• Tidak ada hasil yang ditemukan

KELAYAKAN ROTI SISA PASAR SEBAGAI PAKAN ALTERNATIF BERDASAR PEMANFAATAN KECERNAAN ENERGI DAN PARAMETER DARAH PADA SAPI PERANAKAN ONGOLE

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "KELAYAKAN ROTI SISA PASAR SEBAGAI PAKAN ALTERNATIF BERDASAR PEMANFAATAN KECERNAAN ENERGI DAN PARAMETER DARAH PADA SAPI PERANAKAN ONGOLE"

Copied!
7
0
0

Teks penuh

(1)

KELAYAKAN ROTI SISA PASAR SEBAGAI PAKAN

ALTERNATIF BERDASAR PEMANFAATAN KECERNAAN

ENERGI DAN PARAMETER DARAH PADA SAPI

PERANAKAN ONGOLE

(The Feasibility of Refused Bread as an Alternative Feedstuff Based

on Digestible Energy Utilization and Blood Parameters

in Ongole Crossbred Cattle)

KAYYIS CHALIMI,A.ROCHIM,E.PURBOWATI,SOEDARSONO,E.RIANTO danA.PURNOMOADI

Fakultas Peternakan Universitas Diponegoro, Kampus Tembalang, Semarang

ABSTRACT

This study was aimed to determine the feasibility of refused bread as feedstuff based on the utilization of digestible energy and blood parameters (hematocrit, urea and glucose) in Ongole crossbred (OC) cattle. Eight OC cattle aged 2 – 3 years, and in average body weight 275 ± 16.4 kg (CV 5.9%) were used. They were divided into two groups (each containing 4 cattle) based on Completely Randomized Design (CRD) for two treatments. The first group was given concentrate R-Wb (refused bread 75% and wheat bran 25%), while the rest was given concentrate D-Wb (rice bran 75% and wheat bran 25%) at a level of 1.5% of body weight. Both groups were allowed to napier grass (Pennisetum purpureum) ad libitum. The results showed that energy intake in both groups were not significantly different (98.62 vs 100.48 MJ/day), but the digestible energy in R-Wb (72.93 MJ/day) was higher (P < 0.05) than that of D-Wb (54.02 MJ/day). However, the difference in the digestible energy failed to differ the daily weight gain (R-Wb: 408 g vs. D-WB: 307 g) and energy conversion to body weight gain (R-Wb: 187,19 MJ/kg vs D-WB: 178,71 MJ/kg). The blood hematocrit in R-WB (36.92%) was higher (P < 0.05) than that in D-WB (33.50%), as well as in blood glucose (76.63 vs 54.14 mg/dl), but no significantly different was observed in blood urea (7.413 vs 8.628 mg/dl). The conclusion of this study was the market refused bread could be used as an alternative feedstuff, especially to replace the rice bran as a source of energy.

Key Words: Ongole Crossbred Cattle, Market Refused Bread, Digestible Energy, Blood Parameters ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kelayakan roti sisa pasar sebagai bahan pakan alternatif berdasar pada pemanfaatan energi tecerna dan parameter darah (kadar hematokrit, urea dan glukosa) pada sapi Peranakan Ongole (PO). Materi yang digunakan adalah sapi Peranakan Ongole jantan sebanyak 8 ekor dengan umur 2 – 3 tahun, dan bobot badan sapi PO yang digunakan yaitu 275 ± 16,4 kg (CV 5,9%), yang dikelompokkan menjadi dua perlakuan menurut Rancangan Acak Lengkap (RAL). Pakan perlakuan adalah hijauan berupa rumput gajah (Pennisetum purpureum) yang diberikan secara ad libitum, sedang konsentrat yang diberikan terdapat dua macam antara lain campuran pertama yaitu R-Wb (roti sisa pasar 75% dengan

wheat bran 25%) dan campuran kedua yaitu D-Wb (dedak padi 75% dengan wheat bran 25%). Hasil

