• Tidak ada hasil yang ditemukan

HUBUNGAN PROBLEMATIC INTERNET USE DAN PERCEIVED STRESS PADA REMAJA PENGGUNA TWITTER DI JAKARTA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "HUBUNGAN PROBLEMATIC INTERNET USE DAN PERCEIVED STRESS PADA REMAJA PENGGUNA TWITTER DI JAKARTA"

Copied!
10
0
0

Teks penuh

(1)

HUBUNGAN PROBLEMATIC INTERNET

USE DAN PERCEIVED STRESS PADA

REMAJA PENGGUNA TWITTER DI

JAKARTA

Meida Rezky Arvitasari

Universitas Bina Nusantara, arvitasarimeida@gmail.com (Meida Rezky arvitasari, Esther Widhi Andangsari, M.Psi., P,si)

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk melihat hubungan antara Problematic Internet Use dan

perceived stress pada remaja pengguna jejaring sosial di Jakarta dan menjelaskan bentuk

bagaimana hubungan antara problematic internet use dan perceived stress pada remaja

pengguna jejaring sosial di Jakarta. Penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif

korelasional dengan karakteristik subjek yaitu remaja pada rentan usia 11-15 tahun. Analisis

hasil dilakukan dengan menggunakan uji korelasi spearman dengan terlebih dahulu melakukan

uji normalitas. Variabel yang diukur adalah Problematic Internet Use (PIU) dan Perceived

Stress dimana diantara keduanya terhadap hubungan yang signifikan dengan nilai signifikansi

(2-tailed) sebesar 0.02 (p<0.05) dengan nilai korelasi (r=0,155). Hasil uji korelasi tersebut

memiliki arti bahwa terdapat korelasi positif yang signifikan antara Problematic Internet Use

dan Perceived Stress pada remaja pengguna Twitter di Jakarta. (MRA)

Kata Kunci : Problematic Internet Use, Perceived Stress, Twitter, Remaja

ABSTRACT

Purpose of this research is to see a correlation between Problematic Internet Use and

perceived stress in adolescent social networking site’s Twitter Users in Jakarta dan

explained how the relation between the two variable. This research is a quantitative

corelational coefficent research and involve adolescent between 11-15 years old.

Analysis of the data to find the correlation between the two variable using Spearman

coefficient correlation following the normality test. Variable which measured is

Problematic Internet Use (PIU) and Perceived Stress where is both variable is

correlated significantly (2-tailed) 0.02 (p<0.05) with a correlation score (r=0,155). The

Result of the correlation test explain that there is a positive correlation that significant

between Problematic Internet Use dan Perceived Stress in adolescent Twitter users in

Jakarta. (MRA)

(2)

PENDAHULUAN

Sebagai salah satu media sosial yang banyak digunakan menurut Socialbakers (2013) pengguna Twitter di dunia sebanyak 524 juta pengguna. Di Indonesia Twitter cukup banyak diminati. Berdasarkan data dari Badan Kominfo (2013) Indonesia merupakan negara kelima dengan jumlah pengguna Twitter

terbanyak setelah Inggris dan negara besar lainnya dan berada pada peringkat pertama di Asia dengan

pengguna Twitter mencapai 36 juta. Jakarta sebagai ibukota dari Indonesia menjadi kota di Indonesia dengan pengguna Twitter terbesar yaitu 2,3% dari populasi pengguna Twitter di dunia atau sekitar 12 juta pengguna. Selain itu Twitter menjadi salah satu jenis jejaring sosial yang diminati oleh remaja berdasarkan (Semiocast, 2013) sebagian besar pengguna Twitter di dunia adalah remaja yaitu sebanyak 74% pada rentang usia 15-24 tahun. Dikatakan pula oleh Boyd (2014) bahwa remaja menggunakan twitter karena memikirkan kemudahan dalam penggunaannya dan kemampuan Twitter dalam mengirimkan pesan yang setara dengan pesan teks secara umum pada lingkaran pertemanan dalam satu waktu.

