumulasi A dalam Sistem]
FA0 + rA.∆V - FA = d NA dtKarena pada kondisi steady state, maka d NA
FA0 + rA.∆V - FA = 0 : ∆V lim ∆V0 −d FA dV +rA=0 rA=d FA dV rAdV =dF ... (1) F = F A0(1-XA) dF = -FA0 dXA ...(2) persamaan (2) (1) rAdV =−FA 0d XA dV =FA 0d XA −rA dV d XA =FA 0 −rA ... (3) Laju reaksi:
-ra= -k1Ca - k2Ca2Cd1/2... (4) Stoikiometri :
Karena berada pada fase gas, maka : CA=CA 0(1−XA) 1+ε( XA) P P0 T0 T Nilai P = P0
Nilai ε dicari dengan cara : ε= yA 0. δ ε=(1 1+ 1 1−1) ε =1
CA= CA 0(1−XA 1) 1+0.8 XA 1 T0 T ... (5) CB=Cao XA 1T0 T ...(6) CB=Cc M=CDO CAO CD=CAO
(
M−XA 2)
T ...(7)¿ CE=CAOXA 2¿ T ...(8) 3.2.2. Neraca Panas[
Laju alir panas ke sistem darilingkungan
]
-
[
Laju kerja sistem dalam lingkungan]
+
[
Laju energi yang ditambahkan ke sistem dari laju alir massa yang
masuk
]
-
[
Laju energi yang meninggalkan sistem dari laju alir massa yang keluar
]
=
[
Laju akumulasienergi padasistem
]
Q - W + Fin.Ein - Fout.Eout =
dE dt
W = - Fin P Vin + Fout P Vout + Ws
Q + (Fin P Vin – Fout P Vout – Ws ) + Fin Ein – Fout Eout =
dE dt
Q – Ws + Fin (Ein + Pin VA0) – Fout (Eout + Pout VA) =
dE dt E = Ui
Q – Ws + Fin Hin – Fout Hout = dE
dt Work shaft diabaikan maka Ws = 0
Karena sistem merupakan sistem adiabatis, maka Q = 0 Sistem steady state dEdt = 0
Maka persamaannya menjadi :
∑
F¿H¿−∑
FoutHout=0 ... (1) In =∑
Fi 0Hi 0=HA 0FA 0+HB 0FB 0+HC 0FC 0+. … .. Out =∑
FiHi=HAFA+HBFB+HCFC+.….. Stoikiometri : FA = FA0(1-XA) FB = FA0(θB + XA) FC = FA0(θC + XA) Kombinasi Stoikiometri (1)∑
F¿H¿−∑
FoutHout=0 FA 0∑
θi(
Hi 0−Hi)
−∆ HRx(T ) FA 0XA=0 Dengan : Hi−Hi 0=[
Hi(T R)+∫
TR T CpidT]
−[
Hi 0(T R)+∫
TR T Cpi0dT]
=∫
Ti0 T CpidTMaka persamaannya menjadi : −FA 0
∑
θi∫
Ti0 T CpidT −∆ HRx(T ) FA 0XA=0 Nilai ∆ HRx(T ) = ∆ HRx(
TR)
+∫
TR T ∆ CpdT , sehingga : −FA 0∑
θi∫
Ti0 T CpidT −(
∆ HRx(
TR)
+∫
TR T ∆ CpdT)
FA 0XA=0Dibagi FA0 −
∑
θi∫
Ti0 T CpidT −(
∆ HRx(
TR)
+∫
TR T ∆ CpdT)
XA=0 −∑
θi∫
Ti0 T CpidT −∆ HRx(
TR)
XA−∫
TR T ∆ CpdT XA=0Diturunkan terhadap volume −
(∑
θiCpi+XA∆Cp)
dT dV−(
∆ HRx(
TR)
XA+∫
TR T ∆ CpdT)
dXA dV =0 dXdV diambil dari neraca massa dX dV=
−rA FA 0 Maka persamaannya menjadi :