penelitian menunjukkan bahwa konsumsi energi pada sapi R-Wb dan D-Wb tidak berbeda nyata (100,48 dan 98,62 MJ/hari), namun energi tercerna pada sapi R-Wb (72,93 MJ/hari) lebih tinggi (P < 0,05) daripada D-Wb (54,02 MJ/hari). Meskipun begitu perbedaan energi tecerna tersebut belum mampu memberikan perbedaan (P > 0,05) pada pertambahan bobot badan harian (PBBH; R-Wb: 408 g vs D-WB: 307 g) dan konversi energi tercerna antara R-Wb (187,19 MJ/kgPBBH) dan D-WB (178,71 MJ/kgPBBH). Kadar hematokrit sapi R-WB (36,92%) lebih tinggi (P < 0,05) daripada sapi D-WB (33,50%), demikian juga pada glukosa darah (76,63 vs 54,14 mg/dL, P < 0,05), namun urea darah tidak berbeda antara kedua perlakuan. Kesimpulan penelitian ini adalah roti sisa pasar dapat menggantikan dedak padi sebagai sumber energi dan memberikan gambaran fisiologi yang baik terhadap sapi PO.

(2)

PENDAHULUAN

Faktor utama yang menentukan produktivitas ternak adalah pakan (BLAKELY dan BADE, 1994). Nutrisi pakan berguna untuk mencukupi kebutuhan tubuh dan produksi. Konsentrat adalah pakan tambahan yang berguna untuk mencukupi kebutuhan nutrisi pada ternak yang tidak bisa didapat dari hijauan saja. Konsentrat untuk ternak dapat berasal dari limbah pertanian, misalnya dedak padi. Dedak padi adalah bahan pakan yang termasuk sumber energi. Dedak padi memiliki kandungan bahan kering (BK) 92%; protein kasar (PK) 11,2%; serat kasar (SK) 16,4%; lemak kasar (LK) 9,9%; BETN 47,6% dan

total digestible nutrient (TDN) 65% (KEARL, 1982). Ketersediaan dedak padi sangat dipengaruhi oleh perubahan musim, sehingga diperlukan pakan alternatif sebagai pengganti yaitu roti sisa pasar.

Peternak sudah memanfaatkan roti sisa pasar sebagai bahan pakan ternak. Roti sisa pasar memiliki kandungan BK 91,6%, TDN 82,7%, PK 10,9%, calcium 0,06% dan pospor 0,47% (CULLISON, 1979). Pada wilayah Jepara terdapat sentra industri roti, dimana dalam satu wilayah terdapat 50 industri rumah tangga. Jika tiap industri rumah tangga menghasilkan roti sisa pasar ± 25 kg/hari, maka dalam satu wilayah tersebut dapat menghasilkan ± 1 ton roti sisa pasar tiap harinya. Selain itu harga roti sisa pasar masih terjangkau dan tidak terpengaruh secara langsung oleh perubahan musim. Dijelaskan oleh CHAMPE dan CHRUCH (1980), roti yang dikeringkan (dried bakery

product) adalah bahan pakan yang didapat dari

beberapa toko roti dan pengolahan bahan pangan.

Energi sebagian besar disuplai oleh hampir semua bahan pakan yang dikonsumsi oleh ternak, oleh karena itu bila ternak mengkonsumsi suatu bahan pakan yang cukup mengandung protein dan mineral, maka semua perhitungan kebutuhan zat pakan akan hanya diarahkan untuk energi (PARAKKASI, 1999). Jumlah energi bruto (gross energy) yang dikonsumsi oleh ternak merupakan jumlah keseluruhan energi yang berada didalam bahan pakan (BLAKELY dan BADE, 1994). ANGGORODI (1994) menyatakan bahwa pada dasarnya tingkat kecernaan adalah suatu usaha untuk mengetahui banyaknya zat pakan yang

diserap oleh saluran pencernaan. Menurut LUBIS (1992) salah satu faktor yang harus dipenuhi dalam bahan pakan adalah tingginya daya cerna bahan pakan tersebut, dalam arti bahwa pakan itu harus mengandung zat pakan yang dapat diserap dalam saluran pencernaan. Semakin tinggi suatu bahan pakan mengandung serat kasar semakin rendah kecernaan bahan pakan tersebut (ANGGORODI, 1994). Tujuan dari penelitian adalah mengetahui pengaruh pemberian roti sisa pasar sebagai campuran konsentrat sapi Peranakan Ongole (PO) terhadap efisiensi pemanfaatan energi tercerna.