Belum diperoleh studi terdahulu yang membahas secara khusus mengenai hubungan antara

Problematiic Internet Use dan Perceived Stres, namun beberapa telah melakukan studi mengenai

penggunaan internet dan stress secara kurang spesifik. Seperti dalam Health Science Journal, dalam jurnal tersebut (Gabre dan Kumar, 2012) mengatakan bahwa siswa yang menggunakan jejaring sosial saat belajar memiliki tingkat stress yang lebih tinggi dan kurang mampu mengontrol sesuatu. Selain itu dikatakan pula dalam Health Science Journal yang diterbitkan pada tahun 2014 bahwa beberapa jenis fitur pada Twitter dapat memunculkan perasaan cemburu dan tidak aman, selain itu dengan media sosial komentar negatif, informas-informasi terselubung dan update negatif tidak dapat dihindari sehingga memungkinkan untuk menjadi pemicu stress namun jejaring sosial juga digunakan sebagai media bagi remaja untuk mengurangi perasaan stress (Labrague, 2014). Kedua Hal tersebut di atas berkaitan dengan hubungan antara Problematic Internet Use dan Perceived Stress.

Berdasarkan Latar belakang dari dilakukan penelitian maka pertanyaan penelitian adalah apakah ada hubungan antara Problematic Internet Use dan Perceived Stress pada remaja pengguna Twitter di Jakarta dan bertujuan untuk memahami yang dimaksud dengan Problematic Internet Use dan Perceived

Stress. Secara khusus tujuan penelitian adalah sebagai berikut melihat hubungan antara Problematic Internet Use dan Perceived Stress pada remaja pengguna Twitter di Jakarta.

METODE PENELITIAN

Teknik pengambilan sampling yang digunakan peneliti adalah Nonprobability Sampling

adalah teknik sampling dimana setiap anggota populasi tidak memiliki kesempatan atau peluang yang sama sebagai sampel, hal ini dilakukan karena populasi yang tidak diketahui secara lengkap, kemungkinan individu tidak dapat diketahui, dan metode sampling ini didasarkan pada faktor common

sense atau kemudahan, dengan upaya menjaga keterwakilan dan menghindari bias (Gravetter & Forzano,

2009). Purporsive sampling adalah teknik pengambilan sampel didasarkan pada tujuan tertentu dengan memperhatikan ciri-ciri dan karakteristik subjek yang akan diteliti (Arikunto, 2010).

Alat ukur dari Caplan tahun 2003 yaitu GPIUS2 (Generalized Problematic Internet Use Scale 2) terdiri atas 15 item pertanyaan berdasarkan 5 domain. GPIUS2 adalah versi revisi dan diperbarui dari

Generalized Problematic Internet Use Scale (GPIUS) (Caplan, 2002 dalam Caplan, 2010).

Alat ukur adaptasi dari Perceived Stress Scale-10 (PSS-10) terdiri dari 10 item pertanyaan yang dianggap mewakili bagaimana individu mempersepsikan dirinya mengalami stress atau merasakan kejadian kejadian yang stressfull selama satu bulan terakhir.

(3)

HASIL DAN BAHASAN

1.1 Lokasi Responden

N %

Valid Jakarta Timur 70 17,0 Jakarta Selatan 100 24,3 Jakarta Barat 70 17,0 Jakarta Utara 81 19,7 Jakarata Pusat 90 21,9

Total 411 100,0

Sumber: Data olahan peneliti 2014

Dari tabel berikut di atas, dapat dilihat bahwa data diambil di lima wilayah bagian di Jakarta dengan persentase dari yang terbesar yaitu: Jakarta Selatan 24,3% , Jakarta Pusat 21,9%, Jakarta Utara 19,7% dan Jakarta Timur dan Barat masing-masing 17%.

1.2 Jenis kelamin responden

Sumber: Data olahan peneliti 2014

Tabel 1.2, dapat dilihat 226 responden perempuan dan 174 responden laki-laki sehingga dapat dikatakan bahwa respoden terbayak adalah perempuan presentase 55,0%. Dalam hasil penelitian terdapat 2,7%.