dT dV= −rA FA 0
(
−∆ HRx(
TR)
XA−∫
TR T ∆ CpdT)
∑
θiCpi+XA∆ Cp ∆ HRX(T )=∆ HRX(
TR)
+∆Cp(T −TR) ∆ HRX 1(
TR)
=¿ -540 ∆ HRX 2(
TR)
=¿ 109,240 ∆ HRX(
TR)
=∆ HRX 1(
TR)
+∆ HRX 2(
TR)
∆ Cp1=CpB+CpC−CpA ∆ Cp2=CpB+CpE−CpA−1 /2 CpD ∆ Cp=∆Cp1+∆ Cp2 Cpi=R∫
Tr T Cp R dT Cpi=R∫
TR T(
∆ α +∆ Bβ+∆ γ T2+∆ δ T−2)
dT Cpi=R[
∆ αT+∆ β 2 T 2 +∆ γ 3 T 3−∆ δ T−1]
TR TSTART
Input Data:
FAO, Cao, TO, CP, ∆Hrx, k1, k2, XA, v, ∆Cp
Menghitung nilai T dari
Input T T T (¿¿3−TR3)−∆ δ
(
1 T− 1 TR)
(¿¿2−TR2 )+∆ γ 3 ¿ ∆ α(
T −TR)
+∆ β 2 ¿ Cpi=R¿∑
θiCpi=¿ T T (¿¿3−TR3)−∆ δ(
1 T− 1 TR)
(¿¿2−TR2)+∆ γ 3 ¿ ∆ α(
T −TR)
+∆ β 2 ¿∑
θ. R¿3.2.3. Hubungan Suhu dengan konversi
Untuk mendapatkan hubungan suhu dan konversi, maka perlu dilakukan perkalian
antara persamaan dTdV dan dVdX sehingga nantinya didapatkan dTdX dT dV x dV d XA= dT d XA dT dXA=
(
−∆ HRx 1.−rA 1)
+(
−∆ HRx2.−rA 2)
rA.∑
θiCpi dT=(-deltaHrx1*-ra1)+(-deltaHrx2*-ra2)/(-ra*zigma) 3.3. Logika Pemrograman3.4. Bahasa Pemrograman clear clc function dT=suhu(Xa, T) Fao=14.7; Fbo=0; Fco=0; Fdo=14.7; Feo=0; R=8.314; deltaHrx1=-540; deltaHrx2=109240;
deltaHrx=deltaHrx1+deltaHrx2; Cpa=126.26; Cpb=225.97; Cpc=288; Cpd=294; Cpe=753; deltaCp1=Cpb+Cpc-Cpa;
deltaCp2=Cpb+Cpe-Cpa-(1/2*Cpd); deltaCp=deltaCp1+deltaCp2;
E1=29300.6; k1=10*exp((E1/R)*(1/300-1/T)); E2=75344.4; k2=0.09*exp((E2/R)*(1/300-1/T)); Xa1=0.8*Xa Xa2=0.2*Xa Cao=0.05 Cdo=0.05
Ca=Cao*(1-Xa1)/(1+0.8*Xa1)*T0/T; Cb=Cao*Xa1*T0/T;
Cc=Cao*Xa1*T0/T; M=Cdo/Cao
ra2=-k2*Ca^2*Cd^1/2; ra=ra1+ra2
tetaA=Fao/Fao; tetaB=Fbo/Fao; tetaC=Fco/Fao; tetaD=Fdo/Fao; tetaE=Feo/Fao;
zigma=((tetaA*Cpa)+(tetaB*Cpb)+(tetaC*Cpc)+(Xa1*deltaCp1))+
((tetaA*Cpa)+(0.5*tetaD*Cpd)+(tetaB*Cpb)+(tetaE*Cpe)+(Xa2*deltaCp2)) dT=(-deltaHrx1*-ra1)+(-deltaHrx2*-ra2)/(-ra*zigma)
endfunction T0=265; Xa0=0; Xa=0:0.025:0.8 T=ode(T0,Xa0,Xa,suhu) Xa=Xa' T=T' disp(" xa T ") disp([Xa T]) clf plot2d(Xa,T,3)
BAB IV
HASIL SIMULASI DAN ANALISA 4.1. Hasil Simulasi
Hasil simulasi dari penyelesaian persamaan-persamaan yang telah diinput pada scipad kemudian akan ditampilkan running di bagian console dengan tampilan seperti dibawah ini :