Produktivitas dan fisiologis (kesehatan dan normalitas) merupakan gambaran respon ternak terhadap bahan pakan yang diberikan pada ternak. Darah adalah jaringan yang beredar dalam pembuluh darah (MAYES et al., 1983). Darah merupakan salah satu parameter fisiologis yang mencerminkan kondisi fisik ternak (FRANDSON, 1992). Nilai Hematokrit atau packed cell volume adalah persentase sel darah merah berdasarkan volume darah (FRANDSON, 1992). Menurut ETTINGGER (1996), untuk mendapatkan kadar hematokrit melalui perhitungan jumlah sel darah merah (berdasarkan ukuran partikel) dan perhitungan volume darah. Pada penelitian LANE dan CAMPBELL (1969), hematokrit digunakan untuk mengetahui kondisi fisiologis dan untuk menyeleksi sapi perah. Menurut ARTHAUD et

al. dan ALEXANDER et al. yang dikutip oleh

BHANNASHIR et al. (1961), pada sapi potong berkisar antara 31 – 48%. Apabila eritrosit di bawah kisaran normal, ternak mengalami

anemia yaitu jumlah sel-sel merah dan

hemoglobin berkurang jauh dibawah keadaan normal. Hal tersebut disebabkan nutrisi yang kurang memadai sehingga pembentukan darah kurang baik. Parameter glukosa pada darah digunakan untuk mengetahui pemanfaatan karbohidrat dalam pakan dan metabolisme energi dalam tubuh sapi PO. Glukosa pada ruminansia selain sebagai sumber energi juga penting dalam pemeliharaan sel-sel tubuh terutama darah dan otot (PARAKKASI, 1999). Parameter urea pada darah berfungsi untuk mengetahui metabolisme protein tubuh. Urea adalah suatu komponen normal pada darah yang mengalir dalam tubuh dari hasil sampingan metabolisme protein (CULLISON, 1979). Jalan utama ekskresi nitrogen adalah dalam bentuk urea, yang disintesis dalam hati,

(3)

dilepas dalam darah dan dialirkan ke ginjal (MAYES et al., 1983). Hal tersebut didukung juga oleh KOHN et al. (2005) bahwa urea darah

mempunyai korelasi yang tinggi terhadap ekskresi nitrogen melalui urin dan urea darah pada sapi potong berkisar antara 4 – 25 mg/dL. Menurut VASCONCELOS et al. (2006), kadar protein kasar yang diberikan mempunyai korelasi yang tinggi terhadap kadar urea dalam darah, yaitu semakin tinggi level protein kasar yang diberikan maka semakin tinggi pula kadar urea dalam darah. Tujuan dari penelitian tersebut adalah untuk mengetahui perbedaan kecernaan energi, kadar hematokrit, glukosa dan urea darah sapi PO yang diberi perlakuan konsentrat yang berbeda (R-Wb vs D-Wb).

MATERI DAN METODE

Materi yang digunakan dalam penelitian ini adalah sapi Peranakan Ongole sebanyak 8 ekor dengan jenis kelamin jantan dan berumur 2 – 3 tahun. Bobot badan sapi PO yang digunakan dalam penelitian yaitu 275 ± 16,4 kg (CV 5,9%).

Bahan pakan yang digunakan dalam penelitian adalah hijauan dan konsentrat. Hijauan yang digunakan adalah rumput Gajah (Pennisetum purpureum) yang diberikan secara

ad libitum. Konsentrat yang diberikan pada

penelitian ini terdapat dua macam yaitu campuran pertama wheat bran (25%) dengan roti sisa pasar (75%) dan campuran kedua

wheat bran (25%) dengan dedak padi (75%).

Pemberian konsentrat tersebut adalah 1,5% dari bobot badan sapi PO.

Penelitian tersebut membandingkan dua kelompok yang mendapat perlakuan berbeda secara acak. Perlakuan pertama (R-WB) yaitu

empat ekor diberi konsentrat roti sisa pasar dan

wheat bran (R-Wb). Perlakuan kedua (D-WB)

yaitu empat ekor diberi konsentrat dedak padi dan wheat bran (D-Wb).