Missing system berarti terdapat 11 responden yang tidak menuliskan jenis kelamin di dalam data

kuesioner. 1.3 Usia N % Valid 11 Tahun 4 1,0 12 Tahun 26 6,3 13 Tahun 110 26,8 14 Tahun 192 46,7 15 Tahun 67 16,3 N % Valid Laki-Laki 174 42,3 Perempuan 226 55,0 Total 400 97,3 Missing System 11 2,7 Total 411 100,0

(4)

Total 399 97,1

Missing System 12 2,9

Mean 14

Total 411 100,0

Sumber: Data olahan peneliti 2014

Berdasarkan 1.3 terlihat bahwa responden berada pada rentang usia antara 11 sampai dengan 15 tahun. Tabel menunjukan bahwa sebagian besar responden yang menggunakan Twitter berada pada usia 14 tahun yaitu sebanyak 192 responden dengan persentase 46,7%. Missing system berarti terdapat 12 responden yang tidak menuliskan usia di dalam data kuesioner. Berikut merupakan frekuensi dari lama responden telah memiliki akun Twitter :

1.4 Tahun penggunaan Twitter

N % Valid 1 - 2 Tahun 150 36,5 2 - 4 Tahun 106 25,8 5 - 6 Tahun 66 16,1 > 6 Tahun 19 4,6 Total 341 83,0 Missing System 70 17,0 Total 411 100,0

Sumber: Data olahan peneliti 2014

Berdasarkan tabel di atas, dapat dilihat lama penggunaan Twitter pada pada rentang 1-2 tahun muncul paling banyak. Tabel di atas menunjukan bahwa sebagian besar responden yaitu sebanyak 150 orang atau 36,5% responden telah menggunakan Twitter selama 1-2 tahun dan dengan persentase terkecil yaitu 4,6% dari responden telah menggunakan Twitter selama lebih dari 6 tahun. Missing system berarti terdapat 70 responden yang tidak menuliskan seberapa lama mereka telah memiliki akun Twitter di dalam data kuesioner.

1.5 Penggunaan smartphone

Sumber: Data olahan peneliti 2014

N % Valid Ya 371 90,3 Tidak 24 5,8 Total 395 96,1 Missing System 16 3,9 Total 411 100,0

(5)

Dari tabel di atas dapat dilihat bahwa sebanyak 371 responden menggunakan smartphone sebagai media untuk mengakses Twitter dengan frekuensi sebanyak 371 dari 411 responden dengan persentase 90,3%. Sebanyak 16 responden tidak mengisi data penggunaan smarthphone sehingga terdapat missing system sebesar 0.4%.

1.6 Durasi penggunaan Twitter

N %

Valid kurang dari 10 menit 101 24,6

10-30 menit 87 21,2

31-60 menit 36 8,8

1-2 jam 68 16,5

2-3 jam 32 7,8

lebih dari 3 jam 65 15,8

Total 389 94,6

Missing System 22 5,4

Total 411 100,0

Sumber: Data olahan peneliti 2014

Berdasarkan tabel 4.6 di atas, sebanyak 24,6% responden menggunakan Twitter kurang dari 10 menit, 21,2% 10-30 menit dan sebesar 16,5% menggunakan selama 1-2 jam perhari. Selain itu sebanyak 15,8% menggunakan selama lebih dari 3 jam perhari, 8,8% selama 31-60 menit dan 7,8% selama 2-3 jam perhari. Sebanyak 22 responden tidak mengisi data durasi penggunaan Twitter sehingga terdapat missing

system sebesar 5.4%.

1.7 Uji Normalitas

Kolmogorov-Smirnova p

Perceived Stress ,000

Problematic Internet Use ,007

Sumber: Data olahan peneliti 2014

Melalui hasil uji normalitas diperoleh signifikansi adalah sebesar 0.007 (p<0.05) dan 0.000 (p<0.05). Berdasarkan perolehan nilai tersebut dapat diartikan bahwa distribusi data tidak normal dan untuk pengujian hipotesa digunakan uji korelasi Spearman.

1.8 Uji korelasi PIU dan Perceived Stress

p R

Spearman's rho ,002 ,155**

(6)

Sumber: Data olahan peneliti 2014

Tabel di atas menunjukan bahwa korelasi antara Problematic Internet Use dan Perceived Stress menunjukkan nilai signifikan (2-tailed) sebesar 0.02 (p<0.05) dengan nilai korelasi (r=0,155) maka berdasarkan hasil tersebut dapat dikatakan bahwa pada penelitian ini H0 ditolak, sehingga dapat

dinyatakan bahwa ha diterima yang berarti terdapat hubungan positif yang signifikan antara Problematic

InternetUse (PIU) dan Perceived Stress pada remaja pengguna Twitter di Jakarta. Nilai korelasi tersebut

menyatakan bahwa semakin tinggi tingkat Problematic Internet Use (PIU) maka semakin tinggi pula tingkat Perceived Stress pada remaja begitu pula sebaliknya, semakin tinggi tingkat Perceived Stress maka semakin tinggi pula tingkat Problematic Internet Use pada remaja. Berdasarkan uji korelasi antara

Problematic Internet Use (PIU) dan Perceived Stress diperoleh r= 0,155 berdasarkan nilai korelasi pada

tabel korelasi Guilford dapat diartikan bahwa terdapat korelasi yang signifikan antara Problematic

Internet Use (PIU) dan Perceived Stress namun berada pada nilai yang sangat kecil atau sangat rendah.

1.9 Nilai Korelasi Guillford

Nilai Makna

0,00 – 0,19 Sangat rendah atau sangat lemah 0,20 – 0,39 Rendah atau lemah

0,40 – 0,59 Sedang

0,60 – 0,79 Tinggi atau Kuat

0,80 – 1,00 Sangat Tinggi atau sangat kuat

Sumber: Fundamental Statistics in Psychology and Education Textbook

1.10 Korelasi Perceived Stress dan Domain dalam Prolematic Internet Use (PIU)

p R

Preference for Online Social Interaction (POSI) ,551 ,030 Mood Regulation ,008 ,131** Cognitive Preoccupation ,016 ,118**

Compulsive Internet Use ,000 ,221*

Negative Outcome ,813 ,012

N 411

Sumber: Data olahan peneliti 2014

Tabel diatas menunjukkan bahwa tidak terdapat korelasi yang signifikan antara Perceived Stress dan Preference for Online Social Interaction (POSI). Namun dapat dilihat bahwa terdapat korelasi yang

(7)

signifikan antara Perceived Stress dan mood regulation dengan nilai signifikan (2-tailed) 0,008 (p<0,05) dan (r= 0,137) sehingga dapat dikatakan terdapat hubungan positif antara Perceived Stress dan mood

regulation Nilai r= 0,137 memiliki arti bahwa keduanya memiliki korelasi yang signifikan namun berada

pada nilai yang sangat kecil.

Demikian pula dengan korelasi antara Perceived Stress dan Cognitive Preoccupation dengan nilai signifikan (2-tailed) 0,016 (p<0,05) dan (r= 0,139.) dapat dikatakan terdapat hubungan positif pada nilai yang sangat kecil. Uji korelasi antara Perceived Stress dan Compulsive Internet Use memperoleh nilai signifikan 0,000 (p<0,05) dengan (r=0,221) sehingga dapat dikatakan terdapat korelasi positif antara keduanya namun dalam nilai yang kecil. Sedangkan antara Perceived Stress dan Negative Outcome tidak terdapat korelasi.