Pengambilan sampel feses untuk analisis energi pada masing-masing sapi dilakukan selama satu minggu. Feses yang terkumpul disemprot dengan H2SO4 secara merata untuk mencegah penguapan N kemudian ditimbang, setelah 24 jam feses dicampur hingga homogen kemudian diambil sampel harian secara proporsional (% terhadap total feses yang keluar) dan disimpan dalam kulkas. Pengukuran energi yang keluar melalui feses hasil total koleksi selama 7 hari dikeringkan kemudian ditumbuk dan dicampur hingga homogen, kemudian diambil sampel sebanyak 1 kg untuk dianalisis. Nilai energi feses diukur dengan menggunakan bom kalorimeter.

Pengambilan sampel darah melalui pembuluh darah (vena jugularis). Pengukuaran kadar hematrokit dilakukan pada tengah masa perlakuan serta dilakukan analisis dengan metode mikrohematokrit. Plasma darah dianalisis dengan menggunakan glukosa dan urea komersial kit, masing-masing reagen berfungsi untuk mengetahui kadar glukosa dan urea pada plasma darah sapi PO yang dianalisis. Data hasil penelitian diolah dengan menggunakan analisis varians dan diuji dengan t-student atau uji t (GASPERSZ, 1995).

HASIL DAN PEMBAHASAN

Hasil penelitian tentang tentang evaluasi kelayakan roti sisa pasar sebagai pakan alternatif berdasar parameter darah pada sapi PO ditunjukan pada Tabel 2.

Tabel 1. Komposisi bahan pakan

BK PK LK SK Abu BETN GE Bahan pakan ---(%)--- (kal/g) R-Wb 85,37 9,81 10,74 3,04 2,41 74,00 4182 D-Wb 88,59 9,23 1,55 29,57 16,66 43,00 3512 Rumput Gajah 50,57 7,73 1,19 29,62 11,26 50,21 2484

(4)

Kecernaan energi

Tabel 2; tampak bahwa konsumsi energi pada sapi R-WB dengan D-WB tidak berbeda nyata, namun sapi R-WB dapat mencerna energi lebih besar (P < 0,05) daripada sapi D- WB, yaitu 72,58% pada sapi R-WB dan D-WB yaitu 55,34%. Hal tersebut dikarenakan roti lebih mudah dicerna daripada dedak padi sesuai dengan hasil analisis bahwa roti

mempunyai serat kasar 2,6% jauh lebih rendah daripada dedak padi yang mempunyai serat kasar 26,2%. Kondisi tersebut juga selaras dengan pendapat ANGGORODI (1994) bahwa semakin tinggi kandungan serat kasar suatu bahan pakan maka kecernaan bahan pakan tersebut semakin rendah. Sebagai konsekuensi maka energi yang dikeluarkan melalui feses pada sapi D-WB lebih besar (P < 0,01) daripada R-WB. Keluaran energi melalui feses

Tabel 2. Penampilan konsumsi pakan, kecernaan dan parameter darah

Perlakuan Keterangan Parameter R-WB D-WB Pertambahan BB Harian (g) 408 307 ns Konsumsi BK (kg) 7,023 7,618 ns BO (kg) 6,568 6,517 ns Energi (MJ/hari) 100,48 98,62 ns Keluaran

Energi Feses (MJ/hari) 27,55 44,54 **

Energi Feses (%GE) 27,42 45,19 **

Tercerna BK (%) 75,87 53,78 ** Karbohidrat (%) 79,55 62,35 ** Energi (%) 72,58 55,34 ** Energi (MJ/hari) 72,93 54,02 * Terdeposisi Energi (%) 48,20 24,32 ** Energi (MJ/hari) 48,43 23,75 ** Protein (%) 28,33 29,16 ns Protein (g/hari) 191 185 ns Konversi energi Terkonsumsi (MJ/kg PBBH) 340,20 246,57 ns Tercerna (MJ/kg PBBH) 187,19 178,47 ns Parameter darah Hematokrit (%) 36,92 33,50 * Glukosa darah (mg/dL) 74,63 54,14 * Urea darah (mg/dL) 7,413 8,628 ns

*: berbeda nyata pada taraf 5%; **: berbeda sangat nyata pada taraf 1%, dan ns (non signifikan): tidak berbeda nyata pada taraf 5%

(5)

ini berarti ketidak-efisienan ternak dalam memanfaatkan energi pakan. Kecernaan energi yang tinggi mengakibatkan nilai energi feses terhadap konsumsi energi total lebih kecil (27,42%GE), sedangkan kecernaan yang kecil mengakibatkan nilai energi feses terhadap konsumsi energi total lebih besar (45,19%GE).