1.11 Korelasi Problematic Internet Use (PIU) dan Durasi penggunaan Twitter

P r

Spearman's rho ,419 ,041

N 411

Sumber: Data olahan peneliti 201

1.12 Korelasi Perceived Stress dan Durasi Penggunaan Twitter

p r

Spearman's rho ,033 ,108*

N 411

Sumber: Data olahan peneliti 2014

Tabel 4.13 dan 4.14 memperlihatkan korelasi antara durasi penggunaan Twitter per hari dan Problematic

Internet Use serta Perceived stress. Berdasarkan hasil korelasi antara kedua variabel tersebut dan durasi

penggunaan Twitter diketahui bahwa ada korelasi Perceived Stress dan durasi penggunaan Twitter. Hasil korelasi keduanya memperoleh hasil dengan nilai signifikansi 0,033 (p<0.05) dan(r= 0,041) yang berarti

Perceived Stress dan durasi penggunaan Twitter memiliki korelasi dalam nilai yang sangat kecil.

Hasil korelasi antara Problematic Internet Use (PIU) dan durasi penggunaan Twitter memperoleh nilai signifikan (2-tailed) 0,419 (p>0.05), sehingga dapat dikatakan bahwa tidak ada hubungan yang signifikan antara Problematic Internet Use (PIU) dan durasi penggunaan Twitter karena nilai signifikansi lebih besar dari 0,05.

SIMPULAN DAN SARAN

Berdasarkan hasil yang telah diperoleh dan dipaparkan sebelumnya pada bab empat,

menghasilkan kesimpulan bahwa terdapat korelasi positif yang signifikan antara Problematic Internet Use dan Perceived Stress pada remaja pengguna Twitter di Jakarta. Selain itu diperoleh hasil bahwa terdapat hubungan antara Perceived Stress dan tiga domain pada Problematic Internet Use (PIU) yaitu mood

regulation, cognitive preoccupation, dan compulsive internet use.

Pada penelitian ini, setelah melalui tahap-tahap pengumpulan dan pengolahan data kemudian diperoleh hasil bahwa h0 ditolak. Hal tersebut memiliki arti bahwa terdapat hubungan antara kedua variabel yaitu Problematic Internet Use (PIU) dan Perceived Stress yang mana sifat hubungan antara kedua adalah positif. Di dalam Twitter terdapat konten-konten tertentu yang dapat memicu stress seperti misalnya isu-isu negatif mengenai dunia pendidikan yang mengkin menimbulkan emosi negatif dan perasaan tertekan pada remaja yang juga sebagai pelajar. Sepert yang dikatakan oleh Gabre dan Kumar (2012) siswa yang menggunakan jejaring sosial saat belajar memiliki tingkat stress yang lebih tinggi dan kurang mampu mengontrol sesuatu. Namun ketika seorang remaja juga mengalami Problematic Internet

Use, maka remaja akan cenderung menggunakan internet itu sendiri secara berlebihan. Remaja mungkin

(8)

tidak nyaman, namun saat perasaan muncul keinginan untuk terus mengakses internet pun tinggi sehingga semakin lama seseorang mengakses jejaring sosial semakin remaja akan merasa stress, demikian pula sebaliknya semakin remaja merasa stress semakin tinggi pula keinginannya untuk menggunakan internet. Pada hipotesis selanjutnya dilakukan pengukuran korelasi antara Perceived Stress dengan masing-masing domain yang ada pada Problematic Internet Use (PIU). Perceived stress secara signifikan tidak memiliki hubungan dengan Preference for online social interaction (POSI) dan negative outcome, hal ini berarti bisa saja stress terjadi dikarenakan oleh penggunaan Twitter dan belum tentu remaja akan menghasilkan suatu hal yang negatif ketika sedang berada dalam keadaan stress dalam hal penggunaan Twitter atau dapat dikatakan stress bisa saja terjadi karena hal yan lain di luar dari penggunaan Twitter. Remaja dengan tingkat Perceived Stress yang tinggi belum tentu lebih memilih menggunakan Twitter sebagai media untuk berinteraksi sosial, yang mana berarti dengan interaksi sosial yang baik secara tatap wajah seorang remaja tetap memiliki kemungkinan untuk mengalami Perceived Stress. Sedangkan di antara Perceived Stress dengan mood regulation, cognitive preoccupation dan compulsive internet use terdapat hubungan signifikan walaupun dalam nilai yang kecil. Caplan (2010) menyatakan bahwa secara sosial individu yang mengalami kecemasan akan memilih interaksi melalui internet untuk mengurangi kecemasan tentang presentasi diri mereka sendiri dalam situasi interpersonal dan salah Perceived Stress seringkali ditunjukan dengan perasaan cemas dan penuh beban atas hal-hal yang tidak menyenangkan disekitarnya (Cohen,1996). Perasaan stress dapat terjadi ketika terjadi ketidakharmonisan antara hal yang diinginkan dan kenyataan. Ketika keinginan untuk online sangat besar, sehingga muncul perasaan untuk selalu mengetahui segala hal terbaru yang ada pada jejaring sosial seseorang akan cenderung merasa cemas ketika hal tersebut tidak dapat dipenuhi dan memicu perasaan stress. Ketika seseorang cenderung melampiaskan perasaan stress yang dialami, bisa saja membuat remaja menjadi tergantung dengan internet tersebut dan bahkan tanpa disadari terus online bahkan disaat yang tidak dibutuhkan dan melewatkan hal lain yang lebih penting.