Konversi energi yang terkonsumsi untuk membentuk 1 kg bobot badan pada sapi R-WB dan D-WB masing-masing sebesar 246,57 dan 340,20 MJ/kg PBBH. Konversi energi yang tercerna pada sapi R-WB dan D-WB masing-masing adalah 178,71 dan 187,19 MJ/kg PBBH. Hal tersebut menunjukkan bahwa roti lebih mudah dapat dimanfaatkan untuk produksi dari pada dedak padi, terbukti PBBH pada sapi yang diberi roti (408 g/hari) secara deskriptif lebih besar 101 g/hari dibandingkan dengan sapi yang diberi dedak padi (307 g/hari).

PARAMETER DARAH

Kadar hematokrit sapi R-WB (36,92%) lebih tinggi (P < 0,05) daripada sapi D-WB (33,50%) dan kedua kelompok sapi PO menunjukkan nilai hematokrit yang normal. Menurut ARTHAUD et al. dan ALEXANDER et

al. yang dikutip oleh BHANNASHIR et al. (1961), kadar hematokrit sapi potong berkisar antara 31 – 48%. Kadar hematokrit pada sapi R-WB memiliki kadar hematokrit yang lebih tinggi karena daya cerna atau kecernaan bahan kering sapi R-WB (75,87%) lebih tinggi (P < 0,05) daripada sapi D-WB (53,78%) dan deposisi energi (48,20 vs 23,75%) yang berbeda sangat nyata (P < 0,01) juga memberikan pengaruh terhadap kadar hematokrit. Meskipun deposisi protein sapi R-WB (29,16%) tidak berbeda nyata (P > 0,05) dengan D-WB (28,33%), namun protein digunakan untuk pembentukan eritrosit. Menurut MAYES et al. (1983), eritrosit mengandung hemoglobin yang tersusun oleh protein. Kadar hematokrit pada ternak maupun hewan dipengaruhi oleh asupan nutrisi atau gizi yang terkandung pada bahan pakan (FRANDSON, 1992). Energi pada ruminansia berfungsi untuk pemeliharaan sel dan otot (PARAKKASI, 1999). Hasil penelitian ARIFIN (1992) menunjukkan bahwa, ternak kerbau yang mengkonsumsi lebih banyak bahan

kering kadar hematokritnya juga lebih tinggi. Serat kasar pada R-Wb lebih rendah daripada D-Wb (3,04 vs 29,57%). Pakan dengan kandungan serat kasar rendah, mudah dicerna dan memerlukan waktu yang lebih pendek per satuan berat (ARORA, 1995). Eritrosit mengandung hemoglobin yang berikatan dengan ion besi dan berfungsi mengikat oksigen (FRANDSON, 1992). Sapi P R-WB memiliki fisiologi yang lebih baik karena sel darah merahnya mengikat lebih banyak oksigen daripada sapi D-WB. Konsentrat roti sisa pasar mampu memberikan kadar hematokrit sapi PO yang lebih baik daripada dedak padi, karena sapi PO yang mendapat roti sisa pasar mendapat asupan nutrisi yang lebih baik daripada dedak padi.