Uji korelasi antara Problematic Internet Use (PIU) dan durasi penggunaan Twitter memperlihatkan tidak adanya hubungan signifikan di antara keduanya. Tidak adanya korelasi di antara

Problematic Internet Use (PIU) dan durasi penggunaan Twitter per hari nya ini terjadi mungkin karena

pada data yang diperoleh sebagian besar remaja tidak menggunakan Internet melebihi waktu yang telah dikategorikan oleh Caplan (2003) sebagai Problematic Internet Use yaitu diatas 3 jam per hari. Sebagian besar waktu digunakan oleh remaja di sekolah sementara beberapa sekolah mungkin memberlakukan larangan untuk muridnya menggunakan smartphone di area sekolah. Berdasarkan data yang diperoleh sebagian besar remaja menggunakan smarthphone sebagai media untuk mengakses jejaring sosial, karena hal ini lah sehingga sebagian besar remaja tidak menggunakan jejaring sosial pada durasi yang berlebihan atau diatas 3 jam perhari.

Uji korelasi Perceived Stress dan durasi penggunaan Twitter menunjukkan adanya hubungan yang signifikan. Berdasarkan hasil korelasi tersebut peneliti menyimpulkan bahwa diduga semakin seorang remaja merasa stress maka akan semakin lama penggunaan penggunaan internetnya atau semakin lama durasi penggunaan internet remaja akan semakin rentan mengalami stres.

Selain itu berkembangnya teknologi smartphone dan jaringan internet yang mudah ditemui di segala tempat mempermudah remaja untuk dapat mengakses jejaring sosial Twitter dimana saja. Remaja dengan PIU tinggi mungkin manfaatkan jejaring sosial sebagai pemenuhan kebutuhan atas stress yang dialaminya tanpa ia sadari bahwa hal tersebut mungkin justru dapat membuat stress yang dirasakannya semakin meningkat. Seperti yang disampaikan oleh Gabre dan Kumar (2012) bahwa siswa yang menggunakan jejaring sosial saat belajar memiliki tingkat stress yang lebih tinggi dan kurang mampu mengontrol sesuatu. Distorsi dari jejaring sosial menyebabkan siswa tidak fokus dan mengesampingkan hal lain yang mungkin lebih penting.

Penelitian yang dilakukan tidak luput dari keterbatasan dan kekurangan. Jumlah responden yang didapatkan telah cukup banyak namun kekurangan dari penelitian ini adalah peneliti tidak mencari tahu keaktifan dari responden dalam menggunakan jejaring sosial Twiter yang dapat membantu dalam proses analisis hasil, selain itu juga dibutuhkan penerjemahan alat tes yang lebih akurat dan lebih sesuai dengan keadaan lingkungan penelitian, terutama ketika penelitian dilakukan pada anak-anak pada usia muda seperti remaja ataupun anak-anak sebab terdapat beberapa kata atau kalimat yang sulit diterjemahkan kedalam bahasa Indonesia dan beberapa kata yang telah diadaptasi nampaknya kurang sesuai dan kurang bisa dipahami oleh remaja.