Hasil penelitian menunjukkan sapi R-WB (74,63 mg/dl) memiliki kadar glukosa darah yang lebih tinggi (P < 0,05) daripada sapi D-WB (54,14 mg/dl), namun kedua kelompok sapi yang mendapat perlakuan berbeda memiliki kadar glukosa darah pada kisaran normal. Hasil penelitian RUMSEY et al. (1999), menunjukkan kisaran kadar glukosa darah pada sapi potong antara 60 mg/dl. Menurut pengamatan POTTER dan PERRY (1993) yang dikutip oleh POND et al. (1995), sapi memiliki kadar glukosa darah 40 – 70 mg/dl. Glukosa pada ruminansia selain sebagai sumber energi setelah VFA juga penting dalam pemeliharaan sel-sel tubuh terutama darah dan otot (PARAKKASI, 1999). Sapi R-WB memiliki kandungan glukosa darah yang lebih tinggi daripada sapi D-WB, karena deposisi energi sapi R-WB(48,43 MJ) lebih tinggi (P < 0,01) daripada sapi D-WB (23,75 MJ) selain itu daya cerna karbohidrat sapi R-WB (79,55%) lebih tinggi (P < 0,05) daripada sapi D-WB (62,35%). Hal ini menunjukkan energi yang tercerna dan termetabolis pada roti sisa pasar lebih baik daripada dedak padi.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa urea darah sapi R-WB (7,413 mg/dl) tidak berbeda nyata (P > 0,05) dengan sapi D-WB (8,628 mg/dl). Menurut pengamatan KOHN et al. (2005), kadar urea darah pada sapi potong berkisar antara 4 – 25 mg/dl. Urea darah pada kedua kelompok sapi (R-WB vs D-WB) berada pada kisaran normal. Konsentrat R-Wb maupun D-Wb memiliki kandungan PK yang relatif sama (9,81 dan 9,23%), sehingga kadar urea dalam darah menunjukkan non signifikan

(6)

atau tidak berbeda nyata. Menurut VASCONCELOS et al. (2006), kadar protein kasar yang diberikan mempunyai korelasi yang tinggi terhadap kadar urea dalam darah, yaitu semakin tinggi level protein kasar yang diberikan maka semakin tinggi pula kadar urea dalam darah. Protein yang terkandung pada pakan di dalam rumen mengalami katabolisme/ hidrolisa menjadi asam amino yang diikuti oleh proses deaminasi menjadi amonia (FRANDSON, 1992). Amonia dibebaskan dan diabsorbsi oleh dinding rumen, dialirkan ke pembuluh darah, kemudian disimpan dihati dan di dalam hati amonia dimetabolis menjadi urea (ARORA, 1995). Karena urea adalah hasil dari pencernaan dan metabolisme protein, maka kedua perlakuan sesuai dengan hasil kecernaan protein sapi R-WB (65,65%) yang tidak berbeda nyata (P > 0,05) dengan sapi D-WB (71,97%) dan deposisi protein (29,16 vs 28,33%) yang tidak berbeda nyata(P > 0,05). Protein termetabolis roti sisa pasar mempunyai nilai yang sama baiknya dengan dedak padi.

KESIMPULAN

Simpulan yang diperoleh dari penelitian tentang evaluasi kelayakan roti sisa pasar sebagai pakan alternatif berdasar kecernaan energi dan parameter darah pada sapi PO adalah roti sisa pasar lebih baik daripada dedak padi dan layak diberikan sebagai pakan untuk sapi PO.

DAFTAR PUSTAKA

ANGGORODI, R. 1994. Ilmu Makanan Ternak Umum. PT Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.

ARIFIN, M. 1992. Phisiologyc and Metabolic Responses of Phil- Murrah Buffaloes to Concentrate Suplementation and Thermal Protection. Thesis. Master of Science. University of The Philippines, Los Banos. ARORA, S.P. 1995. Pencernaan Mikroba pada

Ruminansia. Diterjemahkan oleh: MURWANI, R.Gadjah Mada University Press, Yogyakarta. BHANNASIR, T., R. BOGART and H. KRUEGER. 1961. Hemoglobin and blood cell of growing beef cattle. J. Anim. Sci. 20: 18 – 21.

BLAKELY, J dan D. H. BADE. 1994. Ilmu Peternakan. Diterjemahkan oleh: B.SRIGANDONO. Gadjah Mada University Press, Yogyakarta.

CAMPHE, K.A. and D.C. CHRUCH. 1980. Digestibility of dried bakery product by sheep. J. Anim. Sci. 51: 25 – 27.

CULLISON, A.E. 1979. Feeds and Feeding. 2nd. Reston Publishing Company. Inc, Virginia. ETTINGGER, S.J. 1996. Textbook of Veterinary

Internal Medicine, Diseases of the Dog and Cat Volume 2. Press of W. B. Saunders Company, United States of America.