saran ditujukan peneliti untuk penelitian serupa yang selanjutnya. Pertama, penyempurnaan terhadap alat ukur yang digunakan dalam adaptasi terutama dalam tata bahasa apabila akan digunakan untuk responden remaja karena beberapa alat ukur yang perlu diadaptasi mungkin berasal dari bahasa asing dalam tata bahasa yang tidak sederhana. Kedua, menambahkan pengukuran keaktifan pemakaian

(9)

jejaring sosial dalam data kontrol alat tes penelitian agar lebih bisa fokus pada pengguna yg aktif sehingga hasil analisis hasil pun akan lebih akurat.

REFERENSI

Amato, G.D. (2012). Social networks: a new source of psychological stress or a way to enhance self-esteem? negative and positive implications in bronchial asthma. J’Investig Allergol Clin Immunol, 22(6), 402-405.

Arikunto,S.(2010). Prosedur penelitian: suatu pendekatan praktik Bandung:Rineka Cipta

Bandura,A.(1991). Theory and measurement of generalized problematic Internet use: A two-step approach. Computers in Human Behavior, 26, 1089–1097.

Boyd, D., Golder, S., & Lotan, G. (2010). Tweet Tweet Retweet: Conversational Aspects of Retweeting on Twitter. Proceedings of HICSS-43.Kauai, HI January 5-8.

Caplan, S. E. (2005). A social skill account of problematic Internet use. Journal of Communication, 55, 721-736.

Caplan,S.E. (2010). Theory and measurement of generalized problematic Internet use: A two-step approach. Journal Computer in Human Behavior,26(5), 1089-1097.

Caplan, S. E. (2010). Theory and measurement of generalized problematic Internet use: A two-step approach. Computers in Human Behavior, 26, 1089–1097.

Cohen, S., Kamarch, T., & Mermelstein, R. (1983). A global measure of perceived stress. Journal of Health and Social Behavior, 24, 385-396.

Cohen, S. & Herbert, T. B. (1996). Health psychology: psychological factors and physical disease from the perspective of human psychoneuroimmunology. Annual Review of Psychology, 47, 113-142. Cohen, S., Janicki-Deverts, D., & Miller, G. E. (2007). Psychological stress and disease. JAMA, 298(14).

1685-1687

Cohen S, Kessler RC, Gordon UL. Strategies for measuring stress in studies of psychiatric and physical disorder. In: Cohen S, Kessler RC, Gordon UL, eds. Measuring Stress: A Guide for Health and Social Scientists. New York, NY: Oxford University Press; 1995:3-26.

Davis, R. A.(2001). The mediator roles of life satisfaction and self-esteem between the affective components of psychological well-being and the cognitive symptoms of problematic internet use. Social Indicators Research, 1, 23-32.

Davis, R. A.(2001). A cognitive–behavioral model of pathological Internet use. Computers in Human

Behavior, 17, 187–195

Ferraro, G., Caci, B., & D’Amico, A. Online social networking and addiction- a review the psychological literature. International Journal Of Public Health, 8, 3528-3552.

Gabre, H., Kumar,G.(2012). Facebook use and adolescents’ emotional states of depression, anxiety, and stress. Health Science Journal, 8 (1). 80 – 89.

Guilford, J.P. (1956). Fundamental Statistics in Psychology and Education.New York: McGraw Hill. Haewoon,K., Changhyun,L., Hosung,P., Sue,M. (2010). What is Twitter, a Social Network or a News

Media?. Proceedings of the 19th International World Wide Web (WWW) Conference. April 26-30, 2010, Raleigh NC (USA)

Hurlock, E.B. (1997). Develovmental psychology a life span approach (5th ed.). New York: Norton. Hurlock, E.B. (1997). Develovmental psychology a life span approach (5th ed.). New York: Norton. Jasmine, A., Nicole, K., Daily,R.(2012). Problematic internet use in adolescents:an overview for primary

care providers. Kansas Journal of Medicine, 8(30), 108-118.