FRANDSON, R.D. 1992. Anatomi dan Fisiologi Ternak, edisi keempat. Diterjemahkan oleh: SRIGANDONO, B. dan K. PRASENO. Gadjah Mada University Press, Yogyakarta.

GASPERSZ, V. 1995. Teknik Analisis dalam Penelitian Percobaan. Tarsito, Bandung. KEARL, L.C. 1982. Nutrient Requirement of

Ruminants in Developing Countries. International Feedstuffs Institute, Utah Agriculture Experiment Station, Utah State University, Logan, Utah.

KOHN, R.A., M.M. DINNEEN and E. RUSSEK-COHEN. 2005. Using blood urea nitrogen excretion and efficiency of nitrogen utilization in cattle, sheep, goats, horses, pigs, and rats. J. Anim. Sci. 83: 879 – 889.

LANE, A.G and J.R. CAMPBELL. 1969. Relationship of hematocrit values to selected physiological condition in dairy cattle. J. Anim. Sci. 28: 508 – 511.

LUBIS. D.A. 1992. Ilmu Makanan Ternak. PT Pembangunan Jakarta.

MAYES, P.A., D.K. GRANER., V.W. RODWELL, dan D.W. MARTIN. 1983. Biokimia. Diterjemahkan oleh: DARMAWAN, I. Lange Medical Publications, Los Atlos, California. PARAKKASI, A. 1999. Ilmu Nutrisi dan Makanan

Ternak Ruminan. University of Indonesia Press, Jakarta.

POND, W.G., D.C. CHRUCH and K.R. POND. 1995. Basic Animal Nutrition and Feeding. 4th. Jhon Wiley and Son, United States of America. RUMSEY, T.S., S. KAHL and T.H. ELSASSER. 1999.

Field method for monitoring blood glucose in beef cattle. J. Anim. Sci. 77: 2194 – 2200. VASCONCELOS, J.T., L.W. GREENE., N.A. COLE.,

M.S. BROWN., F.T. MCCOLLUM III and L.O. TEDESCHI. 2006. Effect of phase of protein on performance, blood urea nitrogen concentration, manure nitrogen: phosphorus ratio, and carcass characteristic of feedlot cattle. J. Anim. Sci. 84: 3032 – 3038.

(7)

DISKUSI Pertanyaan:

1. Roti afkir yang bagaimana yang dgunakan sebagai pakan? 2. Adakah kriterianya, misal umur berapa hari?

Jawaban:

1. Umur roti tidak dilihat. Roti sisa yang digunakan jamurnya tidak lebih dari setengah bagian. 2. Roti sisa sebelumnya diolah yakni dikeringkan dan digiling.

Gambar

Tabel 1. Komposisi bahan pakan

Referensi

Dokumen terkait

d. Ilmu politik atau ilmu pemerintahan atau tentang dunia yang juga disebut Arthasastra. 3.2 KEDUDUKAN UPAWEDA DALAM WEDA.. Sesuai dengan arti dan tujuannya serta apa

lempung adalah partikel tanah yang berukuran lebih kecil dari 0,002 mm,. sedangkan mineral lempung adalah kelompok-kelompok partikel

Persepsi manfaat dan persepsi kemudahan penggunaan teknologi tidak berpengaruh terhadap sikap menggunakan teknologi pada sistem informasi manajemen rumah sakit. Sikap

Dengan rumusan masalah yang ada, serta dari beberapa penelusuran peneliti lakukan dari sumber-sumber primer dan sekunder, dapat membuktikan bahwa 1) Majels Ta’lim berdiri pada

Fenomena gender dalam ornamen/ dongkari tersebut dalam perwujudannya ditunjukkan oleh adanya ornamen/ dongkari yang bersifat maskulin dan feminin yang masing-masing biasa

PEMERINTAH KABUPATEN BONDOWOSO DINAS KESEHATAN.. PUSKESMAS GRUJUGAN

Dari tiga sampel air yang diambil yaitu dari Situ Pamulang, Situ Kuru dan Situ Gintung dilakukan pengukuran secara triplo dengan menggunakan alat turbidimeter diperoleh nilai

Berbeda dengan Sendmail yang hanya mempunyai sebuah file eksekusi, Qmail memisahkan masing-masing fungsi seperti untuk menangani antrian, menangani deliveri ke