Juditha,C. (2011). Hubungan penggunaan situs jejaring sosial facebook terhadap perilaku remaja di kota makassar. Jurnal Penelitian, 13(1), 1-23.

Kuss, Griffiths.(2011). Online social networking and addiction- a review the psychological literature.

International Journal Of Public Health, 8, 3528-3552.

Kominfo (2013). Retrieved 19 Maret, 2014, from http://kominfo.go.id.

LaRose, R., Mastro, D. A., Eastin, M. A. (2001). Unregulated internet usage: addiction,habit, or deficient self-regulation?. Media Psychology, 5, 225–253

Lazarus, R.S. (1990). Stress and coping in the workplace. The Psychologist Journal,20(9),548-550. Labrague,L.J.(2014). Facebook use and adolescents’ emotional states of depression, anxiety, and stress.

Health Science Journal, 8(1), 80- 89.

Papalia, E. D., Olds, W. S., Feldman, D. R., (2004). Human Development (10th ed).New York: Mc. Graw Hill.

(10)

Santrock, J. W. (2003). Adolescence: Perkembangan Remaja.(6th ed.). Jakarta:Erlangga

Santrock, J.W. (2003). Adolescence: perkembangan remaja, Terjemahan : Istiwidayanti dan Soedjarwo (6th ed.). Jakarta: Erlangga.

Saphira, N.(2014). Internet use and addiction among Finnish Adolescents (15–19years. Journal of Adolescence,37 (2), 123-131.

Shaw M, Black DW.(2012). Problematic internet use in adolescents:an overview for primary care providers.Kansas Journal of Medicine, 8(30), 108-118.

Socialbakers.(2013). Retrieved 19 Maret, 2014, from http://www.socialbakers.com.

The American Institute of Stress. What is Stress? Available from: URL: http://www.stress.org/what-is-stress/american institute of stress.

Whaley, A.(2008). Learn : twitter, social networking, and microbloging. Retrieved 28 Maret, 2014, from http://managemypractice.com/learn-this-twitter-social-networking-and-micro-blogging/

RIWAYAT PENULIS

Meida Rezky Arvitasari, lahir di Manokwari, 27 Mei 1992. Peneliti menamatkan

pendidikan S1 di Universitas Bina Nusantara dalam bidang pada tahun 2014. Penulis

menamatkan pendidikan S1 di Universitas Bina Nusantara dalam bidang Psikologi pada 2014.

Referensi

Dokumen terkait

Indikator self-efficacy berpikir krtiis yang muncul pada S, dan AE adalah merasa berminat, merasa optimis, merasa yakin, dapat meningkatkan upaya, memiliki

Pemungutan BPHTB di Kota Surabaya sejak tahun 2011 diambil alih oleh Dinas Pendapatan Daerah Kota Surabaya (Dispenda Kota Surabaya), namun dalam pelaksanaan pemungutan

Dari hasil survey lapangan yang telah dilakukan, maka didapatlah sebuah kesimpuan bahwa pada saat ini informasi yang sangat dibutuhkan oleh mahasiswa adalah tentang jadwal

Akan tetapi hasil penelitian yang berbeda (pada pengujian hipotesis 7) menunjukkan bahwa secara tidak langsung pengembangan (X2) dapat berpengaruh signifikan

1) Pengintegrasian filosofis, yakni bila tujuan fungsional mata pelajaran umum sama dengan tujuan fungsional mata pelajaran agama. Misalnya: Islam mengajarkan

Dari hasil analisis yang telah dilakukan menunjukkan bahwa jumlah pohon berpengaruh positif di mana nilai t hitung -4,305 dengan signifikasi 0,000 lebih kecil dari taraf

Siswa menyimak informasi dan peragaan materi tentang cara keterampilan gerak permainan bola voli (Passing bawah, passing atas, servis, smesh dan block) serta pengertian

Sedangkan literasi informasi digital adalah ketertarikan, sikap dan kemampuan individu dalam menggunakan teknologi digital dan alat komunikasi untuk mengakses,